DAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MILITUS DI
PUSKESMAS KEDUNG MUNDU SEMARANG
OLEH:
ULIL ALBAB
( G0A016024 )
1
1. Konsep Dasar Penyakit
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis
atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
& Sudarth, 2002). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes
melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik
dan penyakit vaskular mikroangiopati dan neuropati (Price & Wilson, 2006).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2002).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes Melitus
adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
B. Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus dibagi 2, yaitu:
1. Etiologi diabetes mellitus Tipe I
Pada diabetes mellitus tipe I terdapat bukti adanya suatu respons
autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Otoanti body terdapat
sel-sel pulau longerhans dan insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat
diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda
2
klinis tipe I (Bruner and Suddarth, 2001). Secara garis besar etiologi DM tipe
1 adalah :
1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA
2) Faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing,
yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen
3) Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
C. Epidemiologi
3
Pada tahun 1992, lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita DM dan
pada tahun 2000 jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari
populasi dewasa. Amerika Serikat jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun
1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003 meningkat menjadi 13,8 juta
orang. Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah 8,4 penderita
diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Dengan
prevalensi 8,4% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5
juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
juta penderita.
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil
Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%.
Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar
10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi
nasional obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan
sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan
adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi
nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi
kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula
bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7%
dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%
4
dikendalikan oleh para pemegang program, pendidik, edukator maupun kader
kesehatan di masyarakat sekitarnya.
Tabel Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus Di Beberapa Negara Tahun 2010 dan
2030
NO Rangking Negara Orang Dengan Rangking Negara Orang Dengan
Tahun 2010 DM (Juta) Tahun 2030 DM (Juta)
1 India 31,7 India 79,4
2 Cina 20,8 Cina 42,3
3 Amerika Serikat 17,7 Amerika Serikat 30,3
4 Indonesia 8,4 Indonesia 21,3
5 Jepang 6,8 Pakistan 13,9
6 Pakistan 5,2 Brazil 11,3
7 Federasi Rusia 4,6 Banglades 11,1
8 Brazil 4,6 Jepang 8,9
9 Italia 4,3 Filipina 7,8
10 Banglades 3,2 Mesir 6,7
Kurang taat
thd diet PK Hipoglikemia
D. Patofisiologi terjadinya penyakit
Obese, Kurang
DM Tipe II Informasi Kurang pengetahuan
gaya hidup, Resistensi Thd penyakit DM
insulin
5
Usia,
Riwayat klg DM,
Pola makan >> makrovas PK Gangren
Obesitas, gaya hidup, Komplikasi
usia, riwayat klg DM, Nefropati PK
vaskuler
pola makan >> GGK
Mikrovas
Retinopati Ggn
persepsi
sensori
Neoropati
Keseimbangan BB menurun
kalori (-) Glukosuria
Hiperosmolalitas darah
Diuresis osmotik
Polifagi Gangguan
polidipsi
pola tidur
poliuria
Dehidrasi Haus
Ketidakseimbangan
nutrisi > Kebutuhan
Risk kekurangan
vol cairan
PENJELASAN
Diabetes Tipe I. Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
6
autoimun. Hipereglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti
hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani akan mengakibatkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Retensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
7
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
E. Gejala klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak
dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Gejala klasik diabetes adalah rasa
haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan berat badan yang
turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan
pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah
seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi diatas
4 kg. Kadang-kadang ada pasien yang pasien sendiri tidak merasakan adanya
keluhan, Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check up
ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi.
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:
1. Keluhan klinik
a. Penurunan Berat Badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat yang menyebabkan
penurunan prestasi disekolah dan lapangan olah raga juga mencolok. Hal
ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel,
sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat menggangu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
8
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan
yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahartikan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang
berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah di motabolisasikan menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita
selalu merasa lapar.
e. Keluhan lain
1) Gangguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
2) Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan
penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya
berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.
3) Gatal/bisul
Kelainan bisul berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketika dan dibawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka lecet karena sepatu atau tertusuk
peniti.
4) Gangguan ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan maslah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
5) Keputihan
Pada wanita keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan.
9
F. Pemeriksaan Penunjang
1). Cara pemeriksaan TTGO : (Arif Mansjoer, 2001 : 581)
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
c. Pasien puasa semalam, selama 10-12 jam
d. Glukosa darah puasa diperiksa
e. Diberikan glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum
selama / dalam waktu 5 menit
f. Diperiksa glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
g. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
G. Penatalaksaan
1). Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk
meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
2). Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral).
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
3). Farmakologis, berupa:
10
i. Obat Hipoglikemik Oral
a) Sulfonilurea, obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara :
1. Menstimulasi pengelepasan insulin yang tersimpan.
2. Menurunkan ambang sekresi insulin.
3. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan
normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada kaedaan insufisiesi renal
dan orang tua karena risiko hipoglikemia yang berkepanjangan,
demikian juga glibenklamid. Untuk orang tua dianjurkan preparat
dengan waktu kerja pendek (tolbutamid, glikuidon). Glikuidon juga
diberikan pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
ringan.
b) Biguanid
Biguanid menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini
dianjurkan untuk pasien gemuk (Indek Masa Tubuh/IMT >30) sebagai
obat tunggal. Pada pasien dengan berat lebih (IMT 27-30), dapat
dikombinasi dengan obat golongan sulfonilurea.
c) Inhibitor α glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α
glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
ii. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
a. Penurunan berat badan yang cepat
b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
c. Ketoasidosis diabetik
d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
f. Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis
hampir maksimal
g. Stres berat (Infeksi sitemik, operasi besar, IMA, stroke)
11
h. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali
i. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
j. Kontraindikasi atau alergi tarhadap OHO
12
atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan
pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.
4. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyinpanan
insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai
rotasi tempat suntik.
5. Apabila diperlikan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit
insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh
diabetisi yang sama.
13
11. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya ;
periksa adanya benda asing.
12. Hindari trauma yang berulang.
13. Periksa dini rutin ke dokter dan periksa kaki anda setiap kali kontrol
walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktek keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang saling
berhubungan yaitu :
A. Pengkajian
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a. Anamnese
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
14
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Status neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan menurut Gordon sebagai berikut:
15
badan , hitung berat ideal klien untuk memperoleh gambaran status
nutrisi. Pada gejala awal pasien DM ditemukan selera makan yang
meningkat. Dan pada gejala lanjutan ditemukan mual-muntah.
3) Pola eliminasi
Kaji frekuensi, karakteristik, kesulitan/ masalah dan juga
pemakaian alat bantu seperti folley kateter, ukur juga intake dan
output setiap shift, adanya poliuria dan polidipsi.
Proses eliminasi, kaji terhadap frekuensi, karakteristik, kesulitan /
masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/ intervensi dalam
BAB.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan
sekarang. Tanyakan kepada klien adanya keluhan kelelahan, letih,
takikardia, takipnea pada keadaan isitirahat atau aktivitas. Pada
kasus DM mengeluh mudah lelah, letih.
5) Pola tidur dan istirahat
Pada pasien DM, sering terbangun dan tidak bisa tidur karena oleh
poliuria.
6) Pola persepsi kognitif
Apabila sudah terjadi komplikasi adanya gangguan penglihatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya apakah klien pernah
mengalami putus asa/frustasi/stress/ dan bagaimana menurut klien
mengenai dirinya.
8) Pola peran hubungan dengan sesama
Apakah peran klien di masyarakat dan keluarga, bagaimana
hubungan klien di masyarakat dan keluarga dan teman sekerjanya.
Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam
interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain. System
dukungan pasangan atau keluarga terhadap klien selama sakit.
9) Pola reproduksi seksual
Tanyakan pada klien tentang penggunaan alat kontrasepsi dan
permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status
pernikahan klien.
16
10) Pola mekanisme koping dan toleransi stress
Kaji factor yang membuat klien marah dan tidak dapat
mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme
koping yang digunakan Selma ini. Kaji kedaan klien saat ini
terhadap penyesuaian diri, ungkapan, penyangkalan terhadap diri
sendiri.
11) Pola sistem kepercayaan
Kaji apakah klien sering beribadah, klien menganut agama apa.
Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut
bertentangan dengan kesehatan
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan diagnostic:
a) Glukosa darah sewaktu: ≥ 200mg/dl bila disertai gejala
klasik.
b) Glukosa darah puasa : ≥ 126 mg/dl
c) Test toleransi glukosa: kadar glukosa darah 2jam pada
TTGO: ≥ 200 mg/dl
d) Aseton plasma (keton): positif secara mencolok
e) Asam lemak bebas kadar lipid dan kolesterol meningkat
f) Osmolalitas serum: meningkat tetapi biasanya kurang dari
330mOsm/L
g) Elektrolit:
Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
h) Hemoglobin glikosilat: kadarnya meningkat 2-4 kali lipat
dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang
selama 4 bulan terahir (lama hidup SDM) dan karenanya
sangat bermanfaat dalam membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden.
2) Pemeriksaan mikroalbumin
a) Mendeteksi komplikasi pada ginjal dan kardiovaskuler
b) Nefropati diabetik
Salah satu komplikasi yang ditimbulkan oleh
penyakit diabetes adalah terjadinya nefropatic
diabetik yang dapat menyebabkan gagal ginjal
terminal sehingga penderita perlu menjalani cuci
darah atau hemodialisis.
17
Nefropati diabetik ditandai dengan kerusakan
glumerolus ginjal yang berfungsi sebagai alat sebagai
alat penyaring.
Gangguan pada glumerolus ginjal dapat
menyebabkan lolosnya protein albumin ke dalam
urine.
Adanya albumin dalam urin (albuminoria) merupakan
indikasi terjadinya mefropati diabetik.
c) Manfaat pemeriksaan Mikroalbumin (MAU)
Diagnosis dini nefropati diabetic
Memperkirankan morbiditas penyakit kardiovaskuler
dan mortalitas pada pasien DM
d) Jadwal pemeriksaan mikroalbuminemia
Untuk DM tipe 1, diperiksa pada masa pubertas atau
setelah 5 tahun didiagnosis DM
Untuk DM tipe 2: untuk pemeriksaan awal setelah
diagnosis ditegakan, secara periodic setahun sekali
atau sesuai petunjuk dokter.
3) Pemeriksaan HbA1C atau pemeriksaan A1C
a) Dapat memperkirakan resiko komplikasi akibat DM
b) HbA1c atau A1C
Merupakan senyawa yan g terbentuk dari ikatan
antara glukosa dengan hemoglobin
(glycohemoglobin)
Jumlah A1C yang terbentuk , tergantung pada kadar
glukosa darah
Ikatan A1c stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan sel darah merah)
Kadar A1C mencerminkan kadarglukosa darah rata-
rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum
pemeriksaan.
c) Manfaat pemeriksaan A1C
Menilai kualitas pengendalian DM
Menilai efek terapi atau perubahan terapi setelah 8-12
minggu dijalankan
d) Tujuan pemeriksaan A1C
Mencegah terjadinya komplikasi kronik diabetes
karena:
A1C da[at memperkirakan resiko berkembangnya
komplikasi diabetes
18
Komplikasi diabetes dapat muncul jika kadar
glukosa darah terus menerus tinggi dalam jangka
panjang
Kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka panjang
(2-3 bulan) dapat diperkirakan dengan pemeriksaan
A1C.
e) Jadwal pemeriksaan A1C:
Untuk evaluasi awal setelah diagnosis DM
ditepastikan
Secara peridodik (sebagai bagian dari peneglolaan
DM) yaitu: setiap 3 bulan (terutama bila sasaran
pengobatan belum tercapai), minimal 2 kali dalam
setahun.
B. Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,
kesalahan interpretasi informasi.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi
metabolik
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
6. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebih/polifagia.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.
8. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
C. Perencanaan
19
Merupakan petunjuk tertulis yang disusun dengan komponennya yaitu
nomor, hari, tanggal, jam, nomor diagnosa keperawatan, rencana tindakan serta
rasional dalam satu tabel.
20
individu, dan tergantung pada
kadar derajat kekurangan
elektrolit cairan dan respons
dalam batas pasien secara
normal. individual.
21
indikasi. memindahkan
glukosa ke dalam sel.
22
perubahan yang baik bisa tempat tidur gesekan dari tempat
kondisi dipertahankan tidur ke kulit
2. Tidak ada luka / c. Menjaga kebersihan
metabolik
lesi pada kulit c. Jaga kebersihan kulit kulit agar tetap bersih
3. Perfusi jaringan agar tetap bersih dan dan kering
baik kering
4. Menunjukan
pemahaman d. Mobilisasi pasien
d. Mencegah terjadinya
dalam proses (mengubah posisi)
luka pada kulit akibat
perbaikan kulit setiap dua jam
posisi yang monoton
dan mencegah
terjadinya cedera e. Monitor aktifitas dan
mobilisasi pasien e. Mengetahui kegiatan
berulang
5. Mampu pasien dan untuk
melindungi kulit perencanaan
dan seleanjutnya
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
5 Intoleransi NOC : NIC :
energy 1. Bantu klien untuk 1. Mengetahui tingkat
aktifitas
conservation mengidentifikasi kemampuan aktifitas
berhubunga
activity aktivitas yang akan pasien
n dengan
tolerance dilakukan
kelemahan self care 2. Bantu untuk memilih
Kriteria aktivitas konsisten yang 2. Membantu aktivitas
hasil : sesuai dengan pasien secara bertahap
23
aktivitas sehari- mengidentifikasi mempercepat
hari (ADL) aktivitas yang disukai kesembuhan pasien
secara mandiri
24
menurunkan
risiko infeksi 2. Mencegah timbulnya
2. Tingkatkan upaya untuk
dengan
infeksi silang.
kriteria hasil: pencegahan dengan
Mendemonst
melakukan cuci tangan
rasikan
teknik, yang baik pada semua
perubahan
orang yang berhubungan
gaya hidup
untuk dengan pasien termasuk
mencegah
pasiennya sendiri.
terjadinya
infeksi.
3. Pertahankan teknik 3. Kadar glukosa yang
aseptik pada prosedur tinggi dalam darah
invasif. akan menjadi media
terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
5. Membantu dalam
memventilasi semua
5. Lakukan perubahan
daerah paru dan
posisi, anjurkan batuk
memobilisasi sekret.
efektif dan nafas dalam.
25
sensori pasien dapat kembali sesuai dengan mempertahankan
mempertahan
berhubunga kebutuhannya. kontak dengan
kan tingkat
n dengan mental biasa realitas.
dengan 3. Membantu
ketidakseim
kriteria hasil
3. Pelihara aktivitas rutin memelihara pasien
bangan pasien dapat
mengendalik pasien sekonsisten tetap berhubungan
glukosa/ins
an dan
mungkin, dorong untuk dengan realitas dan
ulin dan mengkompen
sasikan melakukan kegiatan mempertahankan
atau
adanya
sehari-hari sesuai orientasi pada
elektrolit. kerusakan
sensoris kemampuannya. lingkungannya.
4. Neuropati perifer
dapat mengakibatkan
4. Selidiki adanya keluhan
rasa tidak nyaman
parestesia, nyeri atau
yang berat,
kehilangan sensori pada
kehilangan sensasi
paha/kaki.
sentuhan/distorsi yang
mempunyai resiko
tinggi terhadap
kerusakan kulit dan
gangguan
keseimbangan.
26
DAFTAR PUSTAKA.
Brunner & Suddart.2013.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. EGC:
Jakarta.
Carpenito,Lynda Jual.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13. Jakarta :
EGC
Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
27
28