Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun oleh:
MUMUH MUHTADIN
NIM 4119257

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG
2021
I. KONSEP TEORI
A. Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada
populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC)
sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai
derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi
sampai hipertensi maligna.
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –
104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114
mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih
serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).

B.Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik
(idiopatik). Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau
peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya hipertensi:
1. Genetik: Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
3. Stress Lingkungan.
4. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta
pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi Primer
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin
angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika
umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi
dari perempuan), ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih),
kebiasaan hidup (konsumsi garam yang tinggi melebihi dari 30 gr,
kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok, minum alcohol, dan
minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes
melitus, stroke.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer.

C. Tanda dan Gejala


Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim
yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak
nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
2. Sakit kepala
3. Pusing / migraine
4. Rasa berat ditengkuk
5. Penyempitan pembuluh darah
6. Sukar tidur
7. Lemah dan lelah
8. Nokturia
9. Azotemia
10. Sulit bernafas saat beraktivitas

D. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke
sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah,
sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah
maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono,
Slamet. 1996).
E. Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut WHO, yaitu:
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140
mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg
dan diastolik 91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and
Treatment of Hipertension, yaitu:
1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 mmHg : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 mmHg : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 mmHg : Hipertensi sedang
e. >115 mmHg : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 mmHg : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 mmHg : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita
hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan
darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi
kelainan organ target (otak, mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan
darah, diantaranya yaitu:
1. Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan
obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut
atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai
kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan penurunan
TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
2. Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa
adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna
tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif dan
tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Penurunan TD harus
dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan darah dapat
dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).

F. Pemeriksaan Diagnostik / Data Penunjang


Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1. Pemeriksaan yang segera seperti:
a. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
c. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
d. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi.
f. Kolesterol dan trigliserid serum: Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g. Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi.
h. Kadar aldosteron urin/serum: untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab).
i. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
j. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi.
k. Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme.
l. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
m. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama):
a. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
b. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
d. perbaikan ginjal.
e. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab,
CAT scan.
f. USG untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit
hipertensi meliputi :
a. Terapi tanpa Obat:
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :

1) Diet. Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :


Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr Restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr Restriksi garam
secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr Restriksi garam secara
moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan rendah
asam lemak jenuh, penurunan berat badan, penurunan asupan etanol,
menghentikan merokok
2) Latihan Fisik. Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai
empat prinsip yaitu :Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti
lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga
yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari
denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan
berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi
latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
3) Edukasi Psikologis. Pemberian edukasi psikologis untuk penderita
hipertensi meliputi:Tehnik Biofeedback. Biofeedback adalah suatu
tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak
normal.Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
4) Tehnik relaksasi. Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang
bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara
melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh
menjadi rileks.
5) Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ). Tujuan pendidikan kesehatan
yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
b. Terapi dengan Obat.
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar
penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee On Detection,
Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, USA, 1988)
menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian / Anamnesa
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2. Sirkulasi
Gejala : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /
katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis,
ekstermitas, perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi perifer),
pengisian kapiler mungkin lambat.
3. Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata),
peningkatan pola bicara.
4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal).
5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,
glikosuria.
6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan
pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia),
episode epistaksis.
Tanda : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman),
perubahan retinal optik.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok.
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
9. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda : episode parestesia unilateral transien.
10. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik, penggunaan pil
KB atau hormon lain, penggunaan obat / alkohol.

B. Pemeriksaan Fisik / Analisa Data


1. Berat badan dan tinggi badan
2. Kepala dan leher
3. Paru
4. Jantung
5. Abdomen
6. Ekstremitas

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang timbul pada diagnosa keperawatan pasien dengan
hipertensi yang dapatkan yaitu :
1. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular
serebral.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan masukan berlebihan kebutuhan metabolik.
4. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload dan vasokontriksi.

D. Intervensi, Implementasi, Evaluasi dan Dokumentasi


Diagnosa Perencanaan Rasional
Nyeri atau sakit kepala 1. Mempertahankan tirah 1. Meminimalkan
berhubungan dengan baring selama fase akut. stimulasi/meningkatkan
peningkatan tekanan 2. Berikan tindakan relaksasi.
vascular serebral nonfarmakologi untuk 2. Tindakan yang
menghilangkan sakit menurunkan tekanan
kepala (kompres dingin vaskuler serebral dan
dan tehnik relaksasi yang memperlambat.
3. Minimalkan aktivitas 3. Aktivitas yang
vasokontriksi yang dapat meningkatkan
meningkatkan sakit vasokontriksi
kepala (mengejan saat menyebabkan sakit
BAB, batuk dan kepala.
membungkuk). 4. Menurunkan atau
4. Kolaborasi dengan tim mengontrol nyeri dan
dokter pemberian menurunkan rangsang
analgesik. sistem saraf simpatis.
Intoleransi aktivitas 1. Kaji respon pasien 1. Menyebutkan
berhubungan dengan terhadap aktivitas. parameter membantu
kelemahan fisik 2. Instruksikan pasien dalam mengkaji respon
tentang tekhnik fisiologi terhadap stress
penghematan energi aktivitas dan bila ada
(duduk saat gosok gigi, merupakan indicator dari
atau menyisir rambu) dan kelebihan kerja yang
melakukan aktivitas berkaitan dengan tingkat
dengan perlahan. aktivitas.
3. Dorongan untuk 2. Tehnik menghemat
melakukan aktivitas atau energy mengurangi
perawatan diri bertahap, penggunaan energy, juga
berikan bantuan sesuai membatu keseimbangan
kebutuhan. antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah
penningkatan kerja
jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan
hanya kebutuhan akan
mendorong kemandirian
dalam melakukan
aktivitas
Gangguan perubahan 1. Kaji pemahaman Kegemukan adalah
pola nutrisi lebih dari pasien tentang hubungan resiko tambahan pada
kebutuhan tubuh antara hipertensi dan tekana darah tinggikarena
berhubungan dengan kegemukan. disproporsi antara
masukan berlebihan 2.Bicarakan tentang kapasitas aorta dan
kebutuhan metabolik pentingnya menurnkan peningkatan massa tubuh.
masukan kalori dan batasi 2.Kesalahan kebiasaan
lemak, garam, gula sesuai makan menunjang
indikasi. terjadinya atero sklerosis
3. Tetapkan keinginan dan kegemukan, yang
pasien menurunkan berat merupakan predisposisi
badan. untuk hipertensi dan
4.Kaji ulang masukan komplikasinya.
kalori harian dan pilihan 3. Motivasi untuk
diet. penurunan berat badan
5. Kolaborasi dengan ahli adalah internal. Individu
gizi sesuai indikasi. harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan,
bila tidak maka program
sama sekali tidak
berhasil.
4. Mengidentifikasi
kekuatan atau kelemahan
dalam program diit
terakhir, membantu
menentukan kebutuhan
individu untuk
penyesuaian atau
penyuluhan
5.Memberikan konseling
dan bantuan dnegan
memenuhi kebutuhan diet
individual.
Risiko tinggi terhadap 1. Pantau tekanan darah 1. Perbandingan dari
penurunan curah jantung untuk evaluasi awal. tekanan memberikan
berhubungan dengan 2. Catat keberadaan, gambaran yang lebih
peningkatan afterload dan kualitas denyutan sentral lengkap tentang
vasokontriksi dan perifer. keterlibatan/bidang
3.Auskultasi tonus masalah vascular.
jantung dan bunyi nafas. 2. Denyutan karotis,
4. Berikan lingkungan jugularis, radialis dan
tenang, nyaman, kurang femoralis mungkin
aktivitas/keributan teramati/terpalpasi.
lingkungan. 3. S4 terdengar pada
5. Berikan lingkungan pasien hipertensi berat
yang tenang, nyaman, krena ada hipertropi
kurangi aktivitas atau atrium (penigkatan
keributan dan batasi volume atau tekanan
jumlha pengunjung dan atrium), perkembangan
lamanya tinggal. S3 menunjukkan
hipertropi ventrikel atau
kerusakan fungsi
4. Membantu untuk
menurunkan rangsang
simpatis.
5. Membantu
menurunkan rangsang
simpatis dan
meningkatkan relaksasi.
Implementasi
Implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan keterampilan yang
diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan. Keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya berfokus pada :
a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru
atau memantau status masalah yang telah ada
c. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan
pengetahuan yang baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan
gangguan.
d. Membantu klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri
e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk
mendapatkan pengarahan yang tepat.
f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau
menyelesaikan masalah kesehatan.
g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan
yang tersedia.

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Brasher. V,L (2007). Aplikasi klinis patofisiologi : pemeriksaan dan manajemen.
Editor edisi bahasa Indonesia: Devi. Y. Edisi ke dua. Jakarta : EGC
Brooker, C. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia
Estu Tiar. Jakarta : EGC.
Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi
ke Sembilan. Jakarta : EGC.

Dalimartha,S., Basuki T, Sutarina, N,. & Mahendra. (2008) Care your self,
hipertensi. Jakarta : penebar plus
Davey, P (2005). At A Glance Medicine. Editor: Amelia Safitri. Jakarta :
Erlangga
Graber, M.A. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga. University of IOWA. Edisi
Ketiga. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A,. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi kedua. Jakarta
: salemba medika.
Marrelli. (2008). Buku saku Dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC
Muttaqin &Arif (2009). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.
Tarwoto et al. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.
Cetakan pertama. Trans Info Media : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai