Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI

A. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2011).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection
(JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan
diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan
darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114
mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih
serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 2012).

B. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg
dan diastolik 91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and
Treatment of Hipertension, yaitu:
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang
e. >115 mmHg : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang


mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita
hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat


naiknya tekanan darah, diantaranya yaitu:

1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera
dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target
akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg
disertai kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan
penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
2. Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ
target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam
(penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan
jam sampai hari)
C. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport  Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur
(jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih
tinggi dari perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih),
kebiasaan hidup (konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr,
kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan
minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal,
diabetes melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural
dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada
perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi
palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh
cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan
ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal
tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan
tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. (Suyono, Slamet. 1996).
Pathway terlampir.

E. Tanda Dan Gejala


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala
terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan,
sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada
area katup, pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
d. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,
CAT scan.
e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien

G. Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan,
kematian sel otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal,
gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal jantung).
H. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa Obat  Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara moderat
dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak
jenuh.
2. Penurunan berat badan
3. Penurunan asupan etanol
4. Menghentikan merokok
5. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip
yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-
80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada
dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling
baik 5 x perminggu
6. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk
menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang
secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih
penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi
rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah
komplikasi lebih lanjut.
7. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah
saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi
agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya
perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan
penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
I. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata,
adanya hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi,
obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar
tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c. Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d. Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui
menderita hipertensi berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat
maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.

J. Diit Hipertensi
1. Konsumsi lemak dibatasi
2. Konsumsi kolesterol dibatasi
3. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese
4. Makanan yang boleh dikonsumsi
a. Sumber kalori (beras, tales, kentang, macaroni, mie, bihun, tepung-
tepungan, gula).
b. Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua terbatas kurang lebih
50 gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak satu butir
sehari, susu tanpa lemak).
c. Sumber protein nabati (kacang-kacangan kering seperti
tahu,tempe,oncom).
d. Sumber lemak (santan kelapa encer dalam jumlah terbatas).
e. Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan gas seperti
bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong,
wortel).
f. Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam
jumlah terbatas).
g. Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih,
garam tidak lebih 15 gram perhari).
h. Minuman (teh  encer, coklat encer, juice buah).
5. Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a. Makanan yang banyak mengandung garam.
b. Makanan yang banyak mengandung kolesterol
c. Makanan yang banyak mengandung lemak jenuh.
d. Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu jenuh, cream, keju, mentega.
e. Makanan yang banyak menimbulkan gas.
6. Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat
secara tradisional untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal
yang perlu diinformasikan kepada masyarakat adalah cara penggunaannya,
dosis, serta kemungkinan adanya efek samping yang tidak diketahui. Obat
– obat tradisional tersebut diantaranya:
a. Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal
dan juga bisa menurunkan tekanan darah bagi mereka yang sudah
mengalaminya. Caranya yaitu buah belimbing yang sudah masak
diparut halus. Kemudian parutan belimbing diperas sehingga menjadi
satu gelas sari belimbing. Air perasan ini diminum setiap pagi, lakukan
selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu bulan sari
belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak perlu
menambahkan gula pasir atau sirup pada air perasan. Bagi mereka
yang sudah terlanjur menderita hipertensi, sebaiknya gunakan buah
belimbing yang besar sehingga air perasannya lebih banyak.
b. Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri
sampai halus, saring dan peras deengan kain bersih dan halus. Air
saringan usahakan satu gelas diamkan selama satu jam, kemudian
diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang ada di dasar
gelas. Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi
kenaikan tekanan darah.
c. Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih
mentah setiap pagi dan sore hari. Pilih bawang putih yang kulitnya
berwarna coklat kehitaman karena mutunya lebih baik. Jika tidak mau
memakannya dalam keadaan mentah bisa direbus atau dikukus dulu.
Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang dapat ikut
larut ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8 sampai 9
siung sekali makan.
d. Buah Mengkudu / Pace
Buah ini sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya
hampir sama dengan buah belimbing, yaitu dengan cara memarut
halus, kemudian diperas memakai kain kassa yang bersih, diambil
airnya. Minum sari mengkudu setiap pagi dan sore hari secara teratur
e. Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus
dengan 4 gelas air putih. Tunggu air rebusan hingga menjaadi 2 gelas,
saring. Satu gelas diminum pagi hari, satu gelas lagi diminum sore
hari.
f. Melon
g. Semangka
h. Mentimun

K. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner /   katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama
(takikardia, berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena
jugularis, ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi
perifer),  pengisian kapiler mungkin lambat.
3. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
marah, faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar
mata), peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, 
riwayat penyakit ginjal).
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan
JVP, glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas,
kelemahan pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur,
diplopia), episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman),
perubahan retinal optik.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat,
nyeri abdomen.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda       : episode parestesia unilateral transien.
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala       : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik,
penggunaan pil KB atau hormon lain, penggunaan obat / alkohol.
  
L. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload,
perubahan frekuensi jantung, perubahan irama jantung
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan
suplai oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2,
Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2013. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition.
Oxford: Oxford University Press
Imam, S Dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Keluarga. Buntara Media: Malang
Johnson, M., et all. 2010. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Diagnosa
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Smeljer,s.c Bare, B.G, 2012 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Soeparman dkk, 2017  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai