Anda di halaman 1dari 9

B.

Hipertensi
a) Definisi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan
diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari
140/90 mmHg (Elizabeth, 2009).
Menurut dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2015), Hipertensi adalah
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko
tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit lain
seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi
tekanan darah, makin besar resikonya.
Menurut American Heart Associationatau AHA dalam Kemenkes
(2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat
bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit
lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepalaatau rasa berat ditengkuk.
Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdengingatau tinnitus dan mimisan.
b) Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan
(Ardiansyah M., 2012) :
 Hipertensi (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau
hiperetnsi yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa
faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya
hipertensi esensial diantaranya :
a. Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi
lebih tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b. Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c. Konsumsi tinggi garam dan kandungan lemak
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan
dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d. Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering
dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau
zat yang terkandung dalam keduanya.
 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang
diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh
beberapa penyakit, yaitu :
a. Coarctationaorta,yaitu penyempitan aorta congenitalyang
mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau
aorta abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat
menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi.
b. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini
merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder.
Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
c. satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa
darah ke ginjal.Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien
dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau
fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
d. Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan
esterogen dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion.
Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal
setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
e. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau
korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder.
Adrenal-mediate hypertension disebabkan kelebihan primer
aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
f. Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g. Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan
darah untuk sementara waktu.
h. Kehamilan
i. Luka bakar
j. Peningkatan tekanan vaskuler
k. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung serta menyebabkan
vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan
tekanan darah.
c. Klasifikasi hipertensi
klasifikasi hipertensi klinis berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolik yaitu :

Klasifikasi Sistolik Diastolik


Optimal <120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal tinggi 130-139 dan/atau 84-89
Hipertensi derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90
Sumber : A Statement by the American Society of Hypertension and
the International Society of Hypertension 2013

Klasifikasi hipertensi darah orang dewasa menurut ISO Farmakoterapi

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 dan <80
Pre hipertensi 120-139 atau 80-89
Tahap 1 hipertensi 140-159 atau 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥ 100

d. Manifestasi klinis Hipertensi


Menurut Tambayong (2000) tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi:
 Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri
oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial
tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darahtidak teratur.

 Gejala yang lazim


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

 Mengeluh sakit dan pusing


 Lemas, kelelahan
 Sesak nafas
 Gelisah
 Mual
 Muntah
 Epistaksis
 Kesadaran menurun

e. Terapi farmakologi Hipertensi (ISO farmakoterapi)


1. Golongan ACEI Inhibitor
Mekanisme kerja obat ACEI yaitu Mencegah konversi angiotensin I
menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) melalui penghambatan
kompetitif ACE. Rendahnya kadar angiotensin II akan menghasilkan
penurunan TD, meningkatkan kadar aktivitas renin plasma, dan
mengurangi sekresi aldosteron. Contoh obatya : captopril, enalapril,
lisinopril, ramipril, perindopril.
2. Golongan Angitensin II reseptor Blocker (ARB)
Mekanisme kerja obat ini yaitu menghambat reseptor tipe 1 dari
reseptor angiotensin II secara selektif dan kompetitif, mengurangi
respons “end-organ” terhadap angiotensin II. Hasilnya adalah
penurunan resistensi perifer total (afterload) dan kembalinya vena
kardiak (preload) . proses penurunan TD ini terjadi terlepas dari status
system renin-angiotensin. Contoh obatnya aitu : losartan, irbesartan,
candesartan, olmesartan.
3. Golongan Beta Blocker
Mekanisme kerja yaitu Pengeblok reseptor Beta selektif (β1+ saja)
atau non selektif (β1 dan β2) menghasilkan efek inotropic dan
kronotropik yang negatif. Beberapa β blocker (misalnya pindolol,
acebutolol) menunjukkan aktivitas simpatomimetik intrinsic (ISA),
yang berarti mereka mampu mengerahkan aktivitas agonis tingkat
rendah pada reseptor β adrenergik sekaligus bertindak sebagai
antagonis situs reseptor. Senyawa kardioselektif tanpa aktivitas
simpatomimetik intrinsik biasanya digunakan untuk hipertensi.
Carvedilol dan labetalol juga memiliki aktivitas pemblokiran β1 dan
β2 termasuk yang nonselektif.
4. Renin inhibitor
Mekanisme kerja obatnya yaitu menghambat renin secara langsung,
penurunan aktifitas renin plasma dan menghambat konversi
angiotensinogen menjadi angiotensin I. contoh obatnya yaitu aliskiren
5. Diuretik
 Thiazide
Mekanisme kerja yaitu bekerja pada ginjal dengan mengurangi
reabsorpsi Na di tubulus distal. Dengan mengganggu transport
Na di tubulus distal, maka akan memicu terjadinya natriuresis
dan kehilangan air secara bersamaan. Contohnya yaitu
hidroklortiazid.
 Loop diuretic
Mekanisme kerjanya yaitu : bertindak dengan mengikat
mekanisme kotranspor Na, K, Klorida secara reversibel pada
sisi luminal dari loop of Henle, sehingga akan menghambat
reabsorpsi aktif terhadap ion-ion ini (Na, K, dan Cl). Contoh
obatnya yaitu furosemide.
6. Calcium channel blocker (CCB)
Terdapat dua golongan yaitu :
 Dihidropiridin
Mekanisme kerja yaitu bekerja dengan cara merelaksasi otot
polos di dinding arteri, mengurangi resistensi perifer total,
sehingga dapat mengurangi tekanan darah. Contoh obatnya
yaitu : amlodipine, nifedipin, nikardipin, felodipin
 Non-dihidropiridin
Mekanisme kerja yaitu vasodilator ampuh pada pembuluh
darah coroner, meningkatkan aliran darah dan menurunkan
nadi dengan menekan konduksi terhadap nodus AV, juga
bekerja sebagai vasodilator ampuh dari pembuluh perifer,
mengurangi hambatan perifer dan afterload. Memiliki efek
ionotropik negatif. Contoh obatnya yaitu: verapamil, diltizaem
7. Alfa 1 blocker
Mekanisme kerja menghambat alfa 1 selektif yang bekerja dengan
menghalangi aksi adrenalin pada otot polos dinding pembuluh darah.
Contoh obatnya yaitu prazosin, terazosin, dan doxazosin.
8. Aldosterone reseptor blocker (hemat kalium)
Mekanisme kerja: menghambat efek aldosterone dengan cara bersaig
dengan reseptor aldosterone intraseluler di duktus pengumpul kortikal.
Hal ini akan menurunkan reabsorbsi Na dan air sambil menurukan
sekresi K. contoh obatnya spironolakton
9. Central alpha 2 agonis
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa 2 di otak, yang akan
menurunkan aliran curah jantung dan resistensi vascular perifer secara
simpatis, sehingga tekanan darah dan nadi akan menurun. Contoh
obatnya klonidin, dan metildopa.
10. Vasodilator
Mekanisme kerja yaitu membuat relaksasi langsung otot polos arteriol.
Aktifasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik
dari pusat vasomotor. Contoh obat yaitu hidralazin, dan minoksidil.

Adnyana, I. K., Andrajati, R., Setiadi, A. P., Sigit, J. I.,


Sukandar, E. Y. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan:
Jakarta

Nurarif, H. K. (2015).Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


DiagnosaMedis dan Nanda NIc-NOC. (3, Ed.). Jogjakarta:
Mediaction publishing.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta: MediAction.

Ardiansyah, M. (2012) Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.


Jogjakarta: DIVA Press.

Elizabeth, C. (2009) Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

KementrianKesehatan RI. (2018). Riset Kesehatan


Dasar.Jakarta: Kemenkes RI.

Ardiansyah, M. (2012).Medikal Bedah Untuk


Mahasiswa.Yogyakarta: DivaPress.
Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, et
al. (2013). Clinical Practice Guidelines for the Maganement of Hypertension
in the Community. A Statement by the American Society of Hypertension and
the International Society of Hypertension. ASH paper. The Journal of Clinical
Hypertension.

Anda mungkin juga menyukai