Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI PADA LANSIA

Disusun Oleh :
HANUM RISDHA PRATAMA
20021016

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS ANNUR PURWODADI
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Hipertensi


a. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan
(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Triyanto E, 2014).
Tekanan darah tinggi atau Hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-arteri.
Arteri-arteri adalah pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jantung yang
memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh. (Pudiastuti, 2016)
Penyakit darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah dan jantung
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Pudiastuti R D, 2016).

b. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi 3 yaitu (Pudiastuti R D, 2016):
1. Secara genetis menyebabkan kelainan berupa:
• Gangguan fungsi barostat renal
• Sensitifitas terhadap konsumsi garam
• Abnormalitas transportasi natrium kalium
• Respon SSP (Sistem Saraf Pusat) terhadap stimulasi psiko-sosial
• Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)

c. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jelas saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergetar ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron pre-ganglion ke pumbuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pumbuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokontriksi. Medula adrenal mensekresikan efinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin
(Aspiani, 2014).
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan terjadinya hipertensi (Aspiani, 2014). Digital Repository
Universitas Jember 19 Peningkatan tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi
peningkatan secara terus menerus. Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang
ringan lalu perlahan berkembang ke kondisi yang parah atau berbahaya (Williams &
Wilkins, 2011) dalam (Mulyadi, 2016). Gejala yang sering muncul pada hipertensi
salah satunya adalah nyeri kepala. Pada nyeri kepala yang diderita oleh pasien
hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak mengalami penurunan dan
peningkatan spasme pembuluh darah (Setyawan & Kusuma, 2014).

d. Manifestasi Klinis
• Penglihatan kabur karena kerusakan retina
• Nyeri pada kepala
• Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial
• Edema dependent

e. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk Hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas dan
mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan Hipertensi ada 2 cara yaitu:
1. Pengobatan nonfarmakologik
Pengobatan ini dilakukan dengan cara:
a) Pengurangan berat badan: penderita Hipertensi yang obesitas dianjurkan
untuk menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori dan peningkatan
pemakaian kalori dengan latihan fisik yang teratur
b) Menghentikan merokok: merokok tidak berhubungan langsung dengan
Hipertensi tetapi merupakan faktor utama penyakit kardiovaskuler.
c) Menghindari alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan
menyebabkan resistensi terhadap obat anti Hipertensi.

2. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita Hipertensi memerlukan
pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya Hipertensi, kelainan organ dan
faktor resiko lain. Berdasarkan cara kerjanya, obat Hipertensi terjadi beberapa
golongan, yaitu diuretik yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker,
penghambat ACE, antagonis kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi. Pada
beberapa kasus, dua atau tiga obat Hipertensi dapat diberikan. Pengobatan
Hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat:

a. Diuretic (Tabel Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)). Merupakan


golongan obat Hipertensi dengan proses pengeluaran cairan tubuh via urine.
Tetapi karena potassium berkemungkinan terbuang dalam cairan urine, maka
pengontrolan konsumsi potasium harus dilakukan.

b. Beta-blockers (Atenolol (Tenorim), Capoten (Captropil)). Merupakan obat yang


dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah melalui proses memperlambat
kerja jantung dan memperlebar (Vasodilatasi) pembuluh darah.

c. Calcium Channel blockers (Norvasc (amlopidine), Angiotensin Converting


Enzyme (ACE)). Merupakan salah satu obat yang biasa dipakai dalam
pengontrolan darah tinggi atau Hipertensi melalui proses relaksasi pembuluh
darah yang juga memperlebar pembuluh darah. (Pudiastuti R D, 2016).

f. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak dungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO
menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gela-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.
Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya
gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan
darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan ganggguan faal
dari target organ. Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi adalah :

Kategori Tekanan sistolik Tekanan diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi :
Stage I (ringan) 140-159 90-99
Stage II (sedang) 160-179 100-109
Stage III (berat) 180-209 110-120

Berdasarkan penyebab Hipertensi dibedakan menjadi dua bagian yaitu:


a. Hipertensi Esensial/Hipertensi Primer
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur
(jika umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin
(laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan), ras (ras kulit hitam lebih
banyak dari ras kulit putih).
3. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gram), kegemukan atau
makan berlebihan, stress, merokok, minum alkohol, minum obat-obatan
(Ephedrine, Prednison, Epineprin).

b. Hipertensi Sekunder

Jenis hipertensi ini penyebabnya dapat diketahui sebagai berikut:


1. Penyakit ginjal: glomerulonefritis, piyelonefritis, nekrosis tubular akut, tumor
2. Penyakit vaskuler: atreosklerosis, hyperplasia, thrombosis, aneurisma, emboli
kolestrol dan Vaskulitis
3. Kelainan endokrin: diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme
4. Penyakit syaraf: stroke, encephalitis, sindrom gulian barre
5. Obat-obatan: kontrasepsi oral, kortikosteroid (Aspiani, 2014).

i. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik pada klien dengan hipertensi meliputi:
b. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
c. Pemeriksaan retina
d. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung.
e. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
f. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin darah, glukosa
g. Pemeriksaan: renogram, pielogram dan penentuan kadar urin.
h. Foto dada dan CT scan.
2. Konsep Dasar Gerontik
a. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah
menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan
hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai
keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

b. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old): 75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.

c. Ciri- Ciri Lansia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka
akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi
negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga
sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari
lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

d. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,
namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Siti Nur Kholifah, 2016).

3. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Aktivitas
a) Gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
b) Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
2. Sirkulasi
a) Gejala: Riwayat Hipertensi,aterosklerosis,penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
b) Tanda: Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ tertunda.
3. Integritas Ego
a) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
b) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
a) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
5. Makanan/cairan
a) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi
garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
b) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
glikosuria.
6. Neurosensori
a) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala
b) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi
bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan genggaman tangan.
7. Nyeri/ ketidaknyaman
a) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),
sakitkepala.
8. Pernafasan
a) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea
,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum
b) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan
bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
9. Keamanan
a) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

b. Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif

1. Indeks katz.
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu
kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat, toileting, dan makan.
Mandiri merupakan tidak ada yang mengawasi, mengarahkan, ataupun
bantuan orang lain. Pengkajian ini mendasarkan pada status aktual serta
bukan terhadap kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur kemampuan
fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar rumah. (Susanto 2018)
2. Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah beberapa
penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas buat kaji status
mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan orientasi,
riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan. (Rosita 2012)
b. MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif yang
digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu konsentrasi, bahasa,
orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri dari dua bagian, bagian
pertama hanya membutuhkan respon verbal dan mengkaji orientasi,
memori dan atensi. Bagian kedua kaji kemampuan tulis kalimat, poligon
kompleks. (Rhosma S, 2014).

c. Diagnosa Keperawatan

a) penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


(D.0008)
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (D.0056)
c) nyeri (akut) yang berhubungan dengan pencedera fisiologis (D.0077)
d) Defisit pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi (D.0111)
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
O KEPERAWATAN (SDKI) (SLKI)
1. Penurunan curah jantung Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (1.02075)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam penurunan 1. Observasi
penurunan kontraktilitas curah jantung membaik dengan kriteria  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
(D.0008) hasil: curah jantung (meliputi dyspnea,
- Kekuatan nadi perifer meningkat kelelahan, edema, ortopnea, paroxysmal
- Ejection fraction (EF) meningkat nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
- Cardiac index (CI) meningkat  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
- Gambaran EKG aritmia menurun curah jantung (Meliputi peningkatan berat
- Edema menurun badan,hepatomegaly,distensi vena
- Oliguria menurun jugularis,palpitasi,rochi
- Tekanan darah membaik basah,oliguria,batuk,kulit pucat)
- Pengisian kapiler membaik  Monitor tekanan darah (termasuk tekanan
darah ostostatik,jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (misal.
Intensitas,lokasi,radiasi,duarasi,presivitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor EKG 12 Sadapan
2. Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai(misal batasi
asupan kaferin,natrium,kolesterol,dan makanan
tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatic
intermiten,sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress,jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
3. Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian kolaborasi
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu
 Rujuk ke progam rehabilitasi jantung

Perawatan Jantung Akut (1.02076)


1. Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi
faktor pemicu dan
pereda,kualitas,lokasi,radiasi,skala,durasi,dan
frekuensi)
 Monitor EKG 12 sadapan untuk perubahan ST
dan T
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
 Monitor elektrolit yang dapat meningkatkan
resiko aritmia (misal kalium,magnesium
serum)
 Monitor enzim jantung (misal CK,CK-
MB,Troponin T, Troponin I)
 Monitor saturasi oksigen
 Identifikasi stratifikasi pada sindrom coroner
akut (misal skor TIMI,Killip,Crusade)
2. Terapeutik
 Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
 Pasang akses intervena
 Puasakan hingga bebas nyeri
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
ansietas dan stress
 Sediakan lingkungan yang kondusif untuk
beristirahat dan pemulihan
 Siapakan menjalani intervensi koroner
perkutan,jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
3. Edukasi
 Anjurkan segera melaporkan nyeri dada
 Anjurkan menghidari maneuver valsava (misal
mengedan saat baba tau batuk)
 Jelaskan tindakan yang dijalani pasien
 Ajarkan teknik menurunkan kecemaskan dan
ketakutan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiplatelet,jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiangina (misal
nitrogliserin,beta blocker,calcium channel
blocker)
 Kolaborasi pemberian morfin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian inotropic, jika perlu
 Kolaborasi pemberian obat maneuver valsava
(misal pelunak tinja,antjemetik)
 Kolaborasi pencegahan thrombus dengan
antikoagulan, jika perlu
 Kolaborasi pemeriksaan x-ray dada, jika perlu
2. Intoleransi aktivitas Tujuan: Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (1.05178)
berhubungan dengan keperawatan selama 3 jam intoleransi 1. Observasi
ketidakseimbangan antara aktivitas membaik dengan □issal□□ hasil:  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan oksigen - Frekuensi nadi 60-100x/mnt mengakibatkan kelelahan
(D.0056) - Warna kulit membaik  Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Tekanan darah membaik  Monitor pola dan jam tidur
- Saturasi oksigen 95-100%  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
- Frekuensi nafas 12-20x/m selama melakukan aktivitas
- Keluhan Lelah menurun 2. Terapeutik
- Dispnea saat aktivitas menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
- Aritmia menurun stimulus (□issal cahaya,suara,kunjungan)
- Sianosis menurun  Lakukan latikan rentang gerak pasif dan aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitas duduk disisi tempat tidur jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
3. Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asypan makanan
Terapi Aktivitas (1.05186)
1. Observasi
 Identifikasi □issal□ tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin
 Monitor respons emosional fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
2. Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan,bukan deficit
yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan
frekuensi dan rentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan
fisik,psikologis,dan sosial
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipiluh
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (□issal
ambulasi,mobilisasi,dan perawatan diri) sesuai
kebutuhan
3. Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik,sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjaga
fungsidari kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan
aktivitas partisipasi dalam aktivitas
4. Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan memonitor progam
aktivitas,jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau progam aktivitas
komunitas, jika perlu
3. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (1.08238)
berhubungan dengan agen selama 3 jam diharapkan masalah nyeri Observasi
pencedera fisik akut menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Melaporkan nyeri terkontrol frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri.
meningkat. 2. Identifikasi skala nyeri.
2. Kemampuan mengenali onset 3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
nyeri meningkat. 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Kemampuan mengenali memperingan nyeri.
penyebab nyeri meningkat. 5. Monitor efek samping penggumaan analgetik.
4. Kemampuan menggunakan Terapeutik
teknik non farmakologis 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
meningkat. mengurangi nyeri.
5. Keluhan nyeri menurun. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
6. Penggunaan analgetik menurun. (missal: suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur. Edukasi
1. Jelaskan penyebab, perode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Ajarka teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Pemberian Analgetik (1.08243)
Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (missal:
pencetus, Pereda, kualitas, lokasi, intensitas,
frek, durasi).
2. Identifikasi riwayat alergi obat.
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgetik dengan
tingkat keparahan nyeri.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Monitor efektifitas
analgetik. Terapeutik
1. Pertimbangkan penggunaan infus continue atau
bolus opioid untuk mempertahankan kadar
dalam serum.
2. Tetapkan target efektifitas analgetik untuk
mengoptimalkan respon pasien.
3. Dokumentasikan respons terhadap analgetik
dan efek yang tidak diinginkan.
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgetik, jika perlu.
Latihan Pernapasan (1.01007)
Observasi
1. Identifikasi indikasi dilakukan
latihan pernapasan.
2. Monitor frekuensi, irama, dan kedalaman napas
sebelum dan sesudah latihan.
Teapeutik
1. Sediakan tempat yang tenang.
2. Posisikan pasien dengan nyaman dan rileks.
3. Tempatkan satu tangan di dada dan satu tangan
di perut.
4. Pastikan tangan di dada mundur ke belakang
dan tangan diperut maju ke depan saat
menarik perut.
5. Ambil napas dalam secara perlahan melalui
hidung dan tahan selama 7 hitungan
6. Hitungan ke 8 hembuskan napas melalui mulut
dengan perlahan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
latihan pernapasan.
2. Anjurkan mengulangi latihan 4-5 kali.
Pemantauan Nyeri (1.08242)
Observasi
1. Identifikasi factor penyebab dan pereda nyeri.
2. Monitor kualitas nyeri (misal: terasa tajam,
tumpul, diremas-remas, ditimpa beban berat)
3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri.
4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan
skala.
5. Monitor durasi dan frekuensi
nyeri. Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Dokumentasi hasil
pemantauan. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

4. Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (1.12383)
pengelolaan hipertensi selama 3 jam diharapkan masalah Observasi
Defisit pengetahuan meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
(D.0111)
criteria hasil: (L.12111) kemampuan menerima informasi
1. perilaku sesuai anjuran 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
2. kemampuan menjelaskan perilaku hidup bersih sehat
pengetahuan tentang suatu topic Terapeutik
meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan
3. persepsi yang keliru terhadap kesehatan
masalah menurun 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
4. perilaku membaik kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Edukasi Proses Penyakit (1.12444)
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan faktor resiko penyakit
2. Jelaskan proses patofisiologi penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh
penyakit
4. Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang
dirasakan
6. ajarkan cara meminimalisir efek samping dari
intervensi atau pengobatan
7. Informasikan kondisi pasien saat ini
8. Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan
gejala memberat atau tidak biasa
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R, Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Siti Nur Kholifah. (2016). Keperawatan Gerontik. Kementerian Kesehatan


Republik Indonesia,

Suryono, Wijayanti, R., & dkk. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik.


Yogyakarta: ANDI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (I). Jakarta.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai