Anda di halaman 1dari 26

2.

1 Definisi hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan pada tekanan


darah yang memberi gejala akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung, dan
hipertrofi ventrikel kanan untuk otot jantung. (Candra, 2018). Hipertensi
merupakan suatu keadaan medis yang cukup serius dimana secara signifikan dapat
meningkatkan risiko penyakit hati, otak, ginjal, jantung, dan penyakit lainnya.
Hipertensi dapat terjadi apabila tekanan darah lebih besar dari dinding arteri dan
pembuluh darah itu sendiri (WHO, 2019). Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah peningkatan tekanan darah lebih dari sistolik 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah
yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila
tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Depkes RI,
2013, dalam Olivia, dkk, 2017).

Menurut Nadjib Bustan (2019) hipertensi adalah keadaan peningkatan


tekanan darah yang akan memberi gejala lanjut ke suatu organ target seperti stroke
(untuk otak), penyakit jantung koroner (untukpembuluh darah jantung) dan
hipertrofi ventrikel kanan/left ventricular hypertrophy (untuk otot jantung).
Dengan target organ diotak yangberupastroke, hipertensi menjadi penyebab utama
stroke yang membawa kematian yang tinggi. Hipertensi merupakan keadaan
umum dimana suplai aliran darah pada dinding arteri lebih besar sehingga dapat
menyebabkan beberapa masalah kesehatan, seperti jantung. Hipertensi pada tahun
pertama sangat jarang dijumpai dengan symptom, hal ini baru disadari apabila
terjadi dalam jangka waktu yang panjang dan terus menerus. Peningkatan
hipertensi secara tidak terkontrol akan menyebabkan masalah hati dan jantung
yang cukup serius (Mayo Clinic, 2018).
2.1.1 Klasifikasi Hipertensi
Menurut Mayo Clinic, 2018 Hipertensi memiliki dua jenis:
a. Hipertensi primer (esensial) Pada usia dewasa, hipertensi terjadi tanpa
gejala yang tampak. Peningkatan tekanan darah secara terus menerus
dan telah terjadi lama baru dikatakan seseorang menderita hipertensi
meskipun penyebab pastinya belum jelas. Pada kasus peningkatan
tekanan darah ini disebut dengan hipertensi primer (esensial).
b. Hipertensi sekunder Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi yang
disebabkan oleh beberapa faktor tidak terkontrol. Pada kejadian ini
disebut dengan hipertensi sekunder dimana peningkatan darah yang
terjadi dapat melebihi tekanan darah pada hipertensi primer

Selain itu, hipertensi juga dibagi berdasarkan bentuknya, yaitu:

a. Hipertensi diastolik, dimana tekanan diastolik meningkat lebih dari nilai


normal. Hipertensi diastolik terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.
Hipertensi jenis ini terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal yang berakibat memperbesar tekanan terhadap
aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan darah
diastoliknya.
Tekanan diastolik berkaitan dengan tekanan arteri ketika jantung berada
pada kondisi relaksasi.
b. Hipertensi sistolik, dimana tekanan sistolik meningkat lebih dari nilai
normal. Peningkatan tekanan sistolik tanpa diiringi peningkatan tekanan
diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan darah pada arteri apabila jantung
berkontraksi. Tekanan ini merupakan tekanan maksimal dalam arteri
dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas
yang nilainya lebih besar.
c. Hipertensi campuran, dimana tekanan sistolik maupun tekanan diastolik
meningkat melebihi nilai normal. (Kemenkes RI, 2018)

Tabel 1
Klasifikasi Hipertensi menurut (Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, 2019)
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Optimal <120 <80
Normal 120-129 80-84
Normal-Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik ≥ 140 <90
Terisolasi

2.1.2 Gejala Hipertensi

Menurut Kemenkes RI, 2018 tidak semua penderita hipertensi


memiliki gejala secara tampak, mayoritas dari penderitanya mengetahui
menderita hipertensi setelah melakukan pemeriksaan pada fasilitas
kesehatanbaik primer maupun sekunder. Hal ini pula yang mengakibatkan
hipertensi dikenal dengan sebutan the silent killer. Tetapi pada beberapa
penderita memiliki gejala seperti:

a. Sakit Kepala

b. Gelisah

c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing

e. Penglihatan kabur

f. Rasa sesak di dada

g. Mudah lelah
2.1.3 Pengobatan
Pengobatan pada hipertensi bertujuan mengurangi morbiditas dan
mortalitas dan mengontrol tekanan darah. Dalam pengobatan hipertensi ada
2 cara yaitu: penobatan non farmakologi (perubahan gaya hidup) dan
pengobatan farmakologi.

1. Pengobatan non farmakologi Pengobatan ini dilakukan dengan cara:

a. Pengurangan berat badan

b. Penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk menurunkan


membatasi asupan kalori dan peningkatan pemakain kalori dengan
latihan latihan fisik 17 yang teratur.
c. Menghentikan merokok Merokok tidak berhubungan langsung
dengan hipertensi tetapi sebaiknya penderita hipertensi sebaiknya
dianjurkan untuk berhenti merokok.
d. Menghindari alkohol Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah
dan menyebabkan resistensi terhadap obat anti hipertensi.
e. Melakukan aktivitas fisik Penderita hipertensi tanpa komplikasi
dapat meningkatkan aktivitas fisik secara aman.
f. Membatasi asupan garam Kurangi asupan garam sampai kurang
dari 100 mmol/ hari atau < 6 gr Nacl. Penderita hipertensi
dianjurkan juga untuk menjaga asupan kalsium dan magnesium
(Pudiastuti, 2019)
2. Pengobatan Farmakologi Pengobatan hipertensi biasanya
dikombinasikan dengan beberapa obat:
a. Diuretik {Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), lasix (Furosemide)}.
Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses penularan
cairantubuh via urine. Tetapi, karena potasium berkemungkinan
terbuang dalam cairan urine, maka pengontrolan konsumsi
potasium harus dilakukan.
b. Beta-blockers {Atenolol (Tenormin), capoten (captopril)}.
Merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan
darah memperlambat kerja jantung dan memperlebar (vasodilatasi)
pembuluh darah.
c. Calcium channel blockers {norvasc (amlopide).
Angiotensinconverting enzyme (ACE)}. Merupakan salah satu obat
yang biasa dipakai dalam pengontrolan darah tinggi atau hipertensi
melalui proses relaksasi pembuluh darah yang juga memperlebar
pembuluh darah (Pudiastuti, 2019)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Sebagian besar penderita hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun
selain peningkatan tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala.
Setelahbeberapa tahun penderita akan mengalami beberapa keluhan seperti
nyeri kepala di pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang
setelah bangun. Jika terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan
adanya kerusakan vaskuler dengan manifestasi khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Melalui survey dan berbagai hasil penelitian di Indonesia, menunjukkan
bahwa keluhan penderita hipertensi yang tercatat berupa pusing, telinga
berdengung, cepat marah, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk,
mudah lelah, sakit kepala, mata berkunang-kunang, gangguan neurologi,
jantung, gagalginjal kronik juga tidak jarang dijumpai. Dengan adanya
gejala tersebut merupakan pertanda bahwa hipertensi perlu segera
ditangani dengan baik dan patuh.
2.1.5 Patofisiologi
Hipertensi dapat disebabkan oleh umur, jenis kelamin, gaya hidup dan
obesitas. Hipertensi menyebabkan kerusakan vaskuler pembuluh darah,
perubahan struktur, penyumbatan pembuluh darah, vasokonstriksi dan
gangguan sirkulasi. Gangguan sirkulasi diotak mengakibatkan resistensi
pembuluh darah otak naik, suplai oksigen otak menurun yang
menyebabkan penderita mengalami nyeri kepala dan gangguan pola tidur.
Hipertensi menyebabkan gangguan pada ginjal yang mengakibatkan
vasokonstriksi pembuluh darah, blood flow menurun, respon RAA,
rangsang aldosterone,
retensi Na, edema yang menimbulkan masalah keperawatan kelebihan
volume cairan. Hipertensi juga mengganggu sistem pembuluh darah yang
mengakibatkan vasokonstriksi, iskemia, miokard yang mengakibatkan
afterload meningkat yang dapat menimbulkan masalah keperawatan
penurunan curah jantung dan intoleransi aktivitas (Hariawan and Tatisina
2020).
Hipertensi secara umum didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
yang dapat berakibat pada timbulnya penyakit sertaan lainnya. Hipertensi
ditandai dengan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg. Hipertensi terjadi
karena adanya proses penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya
elastisitas dinding arteri. Keadaan ini dapat mempercepat jantung dalam
memompa darah guna mengatasi resistensi perifer yang lebih tinggi dan
semakin tinggi. Dari seluruh penderita hipertensi, 95% penderitanya memiliki
kemungkinan mewariskan atau keturunannya memiliki resiko menderita
hipertensi dikemudian waktu, sedangkan 5% lainnya menjadi penyebab
penyakit seperti stroke, kardiovaskular, atau gangguan ginjal. Organ-organ
penting yang mempengaruhi dan terlibat dalam meningkatnya hipertensi antara
lain:

1. Curah Jantung Dan Resistensi Perifer

Curah jantung dan resistensi perifer merupakan komponen utama


dalam penghitungan tekanan darah. Penambahan resistensi perifer adalah
salah satu kontribusi besar. Selain berpengaruh terhadap pembuluh darah
tepi, curah jantung juga berpengaruh cukup besar pada regulasi sirkulasi
ke otak yang berpengaruh terhadap tekanan darah dimana hal ini berperan
besar pada tidak berfungsinya jantung. Banyak faktor genetik maupun dari
lingkungan yang berperan pada elevasi dari curah jantung dan resistensi
peripheral. Curah jantung juga meningkatkan kadar obesitas dan volume
plasma.
2. Renin-Angiotensin – Aldosterone System

Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) meregulasi


tekanan darah dengan sebuah mekanisme yang beragam. Berdasarkan
RAAS (Angiotensin-II), hipertensi banyak berorientasi berdasarkan
gender / jenis kelamin, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
penderita
hipertensi terjadi pada pria. Organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat
kontrol yaitu otak, juga berperan dalam regulasi sirkulasi sistem. Studi
menunjukkan bahwa RAAS-Otak lebih berperan secara aktif daripada
RAS Periferal. Memiliki kedudukan yang utama pada sistem ini,
Angiotensin-II merupakan sebuah pemain neuropeptida pada modulasi
tekanan darah dan reseptor dari RAAS yaitu AT1a, AT1b terletak
dibagian penting di otak. Salah satu tujuannya yaitu mereduksi
pasokan

aliran darah pada ginjal sehingga menurunkan tekanan darah.

3. Perubahan Pembuluh Darah Mikro

Tingkatan reduksi dari nitrik oksida berpengaruh pada peningkatan


radikal oksigen yang berpotensi terjadinya hipertensi. Dengan lubang
arteriol yang kecil, hal ini menyebabkan perubahan pada pembuluh darah
sehingga perfusi darah ke organ juga berkurang yang disebabkan oleh
tekanan bawaan. Hal ini dapat berakibat pada iskemia atau pecahnya
pembuluh darah sehingga berpengaruh pada kerusakan organ.
4. Inflamasi

Hasil inflamasi yang kuat dalam pembentukan kembali vaskular


yang selanjutnya berubah menjadi hipertensi yang disebabkan oleh
pengaktifan dan prokreasi dari sel otot polos, sel endotelial dan
fibroblas. Sitokin mediator inflamasi, semokin, dan PGE2 merupakan
bagian- bagian yang terlibat sebagai tanda adanya hipertensi
sebagaimana meningkatkan tekanan darah dengan cara menebalkan
dinding pembuluhdarah.
5. Insulin Sensitif

Berdasarkan perubahan nutrisi dan mikrovaskular relaksasi, fungsi


dari hormon insulin juga akan terganggu sebagai akibat dari tidak
tercukupinya suplai glukosa pada jaringan dan berpengaruh terhadap
berkurangnya jumlah oksida nitrat endotel, inflamasi dan stress
oksidatif terjadi pada pasien obesitas dan diabetes (Ammara Batool
dkk, 2018).
2.1.6 Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor utama dalam terjadinya penyakit gagal
ginjal, otak, gagal jantung, dan penglihatan. Peningkatan tekanan darah
yang
tinggi umumnya meningkatkan risiko terjadinya komplikasi tersebut. Pada
sebagian besar penderita hipertensi yang gejalanya tidak tampak, langkah
pengobatan pun juga terkendala untuk dilakukan sehingga mengakibatkan
perluasan penyakit termasuk pada organ tubuh lainnya. Dimana hal
tersebut meningkatkan angka mortalitas akibat penyakit hipertensi ini.
1
Gangguan penglihatan

Tekanan darah yang meningkat secara terus menerus dapat


mengakibatkan pada kerusakan pembuluh darah pada retina. Semakin
lama seseorang mengidap hipertensi dimana tekanan darah yang terjadi
meningkat maka kerusakan yang terjadi pada retina juga semakin berat.
Selain itu, gangguan yang bisa terjadi akibat hipertensi ini juga dikenal
dengan iskemik optic neuropati atau kerusakan saraf mata. Kerusakan
parah dapat terjadi pada penderita hipertensi maligna, dimana tekanan
darah meningkat secara tiba-tiba.
2
Gagal ginjal

Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif


akibat tekanan darah tinggi pada kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus.
Kerusakan glomerulus ini berakibat pada darah yang mengalir ke unit
fungsional ginjal terganggu. Kerusakan pada membrane glomerulus
juga berakibat pada keluarnya protein secara menyeluruh melalui urine
sehingga sering dijumpai edea sebagai akibat dari tekanan osmotic
koloid plasma yang berkurang. Gangguan pada ginjal umumnya
dijumpai pada penderita hipertensi kronik.
3
Stroke

Stroke terjadi ketika otak mengalami kerusakan yang ditimbulkan


dari perdarahan, tekanan intrakranial yang meninggi, atau akibat emboli
yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang mengalirkan suplai darah ke
otak mengalami hipertrofi atau penebalan.
4. Gangguan jantung

Gangguan jantung atau yang dikenal dengan infark miokard


terjadi ketika arteri koroner mengalami aterosklerosis. Akibat dari ini
adalah
suplai oksigen ke jantung terhambat sehingga kebutuhan oksigen tidak
terpenuhi dengan baik sehingga menyebabkan terjadinya iskemia
jantung (Nuraini, 2015).
2.2.6 Pencegahan Hipertensi

` Menurut Yunita (dalam L. Abate, 1990:10) definisi pencegahan


(prevention) adalah pencegahan yang terdiri dari berbagai pendekatan,
prosedur dan metode yang dibuat untuk meningkatkan kompetensi
interpersonal seseorang dan fungsinya sebagai individu, pasangan, dan
sebagai orang tua.
Upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dapat dilakukan
melalui pendidikan karena pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi, yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup, akan tetapi dukungan keluarga juga sangat diperlukan untuk
menunjang penderita patuh datang berobat (Sakinah et al., 2020; Wahyuni et
al., 2021).
1 Diet hipertensi

Diet hipertensi merupakan salah satu cara untuk mengatasi


kekambuhan hipertensi tanpa efek samping yang serius karena metode
pengendaliannya lebih alami yang bertujuan untuk membantu
menurunkan tekanan darah tinggi menuju tekanan darah normal
(Sustrani, 2011).
Makanan yang dianjurkan Penderita hipertensi sebaiknya
mengkonsumsi banyak buah dan sayuran segar. Buah dan sayuran
segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah yang banyak
mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan tekanan
darah yang ringan. Makanan yang dibatasi/dikurangi; mengkonsumsi
telur dalam jumlah terbatas paling banyak 3 butir dalam seminggu.
Batasi konsumsi daging, minyak kelapa dan santan. Makanan yang
dihindari; hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,
terutama makanan yang digoreng dengan minyak. Mengkonsumsi
jeroan seperti hati, limpa, dan seafood (udang, kepiting). Hindari buah
yang mengandung alkohol seperti durian dan kelengkeng.
2 Mengatasi Obesitas
Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak
dilaporkan. Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga
mencapai IMT normal 18,5-22,9 kg/m2, lingkar pinggang ≤90 cm untuk
laki-laki atau ≤80 cm untuk perempuan.
3 Melakukan Olahraga Secara Teratur
Olahraga yang baik untuk menurunkan tekanan darah seperti
senam aerobik seperti berjalan, bersepeda, berenang dan berlari. Untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia, lansia dapat melakukan olahraga
(low-impact aerobic) yaitu senam dengan intensitas ringan yang
dilakukan selama 30 menit setiap hari, seperti senam yoga, jalan santai,
berenang. Olahraga secara rutin dan konsisten dapat menurunkan
tekanan darah sistolik 4 mmHg dan tekanan darah diastolik 2,5 mmHg.
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga dan hypnosis dapat
mengontrol sistem saraf sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
4 Pengendalian Stress

Stress yang berkepanjangan atau terlalu sering bisa meningkatkan


tekanan darah. Stress dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan timbul
kapan saja. Untuk itu, penderita hipertensi harus dapat melakukan
pengendalian terhadap stress untuk menenangkan pikiran dan jiwa
mereka. Cara pengendalian stress yang dapat dilakukan seperti teknik
relaksasi. Teknik relaksasi yang diberikan seperti relaksasi nafas dan
otot. Melakukan relaksasi mendalam dan menerapkan keterampilan
tersebut terhadap stressor dalam kehidupan nyata dapat membantu
menurunkan tingkat stres. Selain itu terdapat bukti bahwa fungsi
kekebalan dapat ditingkatkan dengan latihan relaksasi.
5 Berhenti Merokok

Merokok adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan


hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok
menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-
paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di Otak, nikotin
akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan
ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan
darah mengikat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan
oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya.

6 Rutin Periksa Tekanan Darah

Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan secara rutin bagi


penderita hipertensi atau orang dengan riwayat keluarga hipertensi
untuk lebih waspada. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah
pemeriksaan sebulan sekali atau pemeriksaan sewaktu-waktu jika
terjadi gejala seperti pusing dan gejala lainnya.
2.2.7 Tingkat Pencegahan
Berdasarkan Level dan Clark bahwa tingkat pencegahan dalam
keperawatan komunitas dapat dilakukan pada tahap sebelum terjadinya
penyakit (Prepathogenesis Phase) dan pada tahap Pathogenesis Phase.
1.
Prepathogenesis Phase

Pada tahap ini dapat dilakukan melalui kegiatan primary


prevention atau pencegahan primer. Pencegahan primer ini dapat
dilaksanakan selama fase pre patogenesis suatu kejadian penyakit atau
masalah kesehatan. Pencegahan dalam arti sebenarnya, terjadi sebelum
sakit atau ketidakfungsian dan diaplikasikan ke populasi sehat pada
umumnya. Pencegahan primer merupakan usaha agar masyarakat yang
berada dalam stage of optimum health tidak jatuh kedalam stage yang
lain yang lebih buruk. Pencegahan primer melibatkan tindakan yang
diambil sebelum terjadinya masalah kesehatan dan mencakup aspek
promosi kesehatan dan perlindungan. Dalam aspek promosi
kesehatan,pencegahan primer berfokus pada peningkatan kesehatan
secara keseluruhan dari individu, keluarga, dan kelompok masyarakat.
Perlindungan kesehatan ditujukan untuk mencegah terjadinya masalah
kesehatan spesifik. Misalnya, imunisasi adalah ukuran pelindung untuk
penyakit menular tertentu. Aspek perlindungan kesehatan dari
pencegahan primer juga dapat melibatkan mengurangi atau
menghilangkan faktor risiko sebagai cara untuk mencegah penyakit.
Primary prevention dilakukan dengan dua
kelompok kegiatan yaitu:

a Health Promotion atau peningkatan Kesehatan

Yaitu peningkatan status kesehatan masyarakat, dengan melalui


beberapa kegiatan Pendidikan kesehatan atau health education.
Penyuluhan Kesehatan masyarakat (PKM) seperti:
1.
penyuluhan tentang masalah gizi.
2.
Pengamatan tumbuh kembang anak atau growth and
development monitoring.
3.
Pengadaan rumah sehat.
4.
Pengendalian lingkungan.
5.
Program P2M (pemberantasan penyakit tidak menular).
6.
Simulasi dini atau awal dalam Kesehatan keluarga dan asuhan
pada anak atau balita penyuluhan tentang pencegahan.
b. General and specific protection (perlindungan umum dan khusus)
Merupakan usaha kesehatan untuk memberikan perlindungan
secara khusus atau umum kepada seseorang atau masyarakat, antara
lain:
1.
Imunisasi.
2.
Hygiene perorangan.
3.
Perlindungan diri dari kecelakaan.
4.
Perlindungan diri dari lingkungan kesehatan kerja.
5.
Perlindungan diri dari karsinogen, toxic dan allergen.

2 Pathogenesis phase.

Pada tahap patogenesis dapat dilakukan dua kegiatan pencegahan


yaitu:

1. Secondary prevention (pencegahan sekunder)

Yaitu pencegahan terhadap masyarakat yang masih sedang sakit,


dengan dua kelompok kegiatan:
a.
Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan
pengobatan segera atau adekuat), antara lain melalui: pemeriksaan
kasus dini (early case finding), pemeriksaan umum lengkap
(general check up), pemeriksaan massal (mass screening), survei
terhadap kontak, sekolah dan rumah (contact survey, school
survey, household survey), kasus (case holding), pengobatan
adekuat (adekuat treatment)
b.
Disability limitation (pembatasan kecacatan)

Penyempurnaan dan intensifikasi terapi lanjutan,


pencegahan komplikasi, perbaikan fasilitas kesehatan, penurunan
beban sosial penderita, dan lain-lain Pada pencegahan level ini
menekankan pada upaya penemuan kasus secara dinidan
pengobatan tepat atau “early diagnosis and prompt treatment”.
Pencegahan sekunder dilakukan mulai saat fase patogenesis (masa
inkubasi) yang dimulai saat bibit penyakit masuk kedalam tubuh
manusia sampai saat timbulnya gejala penyakit atau gangguan
kesehatan. Diagnosis dini dan intervensi yang tepat untuk
menghambat proses patologik (proses perjalanan penyakit)
sehingga dapat memperpendek waktu sakit dan tingkat keparahan
atau keseriusan penyakit.
2. Tertiary prevention (pencegahan tersier)

Yaitu usaha pencegahan terhadap masyarakat yang setelah


sembuhdari sakit serta mengalami kecacatan antara lain:
a.
Pendidikan kesehatan lanjutan.
b.
Terapi kerja (work therapy).
c.
Perkampungan rehabilitasi sosial.
d.
Penyadaran masyarakat.
e.
Lembaga rehabilitasi dan partisipasi masyarakat.

Upaya pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau


ketidakmampuan terjadi sampai stabil/ menetap atau tidak dapat
diperbaiki (irreversible). Dalam pencegahan ini dapat dilaksanakan
melalui program rehabilitas untuk mengurangi ketidakmampuan dan
meningkatkan efisiensi hidup penderita. Kegiatan rehabilitasi
meliputi aspek medis dan sosial. Pencegahan tersier dilaksanakan
pada fase lanjut proses patogenesis suatu penyakit atau gangguan
kesehatan. Penerapannya pada upaya pelayanan kesehatan
masyarakat melalui program PHN (Public Health Nursing) yaitu
merawat penderita penyakit kronis diluar pusat-pusat
pelayanankesehatan (di rumahnya sendiri).
Perawatan penderita pada stadium terminal (pasien yang tidak
mampu diatasi penyakitnya) jarang dikategorikan sebagai
pencegahan tersier tetapi bersifat paliatif, prinsip upaya pencegahan
adalah mencegah agar individu atau kelompok masyarakat tidak
jatuh sakit, diringankan gejala penyakitnya atau akibat komplikasi
sakitnya, dan ditingkatkan fungsi tubuh penderita setelah perawatan.
Rehabilitas sebagai tujuan pencegahan tersier lebih dari upaya
menghambat proses penyakitnya sendiri yaitu mengembalikan
individukepada tingkat yang optimal dari ketidakmampuannya. Jadi
pencegahan pada tahap patogenesis ini dimaksudkan untuk
memperbaiki keadaan masyarakat yang sudah jatuh pada tahap sakit
ringan, sakit, dan sakit berat agar dapat mungkin kembali ke tahap
sehat optimum.
2.2 Aspek Genetik pada Hipertensi
Menurut Aulia, R. (2017), Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah,
ibu, kakak kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi
lebihberisiko untuk terkena hipertensi. Peran faktor genetik terhadap timbulnya
hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak
pada kembar monozigot (satu sel telur) dari pada heterozigot (berbedasel telur).
Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertesinya berkembang dan dalam waktusekitar 30-50
tahun akan timbul tanda dan gejala.
Teori keturunan karena genetiknya yang meningkat sehingga dapat
menyebabkan penyakit hipertensi dan gen yang terkandung didalamnya adalah
neurogenik yang secara genetik adalah pemicu timbulnya hipertensi. Kondisi ini
terjadi ketika individu lahir dari dua individu sehat pembawa gen rusak tersebut,
tetapi juga dapat terjadi ketika gen yang rusak tersebut merupakan gen yang
dominan. Namun setiap kelainan genetik tidak selalu muncul dalam sisilah
keluarga. Kadang – kadang kelainan itu baru muncul setelah ada faktor
pencetusnya. Makadianjurkan para responden apalagi dikalangan lansia yang
sudah terkena hipertensi dianjurkan berolaraga karena dapat memobilisasi masa
otot sehingga mengakibatkan kontraksi yang berkala yang ringan dan
menenangkan. Untuk mewujudkan proses ini otot-otot memompa darah secara
aktif sehingga kerja jantung lebih ringan dalam memompa darah, selama
olahraga tersebut, tekanan darah sedikit meningkat namun kemudian jantung dan
pembuluh darah menjadi terbiasa bekerjadengan tekanan darah yang lebih
rendah (Yuli Hilda Sari, Usman and Makhrajani Majid, 2019). Dengan adanya
faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut
mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada
individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
2.3 Aspek Gaya Hidup Pada Hipertensi
Gaya hidup sering menjadi faktor risiko terhadap kejadian hipertensi pada
seseorang. Gaya hidup modern dengan pola makan dan pola hidup tertentu,
cenderung mengakibatkan terjadinya hipertensi. Gaya hidup yang sering
menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi lemak dan garam yang
tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, kurang aktivitas, stres, minum
minuman mengandung alkohol dan merokok. Gaya hidup merupakan kebiasaan
sehari-hari dari hasil penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Setiap
individu memiliki gaya hidup sendiri-sendiri walaupun memiliki tujuan yang
sama. Setiap perilaku individu membawa gaya hidupnya sendiri seperti berpikir,
bekerja, olahraga, pola hidup sehat dan berinteraksi dengan orang lain.
Kebiasaan dan rutinitas gaya hidup yang merugikan dapat menyebabkan
peningkatan kejadian munculnya penyakit. (Rahma, 2017)

Gaya hidup memilki hubungan dengan kejadian suatu penyakit salah


satunya hipertensi. Hal ini dikarenakan telah adanya transisi epidemiologi
masyarakat yang telah mengadopsi gaya hidup yang tidaksehat, seperti pola
makan yang tidak baik, proporsi istirahat yang tidak seimbang dengan aktifitas
yang dilakukan, kebiasan-kebiasaan tidak sehat dan stres. Perubahan gaya hidup
seperti perubahan pola makan yang menjurus ke makanan cepat saji yang
mengandung
banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan akan
membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit
hipertensi. (Syah, Pujiyanti and Widyantoro, 2019)

1. Pola makan
Pola makan memilki keterkaitan yang sangat erat dengan kesetabilan
tekanan darah. Tingginya asupan garam dan konsumsi lemak jenuh yang
berlebihan, merupakan faktor utama yang yang dapat meningkatkan tekanan
darah (Dewi, 2013). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,
karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi lemak jenuh
juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan kejadian hipertensi.
Konsumsi lemak jenuh akan berisiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan
dengan kenaikan tekanan darah.

2. Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktika. selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun,
seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk
kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri
dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam
tembakau merupakan penyebab menigkatnya tekanan darah segera setelah
isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalamasap rokok, nikotin diserap
oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paruparu dan diedarkan
ke aliran darah, hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak.otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembulu darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja
maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg.
Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah
berhenti mengisap rokok. Sementara efek rokok nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan
menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan
berada pada level tinggi sepanjang hari.

3. Stress
Stres fisik dan emosional menyebabkan kenaikan sementara tekanan
darah, tetapi peran stres pada hipertensi primer kurang jelas. Tekanan darah
normalnya berfluktuasi selama siang hari,yang naik pada aktivitas,
ketidaknyamanan,atau respons emosional seperti marah. Stress yang sering
atau terus-menerus dapat menyebabkan hipertrofi otot polos vaskular atau
memengaruhi jalur integratif sentral otak.

4. Olahraga
Olahraga banyak dihubugkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahapan perifer yang akan
menurunkan tahapan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga
juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan
olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi.
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
menigkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga
otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.

5. Konsumsi alkohol berlebihan


Konsumsi alkohol berlebihan. Konsumsi teratur tiga kali alkohol atau
lebih dalam sehari meningkatkan risiko hipertensi. Penurunan atau
penghentian konsumsi alkohol menurunkan tekan darah, khususnya
pengukuran sistolik. Faktor gaya hidup yang terkait dengan asupan alkohol
berlebihan (kegemukan dan kurang latihan fisik) juga dapat menjadi
penyebab hipertensi.

6. Kebiasaan gaya hidup tidak sehat


Kemudahan membeli makan cepat saji dan mengandung bahan makan
kimia di era sekarang menjadikan seseorang menjadi konsumtif. Banyak toko
dan warung makan yang memberikan kemudahan tersebut. Gaya hidup tidak
sehat dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol,
kurang berolahraga, dan merokok yang mengadung nikotin.
2.4 Aspek Pelayanan Kesehatan Pada Hipertensi
Upaya kesehatan masyarakat adalah segala kegiatan yang dilakukan
pemerintah dan masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan
dimasyarakat (Rasyid and St Rabiul Zatalia, 2016). Sedangkan upaya perorangan
adalah segala kegiatan yang dilakukan pemerintah dan masyarakat serta swasta,
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan (Gadingrejoet
al., 2020)

Pemanfaatan pelayanan POSBINDU pada penderita hipertensi sangatlah


berguna dalam mengatasai dan mencegah kambuhnya penyakit hipertensi, oleh
karena itu pada penderita hipertensi perlu ditingkatkan dalam memanfaatkan
pelayanan POSBINDU dalam proses meningkatkan taraf kesehatan seseorang,
hal ini diharapkan bahwa seseorang sadar akan pentingnya pemanfaatan
pelayanan POSBINDU guna meningkatkan kesehatan. Sehinga pemanfaatan
pelayanan POSBINDU dapat digunakan sebaik baiknya oleh masyarakatdalam
mengatasi suatu penyakit terutama pada penderita hipertensi atau pada penderita
penyakit tidak menular (Syahrir and Sabilu, 2021)

Anda mungkin juga menyukai