Oleh:
Nama : Laura Elsa Dirga Aisawa M
NIM : P17210203129
PENDAHULUAN HIPERTENSI
A. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di
atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole
≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg membutuhkan
penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan
timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh
darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah,
diantaranya yaitu:
1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat
antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau
progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target
yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
2. Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala
yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau
kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah
dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,
lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari eksresi
Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur
bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras
kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup (konsumsi garam yang tinggi melebihi
dari 30 gr, kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan minum obat-
obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada:
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun
kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer.
C. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut
ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada
system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan
pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen.
Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada
pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-
organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 1996).
Pathway terlampir.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri
ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)
untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
e. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
F. Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel otak: stroke),
ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas,
cepat lelah, gagal jantung).
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat
komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet
destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah
asam lemak jenuh.
2. Penurunan berat badan
antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x
perminggu dan paling baik 5 x perminggu
6. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a. Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek
tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti
nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
b. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
7. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( Joint
National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood
Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,
atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan
keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
H. Cara Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya hipertensi pada
anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan konsumsi garam yang berlebihan
dianjurkan untuk:
a. Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi
hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
b. Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi
berupa:
a. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-
tindakan seperti pada pencegahan primer.
b. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil
mungkin.
c. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d. Batasi aktivitas.
I. Diit Hipertensi
1. Konsumsi lemak dibatasi
2. Konsumsi kolesterol dibatasi
3. Konsumsi kalori dibatasi untuk yang terlalu gemuk atau obese
4. Makanan yang boleh dikonsumsi
f. Buah-buahan (semua buah kecuali nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah terbatas).
g. Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula, bawang merah, bawang putih, garam tidak lebih 15
gram perhari).
h. Minuman (teh encer, coklat encer, juice buah).
d. Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu jenuh, cream, keju, mentega.
a. Buah Belimbing
Buah ini dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal dan juga
bisa menurunkan tekanan darah bagi mereka yang sudah mengalaminya. Caranya yaitu
buah belimbing yang sudah masak diparut halus. Kemudian parutan
belimbing diperas sehingga menjadi satu gelas sari belimbing. Air perasan ini diminum
setiap pagi, lakukan selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu
bulan sari belimbing ini dapat diminum dua hari sekali. Tidak perlu menambahkan gula
pasir atau sirup pada air perasan. Bagi mereka yang sudah terlanjur menderita hipertensi,
sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air perasannya lebih banyak.
b. Daun Seledri
Cara penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri sampai halus,
saring dan peras deengan kain bersih dan halus. Air saringan usahakan satu gelas diamkan
selama satu jam, kemudian diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang ada di
dasar gelas. Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi kenaikan tekanan
darah.
c. Bawang Putih
Caranya dengan memakan langsung tiga siung bawang putih mentah setiap
pagi dan sore hari. Pilih bawang putih yang kulitnya berwarna coklat kehitaman karena
mutunya lebih baik. Jika tidak mau memakannya dalam keadaan mentah
bisa direbus atau dikukus dulu. Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang
dapat ikut larut ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8 sampai 9 siung
sekali makan.
e. Avokad
Caranya lima daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus dengan 4 gelas air putih.
Tunggu air rebusan hingga menjaadi 2 gelas, saring. Satu gelas diminum
pagi hari, satu gelas lagi diminum sore hari.
f. Melon
g. Semangka
h. Mentimun
J. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis, ekstermitas,
perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi perifer), pengisian kapiler
mungkin lambat.
3. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress
multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal).
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP, glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia), episode epistaksis. Tanda :
perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori (ingatan), respon
motorik (penurunan kekuatan genggaman), perubahan retinal optik.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan (krekles, mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan. Tanda :
episode parestesia unilateral transien.
10. Pembelajaran / Penyuluhan
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO
KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DAN
DX
KOLABORASI
1 Resiko tinggi
terhadap NOC : NIC :
disertai peningkatan tekanan darah, Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
nadi dan RR Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
Mampu melakukan aktivitas sehari berlebihan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
hari (ADLs) secara mandiri Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
disertai peningkatan tekanan darah, Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
nadi dan RR Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
Mampu melakukan aktivitas sehari berlebihan Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
hari (ADLs) secara mandiri Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
aruhi farmakologi
respo Berikan
n analgetik
nyeri untuk
Eval menguran
uasi gi nyeri
peng Evaluasi
alam keefektifa
an n kontrol
nyeri nyeri
masa
lamp
au
Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu
r
u
a
n
g
3 Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan peningkatan Pain Level, Pain Management
tekanan vaskuler Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
serebral Comfort lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
level presipitasi
Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
nyeri, mampu menggunakan tehnik pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi Kaji kultur yang mempengaruhi
nyeri, mencari bantuan) respon nyeri Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
menggunakan manajemen nyeri Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
frekuensi dan tanda nyeri) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
berkurang nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
TD = 110-130/ 70-80
mmHg RR = 14 – 24 x/
menit
N = 60 -100 x/ menit
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan penuh perhatian
Kolaborasikan Identifikasi
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
selama prosedur Temani pasien untuk memberikan tingkat kecemasan
berhasil
keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi Bantu penerimaan
Monitor pasien pasien
mengenal situasi nyeri
tentang manajemen yang menimbulkan
faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
Dorong keluarga untuk menemani anak Analgesic Administration
ketakutan, persepsi Instruksikan pasien menggunakan teknik
Lakukan back / neck Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
relaksasi
rub Dengarkan dengan pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
Barikan obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
5 Kurang NOC : NIC :
pengetahuan pemberian lebih dari satu
Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
berhubungan Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan
process Kowledge : Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang
analgesik
proses pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
dengan health Behavior
Pilih rute pemberian
penyakit secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
yang spesifik
kurangnya
Kriteria Hasil : Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
Pasien dan keluarga Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
informasi tentang proses menyatakan berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)
penyakit pemahaman penyakit, tepat.
tentang
kondisi, Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
prognosis dan program pengobatan dengan
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien , Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University
Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien , Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University
Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. . 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.