Oleh :
Kategori
Kategori
Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Tekanan Darah
Darah Sistolik (mmHg) Dan/atau Diastolik (mmHg)
( JNC VII)
( JNC VII)
Normal Optimal < 120mmHg Dan < 80 mmHg
Pre
_ 120 139 mmHg Atau 80 89 mmHg
Hipertensi
_ Normal < 130 mmHg Dan < 85mmHg
_ Normal Tinggi 130 139 mmHg Atau 85 89 mmHg
Hipertensi Hipertensi
Derajat I Derajat 1 140 159 mmHg Atau 90 99 mmHg
Derajat II _ >160 mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 179 mmHg Atau 100 109 mmHg
_ Derajat 3 >180 mmHg Atau > 110 mmHg
6. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya
oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga
menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah (Anggraini, Waren, et. al. 2009).
7. Pathway
8. Faktor Risiko Hipertensi pada Lansia
Hipertensi merupakan salah satu gangguan pada sistem kardiovaskular yang
sering sekali terjadi pada lansia. Dengan bertambahnya usia, jantung serta
pembuluh darah akan mengalami beberapa perubahan struktur dan fungsi. Salah
satu perubahan fungsional terkait dengan pembuluh darah adalah meningkatnya
tekanan sistolik yang akan terjadi secara progresif. Menurut American Heart
Association nilai sistolik 160 mmHg merupakan batas normal tertinggi untuk
lansia. Sedangkan menurut International Society of Hypertension (ISH) tekanan
sistolik diatas 140 mmHg sudah dapat dikatakan sebagai hipertensi derajat I.
Faktor risiko hipertensi secara umum terbagi menjadi dua, yakni faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi adalah umur serta genetik, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi
adalah pola makan, aktivitas dan sebagainya. Berikut ini akan dijelaskan terlebih
dahulu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Umur
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menunjukkan
bahwa semakin tua seseorang maka risiko mengalami hipertensi akan semakin
tinggi. Hal tersebut diakibatkan oleh penurunan elastisitas pembuluh darah
arteri seiring dengan pertambahan umur. Hipertensi bisa dijumpai pada semua
usia, namun paling sering ditemukan pada usia 35 tahun atau lebih dan
meningkat ketika menginjak usia 50 dan 60 tahun. Selain itu pada wanita
menopause akan lebih berisiko mengalami hipertensi. Walaupun belum dapat
dibuktikan dalam penelitian, namun hormon estrogen diperkirakan dapat
meningkatkan konsentrasi HDL dan menurunkan LDL yang dapat
menurunkan risiko terjadi hipertensi.
b. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor resiko hipertensi yang
tidak dapat dimodifikasi dan telah terbukti dari banyak penelitian-penelitian
oleh beberapa ahli. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika
salah satu dari orang tua kita mempunyai hipertensi, sepanjang hidup kita
mempunyai 25% kemungkinan terkena pula. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan terkena penyakit tersebut 60% (Sheps,
2005). Selain itu peran faktor genetic juga dapat dibuktikan dengan
ditemukannya kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kembar monozigot
daripada heterezigot.
Selain dua faktor risiko di atas terdapat pula beberapa faktor risiko lain
yang dapat dimodifikasi, antara lain:
c. Merokok
Sampai sekarang merokok merupakan satu-satunya faktor risiko paling
penting yang dapat menyebabkan hipertensi pada lansia. Kandungan-
kandungan berbahaya yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan banyak
sekali kerugian pada tubuh, diantaranya adalah; menurunkan kadar HDL,
meningkatkan adhesivtas trombosit dan kadar fibrinogen, mengganti oksigen
dengan karbon dioksida pada molekul hemoglobin, serta meningkatkan
konsumsi oksigen di miokardium. Oleh karena itu sangatlah penting untuk
memberikan penjelasan kepada lansia tentang keuntungan yang dapat
diperoleh dengan berhenti merokok serta kerugian-kerugian yang akan di
dapat apabila tetap mengkonsumsi rokok tersebut.
d. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol pada lansia akan secara alami meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Selain itu hiperlipidemia juga berkaitan dengan
konsumsi lemak jenuh yang erat kaitannya dengan peningatan berat badan dan
nantinya akan menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi. Peningkatan LDL
dan penurunan HDL adalah tanda yang penting untuk penyakit arteri koroner
atau aterosklerosis berkaitan dengan kenaikan tekanan darah baik pada pria
maupun wanita.
e. Diabetes melitus dan Obestitas
Diabetes merupakan penyakit kronik yang menjadi faktor risiko
independen untuk hipertensi. Ketika viskositas darah meningkat maka
tekanan darahpun akan ikut meningkat. Lansia yang mengalami diabetes
biasanya diikuti dengan obesitas. Penurunan berat badan pada lansia akan
sangat bukan hanya untuk diabetes namun untuk hipertensi dan
hiperlipidemia yang menyertainya.
f. Gaya hidup
Aktivitas fisik yang menurun pada lansia dapat pula menjadi faktor
risiko terjadinya hipertensi. Dengan penurunan aktivitas fisik ini maka tonus
otot akan mengalami kehilangan masa otot tak berlemak yang akan digantikan
dengan jaringan lemak yang akan mengakibatkan penigkatan risiko penyakit
kardiovaskular. Aktivitas fisik yang cukup juga akan menjaga berat badan
yang ideal. Selain itu stress dapat pula berpengaruh pada hipertensi maka gaya
hidup sehat sangat dianjurkan untuk mengurangi risiko hipertensi
g. Diet tinggi garam
Berdasarkan penelitian Radecki Thomas E J.D. Orang yang memiliki
kebiasaan konsumsi tinggi garam akan memiliki risiko hipertensi sebesar
4.35%. Garam yang memiliki sifat menarik air, akan menyebabkan
peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Lansia dan ras Afrika
Amerika mungkin memiliki sensitivitas tinggi terhadap intake sodium
terhadap perkembangan hipertensi (Vollmer et a., 2001 dalam Miller ).
Selain faktor-faktor diatas terdapat pula peningkatan konsumsi kafein
yang dapat menjadi faktor risisko terjadinya hipertensi. Meskipun tidak
signifikan kafein dan alcohol akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang
dapat merangsang sekresi corticotrophin realizing hormone (CRH) yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
Hipertensi pada lansia dapat mengakibatkan timbulnya asma dan
kencing manis serta pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi
kelumpuhan, kesulitan berbicara sampai kematian.
9. Pencegahan Hipertensi
Ada tiga cara untuk mencegah hipertensi, yaitu :
a. Pencegahan dengan pola hidup sehat
Menerapkan pola hidup yang sehat dalam keseharian kita sangat
penting dalam pencegahan hipertensi. Sebaliknya pola hidup yang tidak sehat
beresiko tinggi terkena penyakit hipertensi.
Termasuk dalam pola hidup yang tidak sehat misalnya merokok,
minum alkohol, suka makan enak alias banyak mengandung kolesterol,
makanan yang gurih dengan kadar garam berlebih, minuman berkafein, dll.
Sementara pada saat yang sama kurang berolahraga atau kurang beraktifitas,
sering stress, minim air putih, serta kurang makan buah dan sayuran.
b. Pencegahan dengan medical check up
Mengunjungi seorang dokter atau tenaga para medis, jangan selalu
diartikan mau berobat. Bisa juga dalam rangka pencegahan satu penyakit,
misalnya pencegahan hipertensi. Itulah yang disebut pencegahan /
pemeriksaan secara medis (medical check up).
Orang yang rentan terhadap hipertensi, baik karena faktor keturunan
atau pun gaya hidup, sebaiknya rajin memeriksakan diri tekanan darahnya ke
dokter atau tenaga medis lain. Sebab, darah tinggi atau hipertensi bila tidak
segera diatasi adalah pra kondisi bagi penyakit lain yang lebih serius. Dengan
demikian, mencegah darah tinggi berarti pula mencegah diri kita dari penyakit
lain. Jika dalam pemeriksaan ditemukan tanda atau gejala hipertensi, seorang
dokter akan memberikan advise penanganannya. Sebaliknya jika tidak berarti
ditemukan gejala apapun.
c. Pencegahan dengan cara tradisional
Indonesia adalah negara yang kaya dengan tanaman obat tradisional.
Beberapa diantara tanaman tradisional (serta hasilnya) yang bisa menurunkan
tekanan darah misalnya : bayam, biji bungan matahari, kacang-kacangan, dark
coklat, pisang, kedelai, kentang, alpukat, mentimun, bawang putih, daun
seledri, belimbing, pace atau mengkudu, pepaya, selada air, cincau hijau dan
lain-lain. Beberapa tanaman diantaranya sudah diteliti dan diuji secara medis,
seperti :
1) Melon
Buah melon yang kaya kandungan nutrisi bisa digunakan untuk
membantu tekanan darah penderita hipertensi. Kandungan asam amino
(citruline) yang terdapat pada buah melon bisa membantu mengatasi
masalah tekanan darah tinggi. Asam amino (citruline) dapat memproduksi
asam amino argine yang berguna untuk meningkatkan aliran darah, serta
bekerja sebagai stimulator yang bisa membantu memperlebar pembuluh
darah.
2) Bayam
Bayam merupakan sumber magnesium yang sangat baik. Tidak hanya
melindungi Anda dari penyakit jantung, tetapi juga dapat mengurangi
tekanan darah. Selain itu, kandungan folat dalam bayam dapat melindungi
tubuh dari homosistein yang membuat bahan kimia berbahaya. Penelitian
telah menunjukkan bahwa tingkat tinggi asam amino (homosistein) dapat
menyebabkan serangan jantung dan stroke.
14) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
1) Status Kesehatan Saat Ini
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan kelelahan.
2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak
terkontrol dan tidak berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit
ginjal dan adrenal.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
2) Keadaan Umum : lemah
Kesadaran (E:M:V)
TTV, BB/TB
3) Integumen
Kulit lansia keriput ( kerena proses penuaan yang terjadi), kelenturan dan
kelembaban kurang.
4) Kepala
Normal cephali, distribusi rambut merata, beruban, kulit kepala dalam
keadaan bersih, tidak terdapat ketombe ataupun kutu rambut, wajah
simetris, nyeri tekan negatif.
5) Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
6) Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran yang
berkaitan dengan hipertensi.
7) Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
8) Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
9) Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
10) Dada
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
11) Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
12) Kardiovaskular
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup kuat). Lansia
biasanya mengeluh dadanya berdebar debar. Terkadang terasa nyeri
dada.
13) Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
14) Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
15) Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
16) Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat cuaca
dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang dada, pipi,
klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia, ekstremitas atas bawah
hangat.
17) Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak ada
disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
18) Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
19) Nama titik yang bermasalah
Mengkaji titik yang bermasalah sesuai dengan keluhan pasien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Nyeri (sakit kepala) b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Kelebihan volume cairan
e. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
f. Ketidakefektifan koping
g. Defisiensi pengetahuan
h. Anisetas
i. Resiko cedera
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1. Penurunan curah NOC NIC
jantung 1. Cardiac Pump Cardiac Care
Effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Circulation Status 2. Monitor status kardiovaskuler
3. Vital Sign Status 3. Monitor status pernapasan yang
Kriteria Hasil menandakan gagal jantung
1. Tanda vital dalam 4. Monitor abdomen sebagai indikator
rentang normal penurunan perfusi
2. Dapat mentoleransi 5. Monitor adanya perubahan tekanan
aktivitas, tidak ada darah
kelelahan 6. Anjurkan untuk menurunkan stres
3. Tidak ada edema paru, Vital Sign Monitoring
perifer, dan tidak ada 1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
asites 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
4. Tidak ada penurunan 3. Monitor kualitas dari nadi
kesadaran 4. Monitor frekuaensi dan irama
pernapasan
5. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
2. Intoleransi NOC Activity Therapy:
aktivitas 1. Energy Conservation 1. Kolaborasikan dengan Tenaga
2. Activity Tolerance Rehabilitas Medik dalam
3. Self Care : ADLs merencanakan program terapi yang
tepat
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
Kriteria Hasil :
aktifitas yang mampu dilakukan
1. Berpartisipasi dalam
3. Bantu untuk mengidentifikasi dan
aktivitas fisik tanpa
mendapatkan sumber yang diperlukan
disertai peningkatan
untuk aktivitas yang diinginkan
tekanan darah, nadi dan 4. Bantu untuk mendapat alat bantu
RR aktivitas seperti kursi roda, krek
5. Bantu untuk mengidentifikasi
2. Mampu melakukan
kekurangan dalam beraktivitas
aktivitas sehari-hari
6. Bantu pasien untuk mengembankan
(ADLs) secara mandiri
motivasi diri dan penguatan
3. Tanda-tanda vital 7. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
normal spiritual
4. Mampu berpindah :
dengan atau tanpa
bantuan alat
5. Status kardiopulmunari
adekuat
6. Sirkulasi status baik
7. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
3. Nyeri NOC Pain Management
1. Pain Level
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
2. Pain Control
3. Comfort Level komprehensif termasuk lokasi,
karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol dari faktor presipitasi
2. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri (tahu penyebab
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri, mampu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
menggunakan teknik
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nonfarmakologi untuk 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
mengurangi nyeri, (farmakologi, nonfarmakologi, dan
mencari bantuan) interpersonal)
2. Melaporkan bahwa 5. Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi
6. Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang dengan
7. Monitor penerimaan pasien tentang
menggunakan
manajemen nyeri
manajemen nyeri
Analagesic Administration
3. Mampu mengenali
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
nyeri (skala, intensitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian
frekuensi, dan tanda
obat.
nyeri)
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
4. Menyatakan rasa
dosis, dan frekuensi.
nyaman setelah nyeri
3. Tentukan pilihan analgesik tergantung
berkurang
tipe dan beratnya nyeri
4. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal.
5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Pengungkapa
n masalah
Faktor yang
berhubungan:
Keterbatasan
kognitif
Salah
interpretasi
informasi
Kurang
pajanan
Kurang minat
dalam belajar
Kurang dapat
menginat
Tidak familier
dengan sumber
informasi
8. Ansietas NOC Anxiety Reduction (penurunan
Definisi : Perasaan 1. Anxiety Self-control kecemasan)
tidak nyaman atau 2. Anxiety Level 1. Gunakan pendekatan yang
kekawatiran yang 3. Coping menenangkan.
samar disertai Kriteria Hasil : 2. Pahami perspektif pasien terhadap
respon autonom ; 1. Klien mampu situasi stres.
perasaan takut mengidentifikasi dan 3. Temani pasien untuk memberikan
yang disebabkan mengungkapkan gejala keamanan dan mengurangi takut.
oleh antisipasi cemas. 4. Identifikasi tingkat kecemasan.
terhadap bahaya. 2. Mengidentifikasi, 5. Dorong pasien untuk mengungkapkan
Hal ini merupakan mengungkapkan, dan perasaan, ketakutan, persepsi.
isyarat menunjukkan teknik 6. Instruksikan psien menggunakan teknik
kewaspadaan yang utk mengontrol cemas. relaksasi.
memperingatkan 3. Vital sign normal. 7. Berikan obat untuk mengurangi
individu akan 4. Postur tubuh, ekspresi kecemasan.
akan adanya wajah, bahasa tubuh
bahaya dan dan tingkat aktivitas
kemampuan menunjukkan
individu untuk berkurangnya
bertindak kecemasan.
menghadapi
ancaman
9. Risiko cedera NOC NIC
a. Risk Control Environment Management (Manajemen
Lingkungan)
Setelah 3x24 jam interaksi
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk
diharapkan:
pasien
Kriteria Hasil b. Identifikasi kebutuhan keamanaan pasie,
a. Klien terbebas dari sesuai dengan kndisi fisik dan fungsi
cedera kognitif pasien dan riwayat penyakit
b. Klien mampu
terdahulu pasien
menjelaskan c. Hindari lingkungan yang berbahaya
cara/metode untk (misalnya memindahkan perabotan)
d. Pasang side rall tempat tidur
mencegah injuri/cedera
e. Sediakan tempat tidur yang nyaman dan
c. Klien mampu
bersih
menjelaskan factor
f. Tempatkan saklar lampu di tempat yang
resiko dari lingkungan
mudah dijangkau pasien
atau perilaku personal g. Batasi pengunjung
d. Mampu memodifikai h. Anjurkan keluarga untuk menemani
gaya hidup untuk pasien
mencegah injuri i. Kontrol lingkungan dari kebisingan
e. Menggunakan fasilitas j. Pindahkan barang-barang yang dapat
kesehatan yang ada membahayakan
f. Mampu mengenali k. Berikan penjelasan pada pasien dan
perubahan status keluarga atau pengunjung adanya
kesehatan perubahan status kesehatan dan penyebab
penyakit.
4. Impementasi Keperawatan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Monitor adanya perubahan tekanan darah
c. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
e. Memantau asupan nutrisi
f. Memantau intake dan output cairan
g. Membantu meningkatkan koping
h. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan
kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
a. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
b. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
c. Tidak ada ortostatik hipertensi
d. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
e. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
Mengetahui,
Clinical Teacher/CT