Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN MASALAH


HIPERTENSI DAN ANSIETAS

Oleh :
NAWANG WULANDARI

NIM. 202003060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
LAPORAN PENGESAHAN

Laporan pengesahn dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan penyakit Hipertensi


Telah disahkan oleh pembimbing akademik

Hari :
Akademik :

Mojokerto, Februari 2021

Mahasiswa

Nawang Wulandari

Nim.202003060

Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan


LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA

I. Definisi Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana diketahui,
kita manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan
fungsi ini, dan memasuki selanjutnya yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisis lingkungannya
( Darmojo, 2013)
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia lebih dari 65 atau 70 tahun dibagi lagi
dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80 tahun (very old) (Setyonegoro, dalam
Azizah, 2011)
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005)

II. Klasifikasi Lansia


a. Menurut WHO klasifikasi lanjut usia bisa dibedakan menjadi :
1) Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut (elderly) antara 60-70 tahun
3) Usia lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
b. Menurut Setyonegoro (dalam Azizah, 2011) usia dikelompokkan menjadi
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 19-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau 65 tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi
dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80 tahun (very old)
III. Ciri- Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian dating dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka
akan mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Lansia memilki status keompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap social yang tidak menyenangkan terhadap
lansia dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senang mempertahankan pendapatnya maka sikap social di masyarakat menjadi
negative, tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan social di masyarakat sebagai kerua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usiannya
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian
diri lansia menjadi buruk pula
IV. Tipe lanjut Usia
Menurut Nugroho (2008) dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social, dan
ekonominya, Antara lain:
a. Tipe Optimis
Lanjut usia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, mereka memandang masa
lanjut usia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai kesempatan
untuk menuruti kebutuhan pasifnya
b. Tipe Konstruktif
Lanjut usia ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup mempunyai
toleransi yang tinggi, humoristic, fleksibel, dan tau diri. Mereka dengan tenang
menghadapi proses menua dan menghadapi akhir
c. Tipe Ketergantungan
Masih dapat diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak mempunyai
inisiatif dan bila bertindak selalu yang praktis
d. Tipe defensive
Mempunyai riwayat pekerjaan yang tidak stabil, bersifat selalu menolak bantun ,
emosi sering tidak terkontrol
e. Tipe militant dan serius
Tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, dan bisa menjadi panutan
f. Tipe pemarah frustasi
Pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang lain,
menunjukkan penyesuaian yang buruk dan sering mengekspresikan kepahitan
hidupnya
g. Tipe bermusuhan
Selalu menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh,
bersikap agresif, dan curiga
h. Tipe putus asa, membenci dan menylahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak mempunyai ambisi, mengalami
penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaiakan diri. Selain mengalami
kemarahan, tetapi juga depresi, memandang lanjut usia sebagai berguna karena
masa yang tidak menarik, membenci diri sendiri dan ingin cepat mati

V. Penggolongan Lanjut Usia berdasarkan Kelompok Meurut Nugroho (2008)


meliputi :
a. Lanjut usia mandiri sepenuhnya
b. Lanjut usia mandiri dengan bantuan lansung keluarganya
c. Lamjut usia mandiri dengan bantuan tidak langsung
d. Lanjut usia dibantu oleh badan social
e. Lanjut usia panti asuhan tresnawerdha
f. Lanjut usia yang dirawt di rumahsakit
g. Lanjut usia yang mengalami gangguan mental

VI. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Patricia Gonce Morton dkk, 2011 tugas perkembangan keluarga yaitu:
1) Memutuskan dimana dan bagaimana akan menjalani hidup selama
sisaumurnya.
2) Memelihara hubungan yang suportif, intim dan memuaskan dengan pasangan
hidupnya, keluarga, dan teman.
3) Memelihara lingkungan rumah yang adekuat dan memuaskan terkait
denganstatus kesehatan dan ekonomi
4) Menyiapkan pendapatan yang memadai
5) Memelihara tingkat kesehatan yang maksimal
6) Mendapatkan perawatan kesehatan dan gigi yang komprehensif
7) Memelihara kebersihan diri
8) Menjaga komunikasi dan kontak yang adekuat dengan keluarga dan teman
9) Memelihara keterlibatan social, sipil dan politisi
10) Memulai hobi baru (selain kegiatan sebelumnya) yang meningkatkan status
11) Mengakui dan merasakan bahwa ia dibutuhkan
12) Menemukan arti hidup setelah pension dan saat menghadapi penyakit diridan
pasangan hidup dan kematian pasangan hidup dan orang yangdisayangi;
menyesuaikan diri dengan orang yang disayangi
13) Membangun filosofi hidup yang bermakna dan menemukan
kenyamanandalam filosofi atau agama

VII. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala menurutPatricia Gonce Morton dkk, 2011 yaitu:
1. Perubahan Organik
a) Jumlah jaringan ikat dan kolagen meningkat. 
b) Unsur seluler pada sistem saraf, otot, dan organ vital lainnya menghilang.
c) Jumlah sel yang berfungsi normal menurun.
d) Jumlah lemak meningkat.
e) Penggunaan oksigen menurun.
f) Selama istirahat, jumlah darah yang dipompakan menurun.
g) Jumlah udara yang diekspirasi paru lebih sedikit.
h) Ekskresi hormon menurun.
i) Aktivitas sensorik dan persepsi menurun.
j) Penyerapan lemak, protein, dan karbohidrat menurun.
k) Lumen arteri menebal
2. Sistem Persarafan
Tanda:
a) Penurunan jumlah neuron dan peningkatan ukuran dan jumlah sel
neuroglial. 
b) Penurunan syaraf dan serabut syaraf.
c) Atrofi otak dan peningkatan ruang mati dalam kranim
d) Penebalan leptomeninges di medulla spinalis.

Gejala:

a) Peningkatan risiko masalah neurologis; cedera serebrovaskuler,


parkinsonisme 
b) Konduksi serabut saraf melintasi sinaps makin lambat
c) Penurunan ingatan jangka-pendek derajad sedang
d) Gangguan pola gaya berjalan; kaki dilebarkan, langkah pendek, dan
menekukkedepan
e) Peningkatan risiko hemoragi sebelum muncul gejala
3. System Pendengaran
Tanda :
a) Hilangnya neuron auditorius
b) Kehilangan pendengaran dari frekuensi tinggi ke frekuensi rendah
c) Peningkatan serumen
d) Angiosklerosis telinga
Gejala :
a) Penurunan ketajaman pendengaran dan isolasi social (khusunya,
penurunn kemampuan untuk mendengar konsonan)
b) Sulit mendengar, khususnya bila ada suara latar belakang yang
menggangu, atau bila percakapan cepat
c) Impaksi serumen dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
4. System penglihatan
Tanda :
a) Penurunan fungsi sel batang dan sel kerucut
b) Penumpukan pigmen
c) Penurunan kecepatan gerakan mata
d) Atrofi otot silier
e) Peningkatan ukuran lensa dan penguningan lensa
f) Penurunan sekresi air mata
Gejala :
a) Penurunana ketajaman penglihatan, lapang penglihatan, dan adaptasi
terhadap terang/gelap
b) Peningkatan kepekaan terhadap cahaya yang menyilaukan
c) Peningkatan insiden glaucoma
d) ]gangguan persepsi kedalaman dengan peningkatan kejadian jatuh
e) Kurang dapat membedakan warna biru, hijau, dan violet
f) Peningkatan kekeringan dan irirtasi mata
5. System Kardiovaskuler
Tanda :
a) Atrofi serat otot yang melapisi endocardium
b) Aterosklerosis pembuluh darah
c) Peningkatan tekanan darah sistolik
d) Penurunan complain ventrikel kiri
e) Penurunan jumlah sel pacemaker
f) Penurunan kepekaan terhadap baroreseptor
Gejala :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Peningkatan penekaan pada kontraksi atrium dengan S4 terdengar
c) Pengingkatan aritmia
d) Peningkatan resiko hipotensi pada perubahan posisi
6. System Respirasi
Tanda :
a) Penuruan elastisitas jaringan paru
b) Klsifikasi didnding paru
c) Atrofi silia
d) Penurunan kekuatan otot pernafasan
e) Penurunan tekanna parsial oksigen arteri (PaO2)
Gejala :
a) Penurunan efisiensi pertukaran ventilasi
b) Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan atelectasis
c) Peningkatan resiko aspirasi
7. System Gastrointestinal
Tanda :
a) Penurunan ukuran hati
b) Penrunan tonus otot pada usus
c) Pengosongan esophagus makin lambat
d) Penurunan sekresi asam lambung
e) Atrofi lapisan mukosa
Gejala :
a) Perubahan asupan akibat penurunan nafsu makan
b) Ketidaknyamanan setelah makan karena jalannya makanan melambat
c) Penurunan penyerapan kalsium dan besi
d) Peningkatan resiko konstipasi, spasme esophagus dan penyakit
diventrikel
8. System Resproduksi
Tanda :
a) Atrofi dan fibrosis dinding serviks dan uterus
b) Penurunan elastisisras vagina dan lubriksi
c) Penurunan hormone dan oosit
Gejala :
a) Kekeringan vagina dan rasa terbakar dan nyeri saat koitus
b) Penurunan volume cairan semina dan kekuatan ejakulasi
c) Penurunan elevasi testis
9. System Perkemihan
Tanda :
a) Penurunan masa ginjal
b) Tidak ada glomerulus
c) Penurunan jumlah nefron yang berfungsi
d) Penurunan dinding pembuluh dara kecil
Gejala :
a) Penurunan GFR
b) Penurunan kemampuan penghematan natrium
c) Peningkatan BUN
d) Penurunan daliran darah ginjal
10. System Endokrin
Tanda :
a) Penuruann testosterone, ormon pertumbuhan, insulin, androgen,
aldosterone, hormone tiroid
b) Penurunan termogulasi
c) Penurunan respond demam

Gejala :

a) Penurunan kemampuan untuk menoleransi stressor seperti


pembedahan
b) Penurunan berkeringat dan menggigil dan pengaturan suhu
c) Penurunan respons insulin, toleransi glukosa
VIII. Patway
Lansia

Perubahan Perubahan kejiwaan


Perubahan kejiwaan
biologis/fisik

Sumber keuangan
Penurunan daya menurun
ingat, tingkat
Penurunan Penurunan
pendidikan rendah
pemasukan nutrisi Aktivitas
Fungsi social
menurun kehilangan
Ketidakseimb
Fungsi intelektual
angan nutrisi Penurunan
kurang dari fungsi otot,
pendengaran, Depresi
kebutuhan
tubuh penglihatan Dimensia

Perasaan Mudah Perubahan Psikologi


Gangguan Resiko jatuh sedih marah/tersing
persepsi
gung
sensori
pendengaran
Cedera Menarik diri
dan Perasaan
penglihatan Kurang merasa
tidak
diperhatikan
senang
Nyeri akut Fraktur Isolasi social
Ansietas Gangguan
istirahat
dan tidurr
Imobilitas Penurunan fungi
fisik
IX. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Stanley dan Patricia, 2011 Pemeriksaan laborturium rutin yang perlu
diperiksa pada pasien lansia untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan yang sering
dijumpai pada pasien lansia yang belum diketahui adanya gangguan atau penyakit
tertentu (Penyakit degenerative) yaitu :
1. Pemeriksaan hematologi rutin
2. Urin rutin
3. Glukosa
4. Profil lipid
5. Alkalin pospat
6. Fungsi hati
7. Fungsi ginjal
8. Fungsi tiroid
9. Pemeriksaan feses rutin
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

1. Definisi
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan
darah sistol “140 mmHg” (tekanan darah yang diukur dengan tensimeter dan terdengar
sebagai denyutan pertama), sedangkan tekanan darah diastole “90 mmHg” (denyutan
paling akhir saat diperiksa dengan tersimeter). Atau secara singkat, hipertensi terjadi
apabil tekanan darah 140/90 mmHg. (Muchlis, 2013).
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolic dengan konsisensi diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak
berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus
diukur posisi duduk dan berbaring (Baradero,2008)
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, srangan jantung dan kerusakan ginjal
(Wahyu,2015)

2. Etiologi
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi yaitu :
a. Hipertensi Esensisal atau Primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara penyebab
sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal
ginjal maupun penyakit lainnya, genetic serta ras menjadi bagian dari penyebab
timbulnya hipertensi esensial termasuk stress, intake alcohol moderat, merokok,
lingkungan dan gaya hidup (Triyanto, 2014)
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan pembuluh darah,
ginjal, gangguan kelenjar tiroid (Hipertiroid), Hiperaldosteronisme, penyakit
parenkinal
3. Klasifikasi
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
sitolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak
dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apbila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang
melaluinya dan meningkatkan tekana diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan
dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan.
Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolk.
4.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evalution, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi
derajat I dan derajat II.
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II ≥160 ≥100

Klasifikasi Tekanan Darah menurut WHO / ISH

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah


Darah (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipertensi berat ≥180 ≥110
Hipertensi sedang 160-179 100-109
Hipertensi ringan 140-159 90-99
Hipertensi perbatasan 120-149 90-94
Hipertensi sistolik 120-149 <90
perbatasan
Hipertensi sistolik <140 <90
terisolasi
Normotensi <140 <90
Optimal <120 <80

5. Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang bisa diubah
1) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap
hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko
mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, hal ini disebebakan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi pembuluh darah, hormone serta jantung (Triyanto, 2014)
2) Lingkungan (Stress)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap hipertensi.
Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf simpatis dengan
adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah
secara intermiten (Triyanto, 2014)
3) Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kegemukan atau
obesitas. Penderita obesitas atau hipertensi memliki daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita
yang memiliki berat badan normal (Triyanto, 2014)
4) Merokok
Kandunga rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan katekolamin.
Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat menyebabkan peningkatan
denyut jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah, 2012)
5) Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein sebagai anti
adenosine (Adenosine berperan untuk mengurangi kontraksi otot janyung dan
relaksasi pembuluh darah sehingga menyebbkan tekanan darah turun dan
memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk derikatan dengan
adenosine sehingga menstimulus system saraf simpatis dan menyebabkan
pembuluh darah mengalami konsentrasi disusul dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah
b. Faktor resiko yang tidak bisa diubah
1) Genetic
Faktor genetic ternyata juga memiliki peran terhadap angka kejadian
hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80% lebih banyak pada
kembar monozigot (satu telur) dan pada hetrozigot (beda telur). Riwayar
keluarga yang menderita hipertensi juga menjadi pemicu seorang mendetita
hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014)
2) Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita
hipertensi primer ketika prediposisi kadar venin plasma yang rendah
mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekresikan kadar natrium yang
berlebih (Kowalak, 2011)

6. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk
implus bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak
melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetikolin sehingga merangsang
saraf pasca ganglion untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga
ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh darah. Mekanisme ini antara lain :
a. Mekanisme vasokontriktor, noreprineprin, epineprin
Peragsanagan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh darah
juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprinoleh medulla adrenal ke
dalam darah. Hormone norepineprin dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi
darah akan merangsang pembuluh darah untuk vasokontriksi
b. Mekanisme vasokontriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi substrat renin
untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II yang
merupakan vasokontriktor kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama
hormone ini masih menetap di dalam darah

Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh darah perifer memiliki
pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubaha structural
dan fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri
besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (Kowalak,2011)
7. Manifestasi Klinis
a) Terjadi kerasukan susunan saraf yeng menyebabkan ayunan langkah tidak
menetap
b) Nyeri kepala eksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intracranial yang disertai mual dan muntah
c) Epitaksis karena kelainan akibat hipertensi yang diderita
d) Sakit kepala, pusing, keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah akibat
vasokontriksi pembuluh darah ‘
e) Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi
f) Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan darah ke
ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glumelurus
8. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Massa Index dengan rentang
18,5-24,9 kg/m2.BMI dapat diketahui dengan rumus membagi BB dengan tinggi
Badan yang telah dikuadratkan oleh satuan meter
2) Mengurangsi Asupan Natrium (Sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet garam yaitu tidak
lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6gr NaCl atau 2,4gr/hari) atau dengan
mengurangi konsumsi garam sampaidenga 2300 mg setara dengan satu sendok
the
3) Batasi konsumsi alcohol
Menguragi alcohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria/ lebih dari 1 gelas perhari
pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah
4) Makan K dan Ca cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium
yang terbuang bersamaan dengan urine
5) Menghindari rokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi seperti
penyakit jantung dan stroke
6) Penurunan Stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan dtekanan darah sementara
7) Aromaterapi
Salah satu teknik penyembuhan alternative yang menggunakan minyak esensial
untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional
8) Pijat
Dilakukan untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh
b. Farmakologi
1) Diuretic
Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh sehingga daya
pompa jantung menjadi lebih ringan
2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin, dan reserpine)
Obat jenis penghambat simpatek berfungsi untuk menghambat aktivitas saraf
simpatis
3) Betabloker (metoprolol, propranolol, dan atenolol\
Untuk menurunkan daya pompa jantung dan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkial
4) Vasodilator ( prososin, hidralasin)
Bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah
5) Angiotensin Concerting Enzyme
Untuk menghambat pembentukan zat angiotensis II dengan efek samping
penderita hipertensi akan mengalami batuk kering
6) Penghambat reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor
7) Antagonis Kalsium (diltiasem dan verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas akan terhambat

9. Komplikasi
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard. Infark miokard menyebabkan
kebutuhan oksigen pada miokardium
b. Ginjal
Mengakibatkan kerusakan progresif sehingga gagal ginjal
c. Otak
Disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh darah di otak
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

1. Pengkajian klien dengan hipertensi

- Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton

Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

- Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.

- Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.

Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

- Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.

- Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

- Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.

Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.

Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.

- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.

- Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa
sputum, riwayat merokok.

Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
- Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

2. Pemeriksaan Diagnostik
- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).
- Kalsium serum
- Kalium serum
- Kolesterol dan trygliserid
- Px tyroid
- Urin analisa
- Foto dada
- CT Scan
- EKG
Prioritas keperawatan:

- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.


- Mencegah komplikasi.
- Kontrol aktif terhadap kondisi.
- Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
3. Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2.
2. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
3. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder
terhadap kerusakan neuron motorik atas.
4. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
4. Pelaksanaan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:

1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:

1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
Batasi aktivitas.

5. Intervensi keperawatan

a. Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum,


ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

Tujuan/ kriteria:

- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.


- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:

- Kaji respon terhadap aktifitas.


- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir
rambut.
- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
b. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.

Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.

Intervensi:

- Pertahankan tirah baring selama fase akut.


- Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher,
tenang, tehnik relaksasi.
- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal:
membungkuk, mengejan saat buang air besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
LAPORAN PENDAHULUAN KECEMASAN

1.1. Pengertian

Kecemasan adalah emosi, perasan yang timbul sebagai respon awal terhadap stress

psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi individu. Kecemasan sering

digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti, ragu-ragu, tidak berdayaan, gelisah,

kekhawatiran, tidak tentram yang sering disertai keluhan fisik [ CITATION Azi16 \l 1057 ].

Cemas berbeda dengan takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus

dan objek jelas, sedangkan cemas merupakan respon emosional terhadap penilaian. Menurut

Sigmund Freud kecemasan merupakan ketegangan dalam diri sendiri tanpa objek yang jelas,

objek tidak disadari dan berkaitan dengan kehilangan self image. Kecemasan timbul karena

ancaman terhadap self image/esteem oleh orang yang terdekat. Pada dewasa oleh karena

prestige dan martabat diri terhadap ancaman dari orang lain. Menurut Cook and Fontaine

kecemasan adalah perasaan tidak nyaman yang terjadi sebagai respon pada takut terjadi

perlukaan tubuh atas kehilangan sesuatu yang bernilai [ CITATION Azi16 \l 1057 ].

Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang

menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau

tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak

menenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan

psikologis [ CITATION Roh10 \l 1057 ].

1.2. Etiologi

a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang dapat

menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat

berupa :

1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan

krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.

Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang

menimbulkan kecemasan pada individu

3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan individu berpikir

secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan

yang berdampak terhadap ego

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman

terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan

mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola

mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respon individu

dalam berespon terhadap konflik dan mengatasi kecemasan

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang

mengandung benzodizepin, karena benzodizepin dapat menekan neurotransmiter

gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang

bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.


b. Faktor Pricipitasi

Menurut (Eko Prabowo, 2014) stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan

yang dapat mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan

dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam integritas fisik

yang meliputi :

a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun,

regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya hamil).

b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri,

polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat

tinggal

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan internal

a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan interpersonal dirumah dan

tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap

intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan

status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.

1.3. Rentang Respon Kecemasan

Rentang kecemasan berfluktasi antara respon adaptif antisipasi dan yang paling

maladaptif yaitu panik.

Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

 Antisipasi

Suatu keadaan yang digambarkan lapangan persepsi menyatu dengan lingkungan.

 Cemas ringan

Ketegangan ringan, pengindraan lebih tajam dan menyiapkan diri untuk bertindak

 Cemas sedang

Keadaan lebih waspada dan lebih tegang, lapangan persepsi menyempit dan tidak mampu

memutuskan pada faktor/peristiwa yang penting baginya.

 Cemas berat

Lapangan persepsi sangat sempit, berpusat pada detail yang kecil, tidak memikirkan yang

luas, tidak mampu membuat kaitan dan tidak mampu menyelesaikan masalah

 Panik

Persepsi menyimpang, sangat kacau dan tidak terkontrol, berpikir tidak teratur, perilaku

tidak tepat dan agitasi/hiperaktif[ CITATION Azi16 \l 1057 ].

1.4. Sumber Kecemasan

1. Ancaman internal dan eksternal terhadap ego (S.Freud)

Adanya gangguan pemenuhaan kebutuhan dasar ; makan, minum, sexual.

2. Ancaman terhadap keadaan interpesonal dan hatga diri (Sullivan)

a. Tidak menemukan integritas diri

b. Tidak menemukan prestige

c. Tidak memperoleh aktualisasi diri

d. Malu/tidak kesesuaian antara pandangan diri dan lingkungan nyata.


1.5. Gejala- gejala

Kecemasan

1. Respon Fisiologis

a. Kardiovaskular

- Palpitasi

- Jantung berdebar

- Tekanan darah meningkat

- Rasa mau pingsan

- Tekanan darah menurun, nadi menurun

b. Respirasi

- Nafas cepat

- Pernafasan dangkal

- Rasa tertekan pada dada dan tercekik

- Terengah-engah

c. Neuromuskuler

- Peningkatan reflek

- Peningkatan rangsangan terkejut

- Mata berkedip-kedip

- Insomnia

- Gelisah

- Wajah tegang

- Kelemahan secara umum

d. Gastrointestinal
- Kehilangan nafsu makan

- Menolak makan

- Rasa tidak nyaman pada abdomen

- Rasa tidak nyaman epigastrium

- Nausea, diare

e. Saluran kemih

- Tidak dapat menahan BAB

- Tidak dapat menahan BAK

- Nyeri saat BAK

f. Integumen

- Rasa terbakar pada wajah

- Berkeringat setempat (telapak tangan)

- Gatal-gatal

- Perasaan panas dan dingi pada kulit

- Muka pucat

- Berkeringat seluruh tubuh

2. Respon perilaku

- Gelisah

- Ketegangan fisik

- Tremor

- Gugup

- Bicara cepat

- Tidak ada koordinasi


- Kecenderungan mendapat cedera

- Menarik diri

- Menghindar

- Hiperventilasi

- Melarikan diri dari masalah

3. Respon kognitif

- Perhatian terganggu

- Konsentrasi hilang

- Pelupa

- Salah penilaian

- Blocking

- Menurunnya lahan persepsi

- Kreatifitas menurun

- Produktifitas menurun

- Bingung

- Sangat waspada

- Hilang objektifitas

- Takut kecelakaan dan mati

4. Respon afektif

- Mudah terganggu

- Tidak sabar

- Tegang

- Takut berlebih
- Teror

- Gugup yang luar biasa

- Nervous

[ CITATION Azi16 \l 1057 ].

1.6. Karakteristik

Tingkat Kecemasan

2. Cemas ringan

a. Tingkah laku

- Duduk dengan tenang, posisi rileks

- Isi pembicaraan tepat dan normal

b. Afektif

- Kurang perhatian

- Nyaman dan aman

c. Kognitif

- Mampu kosentrasi

d. Fisiologis

- Nafas pendek

- Nadi meningkat

- Gejala ringan pada lambung

3. Cemas sedang

a. Tingkah laku

- Tremor halus pada tangan

- Tidak dapat duduk denan tenang


- Banyak bicara dan intonasi cepat

- Tekanan suara meningkat secara interminten

b. Afektif

- Perhatian terhadap apa yang terjadi

- Khawatir, nervous

c. Kognitif

- Lapangan persepsi menyempit

- Kurang mampu memusatkan perhatian pada faktor yang penting

- Kurang sadar pada detail disekitar yang berkaitan

d. Fisiologis

- Nafas pendek

- HR meningkat

- Mulut kering

- Anoreksia

- Diare, konstipasi

- Tidak mampu relaks

- Susah tidur

4. Cemas berat

a. Tinglah laku

- Pergerakan menyentak saat gunakan tangan

- Banyak bicara

- Kecepatan bicara meningkat cepat


- Tekanan meningkat, volume suara keras

b. Afektif

- Tidak adekuat, tidak aman

- Merasa tidak berguna

- Takut terhadap apa yang terjadi

- Emosi masih dapat dikontrol

c. Kognitif

- Lapangan persepsi sangat sempit

- Tidak mampu membuat kaitan

- Tidak mampu membuat masalah secara luas

d. Fisiologis

- Nafas pendek

- Nausea

- Gelisah

- Respon terkejut berlebih

- Ekspresi ketakutan

- Badan bergetar

5. Panik

a. Tingkah laku

- Tidak mampu mengendalikan motorik kasar

- Aktifitas yang dilakukan tidak bertujuan

- Pembicaran sulit dimengerti

- Suara melengking, berteriak


b. Afektif

- Merasa kaget, terjebak, ditakuti, teror

c. Kognitif

- Persepsi menyempit

- Berpikir tidak teratur

- Sulit membuat keputusan dan penilaian

d. Fisiologis

- Nafas pendek

- Rasa tercekik/tersumbat

- Nyeri dada

- Gerak involunter

- Tubuh bergetar

- Ekspresi wajah mengerikan

[ CITATION Azi16 \l 1057 ].

1.7. Penatalaksanaan

Menurut [ CITATION Haw08 \l 1057 ] penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan

terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik

(somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti

pada uraian berikut :

1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

a) Makan makan yang bergizi dan seimbang.

b) Tidur yang cukup.

c) Cukup olahraga.
d) Tidak merokok.

e) Tidak meminum minuman keras.

2. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-

obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal

penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka

yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,

clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.

3. Terapi somatic

Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau

akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-

keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ

tubuh yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain:

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan

agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan

serta percaya diri.

b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai

bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.

c. Psikoterapi re-konstruktif,untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-

konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu


kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.

e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses

dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu

menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor

keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat

dijadikan sebagai faktor pendukung.

5. Terapi psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang

merupakan stressor psikososial.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

KECEMASAN

A. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis, psikologis,social dan spiritual.

Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :

1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang :

Nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, waktu, tempat
pertemuan, topic yang akan dibicarakan, tanyakan dan catat usia klien, dan nomor
RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang di dapat.

2. Alasan masuk

Apa yang menyebabkan klien datang atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tau
penyakit sebelumnya,apa yang sudah di lakukan oleh keluarga untuk mengatasi
masalah ini,pada pasien ansietas.

3. Faktor predisposisi
a. Teori psikoanalisa : ansietas merupakan konflik elemen kepribadian id dan super
ego (dorongan insting dan hati nurani). Ansietas mengingatkan ego akan adanya
bahaya yang perlu di atasi.
b. Teori interpersonal : ansietas terjadi karena ketakutan penolakan dalam
hubungan interpersonal dihubungan dengan trauma masa pertumbuhan
(kehilangan,perpisahan) yang menyebabkan ketidak berdayaan.individu mudah
mengalami ansietas.
c. Teori perilaku : ansietas timbul sebagai akibat frustasi tang disebabkan oleh
sesuatu yang mengganggu pencapaian tujuan. Merupakan dorongan yang
dipelajari untuk menghindari rasa sakit/nyeri. Ansietas meningkat jika ada
konflik (konflik-ansietas-helplessness)
d. .Kondisi keluarga : ansietas dapat timbul secara nyata dalam keluarga.Ada
overlaps gangguan ansietas dan depresi
4. Pemeriksaan fisik

Memeriksa tanda-tanda vital,tinggi badan,berat badan,dan tanyakan apakah ada


keluhan fisik yang dirasakan klien.Memeriksa apakah ada kekurangan pada kondisi
fisiknya. Pada klien ansietas terjadi peningkatan tekanan darah.

5. Psikososial
1. Genogram (gambaran klien dengan keluarga).
Dilihat dari pola komunikasi dan pola asuh.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Pada klien ansietas,klien cenderung gelisah, bicara cepat, tremor, tidak bisa
berkonsentrasi, pelupa, bingung.
b. Identitas diri
Klien dengan ansietas klien terlihat bingung dan berbicara cepat.
c. Fungsi peran
Pada klien ansietas tidak mampu melakukan perannya secara maksimal hal ini
ditandai dengan gelisah yang berlebihan.
d. Ideal diri
Pada klien ansietas klien cenderung tidak bisa berkonsentrasi, pelupa.
e. Harga diri
Pada klien ansietas merasa dirinya kurang percaya diri.
3. Hubungan sosial
Orang yang mengalami ansietas cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitarnya dank lien merasa malu.

4. Spiritual
Pada klien yang mengalami ansietas cenderung tidak melaksanakan fungsi
spiritualnya.
6. Status mental
1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik/berpakaian terhadap status psikologi
klien.
2. Pembicaraan
Klien dengan ansietas cenderung berbicara cepat, pelupa, gelisah.
3. Aktivitas motorik
Pada klien dengan ansietas cenderung tremor,gugup
4. Tingkat kesadaran
Klien dengan ansietas tingkat kesadarannya composmentis.
5. Tingkat konsentrasi
Tingkat konsentrasi pada klien ansietas menurun karena pemikiran dirinya
sendiri merasa tidak mampu.
7. Kebutuhan perencanaan pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
8. Mekanisme koping

Bagaimana dan jelaskan reaksi klien bila menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu
menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktifitas kontruktif, olah raga, dll ataukah
menggunakan cara-cara yang maladaptif seperti reaksi lambat,menghindari.

a. Pohon masalah
Ansietas

Koping individu Efektif


b. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
B. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Kecemasan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Definisi ansietas : Setelah dilakukan asuhan Reduksi Ansietas
Kondisi emosi dan keperawatan selama 3x Observasi
pengalaman subjektif pertemuan ansietas klien 1. Identifikasi
individu terhadap objek berkurang, dengan kriteria kemampuan
yang tidak jelas dan spesifik hasil : mengambil keputusan
akibat antisipasi bahaya 1. Perilaku gelisah 2. Monitor tanda-tanda
menurun
yang memungkinkan ansietas
2. Perilaku tegang
individu melakukan 3. Periksa ferekuensi nadi,
menurun
tindakan untuk menghadapi TD dan suhu sebelum
3. Keluhan pusing
ancaman. dan sesudah latihan
menurun
Terapeutik
4. Konsentrasi membaik
1. Ciptakan suasana
5. Kontak mata membaik
terapeutik untuk
6. Pola tidur membaik
menumbuhkan
kepercayaan
2. Pahami situasi yang
membuat ansietas
3. Dengarkan dengan
penuh perhatian
4. Berikan indormasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
5. Motivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan
Edukasi
1. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan presepsi
2. Informasikan secara
aktual mengenai
diagnosa, pengobatan
dan prognosis
3. Latih teknik relaksasi
4. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan dan
jenis relaksasi yang
tersedia
5. Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
6. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
7. Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik yang
dipilih
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul (2011). Keperawatan Lanjut Usia, Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu

Ardiansyah, M. 2012, Medikal Bedah. Yogyakarta:DIVA Press

Baradero, Mary, dkk. 2008. Seri asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskuler.
Jakarta: EGC.

Darmojo, 2013. Buku Ajar Geriatric (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi ke4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Erviana, Wahyu Erma, 2015. Gambaran Faktor Resiko Pada Penderita Hipertensi. Jakarta:
EGC

H. Muchlis Achsan Udji, dan Dito Anurogo. 2013. 5 Menit Memahami 55 Problematika
Kesehatan. Jogjakarta: D-Medika.

Kowalak, Wels, Mayer, 2011. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC

Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara


Terpadu.Yogyakarta:Graha Ilmu

AH.Yusuf. (2015). Buku Ajaran Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Jagakarsa.


Azizah, M. L., Imam, Z., & Amar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yokyakarta: Indomedia Pustaka.
Hawari. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi . Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Rohman, & Kholil. (2010). Kesehatan Mental. Purwokerto: Fajar Media Press.

Anda mungkin juga menyukai