Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN HOME VISIT BLOK IPE

GANGGUAN KARDIOVASKULAR

“Hipertensi”

Anggota Kelompok 16.1:

Serly Wilanti 201910410311312


Fahmi Amzrozi Syukri 201910410311309
Rahmad Oky Lukma Prasetyo 201910490311037
Mega Angraini Salsabila 201910420311040
Vionita Ramandha Putri Pranowo 201910410311291
Adira Fidya Faraditha 201910330311089

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Definisi

Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016), Hipertensi adalah

sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan

diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita

penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya. Sedangkan

menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes (2018), hipertensi

merupakan silent killer dimana gejalanya sangat bermacam-macam pada setiap

individu dan hampir sama dengan penyakit lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit

kepala atau rasa berat ditengkuk. Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah,

penglihatan kabur, telinga berdenging atau tinnitus dan mimisan.

2. Etiologi

Hipertensi dapat diklasifikasin berdasarkan penyebabnya, yaitu:

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Essensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyebab yang

belum jelas atau diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya

hidup yang kurang sehat. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang paling

banyak terjadi, sekitar 90% dari kejadian hipertensi (Yanita, 2017).

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Essensial


Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain,

seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, atau penggunaan obat tertentu

(Yanita, 2017)

3. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II

dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang

peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi

oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki

peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan

rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat

dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan

ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume

darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.

Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi

NaCl (garam) dengan cara me-reabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi

NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler

yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.


4. Gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan

darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti

hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.

Seing dikatakan bahwa gejala terlazim atau yang sering menyertai penderita

hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan

gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa gejala yang dirasakan pasien yang menderita hipertensi menurut (Hinton et

al., 2020) yaitu :

● Mengeluh sakit kepala atau pusing

● Merasa lemas

● Sesak nafas

● Gelisah

● Mual dan muntah

● Epitaksis

● Kesadaran menurun

5. Diagnosis

Diagnosis merupakan suatu bagian yang terdapat dalam proses penentuan jenis

penyakit dengan mengamati secara subjektif dan objektif dari manifestasi klinis serta

gejala yang dikeluhkan. Penegakan diagnosis didalamnya meliputi beberapa tahap

yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Penderita hipertensi

memerlukan tiga kali pengukuran tekanan darah selama tiga kali kunjungan secara

terpisah. Pemeriksaan penunjang pada penderita hipertensi juga diperlukan untuk

menegakkan diagnosis diantaranya tes urinalisis, pemeriksaan kimia darah lengkap,


pemeriksaan EKG untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam sistem kelistrikan

jantungnya (Anwar et al., 2018).

6. Diagnosis Banding

Hipertensi sekunder harus selalu dicari sebagai diagnosis banding terutama jika pasien

berada pada usia ekstrim (muda atau tua). Hiperaldosteronisme, koarktasio aorta,

stenosis arteri renalis, penyakit ginjal kronis, dan penyakit katup aorta harus selalu

disingkirkan.

7. Tatalaksana

Non-Farmakologis

Intervensi non-farmakologis merupakan salah satu cara efektif untuk menurunkan

tekanan darah; yang telah terbukti dengan uji klinis adalah penurunan berat badan,

Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), diet rendah garam, suplemen

kalium, peningkatan aktivitas fisik, dan pengurangan konsumsi alkohol. Intervensi

lain berupa konsumsi probiotik, diet tinggi protein, serat, minyak ikan, suplemen

kalsium atau magnesium, terapi perilaku dan kognitif, belum banyak didukung data

dan penelitian yang kuat.


Farmakologis

Tatalaksana hipertensi berbasis-risiko penyakit kardiovaskuler dan tekanan darah

lebih efisien dan efektif dari segi biaya jika dibanding berbasis tekanan darah saja.

Terapi hipertensi direkomendasikan sebagai pencegahan sekunder penyakit

kardiovaskuler rekuren pada pasien klinis penyakit kardiovaskuler dan rata-rata sistole

130 mmHg atau diastole 80 mmHg, serta pada dewasa dengan perkiraan risiko 10

tahun penyakit kardiovaskuler aterosklerotik (ASCVD) 10% atau lebih dengan rata-

rata sistole 130 mmHg atau diastole 80 mmHg.


Berdasarkan algoritma, penderita hipertensi stadium 1 atau

peningkatan tekanan darah yang memiliki risiko 10 tahun

ASCVD < 10% mendapat tatalaksana non farmakologis dan

evaluasi tekanan darah setelah 3-6 bulan. Penderita

hipertensi stadium 1 dengan risiko 10 tahun ASCVD ≥ 10% akan

ditatalaksana menggunakan obat anti-hipertensi dan


tatalaksana nonfarmakologis, tekanan darah dievaluasi

setelah 1 bulan. Penderita hipertensi stadium 2 harus

dievaluasi atau dirujuk ke layanan kesehatan primer dalam 1

bulan setelah diagnosis, mendapat terapi non-farmakologis

dan obat anti-hipertensi (dengan 2 obat berbeda jenis), dan

evaluasi tekanan darah setelah 1 bulan. Penderita hipertensi

dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥

110 mmHg perlu dievaluasi dan ditatalaksana segera dengan

obat anti-hipertensi (paling lambat dalam 1 minggu). Pada

dewasa dengan tekanan darah normal, evaluasi dapat diulang

setiap tahun.

Indonesia masih mengacu pada algoritma yang diterbitkan oleh JNC VII dalam

penatalaksanaan hipertensi. Pilihan terapi dimulai dengan modifikasi gaya hidup.

Kemudian pemberian obat disesuaikan dengan stadium hipertensi dan indikasi yang

mendukung lainnya seperti gagal jantung, riwayat infark miokardium, risiko tinggi

penyakit koroner, diabetes, penyakit ginjal kronis, dan riwayat stroke berulang.
Strategi tatalaksana Farmakologis Hipertensi Esensial

Strategi tatalaksana hipertensi sebelumnya difokuskan pada penggunaan berbagai

jenis monoterapi, peningkatan dosis, atau penggantian monoterapi. Namun,

peningkatan dosis monoterapi hanya sedikit menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan efek samping. Strategi yang sedang dikembangkan menganjurkan

terapi kombinasi, single pill combination (SPC) therapy untuk meningkatkan ketaatan,

dan penggunaan SPC sebagai terapi awal kebanyakan penderita hipertensi, kecuali

pada lanjut usia dan tekanan darah normal-tinggi. Terapi kombinasi awal lebih efektif

daripada monoterapi dosis maksimal. Kombinasi obat juga telah terbukti aman dan
dapat ditoleransi. Pada hipertensi yang tidak dapat terkontrol dengan kombinasi 2 obat

dapat ditambahkan obat ketiga; namun kombinasi 3 obat tidak direkomendasikan

sebagai terapi awal.

Kombinasi 2 obat yang direkomendasikan adalah penghambat angiotensin converting

enzyme (ACE)/ angiotensin II receptor blockers (ARBs) dengan calcium channel

blockers (CCBs)/ diuretik, penyekat beta dengan diuretik atau obat jenis lain

merupakan alternatif jika terdapat indikasi penggunaan penyekat beta seperti angina,

pasca-infark miokard, gagal jantung, dan pengontrolan denyut jantung. Monoterapi

diberikan pada penderita hipertensi stadium 1 dengan sistolik < 150 mmHg, pasien

risiko sangat tinggi dengan tekanan darah normal-tinggi, atau pasien lansia. Pada

hipertensi resisten, dapat ditambahkan spironolakton.


Prinsip Umum terapi Anti-hipertensi

Tatalaksana dasar adalah kombinasi obat antihipertensi dengan modifikasi gaya hidup.

Terapi farmaka tidak hanya menurunkan tekanan darah namun sekaligus mengurangi

risiko stroke dan kematian. Beberapa jenis obat dapat menurunkan tekanan darah

(tabel 6). Jenis obat untuk terapi awal didasarkan pada efektivitasnya dalam

mengurangi kejadian klinis serta ditoleransi dengan baik, antara lain: diuretik tiazid,

penghambat ACE, ARBs, dan CCBs. Terapi awal hipertensi umumnya menggunakan

satu jenis obat; kombinasi dengan jenis obat lain direkomendasikan pada hipertensi

stadium 2 atau rerata tekanan darah > 20/10 mmHg melebihi tekanan darah target.

Beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan jenis obat antara lain usia,

interaksi obat, komorbiditas, dan keadaan sosioekonomi.

Kombinasi obat dengan mekanisme kerja sama perlu dihindari; misalnya kombinasi

obat penghambat ACE dengan ARBs, karena efektivitas masing-masing obat akan

berkurang dan risiko efek samping meningkat.

Target Tekanan Darah pada Hipertensi Esensial

Penurunan tekanan darah penderita hipertensi dapat menurunkan risiko penyakit lain.

Penderita hipertensi dengan komorbid penyakit lain seperti stroke direkomendasikan

mencapai tekanan darah < 130/80 mmHg. Target penurunan tekanan darah pada

hipertensi esensial masih diperdebatkan karena memerlukan pengawasan luaran

jangka panjang; dapat dipertimbangkan target tekanan darah < 130/80 mmHg.

8. Komplikasi

Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit diantaranya adalah

stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati, kejang


a. Stroke

Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya

atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami hal ini

akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut dengan CVA

(cerebrovascular accident). Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih besar pada

dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan

pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian, hemorrhagic stroke juga dapat

terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada kasus seperti ini biasanya pembuluh

darah pecah karena lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba karena

suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan atau faktor emosional.

Pecahnya pembuluh darah di suatu tempat di otak dapat menyebabkan sel-sel

otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang dibawa melalui

pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah

yang tersembur dari pembuluh darah yang pecah tersebut juga dapat merusak sel-

sel otak yang berada disekitarnya.

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus

yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis

dan hipertensi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat

dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian

juga hipertropi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik

melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan

resiko pembentukan bekuan.


c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus aliran darah keunit

fungsional ginjal, yaitu nefron dapat terganggu dan dapat berlanjut menjadi

hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane di glomerulus, protein akan

keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.

d. Ensefalopati (Kerusakan Otak)

Ensefalopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maglina (hipertensi yang

meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorog cairan keruang

interstisial diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan

terjadi koma serta kematian.

e. Kejang

Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang lahir mngkin memiliki

berat lahir kecil masa kehamilan akibat perfusi plasenta yang tidak adekuat,

kemudian mengalami hipoksia dan asidosis jika ibu menglami kejang selama atau

sebelum proses kelahiran (RESKI, 2018).

9. Prognosis

Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk menilai prognosis

jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu komponen penting untuk

penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor WHO/ISH memprediksi kejadian


kardiovaskular (infark miokard atau stroke) dalam jangka waktu 10 tahun berdasarkan

tekanan darah sistolik, kadar kolesterol total, diabetes, status merokok, jenis kelamin,

serta usia.Skor prediksi studi Framingham juga memprediksi kejadian kardiovaskular

10 tahun dengan komponen penilaian berupa TDS, usia, penggunaan obat anti

hipertensi, diabetes, status merokok, kadar total kolesterol dan HDL serum.

Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi metaanalisis

menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg dapat

menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik sebesar 17%, gagal jantung

sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%.

B. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dari hipertensi

itu sendiri serta mengetahui bagaimana peran dan tanggung jawab interprofesi

kesehatan dalam menangani pasien yang memiliki penyakit hipertensi.

C. Manfaat

Manfaar dari laporan home visit ini sendiri adalah untuk sebagai pembelajaran

mahasiswa fakultas ilmu kesehatan dan fakultas kedokteran dalam hal peran dan tanggung

jawab interprofesi di bidang kedokteran, keperawatan, farmasi dan fisioterapi.

BAB II

ISI

KEGIATAN KEGIATAN URAIAN KET

ASSESSMEN AWAL

ASESMEN
AWAL MEDIS Nama :
Jenis kelamin : Perempuan

Usia : th

Alamat :

Jalan :
RT/RW :
Desa/Kelurahan :
Kecamatan :
Kabupaten :
Provinsi : Jawa Timur

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan terakhir : -

Agama : Islam

Status perkawinan : Sudah


menikah

BB:

TB:

ASSESSMEN
AWAL
KEPERAWA
TAN

ASSESSMENT
AWAL
FARMASI

ASSESSMENT
AWAL
FISIOTERAPI

LABORATO
RIUM Tidak ada
RADIOLOGI/
IMAGING Tidak ada

PENUNJANG
LAIN Cek gula darah, asam urat,
kolesterol

KONSULTASI - Sekarang tidak pernah


merasakan sakit kepala
seperti dahulu
- Pasien terkadang juga
mengeluh sulit tidur, sering
terjaga. dan pola tidurnya
berubah.
- Pasien berkonsultasi ke
dokter dan diberikan obat
anti hipertensi tetapi tidak
mengkonsumsinya secara
rutin
- Tekanan Darah terakhir
120/70
- Saat ini pasien sehat dan
melakukan pengobatan
untuk keluhan lain selain
obat hipertensi

FAKTOR RESIKO TERINTEGRASI

FAKTOR
RESIKO MEDIS - Pola tidur : pasien sering
terbangun tengah malam
- Pola makan : teratur, tidak
suka makanan asin, daging,
dan pedas
- Pasien tidak rutin
mengkonsumsi obat yang
telah diberikan dan hanya
mengonsumsi ketika
merasa sakit saja

FAKTOR
RESIKO - Pasien mengatakan bahwa
KEPERAWAT
AN dirinya sering jalan – jalan
di sekitar rumah tiap hari
- Pasien mengatakan bahwa
sering terjaga dan pola
tidurnya berubahPasien
juga mengeluh adanya
penurunan nafsu makan
akhir-akhir ini.

FAKTOR
RESIKO 1. Pasien tidak rutin dalam
FARMASI minum obat karena merasa
bosan
2.

FAKTOR
RESIKO ● Pasien jarang melakukan
FISIOTERAPI olahraga untuk meningkatkan
kebugaran dan kesehatan
tubuhnya.

RIWAYAT
PENYAKIT DI Keluarga tidak memiliki
KELUARGA keluhan yang sama.

PERSEPSI
KELUARGA - Keluarga memahami
TERHADAP penyakit yang diderita
MASALAH oleh pasien dan peduli
KESEHATAN dengan masalah
PASIEN kesehatan pasien

KEPEDULIAN
KELUARGA - Hubungan pasien dan
TERHADAP keluarga sangatlah
MASALAH terjalin dengan kuat.
Keluarga pasien selalu
KESEHATAN
PASIEN memberikan dukungan
dan motivasi agar
pasien rutin dalam
pengobatan dan
menghindari faktor
yang memperburuk
sakitnya. Keluarga juga
menyediakan
akomodasi dalam
pengobatan seperti
asuransi kesehatan.
-

STRES DAN
PERUBAHAN - Tidak ada
DALAM
KELUARGA
SELAIN
MASALAH
KESEHATAN
PASIEN

DIAGNOSIS

DIAGNOSIS MEDIS
Essential (Primary)
Hypertension
(ICD 10: I10)

DIAGNOSIS
KEPERAWATAN 1. Nyeri Kronis b.d Kondisi
kronis (Hipertensi)

2. Resiko Perfusi Perifer Tidak


Efektif b.d Hipertensi

3. Gangguan Pola Tidur b.d


Kurang kontrol tidur d.d
Kecemasan
DIAGNOSIS
FARMASI

DIAGNOSIS
FISIOTERAPI ● Pain, spasme, at causa
hipertensi

DAFTAR
MASALAH
KELUARGA

FAKTOR
PENDUKUNG - Pasien mengetahui
bahwa dirinya telah
terdiagnosa hipertensi
sejak kontrol ke dokter.
- Pasien juga mengurangi
makanan asin seperti
yang disarankan oleh
dokter dan keluarganya.
-

FAKTOR
PENGHAMBAT - Pasien tidak mau
mengkonsumsi obat
secara rutin karena
seringkali merasa bosan
- Saat wawancara pasien
mengatakan bahwa
dirinya jarang
melakukan olahraga
dalam kegiatan sehari-
harinya. Hanya
melakukan aktivitas
harian biasa tanpa
melakukan latihan
aktivitas fisik atau
berolahraga.
-

DISCHARGE PLANNING TERINTEGRASI


EDUKASI TERINTEGRASI

EDUKASI/
INFORMASI - Mengedukasi pasien
MEDIS mengenai penyakitnya,
faktor risiko, dan
strategi terapi yang
akan dilakukan
- Mengedukasi untuk
rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan
atau kontrol pada dokter
dan konsumsi obat
sesuai anjuran dokter
- Pasien dengan
Hipertensi rentan
mengalami stres oleh
karena itu dapat
diedukasi mengenai
penanganan/manajemen
stress yang tepat
- Aktivitas fisik rutin
tetap bisa dilakukan
karena dapat
menurunkan tekanan
darahnya
- Mengedukasi keluarga
pasien untuk ikut
mendukung dan
menjaga pola hidup
sehat pasien

EDUKASI/
KONSELING GIZI - Mengedukasi mengenai
menjaga/mempertahank
an berat badan ideal
- Hindari konsumsi
makanan tinggi garam,
MSG, dan berlemak
- Konsumsi buah dan
sayur yang beragam
secara rutin baik
sebagai makanan utama
maupun selingan

EDUKASI
KEPERAWATAN - Menganjurkan
memonitor nyeri dan
TD
- Mengajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
- Mengedukasi pasien
untuk melakukan
manajemen stres
- Mengedukasi pasien
terkait dengan
melakukan aktivitas
fisik ringan.

EDUKASI
FARMASI - Menyarankan pasien
untuk tetap meminum
obat sesuai anjuran
dokter
- memantau
penyimpanan dan
pembuangan obat
- mengurangi aktivitas
berat

EDUKASI
FISIOTERAPI ● Menyarankan pasien
untuk melakukan
olahraga low impact
untuk menjaga
kebugaran tubuh seperti
jalan cepat, renang dan
yoga. Olahraga bisa
dilakukan sebanyak 1
kali seminggu
● Melakukan penguluran
otot (stretching) pada
leher untuk mengurangi
ketegangan otot dan
nyeri yang diakibatkan
dari hipertensi.

TERAPI YANG SEDANG DIJALANI

FARMAKOLOGIS
- Obat oral
- INJEKSI ○ Captopril 2x1
- OBAT ORAL
- OBAT LAIN

NON
FARMAKOLOGIS - Modifikasi gaya hidup
dengan cara mengatur
makanan yang
dikonsumsi dan rutin
melakukan aktivitas
fisik
-

- FISIOTERAPI ● Merendam kaki dengan


- DLL air hangat (hidroterapi)

USULAN TATA LAKSANA / INTERVENSI

TATA LAKSANA
INTERVENSI Pemberian obat untuk pencegahan
MEDIS
- Captopril 2x1

TATA LAKSANA
INTERVENSI GIZI - Menjaga/mempertahankan
berat badan ideal pasien
- Pengaturan pola makan
dengan :
- Hindari makanan
dengan kandungan
natrium tinggi
( garam < 5-6 g/hari)
- Konsumsi buah dan
sayur yang beragam
secara rutin baik
sebagai makanan
utama maupun
selingan (> 200 g /
hari)

TATA LAKSANA
INTERVENSI - Melakukan manajemen
KEPERAWATAN nyeri
- Melakukan edukasi
aktivitas fisik
- Melakukan edukasi
aktivitas serta kebutuhan
istirahat.

TATA LAKSANA
INTERVENSI - Mengedukasi tentang tujuan
FARMASI obat yang diresepkan
- Mengedukasi cara minum
obat
- Mengedukasi hal-hal yang
perlu dimonitor saat
pengobatan berlangsung
- Mengedukasi bahaya dari
putus obat yaitu jangka
waktu pengobatan akan
diperpanjang
-

TATA LAKSANA
INTERVENSI ● Memberikan intervensi
FISIOTERAPI untuk mengurangi nyeri
pada leher
● Memberikan intervensi
hidroterapi untuk
menurunkan tekanan darah
● Memberikan edukasi terkait
olahraga low impact yang
dapat dilakukan di rumah
untuk meningkatkan
kebugaran tubuh.

REKOMENDASI
PENYELESAIAN - Keluarga dapat
MASALAH mengingatkan pasien
BERDASARKAN untuk rutin mengkonsumsi
HASIL obatnya sesuai dengan
ASSESSMENT anjuran dokter.
MASALAH - Keluarga dapat
KELUARGA mendukung pola diet
pasien dengan
mengingatkan pasien
untuk menjaga berat
badan, mengkonsumsi
makanan yang sehat, serta
juga bisa ikut melakukan
pola makan sehat bersama
pasien

MONITORING DAN EVALUASI

DOKTER
- TTV
- Kepatuhan pasien dalam
konsumsi obat
- Kepatuhan pasien dalam
menjaga berat badan dan
mengatur pola diet yang
sesuai

KEPERAWATAN
Manajemen Nyeri (1.08238) :

1. Observasi

● Mengidentifikasi respon
nyeri nonverbal
● Mengidentifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
● Monitor skala nyeri secara
berkala

Edukasi Latihan Fisik (I. 12389)


1. Observasi

● Mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima
informasi
● Memonitoring kegiatan
aktivitas fisik harian.

Edukasi Aktifitas/Istirahat
(1.12362)

1. Observasi

● Memonitor kebutuhan
istirahat pasien.
● Memonitor jadwal
istirahat

GIZI

FARMASI
- memonitoring kepatuhan
pasien minum obat
- pemantauan terapi obat
untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif
dan rasional bagi pasien

FISIOTERAPI
● Memonitoring TTV
● Memonitoring keluarga
dalam membantu pasien
untuk melakukan latihan-
latihan di rumah untuk
meningkatkan kebugaran
tubuh pasien
● Memonitoring latihan-
latihan yang dilakukan
pasien secara mandiri
OUTCOME/HASIL

MEDIS
- Pasien patuh dalam
mengkonsumsi obatnya
- Pasien mampu menjaga
dan mempertahankan berat
badan idealnya

KEPERAWATAN
1. Setelah dilakukan
intervensi selama 2x24
jam, maka tingkat nyeri
menurun dengan kriteria
hasil (L.08066) :

- Keluhan nyeri (5)

- Kesulitan tidur (5)

- Tekanan darah (5)

- Nafsu makan (5)

2. Setelah dilakukan
intervensi selama 2x24
jam, maka status sirkulasi
membaik dengan kriteria
hasil (L.02016) :

- Tekanan darah sistolik


(5)

- Tekanan darah diastolic


(5)

3. Setelah dilakukan
intervensi selama 1x24
jam, maka pola tidur
membaik dengan kriteria
hasil (L.05045) :

- Keluhan sulit tidur (5)

- Keluhan sering terjaga


(5)

- Keluhan istirahat tidak


cukup (5)

GIZI

FARMASI
- Diharapkan untuk tetap
meminum obat walaupun
kadang merasa bosan
- diharapkan obat yang
dikonsumsi dapat
mengurangi rasa sakit

FISIOTERAPI
● Setelah dillakukan terapi
sebanyak 2 kali dalam
seminggu, ditemukan bahwa
pasien sudah mengalami
penurunan nyeri pada otot
lehernya dari yang awal
skor nyerinya 6 menjadi 4
dan tekanan darah yang
awalnya 140/90 mmHg
menjadi 125/85 mmHg.

FISIOTERAPI
LAMPIRAN PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien
Nama : Nn. ER
Agama : Islam
Umur : 22 tahun
Status Perkawinan : Belum menikah
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku / Ras : Jawa
Alamat : Jl. Alpukat, Kertosono-Nganjuk
Pendidikan terakhir : Lulus SMA
Pekerjaan : Mahasiswi
Diagnosa Medis : Hipertensi.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Keluhan Utama

Sering sakit kepala dan terasa nyeri menjalar hingga leher.

● Lokasi: Kepala
● Durasi: sejak 2018
● Kualitas: terasa nyut-nyut
● Frekuensi: hilang tombul
● Intensitas: skala 6
● Faktor yang memperburuk nyeri: Saat kondisi panic pasien sering kali
merasakan sakit kepalanya kambuh.
● Faktor yang meringankan neyri: Istirahat yang cukup dan konsumsi obat
pereda nyeri.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Saat ini pasien sehat dan hanya menjalankan pengobatan secara rutin.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada.

d. Riwayat Alergi
Alergi seafood dan alergi hawa dingin.

e. Riwayat Penyakit Peyerta


Tidak ada

f. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan kakek pasien memiliki riwayat hipertensi

g. Diagnosa Medis Saat Masuk Rumah Sakit


Diare dan hipertensi dengan TD tinggi.

3. Pengkajian Pola Fungsional Kesehatan (Menurut Gordon)

a. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Pasien mengetahui bahwa dirinya telah terdiagnosa hipertensi sejak kontrol ke dokter.
Pasien mematuhi untuk menerapkan pengobatan dengan rutin meminum obat yang
diresepkan dokter. Pasien juga mengurangi makanan asin seperti yang disarankan
oleh dokter dan keluarganya.

b. Pola Nutrisi Metabolik

Dari hasil wawancara pasien mengatakan bahwa pola makan pada akhir-akhir ini
menurun akan tetapi hal tersebut tidak menganggu atau tidak menimbulkan masalah
yang serius.

c. Pola Eliminasi

Pola eliminasi pasien lancer seperti pada kondisi normalnya, tidak ada gangguan
eliminasi secara serius.

d. Pola Aktivitas dan Latihan

Saat wawancara pasien mengatakan bahwa dirinya jarang melakukan olahraga dalam
kegiatan sehari-harinya. Hanya melakukan aktivitas harian biasa tanpa melakukan
latihan aktivitas fisik atau berolahraga.

e. Pola Tidur dan Istirahat

Pasien juga mengatakan bahwa akhir-akhir ini mengalami sulit tidur dan jam tidurnya
terganggu.

f. Pola Perseptual

Pasien tidak memiliki masalah pada panca indra. Pasien masih dapat berbicara,
mendengar, dan membaca dengan baik.

g. Pola Persepsi Diri

Pasien paham akan penyakitnya dan menerima pengobatan dengan rutin akan tetapi
memang pasien terkadang merasa bosan dalam terapinya khususnya untuk minum
obat.

h. Pola Seksual dan Reproduksi


Tidak ada keluhan.

i. Pola Peran Hubungan

Hubungan pasien dan keluarga sangatlah terjalin dengan kuat. Keluarga pasien selalu
memberikan dukungan dan motivasi agar pasien rutin dalam pengobatan dan
menghindari faktor yang memperburuk sakitnya. Keluarga juga menyediakan
akomodasi dalam pengobatan seperti asuransi kesehatan.

j. Pola Managemen koping/stres

Pasien dalam menghadapi penyakitnya saat dirasa penyakitnya kambuh pasien akan
segera memeriksakan diri ke rumah sakit. Pasien memang jarang melakukan medical
checkup karena pasien melakukan kontrol hanya pada saat merasakan sakinya saja.

4. Pemeriksaan Fisik

● Keadaan Umum : Terlihat sehat


● Kesadaran : compos mentis
● TTV : TD 140/110
● Pengkajian kepala, leher, Thorax, abdomen, inguinal :-
● Ekstremitas :-

5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada.

6. Program Terapi

● Captopril (2x1)
● Paracetamol

B. Analisa Data

1. Tabel Analisa Data

No. Data Masalah Etiologi

1. Ds : Resiko Perfusi Perifer Hipertensi


- Pasien mengatakan Tidak Efektif (D.0015)
bahwa dirinya jarang
melakukan olahraga
dan aktivitas fisik
- Pasien juga
mengatakan bahwa
hasil tensi terakhir
menunjukkan
140/110
2. Ds : Gangguan Pola Tidur Kecemasan
- Pasien mengeluh (D.0055)
sulit tidur
- Pasien mengatakan
bahwa sering terjaga
dan pola tidurnya
berubah
- Pasien juga
mengatakan kurang
puas dalam istirahat
tidurnya.

3. Ds : Nyeri Kronis (D.0078) Penyakit Kronis


- Pasien mengatakan (Hipertensi)
bahwa sakit kepala
yang muncul akan
menimbulkan rasa
nyeri hingga
menjalar ke leher
- Pasien juga
mengatakan bahwa
pola tidur berubah
karena sering terjaga
dan sulit tidur
Do :
- Nyeri yang dialami
pasien menunjukkan
skala 6

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Kronis b.d Kondisi kronis (Hipertensi)
b. Resiko Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hipertensi
c. Gangguan Pola Tidur b.d Kurang kontrol tidur d.d Kecemasan

C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Outcome Intervensi


Keperawatan

1. Nyeri Kronis b.d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1.08238) :


Kondisi kronis intervensi selama 2x24
(Hipertensi) jam, maka tingkat nyeri 1. Observasi
(D.0078) menurun dengan kriteria
hasil (L.08066) : ● Mengidentifikasi respon
nyeri nonverbal
● Mengidentifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
- Keluhan nyeri (5)
2. Terapeutik
- Kesulitan tidur (5)
● Memfasilitasi istirahat dan
- Tekanan darah (5) tidur
● Memberikan teknik non
- Nafsu makanf (5) farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
● Mengontrol lingkungan yang
dapat memperberat nyeri

3. Edukasi

● Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
● Mengajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri

4. Kolaborasi

● Mengkolaborasikan
pemberian analgesic jika
perlu.

2. Resiko Perfusi Setelah dilakukan Edukasi Latihan Fisik (I. 12389)


Perifer Tidak intervensi selama 2x24
Efektif b.d jam, maka status sirkulasi 1. Observasi
Hipertensi membaik dengan kriteria
(D.0015) hasil (L.02016) : ● Mengidentifikasi kesiapan
dan kemampuan menerima
- Tekanan darah sistolik informasi
(5)
2. Terapeutik
- Tekanan darah diastolic
(5) ● Menyediakan materi dan
media pendidikan kesehatan
● Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan

3. Edukasi

● Menjelaskan manfaat
kesehatan dan efek fisiologis
olahraga
● Menjelaskan jenis latihan
yang sesuai dengan kondisi
kesehatan

3. Gangguan Pola Setelah dilakukan Edukasi Aktifitas/Istirahat (1.12362)


Tidur b.d intervensi selama 1x24
Kurang kontrol jam, maka pola tidur 1. Observasi
tidur d.d membaik dengan kriteria
Kecemasan hasil (L.05045) : ● Mengidentifikasi kesiapan
(D.0055) dan kemampuan menerima
- Keluhan sulit tidur (5) informasi

- Keluhan sering terjaga 2. Terapeutik


(5)
● Menyediakan materi dan
- Keluhan istirahat tidak media pendidikan kesehatan
cukup (5) ● Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan

3. Edukasi

● Menganjurkan cara
mengidentifikasi kebutuhan
istirahat
● Menjelaskan pentingnya
olahraga secara rutin
● Menganjurkan menyusun
jadwal istirahat
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak,
baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun
masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan
B. Saran
Saran dalam kelompok kami adalah semoga praktikum home visit dapat lebih
baik kedepannya sehingga dapat memperlancar proses jalannya blok IPE. Kami sadar
bahwa kami masih memiliki kekurangan baik dari tulisan maupun bahasa yang kami
sajikan. Oleh karena itu, mohon diberikan saran serta kritik yang membangun dari
para pembaca agar kami bisa membuat laporan home visit lebih baik lagi khususnya
pada pasien hipertensi serta semoga laporan home visit ini bermanfaat dalam
memberikan wawasan dan pengetahun untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

RESKI, A. A. (2018). Hubungan Tingkat pengetahuan Pasien Hipertensi Tentang Hipertensi


Dengan Kepatuuhan Mengomsumsi Obat Antihipertesni Di RSUD DI RSUD
NENEMALLOMO, Kec. Maritengngae, Kab. Sidrap, Prov. Sulawesi Selatan,
Periode Oktober-November 2017.
Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, et al. 2015.
Hypertension treatment. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 19th ed.
McGraw-Hill Co, Inc..p. 1622-7 2.
Carey RM & Whelton PK. 2018. Prevention, detection, evaluation, and management of high
blood pressure in adults: Synopsis of the 2017 American College of
Cardiology/American Heart Association hypertension guideline. Ann Intern Med.,
168(5):351
Nerenberg AK, Zarnke BK, Leung AA, Dasgupta K, Butalia S, McBrien K, et al. 2018.
Hypertension Canada’s 2018 guidelines for diagnosis, risk assessment, prevention,
and treatment of hypertension in adults and children. Can J Cardiol. 34(5):506-25.
Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M, et al. 2018
ESC/ESH Guidelines for the management of arterial hypertension. Eur Heart J.
2018;39(33):3021–104
Wahyu, N. (2015). Hipertensi Berdasarkan Etiologi Mekanisme Terjadinya Hipertensi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi Faktor risiko yang tidak
dapat diubah. Hipertensi Berdasarkan Etiologi Mekanisme Terjadinya Hipertensi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi Faktor Risiko Yang
Tidak Dapat Diubah, c, 6–16.
http://repo.poltekkes-medan.ac.id/jspui/bitstream/123456789/1840/4/BAB II.pdf
Nurarif, & Kusuma. (2016). Pengaruh Hipertensi terhadap perilaku hidup pada lansia. 2011,
8–25.

Anda mungkin juga menyukai