Anda di halaman 1dari 23

2.

2 KONSEP PENYAKIT HIPERTENSI

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap

di atas batas normal yang disepakati yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140

mmHg (Price, 2005).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari

suatu periode (Udjianti,2011). Secara umum, hipertensi merupakan suatu

keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan peningkatan resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,

serangan jantung dan kerusakan ginjal (Mahdiana, 2010).

2.2.2 Epidemiologi Hipertensi

Hipertensi menjadi gangguan kesehatan yang sering dijumpai di

masyarakat. Di Amerika Serikat hampir 60 juta penduduk mempunyai tekanan

darah tinggi yakni lebih besar dari 140/90 mmHg dengan angka kematian

mencapai 30.700 orang pertahun.

2.2.3 Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1. Klasifikasi hipertensi pada pasien berusia ≥ 18 tahun oleh The

Joint National Committee on Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure 1988 dalam Udjianti, 2011.

Batasan Tekanan Darah (mmHg) Kategori


Diastolik

< 85 Tekanan darah normal

85-89 Tekanan darah normal-tinggi

90-104 Hipertensi ringan

105-114 Hipertensi sedang

≥ 115 Hipertensi berat

Sistolik, saat diastolik < 90 mmHg

< 140 Tekanan darah normal

140-159 Garis batas hipertensi

≥ 160 Hipertensi sistolik terisolasi

Tabel 2.2. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah

Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Hipertensi berat  180  110

Hipertensi sedang 160 – 179 100 – 109

Hipertensi ringan 140 – 159 90 – 99

Hipertensi perbatasan 140 – 149 90 – 94

Hipertensi sistolik 140 – 149 < 90

perbatasan

Hipertensi sistolik > 140 < 90

terisolasi

Normotensi < 140 < 90


Optimal < 120 < 80

2.2.4 Etiologi Hipertensi

Menurut Tao & Kendall (2013) penyebab hipertensi adalah :

1. Hipertensi Esensial/Primer

Hipertensi primer merupakan tipe hipertensi yang paling sering ditemukan

dan 95% kasus hipertensi adalah penderita hipertensi primer. Meskipun tidak

terdapat penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi, namun faktor genetik,

kegemukan, usia, stress, merokok, alkohol, kopi dan asupan garam yang

berlebihan dan peningkatan tonus adregenik semuanya terlibat dalam

hipertensi primer.

Komplikasinya meliputi aterosklerosis, stroke, penyakit ginjal kronis, hipertrofi

ventrikel kiri, gagal jantung, retinopati, diseksi aorta dan penyakit jantung

iskemik (IHD).

2. Hipertensi sekunder merupakan keadaan meningkatnya tekanan arterial

sistemik sebagai akibat dari keadaan lain yang dapat diidentifikasi.

Gambaran hipertensi sekunder dapat meliputi mula timbul hipertensi pada

usia <20 tahun atau >50 tahun, TD > 180/110 mmHg, bunyi bruit abdomen,

dan riwayat keluarga penyakit renal atau hipertensi yang tidak terkontrol

kendati sudah diberikan tiga obat antihipertensi dengan dosis maksimal.

Penyebabnya meliputi :

1) Stenosis arteri renalis: penyebabnya mencakup aterosklerosis (pasien

berusia lanjut yang biasanya menderita stenosis secara bilateral) dan


displasia fibrosa yang memberikan “gambaran seperti tasbih/beaded

appearance” pada arteriogram.

2) Penyakit parenkim ginjal : diobati dengan preparat inhibitor ACE yang

memperlambat progresivitasnya.

3) Penggunaan pil kontrasepsi, glukokortikoid, fenilefrin, dan atau

nonsteroidal anti-inflamatory drug (NSAID) (terutama konstriksi arteri

aferen).

4) Feokromositoma : tumor adrenal yang mensekresikan katekolamin.

Bermanifestasi lewat trias hipertensi, diaforesis dan takikardia.

5) Aldosteron primer (sindrom conn): Tumor yang memproduksi aldosteron

dengan menyebabkan trias hipertensi, hipokalemia dan alkalosis

metabolik (peningkatan kadar aldosteron, penurunan kadar renin).

6) Hipertiroidisme.

7) Sindrom Cushing.

8) Koarktasio aorta: konstriksi segmen aorta yang biasanya terjadi di sebelah

distal arteri subklavia kiri. Menimbulkan TD yang tinggi pada ekstremitas

atas, TD yang rendah pada ekstremitas bawah dan sianosis diferensial.

9) Displasia fibromuskular : penyakit yang mengakibatkan penyempitan arteri

berukuran kecil dan sedang (terutama arteri renalis) sehingga terjadi

hipertensi. Kerapkali didiagnosis pada wanita muda yang menderita sakit

kepala dan hipertensi yang tidak terkontrol.

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi


Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan

tahanan perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal.

Adanya kelainan terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan

perifer ini disebabkan oleh karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus

otot polos pada pembuluh darah tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup

lama maka yang akan dijumpai adalah adanya perubahan-perubahan struktural

pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan pada tunika interna dan adanya

hipertropi pada tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka

sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia

relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner (Riyadi,

2011).

2.2.6 Tanda dan Gejala Hipertensi

Menurut Mahdiana (2010) tanda dan gejala hipertensi adalah: Pada

sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara

tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan

dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang

dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah

kemerahan, dan kelelahan, yang bisa saja terjadi, baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati maka dapat

menimbulkan gejala seperti berikut:

1. Sakit kepala,

2. Kelelahan,
3. Mual,

4. Muntah,

5. Sesak napas,

6. Gelisah,

7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung dan ginjal.

Terkadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut

ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera (Mahdiana,

2010).

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengukuran tekanan darah

Yang terjadi peningkatan hasil tekanan darah setelah dilakukan 2 kali

pengukuran dan terjadi secara terus-menerus.

2. Laboratorium

1) Pemeriksaan Urine : ada protein dan hematuria

2) Kimia Darah :

a) Ureum : > 20 mg/dl

b) Creatinin `: > 15 mg/dl

c) Hiperlipidemia

d) Kalium : > 5 meq/l pada gagal ginjal

e) Peningkatan asam urat pada therapy deuretik

f) Hematokrit/Hemoglobin
g) Kolesterol dan trigliserid serum : peningkatan kadar mengindikasikan

adanya pembentukan plak atromatosa

h) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan

vasokontriksi dan hipertensi

i) Kadar aldosteron urin : mengkaji aldosteron primer

3. Radiologi :

1) Gambaran ECG

a) Hipertrofi ventrikel kiri

b) QRS meningkat

2) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi

3) USG : untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis

pasien

4) Pemeriksaan Rontgen Foto

a) Garis lengkung jantung kiri melebar

b) Radio CT meningkat.

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan perawatan pada penyakit hipertensi terbagi menjadi dua

yaitu:

a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis seperti:

1. Menghindari Kegemukan

Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan

untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal (Mahdiana, 2010).


2. Mengurangi Konsumsi Garam

Mengubah pola makan pada penderita hipertensi, kegemukan atau kadar

kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari

2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai

dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup) dan

mengurangi alkohol (Mahdiana, 2010).

3. Melakukan Olahraga

Kebiasaan melakukan olahraga sangat baik untuk mengantisipasi

terjadinya hipertensi, sekaligus untuk mengatasi hipertensi bagi orang yang

sudah menderita. Olahraga yang dinilai baik untuk mengantisipasi

hipertensi diantaranya adalah olahraga yang bersifat isotonik. Dengan

membiasakan diri melakukan olahraga isotonik, maka tubuh kita mampu

menyusutkan hormon-hormon lain yang menjadi penyebab menciutnya

pembuluh darah sehingga dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah

(Isnawati, 2009).

4. Makan Banyak Buah Dan Sayuran Segar

Sebaiknya biasakan untuk mengkonsumsi buah-buahan yang masih segar.

Dianjurkan untuk menyantap buah segar 20-30 menit sebelum anda mulai

makan. Usahakan untuk mengunyah buah-buahan itu secara perlahan-

lahan agar proses metabolisme dapat berjalan dengan baik.

Kita tahu bahwa buah-buahan banyak mengandung air, serat, dan

senyawa antioksidan betakaroten, likopen, klorofil, dan vitamin C, yang


semua kandungan itu dipercaya mampu meredam kenaikan tekanan darah

dalam tubuh (Isnawati, 2009).

5. Tidak Mengkonsumsi Alkohol Dan Merokok

Alkohol dapat meningkatkan tekanan darah dan menyebabkan resistensi

terhadap obat antihipertensi (Pudiastuti, 2011). Kebiasaan mengkonsumsi

alkohol dengan jumlah yang tidak terkendali merupakan kebiasaan buruk,

terutama bagi penderita hipertensi. Semakin banyak orang minum alkohol,

maka resiko bahayanya semakin nyata. Orang yang terbiasa menengguk

alkohol, maka volume otaknya akan berkurang seiring dengan

bertambahnya usia. Pengecilan volume otak ini juga disertai dengan

peningkatan lesi area putih (white matter) (Isnawati, 2009).

Selain alkohol, kebiasaan buruk yang perlu dihindari terutama oleh

penderita hipertensi adalah rokok. Pengaruh negatif rokok terhadap

penderita hipertensi tidak lain karena kebiasaan merokok secara langsung

dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama bagi paru-paru.

Karena, terjadinya penyempitan dalam saluran paru-paru dapat memicu

kerja ginjal dan jantung menjadi lebih cepat, sehingga kemungkinan

naiknya tensi darah tidak bisa di hindari (Isnawati, 2009).

6. Lakukan konsultasi dengan benar

Jika anda hendak berkonsultasi dengan dokter maka pastikan dapat

menjelaskan secara detail perihal penyakit hipertensi yang anda alami.

Meskipun dokter sebenarnya dapat mengetahui keberadaan penyakit

tersebut, akan tetapi keterbukaan anda sebagai pasien juga sangat


mendukung bagi keberhasilan anda dalam menjalani masa-masa

pengobatan (Isnawati, 2009).

7. Relaksasi

Relaksasi mampu meningkatkan kesehatan secara umum dengan

memperlancar proses metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran

darah, dan mengatasi berbagai macam problem penyakit (Gemilang,

2013).

8. Terapi tertawa

Selain faktor keturunan, obesitas, merokok, serta kelebihan lemak jenuh,

stres juga termasuk faktor penyebab tekanan darah tinggi dan penyakit

jantung. Oleh karena itu, kita mesti sering tertawa. Sebab, dengan tertawa,

kita bisa membantu mengontrol tekanan darah dan mengurangi stres

(Muhammad, 2011).

b. Penatalaksanaan farmakologis seperti:

Pemberian obat-obatan menurut Mahdiana (2010):

1. Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan

untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang

garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh

sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan

pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium

atau obat penahan kalium.

Diuretik sangat efektif pada:

1) Orang kulit hitam


2) Lanjut usia

3) Kegemukan

4) Penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun.

2. Penghambat adrenergic merupakan sekelompok obat yang terdiri dari

alfa-blocker, beta-blocker, dan alfa-blocker labetalol, yang

mengahambat efek system saraf simpatis. Sistem saraf simpatis

adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respons

terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah.

Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif

diberikan kepada:

1) Penderita usia muda

2) Penderita yang mengalami serangan jantung

3) Penderita dengan denyut jantung yang cepat

4) Angina pectoris (nyeri dada)

5) Sakit kepala migren.

3. Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor)

Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan

arteri. Obat ini efektif diberikan kepada:

1) Orang kulit putih

2) Usia muda

3) Penderita gagal jantung

4) Penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan

oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal diabetik


5) Pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat

yang lain.

4. Angiotensi-II-bloker, menyebabkan penurunan tekanan darah dengan

satu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.

5. Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah

dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. Sangat efektif

diberikan kepada:

1) Orang kulit hitam

2) Lanjut usia

3) Penderita angina pectoris (nyeri dada)

4) Denyut jantung yang cepat

5) Sakit kepala migren.

6. Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah.

Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan

terhadap obat anti hipertensi lainnya.

7. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan

obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera.

Beberapa obat bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat dan

sebagian besar diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah),

yaitu:

1) Diazoxide

2) Nitroprusside

3) Nitroglycerin
4) Labetalol.

2.2.9 Komplikasi Hipertensi

Komplikasi hipertensi menurut Elisabeth (2009) adalah:

1. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi tekanan tinggi di otak, akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke

dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke area otak

yang di perdarahi berkurang.

2. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk

trombus yang menghambat aliran darah melewati pembuluh darah. Pada

hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium

mungkin tidak dapat dipenuhi atau dapat terjadi iskemia jantung yang

menyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan

perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi

disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.

3. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah

unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus,

protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma

berkurang dan menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi

kronis.
4. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang

sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler

dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan saraf pusat.

Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

2.3.1 Pengkajian

1. Anamnesa

A. Identitas

a) Usia : Rata-rata usia  50 tahun lebih sering

terkena hipertensi

b) Jenis Kelamin : pria lebih sering terkena hipertensi akibat

pola hidup dibandingkan dengan wanita

c) Suku : orang kulit hitam mengalami hipertensi sebanyak

38,2 % dibandingkan kulit putih yakni 28,8 %.

B. Riwayat sehat dan penyakit

a) Keluhan Utama

Sakit kepala pada suboksipital

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Nyeri kepala berat, nyeri dada, pingsan, pucat, takikardi dan takipnea

peningkatan vena pressure, mual dan muntah, penglihatan kabur,

nokturia, edema dependen, obesitas, dan stress.

c) Riwayat Penyakit Dahulu


Gagal ginjal, penggunaan pil KB, penyakit renovaskuler, penyakit arteri

ginjal, gangguan metabolism dan endokrin, kelainan system saraf,

koarktasio aorta.

d) Riwayat Keluarga

Orang tua mengalami hipertensi.

C. Aktivitas dan Latihan (ADL)

a) Aktivitas / istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung takipnea

b) Nutrisi

Gejala : Penurunan BB, mual, muntah, porsi makan tidak

dihabiskan.

c) Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau riwayat penyakit

ginjal pada masa lalu

D. Pemeriksaan Fisik

Breathing (B1) : Adanya suara ronchi (pada pemakaian obat

antihipertensi yang menambah retensi natrium dari air)

dan takipnea > 20 x/menit.

Blood (B2) : Tekaan darah  160/90 mmHg, takikardi, nadi femoral

lamban dianding nadi radial atau bracial, nadi apical,


suara jantung bruits pada pembuluh karotis femoral,

systolic murmur lebih dini, peningkatan vena pressure

dan pucat.

Brain (B3) :Nyeri kepala berat, nyeri dada, pingsan, penglihatan

kabur.

Bladder (B4) : Nokturia

Bowel (B5) :Mual dan muntah

Bone (B6) :Pucat, edema dependent atau edema perifer.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernapasan yang ditandai

dengan pernapasan cuping hidung, takipnea, perubahan kedalam

pernapasan, pernapasan  12 – 20 x/menit.

2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (peningkatan tekanan vaskuler)

cerebral yang ditandai dengan mengeluh sakit kepala, wajah meringis,

memegang kepala saat nyeri muncul, skala 5 (rentang 1-5), takikardi,

takipnea.

3. Ketidakseimbagan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan mencerna makanan yang ditandai dengan penurunan

BB, mual, muntah, kelemahan, pucat dan porsi makan tidak dihabiskan.

4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum yang ditandai dengan

kelemahan ketidaknyamanan setelah beraktivitas, mengatakan letih atau

lemah.
5. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload yang ditandai

dengan peningkatan TD  160/90 mmHg, irama dan frekuensi jantung tidak

stabil

6. Resiko cedera b.d disfungsi sensorik yang ditandai dengan penurunan

lapang pandang, mengeluh pandangan kabur.

7. Resiko ketidakefektifan perfusi ginjal b.d hipertensi yang ditandai dengan

nokturia, proteinuria atau hematuria.

2.3.3 Perencanaan Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (peningkatan tekanan vascular

serbral)

Goal : klien terbebas dari nyeri akut selama dalam perawatan

Objective : klien terbebas dari agens cedera biologis selama dalam

perawatan

Outcomes : dalam jangka waktu 1 x 24 jam, klien :

 Nyeri berkurang atau hilang

 Skala nyeri < 3 (rentang 1- 5 )

 Tidak meringis kesakitan

 TTV dalam batas normal (TD : systole 100-120, diastole

60-90 mmHg, Nadi : 60-100 X/menit, Respiratory : 12 –

20 X/ menit.

Intervensi :

1) Ajarkan klien teknik manajemen nyeri : relaksasi dan distraksi


R/ mengalihkan perhatian klien dari sensasi nyeri dan mendapatkan

efek tenang.

2) Beritahu klien penyebab sakit kepala yang dirasakan

R/ manifestasi sakit kepala muncul akibat adanya peningkatan tekanan

darah.

3) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

R/ lingkungan yang tenang memberikan kesempatan klien untuk rileks.

4) Kolaborasi pemberian analgetik non narkotik

R/ analgetik bekerja menghambat nocireseptor sehingga tidak

meneruskan sensasi nyeri ke otak.

5) Observasi keluhan nyeri kepala, skala dan factor penyebab yang

mungkin muncul

R/ mencegah ketidaknyamanan dengan memantau keadaan klien

(TTV).

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan mencerna makanan yang ditandai dengan penurunan

BB, mual, muntah, kelemahan, pucat dan porsi makan tidak dihabiskan.

Goal : klien akan mengalami kesimbangan nutrisi selama dalam

perawatan

Objektive : klien mengalami asupan nutrisi yang adekuat selama dalam

perawatan

Outcomes : dalam waktu 3x 24 jam perawatan

 Pasien mengatakan dapat menelan


 Terjadi penurunan refluks esofagus meliputi: odinofagia

berkurang, pirosis berkurang

 BB meningkat 0,5kg

 Porsi makan di habiskan

 TTV dalam batas normal: TD: 120/80mmHg N/S: 60-

100x/menit/ 36,5-37,5̊c, RR: 12-20x/menit

Intervensi

1) Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan

dengan seksama

R/ makanan dengan mudah lewat masuk ke dalam lambung

2) Lakukan perawatan mulut

R/ intervensi ini untuk membnatu menurunkan infeksi oral

3) Sajikan makanan dengan cara yang menarik

R/ membantu merasangan nafsu makan

4) Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbangan BB secara periodik

R/ berguna dalam mengukur kefektifan nutrisi dan dukungan cairan

5) Kolaborasi untuk pemeriksaan fluroskopi menelan setelah hari ketujuh

operasi

R/ tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi kemampuan

jaringan pascabedah

6) Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik

R/ analgesik diberikan untuk membantu manghambat stimulus nyeri ke

pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang


7) Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan

pasien

R/ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan

yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.

8) Observasi skala nyeri pasien, ttv dan keadaan pasien

R/ dapat membantu dan mengetahui apakah tindakan berhasil atau

tidak dan dapat menetukan tindakan selanjutnya

3. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan afterload

Goal : Klien akan mempertahankan curah jantung adekuat selama

dalam perawatan

Objective : Klien terbebas dari perubahan afterload selama dalam

perawatan

Outcomes : dalam jangka waktu 1 x 24 jam :

 Tekanan darah normal  140/90 mmHg

 Irama dan frekuensi jantung stabil

Intervensi :

1) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi dengan panduan imajinasi

R/ menurunkan rangsangan yang dapat menimbulkan stress.

2) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau

keributan.

R/ menurunkan rangsangan simpatis dan meningkatkan relaksasi

3) Kolaborasi pemberian therapy antihipertensi, diuretic


R/ diuretic menghambat perenggangan simpatetik sehingga

menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.

4) Observasi TTV, kualitas denyut sentral dan perifer, auskultasi tonus

jantung dan bunyi nafas, kelembapan dan pengisian kapiler

R/ mengetahui keadaan terbaru klien dan mewaspadai tanda

penurunan curah jantung.

2.3.4 Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan dilakukan sesuai rencana tindakan keperawatan

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Dilakukan dengan 2 cara yakni evaluasi sumatif dan evaluasi formatif. Evaluasi

bertujuan untuk mengetahui apakah setelah implementasi dilakukan masalah

keperawaan tersebut menjadi teratasi, teratasi sebagian atau tidak teratasi.


2.2 DAFTAR PUSTAKA

Azizah, M. Lilik. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Ed. 1, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bandiyah, S. (2009). Lanjut Usia & Keperawatan Gerontik. Yogjakarta: Nuha


Medika.

Carpenito, L. J. Dan Moyett. (2008). Diagnosa Keperawatan. Ed 10. EGC: Jakarta.

Canobbio, M.M. Cardiovaskular Disorders. Mosby Clinical Nursing Series, Toronta.

Doengoes, Marilyn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Ed 8. EGC: Jakarta.

Efendi Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan
praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Selemba Medika.

Fallen, R& K. Dwi Budi, R. (2010). Catatan Kuliah Keperawatan Komunitas.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mubarak, I. W. dkk. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Dan Aplikasi.Ed. 2,


Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Nanda International. (2012). Diagnosa Keperawatan 2012-2014. EGC: Jakarta.

Padila. (2013). Keperawatan Gerontik.Yogyakarta: Nuha Medika.

Price, S. Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Vol


2. Ed 6. Jakarta: EGC

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


System Kardio Vaskuler. Malang: UUM Press

Anda mungkin juga menyukai