Oleh :
NAWANG WULANDARI
NIM. 202003060
Hari :
Akademik :
Mahasiswa
Nawang Wulandari
Nim.202003060
Mengetahui
LANSIA
I. Definisi Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang
dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana diketahui,
kita manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan
melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan
fungsi ini, dan memasuki selanjutnya yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia
yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap
fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisis lingkungannya
( Darmojo, 2013)
Lanjut usia adalah seseorang yang berusia lebih dari 65 atau 70 tahun dibagi lagi
dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80 tahun (very old) (Setyonegoro, dalam
Azizah, 2011)
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005)
Gejala:
Gejala :
Sumber keuangan
Penurunan daya menurun
ingat, tingkat
Penurunan Penurunan
pendidikan rendah
pemasukan nutrisi Aktivitas
Fungsi social
menurun kehilangan
Ketidakseimb
Fungsi intelektual
angan nutrisi Penurunan
kurang dari fungsi otot,
pendengaran, Depresi
kebutuhan
tubuh penglihatan Dimensia
HIPERTENSI
1. Definisi
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan
darah sistol “140 mmHg” (tekanan darah yang diukur dengan tensimeter dan terdengar
sebagai denyutan pertama), sedangkan tekanan darah diastole “90 mmHg” (denyutan
paling akhir saat diperiksa dengan tersimeter). Atau secara singkat, hipertensi terjadi
apabil tekanan darah 140/90 mmHg. (Muchlis, 2013).
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolic dengan konsisensi diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak
berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus
diukur posisi duduk dan berbaring (Baradero,2008)
Tekanan darah Tinggi atau Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala,
dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, srangan jantung dan kerusakan ginjal
(Wahyu,2015)
2. Etiologi
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi yaitu :
a. Hipertensi Esensisal atau Primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui, sementara penyebab
sekunder dari hipertensi esensial juga tidak ditemukan penyakit renivaskuler, gagal
ginjal maupun penyakit lainnya, genetic serta ras menjadi bagian dari penyebab
timbulnya hipertensi esensial termasuk stress, intake alcohol moderat, merokok,
lingkungan dan gaya hidup (Triyanto, 2014)
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti kelainan pembuluh darah,
ginjal, gangguan kelenjar tiroid (Hipertiroid), Hiperaldosteronisme, penyakit
parenkinal
3. Klasifikasi
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan
diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan
tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan
sitolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan
tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak
dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apbila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang
melaluinya dan meningkatkan tekana diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan
dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan.
Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolk.
4.
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evalution, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi
hipertensi pada orang dewasa dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi
derajat I dan derajat II.
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII
5. Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang bisa diubah
1) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh terhadap
hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka semakin tinggi pula resiko
mendapatkan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, hal ini disebebakan oleh perubahan alamiah dalam tubuh
yang mempengaruhi pembuluh darah, hormone serta jantung (Triyanto, 2014)
2) Lingkungan (Stress)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap hipertensi.
Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf simpatis dengan
adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan meningkatkan tekanan darah
secara intermiten (Triyanto, 2014)
3) Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kegemukan atau
obesitas. Penderita obesitas atau hipertensi memliki daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penderita
yang memiliki berat badan normal (Triyanto, 2014)
4) Merokok
Kandunga rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan katekolamin.
Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat menyebabkan peningkatan
denyut jantung, iritabilitas miokardial serta terjadi vasokontriksi yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah, 2012)
5) Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein sebagai anti
adenosine (Adenosine berperan untuk mengurangi kontraksi otot janyung dan
relaksasi pembuluh darah sehingga menyebbkan tekanan darah turun dan
memberikan efek rileks) menghambat reseptor untuk derikatan dengan
adenosine sehingga menstimulus system saraf simpatis dan menyebabkan
pembuluh darah mengalami konsentrasi disusul dengan terjadinya
peningkatan tekanan darah
b. Faktor resiko yang tidak bisa diubah
1) Genetic
Faktor genetic ternyata juga memiliki peran terhadap angka kejadian
hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80% lebih banyak pada
kembar monozigot (satu telur) dan pada hetrozigot (beda telur). Riwayar
keluarga yang menderita hipertensi juga menjadi pemicu seorang mendetita
hipertensi, oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014)
2) Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita
hipertensi primer ketika prediposisi kadar venin plasma yang rendah
mengurangi kemampuan ginjal untuk mengekresikan kadar natrium yang
berlebih (Kowalak, 2011)
6. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk
implus bergerak menuju ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak
melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetikolin sehingga merangsang
saraf pasca ganglion untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi
pembuluh darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang juga
ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh darah. Mekanisme ini antara lain :
a. Mekanisme vasokontriktor, noreprineprin, epineprin
Peragsanagan susunan saraf simpatis selain menyebabkan eksitasi pembuluh darah
juga menyebabkan pelepasan norepineprin dan epineprinoleh medulla adrenal ke
dalam darah. Hormone norepineprin dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi
darah akan merangsang pembuluh darah untuk vasokontriksi
b. Mekanisme vasokontriktor renin-angiotensin
Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma menjadi substrat renin
untuk melepaskan angiotensin I, kemudian dirubah menjadi angiotensin II yang
merupakan vasokontriktor kuat. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama
hormone ini masih menetap di dalam darah
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh darah perifer memiliki
pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubaha structural
dan fungsional meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah akan menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri
besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (Kowalak,2011)
7. Manifestasi Klinis
a) Terjadi kerasukan susunan saraf yeng menyebabkan ayunan langkah tidak
menetap
b) Nyeri kepala eksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena peningkatan
tekanan intracranial yang disertai mual dan muntah
c) Epitaksis karena kelainan akibat hipertensi yang diderita
d) Sakit kepala, pusing, keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi darah akibat
vasokontriksi pembuluh darah ‘
e) Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi
f) Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan darah ke
ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glumelurus
8. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Massa Index dengan rentang
18,5-24,9 kg/m2.BMI dapat diketahui dengan rumus membagi BB dengan tinggi
Badan yang telah dikuadratkan oleh satuan meter
2) Mengurangsi Asupan Natrium (Sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet garam yaitu tidak
lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6gr NaCl atau 2,4gr/hari) atau dengan
mengurangi konsumsi garam sampaidenga 2300 mg setara dengan satu sendok
the
3) Batasi konsumsi alcohol
Menguragi alcohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria/ lebih dari 1 gelas perhari
pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah
4) Makan K dan Ca cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah natrium
yang terbuang bersamaan dengan urine
5) Menghindari rokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi seperti
penyakit jantung dan stroke
6) Penurunan Stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan dtekanan darah sementara
7) Aromaterapi
Salah satu teknik penyembuhan alternative yang menggunakan minyak esensial
untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan emosional
8) Pijat
Dilakukan untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh
b. Farmakologi
1) Diuretic
Bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh sehingga daya
pompa jantung menjadi lebih ringan
2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin, dan reserpine)
Obat jenis penghambat simpatek berfungsi untuk menghambat aktivitas saraf
simpatis
3) Betabloker (metoprolol, propranolol, dan atenolol\
Untuk menurunkan daya pompa jantung dan kontraindikasi pada penderita yang
mengalami gangguan pernafasan seperti asma bronkial
4) Vasodilator ( prososin, hidralasin)
Bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
pembuluh darah
5) Angiotensin Concerting Enzyme
Untuk menghambat pembentukan zat angiotensis II dengan efek samping
penderita hipertensi akan mengalami batuk kering
6) Penghambat reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor
7) Antagonis Kalsium (diltiasem dan verapamil)
Kontraksi jantung (kontraktilitas akan terhambat
9. Komplikasi
a. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard. Infark miokard menyebabkan
kebutuhan oksigen pada miokardium
b. Ginjal
Mengakibatkan kerusakan progresif sehingga gagal ginjal
c. Otak
Disebabkan oleh embolus yang terlepas dari pembuluh darah di otak
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
- Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
- Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
- Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
- Eliminasi
Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.
- Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual,
muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
- Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.
- Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.
- Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa
sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu
pernafasan.
- Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.
2. Pemeriksaan Diagnostik
- Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
- BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
- Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar
katekolamin (meningkatkan hipertensi).
- Kalsium serum
- Kalium serum
- Kolesterol dan trygliserid
- Px tyroid
- Urin analisa
- Foto dada
- CT Scan
- EKG
Prioritas keperawatan:
1. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:
1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan
tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
Batasi aktivitas.
5. Intervensi keperawatan
Tujuan/ kriteria:
Intervensi:
1.1. Pengertian
Kecemasan adalah emosi, perasan yang timbul sebagai respon awal terhadap stress
psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi individu. Kecemasan sering
digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti, ragu-ragu, tidak berdayaan, gelisah,
kekhawatiran, tidak tentram yang sering disertai keluhan fisik [ CITATION Azi16 \l 1057 ].
Cemas berbeda dengan takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus
dan objek jelas, sedangkan cemas merupakan respon emosional terhadap penilaian. Menurut
Sigmund Freud kecemasan merupakan ketegangan dalam diri sendiri tanpa objek yang jelas,
objek tidak disadari dan berkaitan dengan kehilangan self image. Kecemasan timbul karena
ancaman terhadap self image/esteem oleh orang yang terdekat. Pada dewasa oleh karena
prestige dan martabat diri terhadap ancaman dari orang lain. Menurut Cook and Fontaine
kecemasan adalah perasaan tidak nyaman yang terjadi sebagai respon pada takut terjadi
perlukaan tubuh atas kehilangan sesuatu yang bernilai [ CITATION Azi16 \l 1057 ].
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau
tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak
menenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis dan
1.2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang yang dapat
berupa :
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik.
Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan yang
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan
mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola
gama amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
Menurut (Eko Prabowo, 2014) stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan
yang meliputi :
tinggal
Rentang kecemasan berfluktasi antara respon adaptif antisipasi dan yang paling
Adaptif Maladaptif
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Antisipasi
Cemas ringan
Ketegangan ringan, pengindraan lebih tajam dan menyiapkan diri untuk bertindak
Cemas sedang
Keadaan lebih waspada dan lebih tegang, lapangan persepsi menyempit dan tidak mampu
Cemas berat
Lapangan persepsi sangat sempit, berpusat pada detail yang kecil, tidak memikirkan yang
luas, tidak mampu membuat kaitan dan tidak mampu menyelesaikan masalah
Panik
Persepsi menyimpang, sangat kacau dan tidak terkontrol, berpikir tidak teratur, perilaku
Kecemasan
1. Respon Fisiologis
a. Kardiovaskular
- Palpitasi
- Jantung berdebar
b. Respirasi
- Nafas cepat
- Pernafasan dangkal
- Terengah-engah
c. Neuromuskuler
- Peningkatan reflek
- Mata berkedip-kedip
- Insomnia
- Gelisah
- Wajah tegang
d. Gastrointestinal
- Kehilangan nafsu makan
- Menolak makan
- Nausea, diare
e. Saluran kemih
f. Integumen
- Gatal-gatal
- Muka pucat
2. Respon perilaku
- Gelisah
- Ketegangan fisik
- Tremor
- Gugup
- Bicara cepat
- Menarik diri
- Menghindar
- Hiperventilasi
3. Respon kognitif
- Perhatian terganggu
- Konsentrasi hilang
- Pelupa
- Salah penilaian
- Blocking
- Kreatifitas menurun
- Produktifitas menurun
- Bingung
- Sangat waspada
- Hilang objektifitas
4. Respon afektif
- Mudah terganggu
- Tidak sabar
- Tegang
- Takut berlebih
- Teror
- Nervous
1.6. Karakteristik
Tingkat Kecemasan
2. Cemas ringan
a. Tingkah laku
b. Afektif
- Kurang perhatian
c. Kognitif
- Mampu kosentrasi
d. Fisiologis
- Nafas pendek
- Nadi meningkat
3. Cemas sedang
a. Tingkah laku
b. Afektif
- Khawatir, nervous
c. Kognitif
d. Fisiologis
- Nafas pendek
- HR meningkat
- Mulut kering
- Anoreksia
- Diare, konstipasi
- Susah tidur
4. Cemas berat
a. Tinglah laku
- Banyak bicara
b. Afektif
c. Kognitif
d. Fisiologis
- Nafas pendek
- Nausea
- Gelisah
- Ekspresi ketakutan
- Badan bergetar
5. Panik
a. Tingkah laku
c. Kognitif
- Persepsi menyempit
d. Fisiologis
- Nafas pendek
- Rasa tercekik/tersumbat
- Nyeri dada
- Gerak involunter
- Tubuh bergetar
1.7. Penatalaksanaan
Menurut [ CITATION Haw08 \l 1057 ] penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan
terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik
c) Cukup olahraga.
d) Tidak merokok.
2. Terapi psikofarmaka
penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam,
3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau
keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ
4. Psikoterapi
agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan
keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat
5. Terapi psikoreligius
kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang
KECEMASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari
pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis, psikologis,social dan spiritual.
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang :
Nama mahasiswa, nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, waktu, tempat
pertemuan, topic yang akan dibicarakan, tanyakan dan catat usia klien, dan nomor
RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang di dapat.
2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien datang atau dirawat di rumah sakit, apakah sudah tau
penyakit sebelumnya,apa yang sudah di lakukan oleh keluarga untuk mengatasi
masalah ini,pada pasien ansietas.
3. Faktor predisposisi
a. Teori psikoanalisa : ansietas merupakan konflik elemen kepribadian id dan super
ego (dorongan insting dan hati nurani). Ansietas mengingatkan ego akan adanya
bahaya yang perlu di atasi.
b. Teori interpersonal : ansietas terjadi karena ketakutan penolakan dalam
hubungan interpersonal dihubungan dengan trauma masa pertumbuhan
(kehilangan,perpisahan) yang menyebabkan ketidak berdayaan.individu mudah
mengalami ansietas.
c. Teori perilaku : ansietas timbul sebagai akibat frustasi tang disebabkan oleh
sesuatu yang mengganggu pencapaian tujuan. Merupakan dorongan yang
dipelajari untuk menghindari rasa sakit/nyeri. Ansietas meningkat jika ada
konflik (konflik-ansietas-helplessness)
d. .Kondisi keluarga : ansietas dapat timbul secara nyata dalam keluarga.Ada
overlaps gangguan ansietas dan depresi
4. Pemeriksaan fisik
5. Psikososial
1. Genogram (gambaran klien dengan keluarga).
Dilihat dari pola komunikasi dan pola asuh.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Pada klien ansietas,klien cenderung gelisah, bicara cepat, tremor, tidak bisa
berkonsentrasi, pelupa, bingung.
b. Identitas diri
Klien dengan ansietas klien terlihat bingung dan berbicara cepat.
c. Fungsi peran
Pada klien ansietas tidak mampu melakukan perannya secara maksimal hal ini
ditandai dengan gelisah yang berlebihan.
d. Ideal diri
Pada klien ansietas klien cenderung tidak bisa berkonsentrasi, pelupa.
e. Harga diri
Pada klien ansietas merasa dirinya kurang percaya diri.
3. Hubungan sosial
Orang yang mengalami ansietas cenderung menarik diri dari lingkungan
sekitarnya dank lien merasa malu.
4. Spiritual
Pada klien yang mengalami ansietas cenderung tidak melaksanakan fungsi
spiritualnya.
6. Status mental
1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah ada
yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak
seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik/berpakaian terhadap status psikologi
klien.
2. Pembicaraan
Klien dengan ansietas cenderung berbicara cepat, pelupa, gelisah.
3. Aktivitas motorik
Pada klien dengan ansietas cenderung tremor,gugup
4. Tingkat kesadaran
Klien dengan ansietas tingkat kesadarannya composmentis.
5. Tingkat konsentrasi
Tingkat konsentrasi pada klien ansietas menurun karena pemikiran dirinya
sendiri merasa tidak mampu.
7. Kebutuhan perencanaan pulang
1. Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
2. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
8. Mekanisme koping
Bagaimana dan jelaskan reaksi klien bila menghadapi suatu permasalahan, apakah
menggunakan cara-cara yang adaptif seperti bicara dengan orang lain, mampu
menyelesaikan masalah, teknik relaksasi, aktifitas kontruktif, olah raga, dll ataukah
menggunakan cara-cara yang maladaptif seperti reaksi lambat,menghindari.
a. Pohon masalah
Ansietas
Azizah, Lilik Ma’rifatul (2011). Keperawatan Lanjut Usia, Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Baradero, Mary, dkk. 2008. Seri asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskuler.
Jakarta: EGC.
Darmojo, 2013. Buku Ajar Geriatric (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisi ke4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Erviana, Wahyu Erma, 2015. Gambaran Faktor Resiko Pada Penderita Hipertensi. Jakarta:
EGC
H. Muchlis Achsan Udji, dan Dito Anurogo. 2013. 5 Menit Memahami 55 Problematika
Kesehatan. Jogjakarta: D-Medika.