Disusun Oleh :
HANUM RISDHA PRATAMA
20021016
b. Etiologi
Penyebab hipertensi dibagi 3 yaitu (Pudiastuti R D, 2016):
1. Secara genetis menyebabkan kelainan berupa:
• Gangguan fungsi barostat renal
• Sensitifitas terhadap konsumsi garam
• Abnormalitas transportasi natrium kalium
• Respon SSP (Sistem Saraf Pusat) terhadap stimulasi psiko-sosial
• Gangguan metabolisme (glukosa, lipid, dan resistensi insulin)
c. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pumbuluh darah terletak di
pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jelas saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergetar ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini neuron pre-ganglion ke pumbuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pumbuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pumbuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Pasien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokontriksi. Medula adrenal mensekresikan efinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pumbuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin
(Aspiani, 2014).
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan volume intravaskular. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan terjadinya hipertensi (Aspiani, 2014). Digital Repository
Universitas Jember 19 Peningkatan tekanan darah biasanya tidak teratur serta terjadi
peningkatan secara terus menerus. Hipertensi biasanya dimulai sebagai penyakit yang
ringan lalu perlahan berkembang ke kondisi yang parah atau berbahaya (Williams &
Wilkins, 2011) dalam (Mulyadi, 2016). Gejala yang sering muncul pada hipertensi
salah satunya adalah nyeri kepala. Pada nyeri kepala yang diderita oleh pasien
hipertensi disebabkan karena suplai darah ke otak mengalami penurunan dan
peningkatan spasme pembuluh darah (Setyawan & Kusuma, 2014).
d. Manifestasi Klinis
• Penglihatan kabur karena kerusakan retina
• Nyeri pada kepala
• Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intrakranial
• Edema dependent
e. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk Hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan mortalitas dan
mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan Hipertensi ada 2 cara yaitu:
1. Pengobatan nonfarmakologik
Pengobatan ini dilakukan dengan cara:
a) Pengurangan berat badan: penderita Hipertensi yang obesitas dianjurkan
untuk menurunkan berat badan, membatasi asupan kalori dan peningkatan
pemakaian kalori dengan latihan fisik yang teratur
b) Menghentikan merokok: merokok tidak berhubungan langsung dengan
Hipertensi tetapi merupakan faktor utama penyakit kardiovaskuler.
c) Menghindari alkohol: alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan
menyebabkan resistensi terhadap obat anti Hipertensi.
2. Pengobatan Farmakologi
Pengobatan farmakologi pada setiap penderita Hipertensi memerlukan
pertimbangan berbagai faktor seperti beratnya Hipertensi, kelainan organ dan
faktor resiko lain. Berdasarkan cara kerjanya, obat Hipertensi terjadi beberapa
golongan, yaitu diuretik yang dapat mengurangi curah jantung, beta bloker,
penghambat ACE, antagonis kalsium yang dapat mencegah vasokonstriksi. Pada
beberapa kasus, dua atau tiga obat Hipertensi dapat diberikan. Pengobatan
Hipertensi biasanya dikombinasikan dengan beberapa obat:
f. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak dungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO
menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gela-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.
Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya
gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan
darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari kerusakan dan ganggguan faal
dari target organ. Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi adalah :
b. Hipertensi Sekunder
i. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan diagnostik pada klien dengan hipertensi meliputi:
b. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
c. Pemeriksaan retina
d. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung.
e. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
f. Urinalisasi untuk mengetahui protein dalam urin darah, glukosa
g. Pemeriksaan: renogram, pielogram dan penentuan kadar urin.
h. Foto dada dan CT scan.
2. Konsep Dasar Gerontik
a. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah
menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan
hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak
diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai
keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
b. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old): 75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
d. Perkembangan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan
manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan.
Lansia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan
mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Penuaan merupakan perubahan
kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang
mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia, penuaan
dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain.
Untuk menjelaskan penurunan pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,
namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa proses ini lebih banyak
ditemukan pada faktor genetik (Siti Nur Kholifah, 2016).
1. Indeks katz.
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan sehari-hari yaitu
kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat, toileting, dan makan.
Mandiri merupakan tidak ada yang mengawasi, mengarahkan, ataupun
bantuan orang lain. Pengkajian ini mendasarkan pada status aktual serta
bukan terhadap kemampuan. Pengkajian ini dapat mengukur kemampuan
fungsional lanjut usia dilingkungan sekitar rumah. (Susanto 2018)
2. Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah beberapa
penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas buat kaji status
mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan orientasi,
riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan. (Rosita 2012)
b. MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif yang
digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu konsentrasi, bahasa,
orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri dari dua bagian, bagian
pertama hanya membutuhkan respon verbal dan mengkaji orientasi,
memori dan atensi. Bagian kedua kaji kemampuan tulis kalimat, poligon
kompleks. (Rhosma S, 2014).
c. Diagnosa Keperawatan
4. Defisit pengetahuan tentang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan (1.12383)
pengelolaan hipertensi selama 3 jam diharapkan masalah Observasi
Defisit pengetahuan meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
(D.0111)
criteria hasil: (L.12111) kemampuan menerima informasi
1. perilaku sesuai anjuran 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
2. kemampuan menjelaskan perilaku hidup bersih sehat
pengetahuan tentang suatu topic Terapeutik
meningkat 1. Sediakan materi dan media pendidikan
3. persepsi yang keliru terhadap kesehatan
masalah menurun 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
4. perilaku membaik kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup bersih sehat
3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Edukasi Proses Penyakit (1.12444)
Observasi
1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Terapeutik
1. Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
kesepakatan
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan faktor resiko penyakit
2. Jelaskan proses patofisiologi penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh
penyakit
4. Jelaskan kemungkinan terjadinya komplikasi
5. Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang
dirasakan
6. ajarkan cara meminimalisir efek samping dari
intervensi atau pengobatan
7. Informasikan kondisi pasien saat ini
8. Anjurkan melapor jika merasakan tanda dan
gejala memberat atau tidak biasa
DAFTAR PUSTAKA