Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat anti hipertensi saat ini semakin berkembang dan beragam
jenisnya, tiap-tiap obat antihipertensi memiliki karakteristik
farmakokinetik dan farmakodinamik sendiri. Pilihan obat antihipertensi
yang dapat digunakan oleh tenaga medis adalah Diuretik, Obat
Simpatolitik (β-adrenoreceptor blocker /β-bloker /penyakat adrenergik
beta, α-adrenoreceptor blocker/penyakat adrenergik alfa, antagonis
adrenergik campuran /penyakat adrenergik campuran, senyawa kerja
pusat, dan senyawa pemblok saraf ), Vasodilator, Calcium Chanel
Blocker (CCB), Angiotensin Converting Enzime Inhibotor (ACEi),
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dan Direct Renin Inhibitor. Obat
antihipertensi dapat digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi.
hipertensi dibagi menjadi 3 klasifikasi yakni Pre-Hipertensi dengan
tekanan darah sistolik (TDS) 120-139 mmHg atau tekanan darah diastol
(TDD) 80-89 mmHg, Hipertensi Stage1 dengan TDS 140-159 mmHg
atau TDD 90-99 mmHg, Hipertensi Stage2 dengan TDS > 160 mmHg
atau TDD > 100 mmHg (3).Hipertensi merupakan penyakit yang
berbahaya dan sering disebut silent killer karena gejala yang ditimbulkan
tidak khas dan dapat berbeda tiap individu. Penyakit hipertensi dapat
mempengaruhi fungsi organ-organ lain, seperti stroke pada otak maupun
jantung koroner. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di Indonesia. Menurut riset kesehatan dasar (RISKESAS) pada
tahun 2007. Tekanan darah pasien dapat dikontrol dengan mengubah
gaya hidup atau dengan bantuan obat-obat. Pemberian obat antihipertensi
pada pasien dilakukan bila tekanan darah belum bisa dikontrol dengan
perubahan gaya hidup atau terlalu tinggi hingga mengancam nyawa.
.Beragam golongan obat anti-hipertensi yang ada menuntut tenaga medis
untuk memilih dengan tepat, selain mempertimbangkan aspek medis
seperti tingkat keparahan penyakit, usia, derajat hipertensi, riwayat
penyakit dahulu dan penyakit penyerta lain (4), tenaga medis juga harus
mempertimbangkan faktor non-medis, di antaranya faktor pasien, faktor
ekonomi, faktor ketersediaan obat, faktor lingkungan, dan faktor
pendidikan. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan kondisi pasien baik
medis atau non-medis dapat berakibat buruk, salah satunya adalah
penghentian pengobatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipertensi dan obat anti hipertensi?
2. Bagaimana pembagian golongan obat anti hipertensi dan bagaimana
cara kerjanya?
3. Jenis obat apa saja yang sudah tersedia di pasaran?
4. Bagaimana cara penanganan penyakit hipertensi dari sisi perawat
baik farmakologi maupun non farmakologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan obat anti hipertensi.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hipertensi.
3. Untuk mengetahui bagaimana pembagian golongan obat anti
hipertensi dan cara kerjanya.
4. Untuk mengetahui jenis obat apa saja yang sudah tersedia di pasaran.
5. Untuk mengetahui cara penanganan penyakit hipertensi dari sisi
perawat baik farmakologi maupun non farmakologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah tekanan darah di atas
140/90mmHg. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sehingga tekanan
sistolik > 140 mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg. Tekanan Darah (TD)
didistribusikan terus menerus, tidak ada definisi absolut untuk hipertensi.
Antihipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah
tingggi hingga mencapai tekanan darah normal. Semua obat antihipertensi
bekerja pada satu atau lebih tempat kontrol anatomis dan efek tersebut terjadi
dengan mempengaruhi mekanisme normal regulasi TD. Hipertensi disebabkan
oleh peningkatan resistensi perifer total karena penyempitan arteri kecil.
Perubahan tekanan darah diatur oleh refleks baroreseptor, sedangkan jalur
renin-angiotensin- aldosteron untuk mengontrol garam, cairan, dan tekanan
darah (Thomas, 2003). Tekanan darah meningkat ketika terjadi tekanan sistolik
> 140 mmHg dan diastolik > 90 mmHg. Hipertensi merupakan kerusakan
heterogen yang disebabkan oleh penyebab khusus (hipertensi sekunder) atau
karena penyebab yang tidak diketahui (hipertensi primer atau esensial) (Wells
et al., 2000). Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali
pengukuran, kecuali bila tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg dan/atau
tekanan darah sistolik (TDS) > 210 mmHg. Diagnosis hipertensi ditegakkan
bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh nilai rata-rata TDD >
90 mmHg dan/atau TDS > 140 mmHg (Setiawati dan Bustami, 1995).
Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa resiko kerusakan ginjal, jantung,
dan otak berkaitan secara langsung dengan besarnya peningkatan tekanan
darah. Perlu dicatat bahwa hipertensi dinyatakan berdasar tekanan darah dan
bukan gejala yang dilaporkan penderita.
Hipertensi esensial terjadi empat kali lebih banyak pada orang kulit hitam
dibanding kulit putih, dan lebih sering pada pria umur pertengahan dibanding
wanita pada kelompok umur yang sama (Myceck et al., 2001). Faktor
keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya riwayat penyakit
kardiovaskuler dalam keluarga. Faktor predisposisi genetik ini dapat berupa
sensitivitas terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, peningkatan reaktivitas
vaskuler (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi insulin (Setiawati dan
Bustami, 1995). Penyebab khusus hipertensi hanya bisa ditetapkan pada sekitar
10 – 15% pasien (Benowitz, 2001). Hipertensi ini disebut hipertensi sekunder.
Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal),
penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain (Setiawati dan
Bustami, 1995). Patofisiologi penyakit hipertensi masih belum jelas. Sejumlah
pasien (2 – 5%) mempunyai penyakit ginjal atau adrenal yang merupakan
penyebab peningkatan tekanan darah (Beevers et al., 2001). Beberapa faktor
yang mendukung peningkatan hipertensi primer, di antaranya, (1) gangguan
saraf, reseptor adrenergik, atau baroreseptor, (2) abnormalitas ginjal, (3)
abnormalitas humoral, (4) defisiensi sintesis substansi vasodilator pada
endotelium vaskuler, seperti prostasiklin, bradikinin, dan oksida nitrit, atau
peningkatan produksi substansi vasokonstriktor seperti angiotensin II dan
endotelin I.

Klasifikasi Sistolik(mm Hg) Diastolik(mmHg)


Normal <120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Tahap 1 hipertensi 140-159 Atau 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥160 Atau ≥ 100

Jenis hipertensi terbagi atas dua, yaitu:


a. Hipertensi esensial (idiopatik)
Hipertensi esensial (idiopatik) yaitu hipertensi yang belum diketahui pasti
penyebabnya yang meliputi 90-95% penderita. Patogenesis hipertensi
esensial diyakini sebagai akibat interaksi berbagai macam faktor baik
genetik maupun lingkungan, seperti asupan garam, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, stres, obesitas, kurangnya aktivitas fisik dan
konsumsi lemak jenuh.

b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang diketahui penyebab spesifiknya.
Hipertensi sekunder terjadi 5-10% penderita (Lilyasari, 2007). Hipertensi
sekunder dapat disebabkan oleh:

1. Penyakit ginjal. Merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi


sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubugan dengan penyempitan
satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke
ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous).
2. Penyakit endokrin yaitu gangguan endokrin yang dapat menyebabkan
hipertensi sekunder seperti hipotiroid, hiperkalsemia dan akromegali.
3. Cuartation aorta yaitu penyempitan aorta congenital yang dapat
menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah di atas area kontraksi.
4. Hipertensi pada kehamilan. Hipertensi yang terjadi pada wanita hamil
disebut preeclampsia. Biasanya hipertensi ini akan kembali normal
setelah persalinan, namun ada pula yang menetap setelah persalinan
pada sebagian wanita. Wanita yang pernah menderita preeclampsia
lebih berisiko terkena hipertensi pada masa selanjutnya.
5. Kelainan neurologis. Contohnya pada tumor otak, encephalitis, dan
gangguan psikiatrik.

B. Golongan Obat Hipertensi dan Cara Kerjanya


1. ACE inhibitor
ACE inhibitor akan menjaga pembuluh darah terbuka lebar sehingga aliran
darah masuk dengan lancar. ACE inhibitor bekerja dengan cara
menghambat terbentuknya hormon angiotensin yaitu hormon yang
memicu pembuluh darah untuk menyempit. Berikut ini obat-obatan yang
termasuk ke dalam golongan ACE inhibitor:
- Captopril
- Enalapril
- Lisinopril
- Perindopril
- Ramipril
- Trandolapril.
2. Antagonis kalsium (calcium channel blocker)
Antagonis kalsium digunakan untuk menangani hipertensi, gangguan
jantung, dan gangguan pembuluh darah. Obat ini bekerja dengan
menghambat jalan masuk kalsium ke dalam otot jantung dan dinding
pembuluh darah, sehingga menyebabkan denyut jantung melambat dan
pembuluh darah melebar. Nama-nama obat yang masuk ke kelompok
antagonis kalsium adalah:
- Amlodipine
- Diltiazem
- Nicardipine
- Nifedipine
- Nimodipine
- Verapamil.

3. Angiotensin II receptor blocker (ARB)


ARB bekerja dengan cara menghambat kerja angiotensin atau senyawa
yang membuat pembuluh darah menyempit. Hambatan pada kerja
angiotensin menyebabkan pembuluh darah tetap terbuka lebar dan tekanan
darah mampu diturunkan. Jenis-jenis obat ARB adalah:
- Candesartan
- Eprosartan
- Irbesartan
- Losartan
- Olmesartan
- Telmisartan
- Valsartan.
4. Diuretik
Diuretik merupakan obat yang cukup sering digunakan untuk menangani
hipertensi. Obat ini bekerja dengan membuang kelebihan garam (natrium)
dan cairan di dalam tubuh untuk menormalkan tekanan darah. Jenis-jenis
obat diuretik adalah:
- Diuretik loop, seperti furosemide.
- Diuretik hemat kalium (potassium-sparing), seperti amiloride dan
spironolactone.
- Diuretik thiazide, seperti hydrochlorothiazide dan indapamide.
5. Penghambat adrenergik perifer
Obat ini jarang diberikan kepada pasien hipertensi. Namun, apabila
pengobatan dengan obat-obatan antihipertensi lain belum berhasil, maka
dokter bisa menyarankan konsumsi penghambat adrenergik perifer kepada
pasien. Satu-satunya jenis penghambat adrenergik perifer yang terdaftar di
Indonesia ialah reserpine.

6. Penghambat alfa (alpha-blocker)


Penghambat alfa bekerja dengan cara menghambat hormon katekolamin
agar tidak mengikat dengan reseptor alfa. Hasilnya, sirkulasi darah
berjalan lancar, jantung berdenyut secara normal, dan tekanan darah
menurun. Dua jenis obat penghambat alfa ialah doxazosin dan terazosin.
7. Penghambat beta (beta-blocker)
Penghambat beta merupakan golongan obat yang bekerja dengan
menghambat hormon adrenalin, sehingga tekanan darah turun.
Penghambat beta dibagi menjadi dua yakni selektif dan nonselektif. Jenis
obat penghambat beta selektif meliputi atenolol, bisoprolol, metoprolol,
dan nebivolol. Sedangkan contoh penghambat beta nonselektif adalah
carvedilol dan propranolol.

C. Obat yang Tersedia di Pasaran

1. ACE inhibitor
a. catopril

 dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.


Awal : 3 kali sehari 12.5 mg. Ditingkatkan menjadi 25-50 mg 2-3
hari. Hipertensi berat: s/d 450 mg/hari.
 Indikasi : obat ini untuk pasien hipertensi dan gagal jantung dengan
tekanan darah normal.
 Efek samping : mual dan muntah, sakit perut, pusing, batuk
kering, gangguan pada indera pengecap, ruam kulit, sakit dada.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Ruam,
pruritus, lesi seperti pemfigus yang reversibel, fotosensitivitas.
Angioedema pada muka, proteinuria, neutropenia, anemia,
trombositopenia.
 Kontra indikasi : wanita hamil
 Bentuk sediaan : tablet
 Aturan pakai : Diminum saat perut kosong, 1 jam sebelum makan
atau 2 jam setelah makan.
b. Ramipril
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi : diawali dengan 2.5 mg sekali sehari. Pemeliharaan :
2.5-5 mg/hari. Maksimal : 10 mg/hari. Pasien yang diobati dengan
diuretika : jika memungkinkan, diuretika dihentikan 2-3 hari
sebelum pengobatan dimulai. Maksimal : 2.5 mg/hari. Pengobatan
setelah infark miokardial : diawali dengan 1.25 - 2.5 mg 2 kali
sehari. Maksimal : 10 mg/hari.
 Indikasi : informasi obat ini hanya untuk kalangan medis.
Hipertensi ringan sampai sedang
 Efek samping : merasa ingin pingsan, tingkat potassium tinggi
(otot melemah, nadi melemah, detak jantung melambat, rasa
kesemutan), bibir kering, bingung, haus, pembengkakan, jarang
buang air kecil,wajah pucat, urin berwarna hitam, mudah lebam
dan berdarah, kulit dan mata menguning.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Pasien yang
memiliki Riwayat hipersensitif terhadap Ramipril atau obat-obat
yang termasuk ACE inhibitor lain. Ibu hamil atau berencana untuk
hamil. Riwayat angioedema (herediter atau idiopatik) atau pernah
mengalami angioedema saat menggunakan obat-obat golongan
inhibitor ACE. Pasien dengan diabetes melitus. Kategori
Kehamilan
 Kontra indikasi : Pasien yang memiliki Riwayat hipersensitif
terhadap Ramipril atau obat-obat yang termasuk ACE inhibitor
lain. Ibu hamil atau berencana untuk hamil. Riwayat angioedema
(herediter atau idiopatik) atau pernah mengalami angioedema saat
menggunakan obat-obat golongan inhibitor ACE. Pasien dengan
diabetes melitus.

 Bentuk sediaan : tablet


 Aturan pakai : dikonsumsi bersama makanan atau tidak
2. Antagonis kalsium (calcium channel blocker)
a. amlodipine
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Untuk hipertensi : Dosis awal 5 mg, 1 kali per hari. Maksimal 10
mg per hari. Untuk pasien dengan berat badan rendah, rapuh, usia
lanjut atau gangguan fungsi hati : Dosis awal 2.5 mg 1 kali per hari,
dapat ditingkatkan sampai 7.5 mg per hari. Maksimal 10 mg per
hari. Untuk angina kronik, stabil, atau vasospastik : 5-10 mg per
hari. Anak (usia 6 - 17 tahun) : Diberikan 2.5 mg satu kali sehari
dapat ditingkatkan menjadi 5 mg satu kali sehari
 Indikasi : nformasi obat ini hanya untuk kalangan medis.
Hipertensi, Iskemia Miokardial, Angina.
 Efek samping : bengkak di tangan, pergelangan kaki, kaki, detak
jantung lebih cepat, nyeri dada atau perasaan berat, nyeri menyebar
ke lengan atau bahu, mual, berkeringat, dan perasaan sakit.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Hamil, laktasi.
Gangguan fungsi hati dan ginjal, gagal jantung kongestif
 Kontra indikasi : hipersensitif terhadap dihidropiridin.
 Bentuk sediaan yang tersedia : tablet.
 Aturan pakai : sebelum atau sesudah makan.
b. diltiazem
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Angina pectoris : 3 kali sehari 30 mg hipertensi : awalnya 3 kali
sehari 30 - 60 mg,bisa di tingkatkan menjadi 180 - 360 mg sehari
 Indikasi : informasi obat ini hanya untuk kalangan medis.
Angina,pektoris yang di sebabkan kejang arteri koroner,angina
kronis,hipertensi.
 Efek samping : kulit merah, ruam, melepuh, bengkak ditangan
atau kaki, kesulitan bernapas, detak jantung lambat/ cepat, pusing,
pingsan.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Keamanan
pemakaian pada anak-anak belum diketahui dengan pasti,Hati-hati
bila diberikan pada wanita menyusui.
 Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap
diltiazem.Penderita dengan infark miokardial akut dan kongesti
paru-paru yang dibuktikan dengan sinar X, hipotensi
 Bentuk sediaan yang tersedia : tablet.
 Aturan pakai : bisa diberi bersama makanan atau tidak.

3. Angiotensin II receptor blocker (ARB)


a. losartan
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi esensial : 1 x sehari 1-2 tablet, Pasien dengan gangguan
hati/Hepatic impairment, dengan resiko penurunan volume atau
hipotensi : 0.5 tablet perhari.
 Indikasi : hipertensi.
 Efek samping : kantuk, pusing, vertigo, tekanan darah rendah,
keseimbangan terganggu, lelah dan lemah, disorientasi, tremor.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Anak, pasien
dengan penurunan vol intravaskular, Usia lanjut dan gangguan
ginjal atau fungsi hati.
 Kontra indikasi : hamil dan laktasi.
 Bentuk sediaan yang tersedia : tablet.
 Aturan pakai : sebelum atau sesudah makan.
b. valsartan
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi : 1 tablet perhari, gagal jantung: 2 x 1 tablet, post
myocardial infarction: 12 jam setelah terjadi infark
 Indikasi : Hipertensi, gagal jantung, dan pasca infark miokard.
 Efek samping : pusing, meningkatkan kadar ureum dalam darah,
hipotensi, hiperkalemia, lemas, pingsan, nyeri perut bagian atas,
vertigo.
 Kontra indikasi : Hamil, laktasi, gagal hati yang berat, sirosis hati,
obstruksi saluran empedu.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Hipersensitivitas
komponen, kehamilan, sirosis.
 Bentuk sediaan yang tersedia : tablet
 Aturan pakai : sebelum atau sesudah makan.

4. Diuretic
a. Spironolactone
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
 Indikasi : pengobatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.
 Efek samping : pusing dan sakit kepala ringan, mual dan muntah,
diare, pembengkakan di payudara, keram, impotensi.
 Kontra indikasi : penderita anuria, gangguan ginjal, hiperkalemia.
 Perhatian/ peringatan : Harus dengan resep dokter.
 Bentuk sediaan yang tersedia : tablet
 Aturan pakai : Sesudah makan, pada waktu yang sama setiap
harinya, lebih baik diminum sebelum jam 18.00 untuk menghindari
banyak urinasi pada malam hari.
b. Hydroclorothiazide
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Dewasa untuk edema : 25 mg - 100 mg 1-2 kali sehari Dewasa
untuk Hipertensi : 25 mg 1 kali sehari Dewasa untuk
Nefrokalsinosis : 25 mg 1 kali sehari Dewasa untuk Osteoporosis :
25 mg 1 kali sehari Dewasa untuk diabetes insipidus : 50 mg 1 kali
sehari.
 Indikasi : digunakan sebagai obat anti hipertensi yang bekerja
dengan cara mengurangi kemampuan ginjal untuk menyerap terlalu
banyak natrium yang bisa menyebabkan retensi cairan.
 Efek samping : mata terasa sakit, gangguan penglihtan,mulut
kering, haus muntah-muntah,merasa lelah, mengantuk, pusing,
detak jantung tidak teratur, otot terasa lemah, mati rasa atau terasa
geli.
 Perhatian/peringatan : pasien usia lanjut,penyakit ginjal berat,
penyakit hati yang progresif.
 Kontra indikasi : hipersensitif.
 Bentuk sediaan yang tersedia : Tablet.
 Aturan pakai : Sesudah makan.
5. penghambat adrenergik perifer
1) penghambat alfa (alfa blocker)
a. doxazosin
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi 1-16 mg/hari. Dosis lazim 2-4 mg/hari.
 Indikasi : Hipertensi, hiperplasia prostat jinak dan untuk
mengurangi aliran urin yang berhubungan dengan hiperplasi prostat
jinak.
 Efek samping : pusing ringan, rasa lelah, mengantuk,sakit kepala,
sesak napas, diare, bengkak, tekanan darah rendah, mual.
 Perhatian/ peringatan : HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
Hipotensi postural/sinkop, gangguan fungsi hati. Hati-hati jika
diberikan bersama dengan golongan penghambat PDE-5.
 Kontra indikasi : -
 Bentuk sediaan yang tersedia : Tablet
 Aturan pemakaian : diberikan bersama atau tanpa makanan.

b.Teraxosin
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Dosis awal, Dosis tunggal terendah 1 mg sebelum tidur untuk semua
pasien, yang tidak boleh dilampaui. Dosis selanjutnya, pengobatan
hipertensi ringan sampai sedang: Dosis harian tunggal dapat
ditingkatkan dengan sekitar 2x dosis pada interval mingguan. Dosis
pemeliharaan 2 mg / hari mungkin cukup dengan meningkatkan
hingga 10 mg jika diperlukan (studi klinis mendukung penggunaan 2
- 10 mg sebagai dosis pemeliharaan). Dosis maksimum adalah 20 mg
terazosin per hari. Pengobatan Hiperplasia Prostatic Benigna: Dosis
dapat ditingkatkan sekitar 2x pada interval mingguan atau dua
mingguanDosis pemeliharaan biasanya 5 hingga 10 mg sekali sehari.
Perawatan harus dimulai dengan menggunakan tablet 1 mg selama
tujuh hari, 2 tablet mg selama 14 hari dan 5 tablet mg selama 7 hari.
Respon terhadap pengobatan harus ditinjau kembali dalam empat
minggu.
 Indikasi : Pengobatan hipertensi ringan sampai sedang. Pengobatan
simtomatik obstruksi urin yang disebabkan oleh benign prostatic
hyperplasia (BPH).
 Efek samping : sakit dada, pusing ringan ketika bangun dari posisi
duduk atau baring, pingsan tiba-tiba, denyut jantung cepat dan tidak
beraturan, sesak napas, pembengkakan kaki atau kaki yang lebih
rendah.
 Kontra indikasi : Pasien yang diketahui hipersensitivitas terhadap
zat aktif, untuk quinazolines lainnya (misalnya prazosin, doxazosin).
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter atau apoteker jika memiliki alergi
quinazolines atau penghambat alfa lainnya seperti doxazosin atau
prazosin atau jika Anda memiliki alergi lain. Menghindari
mengemudi atau tugas berbahaya selama 12 jam setelah dosis
pertama, setelah dosis ditingkatkan, dan ketika obat ini dimulai
kembali setelah dihentikan. Batasi minuman beralkohol.Orang
dewasa yang lebih tua mungkin lebih sensitif terhadap efek samping
ini. Selama kehamilan, obat ini harus digunakan hanya ketika jelas
diperlukan.
 Bentuk sediaan yang tersedia : Tablet.
 Aturan pakai : Tablet pertama dari kekuatan dosis yang ditentukan
harus diambil pada malam hari pada waktu tidur. Tablet berikut
kekuatan yang sama dapat diambil di pagi hari. Jika perlu untuk
menghentikan terapi terazosin, dosis harus dititrasi ulang dimulai
dengan 1 mg terazosin pada waktu tidur.
2) penghambat beta (beta blocker)
a. Bisoprol
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi dan angina: 1 tablet (5 mg - 10 mg per hari) Gagal
jantung kronik stabil: 1 tablet (1.25 mg) per hari pada minggu
pertama. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap.
 Indikasi : Hipertensi, bisa digunakan sebagai monoterapi atau
dikombinasikan dengan antihipertensi lain.
 Efek samping : pusing dan tubuh tidak stabil,mengalami gejala
vertigo hingga pingsan, sakit kepala, susah tidur, gelisah, penurunan
konsentrasi, nyeri dada, gagal jantung kongestif, insomnia.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Hati-hati bila
diberikan pada penderita kelainan ginjal dan hati.Penyakit arteri
korenaria, hipoglikemi spontan atau pasien diabetes yang mendapat
insulin atau agen hipoglikemik oral. Anak, hamil dan laktasi.
 Kontra indikasi : Gagal jantung akut, syok kardiogenik, bradikardi,
hipotensi, asma bronkial berat, feokromositoma, asidosis metabolik.
 Bentuk sediaan yang tersedia : Tablet.
 Aturan pakai : sesudah makan.

b. Carvedilol
 Dosis : penggunaan obat ini harus sesuai dengan petunjuk dokter.
Hipertensi esensial : Dewasa dan usia lanjut : diawali 1 x sehari 2
tablet selama 2 hari pertama, kemudian 1 x sehari 4 tablet. Dosis
dapat ditingkatkan dengan interval minimum 2 minggu.
 Indikasi : Hipertensi esensial, Gagal Jantung Kongestif
 Efek samping : pusing, berat badan bertambah, diare, mudah lelah,
tekanan darah rendah, infeksi pernapasan saluran atas, infeksi
saluran kemih, detak jantuk melambat.
 Perhatian/ peringatan : harus dengan resep dokter. Hipertensi labil
atau sekunder, angina pektoris tidak stabil, diabetes, usia lanjut,
gangguan konduksi jantung, penyakit arteri perifer, kerusakan ginjal,
serangan jantung yang belum lama terjadi, terapi bersama dengan
diuretik psoriasis, penyakit oklusi.
 Kontra indikasi : Asma bronkial, PPOK disertai bronkospasme,
bradikardi berat, hipovolemik, blok AV derajat 2 dan 3, hipotensi
berat, disfungsi hati, hamil, laktasi, anak < 18 tahun. Gagal jantung
dekompensasi yang memerlukan penunjang inotropik IV.
Hipersensitif terhadap
 Bentuk sediaan yang tersedia : Tablet.
 Aturan pemakaian : sesudah makan.

D. Cara Penanganan Penyakit Hipertensi Dari Sisi Perawat


1. Terapi Non-Farmakologi
a.  Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya di anjurkan
memodifikasikan gaya hidup termasuk :
 Penurun berat badan jika kelebihan berat badan
 Melakukan diet makanan yang di ambil DASH
 Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 g/hr
(6 g/hr NaCl)
 Melakukan aktivitas fisik seperti aerobik
 Mengurangi konsumsi alkohol dan
 Menghentikan kebiasaan merokok
b.    Penderita yang di diagnosa hipertensi tahap 1 dan 2 sebaiknya di
tempatkan pada terapi modifikasi gaya hidup dan terapi obat sacara
bersamaan.
2.    Terapi Farmakologi
Ada enam compelling indications yang spesifik dengan obat hipertensi
serta memberikan keuntungan yang unik. Diuretik , β bloker,ACE,ARB dan
CCB merupakan agen primer berdasarkan pada data kerusakan organ target
atau morbiditas dan kematian kardiovaskular. α_Bloker,α2-agonis sentral,
inhibitor adrenergik, dan vasodilator merupakan alternatif yang digunakan
penderita setelah mendapatkan pilihan pertama.
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti
terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar,
jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek
evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan
data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular
atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau
sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat
dipakai dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-
faktor ini, obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACE), penghambat reseptor angiotensin (ARB),
penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB). Mencapai Tekanan Darah pada
masing-masing pasien Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua
atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang
diinginkan.Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila
pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan
darah. Apabila tekanan darah melebihi 120/110 mm Hg diatas target, dapat
dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus
diperhatikan adalah resiko untuk hipotensi ortostatik, terutama pada pasien
pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit tidak menular menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia yang
menimbulkan kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi, serta menimbulkan
beban pembiayaan kesehatan sehingga perlu dilakukan penyelenggaraan
penanggulangan, Pada tingkat global, 63% penyebab kematian di dunia adalah
penyakit tidak menular yang membunuh 36 juta jiwa per tahun, 80% kematian ini
terjadi di negara berpenghasilan menengah dan rendah.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab kematian terbesar di
dunia dan menurut data yang di keluarkan oleh Litbang tahun 2015 pada tingkat
nasional penyakit hipertensi menduduki peringkat ke-5 penyakit penyebab
kematian terbesar di indonesia dengan persentase 5,3% dan pada provinsi
sulawesi tenggara penyakit hipertensi menurut data yang di keluarkan oleh dinas
kesehatan prov. Sulawesi tenggara 2015 menduduki peringkat-2 dengan jumlah
kasus 19.743.
Tekanan darah pasien dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup
atau dengan bantuan obat-obat. Pemberian obat antihipertensi pada
pasien dilakukan bila tekanan darah belum bisa dikontrol dengan
perubahan gaya hidup atau terlalu tinggi hingga mengancam nyawa.

     
3.2    SARAN
Agar terhindar dari penyakit hipertensi yang mematikan ini sebaiknya kita
menerapkan pola hidup sehat seperti mengkonsumsi makanan yang sehat dan
bergizi, mengatur pola makan, mengatur pola aktivitas dan mengatur pola istrahat.
Jika sudah terkena penyakit hipertensi sebaiknya kita menghindari berbagai
macam makanan dan minuman seperti Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi
(otak, ginjal, paru, minyak kelapa,gajih), Makanan yang diolah dengan
menggunakan garam natrium (biscuit, crackers, keripik dan makanan kering yang
asin), Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink), Makanan yang diawetkan (dendeng,
asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai
kacang), Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing),
kuning telur, kulit ayam), Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat,
saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya
mengandunggaram natrium dan Alkohol serta makanan yang mengandung
alkohol seperti durian, tape.

DAFTAR PUSTAKA
MM Woro Endah Tyashapsari1, Abdul Karim Zulkarnain2 1,2Fakultas Farmasi
UGM Yogyakarta. 2012. PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI
DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr.
KARIADI SEMARANG. Majalah Farmaseutik, Vol. 8 No. 2.
http://linalamarunga.blogspot.com/2016/07/makalah-farmakologi-
antihipertensi.html. diakses 17 maret 2020

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/v-bloc-6-25-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. diakses 17 maret 2020

https://www.google.com/search?safe=strict&client=firefox-b-
d&ei=O3JwXszBD4nf9QO6uaywDw&q=efek+samping+carvdilol&oq=efek+sa
mping+carvdilol&gs_l=psy-
ab.3..0i13j0i8i13i30.789949.794816..795754...0.3..1.464.4030.0j5j9j2j1......0....1..
gws-
wiz.......0i71j0j0i22i30j33i160..26%3A292.N1MnzdHlhuE&ved=0ahUKEwiMy6
LY9KDoAhWJb30KHbocC_YQ4dUDCAo&uact=5. Diakses 17 maret 2020

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/bisoprolol-5-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. Diakses 17 maret 2020.

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/terazosin-1-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. diakses 17 maret 2020.

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/cardura-2-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. diakses 17 maret 2020

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/hydrochlorothiazide-hct-25-mg-
tablet. diakses 17 maret 2020.

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/spironolactone-25-mg-10-tablet-per-
strip-tablet. diakses 17 maret 2020.
https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/furosemide-40-mg-10-tablet-per-
strip-tablet. diakses 17 maret 2020.
https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/valsartan-80-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. diakses 17 maret 2020.

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/diltiazem-30-mg-10-tablet-per-strip-
tablet. diakses 17 maret 2020.

https://www.halodoc.com/obat-dan-vitamin/amlodipine-10-mg-10-tablet-per-
strip-tablet. diakses 17 maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai