Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

HIPERTENSI

DI RUANG NAKULA II RSUD KOTA SEMARANG

Disusun Oleh :

Nama : Yulia Wardah

NIM : 8933171480

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2015
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan


tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas
dan angka kematian ( mortalitas ) ( Adib, 2009 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
(Ruhyanudin, 2007 ).
Definisi TD yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena tersebar di
populasi sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya usia. Pada
dewasa muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi mungkin
bisa bermanfaat ( Gleadle, 2005 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanann darah di dalaam arteri.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan
yang abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya resiko tekanan
stroke, aneurisma, gagaal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Faqih,
2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh
darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah,
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani,2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan atau morbiditas
dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan keadaan ketika
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis dalam
waktu yang lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World
Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani,
2007).
Tabel I : Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa di Atas 18 Tahun

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik/Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Pre-Hipertensi 120 139 atau 80 89
Hipertensi Stadium I 140- 159 atau 90 99
Hipertensi Stadium II > 160 atau > 100

Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka yang
pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding
pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar dari
jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan
besarnya tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir
masuk kembali ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya,
terutama buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih riskan
adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib, 2009).

B. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi essensial


(primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan ada
kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor ini juga
erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik. Faktor
makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas), konsumsi
garam dapur yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola
makan, merokok (M.Adib,2009).
C. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu bermula
jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron masing-masing
ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pusat ganglia
ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan
dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang yang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang pada akhirnya
menyebabkan vasokonstriksi korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi tersebut juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang
kemudian menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I, yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan
oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan
sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung
menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang dipengaruhi
oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan vasokonstriksi.
Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas.
Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi
perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan
pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai
umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi
vaskuler perifer, yang kemudian tahanan perifer meningkat. Faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap hipertensi yaitu kegemukan, yang akan mengakibatkan
penimbunan kolesterol sehingga menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras
untuk memompa darah. Rokok terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon
monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat
merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Konsumsi alkohol berlebihan dapat
meningkatkan kadar kortisol dan meningkatkan sel darah merah serta kekentalan
darah berperan dalam menaikan tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka
didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu:


Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga berdenging
(tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah
merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak
napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang, mimisan
(keluar darah dari hidung).
E. PATHWAYS

Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
Feokromositoma
garam berlebih raga tahun ginjal

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan Menghasilkan


Tidak mampu
monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan hormon epinefrin
kolesterol membuang
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & sejumlah garam dan norepinefrin
pembuluh darah
arteri dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi sel darah merah
pembuluh darah volume darah
endotel pembuluh pembuluh Elastisitas
dan sirkulasi Efek konstriksi
darah pembuluh
darah arteri perifer darah menurun Volume darah
Meningkatnya dalam tubuh
viskositas meningkat
Aterosklerosis Tahanan
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung
Vasokonstriksi Retina Hidung
Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah
ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope Blood flow arteriole berdenging
Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala Vasokonstriksi cidera penurunan
Resiko terjadi
curah jatung
gangguan
perfusi jaringan
Gangguan rasa Rangsang
serebral
nyaman nyeri aldosteron

Retensi
natrium

Oedem

Gangguan
keseimbangan
volume cairan

Sumber :
Tjokronegoro & Utama, 2001; Smeltzer & Bare, 2002; John, 2003;
Sodoyo, 2006; Ruhyanuddin, 2007.
F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi tanpa obat


a. Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.

b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)


mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).

c. Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.

d. Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.


e. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar
kolesterol darah tinggi.
f. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.

g. Teknik-teknik mengurangi stress


Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.

h. Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara
otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita atur
gerakannya.
2. Terapi dengan obat
a. Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).

b. Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg
(concor).

c. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor


Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25, 50 mg
(capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).

e. Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10 mg (adalat,
codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser, farmabes).

f. Antagonis Reseptor Angiotensin II


Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).

g. Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin) sehingga
volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya pompa jantung
menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin, 2001; Adib,
2009; Muttaqin, 2009).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah


Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
15. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keperawatan
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : 1) Frekuensi jantung meningkat
2) Perubahan irama jantung
3) Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan
penyakit serebrovaskuler.
Tanda: 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis.
2) Nadi: Denyutan jelas dari kerotis, jugularis, radialis.
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia),
kemerahan.
c. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)

2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan


dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian tangisan
yang meledak

2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor mata),


gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

e. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju,
telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
f. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing

1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan


menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis
g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi arteriosklerosis
pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit


jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat atau alkohol
(Doenges, 2000; Ruhyanudin, 2007).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges, 2000 ; Nathea,


2008) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh


darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan berlebih
sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
C. RENCANA TINDAKAN

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau
gagal jantung kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan
relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat
efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD,
dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing
atau pingsan.
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress,
aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada
kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas
dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya:
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang, dan membungkuk.
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung
berkaitan dengan massa tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak,
garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis
dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan
komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung,
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra
vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk
hipertensi.
c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.
Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka
program sama sekali tidak berhasil.
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit terakhir.
Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk
menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang dimakan
dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan
perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat mengontrol
perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll) dan
kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting
dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan
diet individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, Misalnya:
kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi
dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin merupakan
indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu
utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi
untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan pertanyaan
seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap
pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan fokus keluar dapat mengarah pada
kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup
yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan tujuan
diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler yang
dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola
hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc/hari dengan
teratur) pola hidup penuh stress.
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal
klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan dan
prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa membutuhkan
pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak akan
dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi (Doenges, 2000; Ncithea, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN (LP HIPERTENSI)
LP Askep HIPERTENSI

A. Latar Belakang Askep Hipertensi


Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yaitu Hipertensi. penyakit darah tinggi yang dalam
istilah medis disebut Hipertensi dianggap sebagai penyakit serius karena dampak yang
ditimbulkan sangat luas, bahkan dapat berakhir pada kematian. Gejala Hipertensi juga
dijuluki sebagai silent killer, karena dapat mengakibatkan kematian mendadak bagi
penderitanya. Kematian terjadi akibat dampak hipertensi itu sendiri atau penyakit lain yang
diawali oleh hipertensi. Penyakit-penyakit tersebut di antaranya sebagai berikut kerusakan
ginjal, serangan jantung, stroke, glaukoma, disfungsi ereksi, demensia serta alzheimer
(Sativa, 2013).

Masalah kesehatan yang rentan dengan emergency salah satunya yaitu keluarga yang
memiliki lansia (lanjut usia) pengidap hipertensi merupakan salah satu faktor yang berperan
penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas hingga proses perawatan
dapat di minimalisir supaya membuat setiap individu menjadi sangat produktif hingga sangat
memperhatikan kualitas keberlangsungan kehidupan yang madani. Melalui pembangunan di
bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat serta
pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat secara memadai,
pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak
penyakit penular sementara di lain pihak telah terjadi peningkatan kasus penyakit-penyakit
tidak menular (PTM) yang banyak disebabkan oleh gaya hidup karena urbanisasi,
modernisasi, globalisasi termasuk juga penyakit dengan yang mengakibatkan seseorang yaitu
darah nya terjadi overload saat di periksa dengan Sfigmomanometer diatas angka 160/90
mmHg atau terlalu tinggi.

Konsep sehat sakit adalah konsep yang kompleks multi interpretasi, banyak faktor yang
mempengaruhi kondisi sehat maupun sakit yang salah satu nya juga penyakit sistem jantung
tentang masalah hipertensi. Setiap individu, keluarga, masyarakat maupun profesi kesehatan
mengartikan sehat/sakit secara berbeda tergantung paradigmanya. Walaupun seseorang sakit
(istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek tetapi bila ia tidak terganggu untuk
melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit. Konsep sehat sakit ini tentu
mempengaruhi individu, keluarga, masyarakat dalam mengatasinya diantaranya perubahan
perilaku juga emosional, dampak sakit pada peranan keluarga, dampak pada citra tubuh,
dampak pada konsep diri, serta dampak pada dinamika keluarga (Aisah, 2012).
Hipertensi merupakan penyakit yang proses perawatan nya cukup sulit untuk dilakukan
Askep dan juga dalam menulis LP Hipertensi, karena pada dasarnya tidak diketahui penyebab
pasti hipertensi oleh penderita karena kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit
hipertensi. Sebagian besar timbul tanpa gejala yang khas terkait penyakit hipertensi itu
sendiri. Penderita hipertensi biasanya iritabel, mudah marah dan tersinggung. Pada klien
hipertensi sering terjadi kebosanan akan prosedur pengobatan dengan waktu yang lama, diet,
olah raga, merokok, minuman yang mengandung alkohol. Dampak masalah terhadap
keluarga akan merepotkan dalam memberikan perawatan, pengaturan diet manambah beban
biaya hidup yang terus-menerus. Dampak lain terhadap masyarakat yaitu dengan adanya
klien hipertensi dimasyarakat memungkinkan terjadi perubahan peran dalam masyarakat,
selain itu akan menimbulkan kecemasan terhadap masyarakat dan akan terjadi ancaman
kehilangan salah satu anggotanya (Sativa, 2013).

Persentase penderita hipertensi saat ini dalam beberapa laporan pendahuluan yang paling
banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report on Noncommunicable
Disesases dari WHO menyebutkan, 40 persen negara ekonomi berkembang memiliki
penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 persen. Kawasan Afrika memegang
posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46 persen. Sementara kawasan Amerika
menempati posisi buncit dengan 35 persen. Di kawasan Asia Tenggara, 36 persen orang
dewasa menderita hipertensi.Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta
orang setiap tahunnya. Hal ini menandakan satu dari tiga orang menderita tekanan darah
tinggi (Candra, 2013).

Kondisi Hipertensi (Heart Deases) seringkali tidak disadari. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan 1 dari 3 orang dewasa menderita tekanan darah tinggi. Badan PBB
menuturkan negara Kanada, Amerika Serikat memiliki pasien tekanan darah tinggi yang
paling sedikit yaitu kurang dari 20% orang dewasa, tapi negara-negara miskin seperti Nigeria
diperkirakan jumlahnya mendekati 50%. Di beberapa negara Afrika jumlah orang yang
memiliki tekanan darah tinggi mencapai setengah dari populasi orang dewasa. Di Nigeria
sebesar 50,3%, Malawi 44,5% dan Mozambik sebesar 46,3% (Farah, 2013).

Data American Heart Association (AHA) yang dipublikasikan oleh Purwandhono (2013),
penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka
hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Di
Indonesia, prevalensi hipertensi cukup tinggi. Menurut National Basic Health Survey 2013,
prevalensi hipertensi pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 persen, pada kelompok usia
25-34 tahun adalah 14,7 persen, 35-44 tahun 24,8 persen, 45-54 tahun 35,6 persen, 55-64
tahun 45,9 persen, 65-74 tahun 57,6 persen, lebih dari 75 tahun adalah 63,8 persen (Kartika,
2014).

Distribusi regional prevalensi hipertensi khususnya di Provinsi Aceh tercatat jumlah


penderita hipertensi berkisar antara 19,5-46,1 % (rata-rata 30,2%) data tersebut menempatkan
jumlah penderita Hipertensi di wilayah Aceh diatas angka rata-rata prevelensi hipertensi di
seluruh indonesia yaitu 32%, sedangkan data wilayah kabupaten Aceh Utara diketahui
sebanyak 30,6% masyarakat kabupaten Aceh Utara yang pernah mengidap penyakit
hipertensi (Hasyim, 2015).

Berdasarkan uraian data fenomena sebagaimana tersebut diatas tentang banyaknya prevelensi
penderita hipertensi maka penulis tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan yang
terlebih dahulu melalui LP Hipertensi atau Laporan Pendahuluan yang dituangkan dalam
sebuah artikel yang berjudul asuhan keperawatan (askep) pada pasien kasus Hipertensi, yang
di uraikan dengan lengkap dengan kutipan-kutipan teori terbaru , sehingga bisa di aplikasikan
sebagai laporan pendahuluan askep hipertensi lansia, sebenarnya dalam penulisan ini untuk
kedepannya akan saya buat sebagai format PDF juga DOC, namun oleh karena keterbatasan
waktu saya coba untuk membagikannya dulu dalam bentuk tulisan sederhana yang mencakup
Laporan Pendahuluan (LP) Askep Hipertensi ini sebagai upaya yang relatif cepat mudah
dilakukan dan mudah juga untuk di pahami

BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASKEP HIPERTENSI

A. Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler (Heart Sistem)


1. Anatomi
Menurut Tarwoto (2009, hal. 183) Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung, vaskuler (arteri,
vena, kapiler) dan limfatik. Fungsi utama sisitem kardiovaskuler adalah menghantarkan darah
yang kaya oksigen keseluruh tubuh dan memompakan darah dari seluruh tubuh (jaringan) ke
sirkulasi paru untuk dioksigenasi.
a. Jantung
Jantung merupakan organ utama system kardiovaskuler , berotot dan berongga, terletak di
rongga toraks bagian mediastinum, diantara dua paru-paru. Bentuk jantung seperti kerucut
tumpul, pada bagian bawah disebut apeks, letaknya lebih ke kiri dari garis medial, bagiuan
tepinya pada ruang interkosta V kiri atau kira-kira 9 cm dari kiri linea medioclavikularis,
sedangkan bagian atasnya disebut basis terletak agak kekanan tepat nya pada kosta ke lll,1
cm dari tepi lateral sternum. Ukuran jantung kira-kira panjangnya 12 cm, lebar 8-9 cm
tebalnya 6 cm. beratnya sekitar 200 sampai 425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram, pada
perempuan sekitar 225 gram.
b. Lapisan otot jantung
Ada tiga lapisan jantung yaitu lapisan bagian luar disebut epikardium, lapisan bagian tengah
disebut miokardium, lapisan ini lebih tebal, tersusun atas otot lurik dan mampu berkontraksi
dengan kuat. Sedangkan lapisan bagian dalam disebut endokardium, lapisan ini terdiri dari
jaringan endothelia yang juga melapisi ruang jantung katup-katup jantung.
c. Selaput jantung
Jantung dilapisi oleh dua membran untuk mencegah terjadinya trauma juga infeksi yaitu
pericardium parietal dengan pericardium visceral. Pericardium parietal merupakan membran
lapisan jantung paling luar tersusun dari jaringan fibrosa. Membran ini sangat efektif dalam
melindungi jantung dari infeksi.
d. Ruang jantung
Jantung terbagi atas dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri, kedua belahan tersebut
dipisahkan oleh otot pemisah disebut septum,dengan demikian jantung memiliki empat
ruangan yaitu atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri ventrikel kiri.
e. Katup jantung
Jantung memiliki dua tipe yaitu katup atrioventrikuler katup semilunar. Katup jantung
tersusun oleh endothelium yang dilapisi oleh jaringan fibrosa, sehingga katup dapat menutup
dan membuka karena sifatnya yang fleksibel.
f. Suplay darah otot jantung
Otot jantung membutuhkan aliran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, nutrient yang
sangat dibutuhkan untuk metabolisme. Otot jantung diperdarahi oleh arteri koronaria yang
merupakan cabang dari aorta, arteri koroner bercabang menjadi dua yaitu : arteri koronari
kanan atau right coronary artery (RCA) arteri koronari kiri atau left coronary artery (LCA).
Arteri koronari kanan memperdarahi bagian atrium kanan, ventrikel kanan, inferior ventrikel
kiri bagian posterior dinding septal, sinoatrial Node (SA Node) Atrioventrikel Node (AV
Node).
g. Siklus jantung
Siklus jantung merupakan periode dimana jantung berkontraksi relaksasi. Satu kali siklus
jantung sama dengan satu periode systole (saat ventrikel berkontrasi) satu periode diastole
(saat ventrikel relaksasi). Normalnya siklus jantung dimulai dengan depolarisasi spontan dari
sel pacemaker dari SA Node berakhir dengan keadaan rekaksasi ventrikel.
h. Bunyi jantung
Bunyi jantung terdiri dari bunyi jantung murni bunyi jantung tambahan. Bunyi jantung murni
terdiri atas bunyi jantung 1 (S1), terjadi akibat penutupan katup atrioventrikular pada saat
systole ventrikel bunyi jantung ll (S2), terjadi akibat penutupan katup semilunar pada saat
terjadi diastole ventrikel. Sedangkan bunyi tambahan misalnya bunyi lll (S3) bunyi jantung
lV (S4) terjadi akibat vibrasi pada dinding jantung pada saat darah mengalir dengan cepat
dalam ventrikel.
i. Frekuensi jantung
Jantung berdeyut dalam satu menit sekitar 60-100 kali atau rata-rata 75 kali permenit. Jika
jantung berdeyut lebih dari 100 kali disebut takhikardia jika kurang dari 60 kali disebut
bradikrdia. Frekuensi denyut jantung dipengaruhi oleh keadaan aktivitas, umur, jenis
kelamin, endokrin, suhu, tekanan darah, kecemasan, stress dan nyeri.
2. Fisiologi
Menurut Mutaqqin, (2014, hal 2) Sistim kardiovaskuler berfungsi sebagai sistim regulasi
melakukan mekanisme yang bervariasi dalam merespon seluruh aktivitas tubuh. Salah satu
contoh adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi,
pada keadaan tertentu darah akan lebih banyak dialirkan pada organ-organ vital seperti
jantung otak untuk memelihara sistim sirkulasi organ tersebut.
a. Darah
Komponen darah merupakan alat pembawa (carrier) pada sistim kardiovaskular, secara
normal volume darah yang berada dalam sirkulasi pada seseorang laki-laki dengan berat
badan 70 kg berkisar 8% dari berat badan atau sekitar 5600 ml. dari jumlah tersebut sekitar
55% merupakan plasma, volume komponen darah harus memiliki jumlah yang sesuai dengan
rentang yang normal agar system kardiovaskuler dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
b. Curah jantung
Tubuh manusia memiliki berbagai mekanisme control regulasi yang digunakan untuk
menigkatkan suplai darah secara aktif ke jaringan yaitu dengan meningkatkan jumlah cairan
jantung (cardiac output) pengaturan curah jantung bergantung pada hasil perkalian denyut
jantung (heart rate) dengan volume sekuncup (stroke volume). Curah jantung orang dewasa
adalah antara 4,5-8 liter permenit, peningkatan curah jantung terjadi karena adanya
peningkatan denyut jantung atau volume sekuncup.
c. Denyut jantung
Denyut jantung normalnya berkisar 70 kali permenit, denyut jantung ini dikontrol sendiri
oleh jantung melalui mekanise regulasi nodus SA dan system purkinje.
Dalam keadaan normal, regulasi denyut jantung dipengaruhi oleh saraf simpatis, saraf
parasimpatis melalui sistim saraf otonom. Empat reflek utama yang menjadi media system
saraf otonom dalam meregulasi denyut jantung adalah refleks baroreseptor, refleks
kemoreseptor, refleks Bainbrige, refleks pernapasan.
d. Tekanan vena
Kembalinya darah ke jantung disebabkan adanya tekanan gradient, ketika darah dipompa
oleh jantung, tekanan arteri berkisar 120 mmHg pada saat sistolik dan 70 mmHg pada saat
diastolic. Tekanan ini akan menurun bersamaan dengan pergerakan darah keluar menuju
arteri, kapiler, venula. Sistem vena mempunyai daya kapasitasnsi yang sangat besar dan
berpengaruh terhadap perubahan tekanan yang kecil. Adanya kapasitansi dan banyaknya
system saraf simpatis akan mengubah tekanan vena dalam mengatur aliran balik ke jantung,
konstriksi vena yang disebabkan oleh stimulasi saraf simpatis akan mengurangi kapasitani
dan meningkatkan tekanan vena, sehingga meningkatkan aliran balik ke jantung.
e. Ruang jantung
Atrium kanan
Atrium kanan memiliki lapisan dinding yang tipis berfungsi sebagai tempat penyimpanan
darah mengalirkan darah dari vena-vena sirkulasi sistemis ke dalam ventrikel kanan dan
kemudian ke paru-paru . darah yang berasal dari pembulu vena ini masuk ke dalam atrium
kanan melalui vena cava superior, inferior dan sinus koronarius.
f. Ventrikel kanan
Ventrikel kanan memiliki bentuk yang unik yaitu bulan sabit yang berguna untuk
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah, yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam
arteri pulmonaris. Sirkulasi pulmunar merupakan sistim aliran darah bertekanan rendah,
dengan resitensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah yang berasal dari ventrikel kanan.
Oleh karena itu, beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan dari pada ventrikel kiri.
g. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenisasi dari paru-paru melalui vena
pulmonaris. Tidak terdapat katup sejati antara vena pulmonalis dan atrium kiri. Oleh karena
itu, darah akan mengalir kembali ke pembuluh paru-paru bila terdapat perubahan tekanan
dalam atrium kiri (retrograde).
h. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan
sirkulasi sistemis dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer.
i. Katup jantung
Katup atrioventrikuler
katup antrioventrikuler karena terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak
antara atrium kanan dan ventrikel kanan ini mempunyai tiga buah daun katup yang disebut
katup trikuspidalis. Sedangkan katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup yang disebut katup mitral.
j. Katup semilunar
Katup semilunar terdiri atas dua katup yaitu semilunar pulmonary dan katup semilunar aorta.
Katup semilunar pulmonary terletak pada arteri pulmonaris, memisahkan arteri pulmonaris
dengan ventrikel kanan.katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

B. LP Konsep Kasus Hipertensi

1. Pengertian

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten diatas
140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang
hanya sekali, tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring (Barbadero,
2005. Hal 49).

Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah yang interminten atau terus-menerus diatas
140/90 mmHg karena fluktuasi tekanan darah terjadi antar individu dan dapat dipengaruhi
oleh lingkungan dan ansietas (Marrelli. 2008. Hal 125).
Sedangkan menurut Graber (2005. Hal 103) hipertensi didefenisikan sebagai rekanan darah
sistolik yang menetap diatas atau sama dengan 140mmHg atau tekanan darah diastolik yang
menetap diatas atau sama dengan 90 mmHg.

2. Etiologi Hipertensi
Menurut Brooker (2009) penyebab yang mendasari hipertensi tidak diketahui pada sebagian
besar pasien (lebih dari 95%) dan disebut hipertensi esensial. Etiologi hipertensi terdiri atas
multifaktor faktor yang berkaitan dengan hipertensi meliputi obesitas, diabetes, asupan
garam (natrium) tinggi, penyalahan alkohol dan merokok. Faktor genetik juga memegang
peranan. Kelompok ras tertentu memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi, seperti Afrika,
Amerika dan Jepang.

Tekanan darah meningkat seiring usia dan hipertensi jarang terjadi pada kelompok usia
dibawah 25 tahun, kecuali mereka mengalami penyakit primer, seperti gagal ginjal (Brooker,
2009).

3. Patofisiologi LP Hipertensi
Adapun patofisiologi hipertensi yang dikemukakan oleh Brasher (2007) ialah sebagai berikut
:
a. Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor genetik dan
lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu mediator neuro-hormonal.
b. Secara umum disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer dan atau peningkatan
volume darah.
c. Gen yang berpengaruh pada hipertensi primer (faktor herediter diperkirakan meliputi
30% sampai 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen angiotensin dan
rennin, gen sintetase oksida nitrat endothelial; gen protein repseptor kinase G; gen reseptor
adrenergis; gen kalsium transpor dan natrium hydrogen antiporter (mempengaruhi sensivitas
garam); dan gen yang berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas, hiperlipidemia, dan
hipertensi sebagai kelompok bawaan.
d. Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi:
1) Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (SNS)
a) Respon maladaptive terhadap stimulasi saraf simpatis.
b) Parubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang menetap.
2) Peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron (RAA)
a) Secara langsung menyebabkan vasokontriksi tetapi juga meningkatkan aktivitas SNS
dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida nitrat.
b) Memediasi remodeling arteri ( perubahan structural pada dinding pembuluh darah).
c) Memediasi kerusakan organ akhir pada jantung (hipertrofi), pembuluh darah dan ginjal.
3) Defek pada transpor garam dan air
a) Gangguan aktivitas peptida natriuretik otak (brain natriuretik peptide, BNF), peptida
natriuretik atrial (atrial natriuretik peptide, ANF), adrenomedulin, urodilatin dan endotelin.
b) Berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang rendah.
4) Interaksi komplek yang melibatkan resistensi insulin dan fungsi endotel.
a) Hipertensi sering terjadi pada penderita diabetes, dan resistensi insulin di temukan pada
banyak pasien hipertensi yang tidak memiliki diabetes klinis.
b) Resistensi insulin berhubungan dengan penurunan pelepasan endothelial oksida nitrat
dan vasodilator lain serta memengaruhi fungsi ginjal.
c) Resistensi insulin dan kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS dan RAA.

4. Gambaran Klinis Pada Askep Hipertensi


Menurut Davey (2005) gambaran klinis pada hipertensi biasanya asimtomatik, sampai terjadi
kerusakan organ target. Sebagian besar nyeri kepala pada hipertensi tidak berhubungan
dengan Tekanan Darah. Fase hipertensi yang berbahaya biasa ditandai oleh nyeri kepala dan
hilangnya penglihatan (papiledema). Gejala hipertensi sangat bervariasi, mulai dari yang
tanpa gejala, atau dengan keluhan ringan seperti pusing-pusing, sakit kepala. Sebagian
penderita mungkin mengeluh tegang-tegang di belakang leher, sesak napas bila melakukan
aktivitas, dan ada yang langsung terjadi serangan stroke dan atau gagal jantung.

5. Penatalaksanaan LP Askep Hipertensi


Tujuan penatalaksanaan medis pada klien dengan hipertensi adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah
dibawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi,
komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi (Muttaqin & arif
2009).

6. Komplikasi LP askep Hipertensi


Menurut Dalimartha, dkk. (2008) Penderita hipertensi berisiko terserang penyakit lain yang
timbul kemudian. Beberapa penyakit yang timbul sebagai akibat hipertensi di antara nya
sebagai berikut :

a. Penyakit jantung koroner


Penyakit ini sering di alami penderita hipertensi sebagai akibat terjadi nya pengapuran pada
dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebab
kan berkurang nya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebab kan
rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebab
kan timbul nya serangan jantung.

b. Gagal jantung
Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa
darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal dan merenggang sehingga daya
pompa otot menurun. Pada akhir nya dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum.
Tanda-tanda ada nya komplikasi yaitu sesak napas, napas putus-putus (pendek), dan terjadi
pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki.

c. Kerusakan pembuluh darah otak


Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab
utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Ada dua jenis kerusakan yang di timbulkan
yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya,
seseorang bisa mengalami stroke dan kematian.

d. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan
nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama
sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses
menua. Hal itu akan menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang.
Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang di tandai dengan naiknya
tekanan diastole di atas 130 mmHg yang di sebabkan terganggunya fungsi ginjal.
BAB III
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS ASKEP HIPERTENSI

A. Asuhan Keperawatan Hipertensi Secara Teoritis


Menurut Wijayaningsih (2013, hal. 113) asuhan keperawatan pada klien Hipertensi
dilaksanakan melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari :
1. Pengkajian Teori Pada Hipertensi
Pengkajian keperawatan pada klien hipertensi dalam Askep LP Hipertensi dilakukan dengan
cara berikut, dan mendapatkan data-data sebagai berikut :

a. Aktivitas atau Istirahat


kelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi jantung tinggi, takipne, perubahan irama jantung,.

b. Sirkulasi.
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit serebrovaskular, kenaikan tekanan darah,
takikardia, distritmia, kulit pucat, cianosis, diaforesis.

c. Integritas ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi, atau marak kronik, gelisah, tangisan yang meledak,
gerak tangan empati, otot muka tegang, pernafasan maligna, peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal.

e. Makanan/cairan
Makanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual dan muntah,
perubahan berat badan obesitas, adanya edema.

f. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan, orientasi pola atau isi
bicara efek proses pikir, atau memori (ingatan), Respon motorik (penurunan kekuatan
genggaman tangan), perubahan retina optic.

g. Nyeri atau kenyamanan


Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai klaudikasi, sakit kepala, nyeri abdomen

h. Pernapasan
Dispnea, takipnea, ortopnea, dispnea noctural paroksisimal, riwayat merokok batuk dengan
atau tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas
tambahan, sianosis.

i. Prioritas Keperawatan
1) Mempertahankan atau meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
2) Mencegah komplikasi
3) Memberikan infomasi tentang proses proses atau prognosis dan program pengobatan.
4) Mendukung kontrol aktif pasien terhadap kondisi.

2. Diagnosa dan Intervensi keperawatan Pada Hipertensi


Diagnosa keperawatan yang timbul pada diagnosa keperawatan pasien dengan hipertensi
dalam LP Askep ini yang seharusnya di dapatkan menurut Wijayaningsih (2013. Hal 113)
yaitu :

a. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
c. Gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan kebutuhan metabolik.
d. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload dan vasokontriksi.

3. Intervensi keperawatan Pada Kasus LP Askep Hipertensi


Intervensi Askep yang direncanaka pada pasien dengan hipertensi berdasarkan diagnosa
keperawatan menurut Wijayanigsih (2013. Hal 113) adalah sebagai berikut:
Diagnosa
Perencanaan
Rasional
Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral
1. Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2. Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala (kompres dingin
dan tehnik relaksasi
3. Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala (mengejan
saat BAB, batuk dan membungkuk).
4. Kolaborasi dengan tim dokter pemberian analgesik.
1. Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
2. Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat.

3. Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala.

4. Menurunkan atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistem saraf simpatis.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
1. kaji respon pasien terhadap aktivitas.

2. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energi (duduk saat gosok gigi, atau
menyisir rambu) dan melakukan aktivitas dengan perlahan.
3. Dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap, berikan bantuan
sesuai kebutuhan.
1. Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi terhadap stress
aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2. Tehnik menghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga membatu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah penningkatan kerja jantung tiba-tiba.


Memberikan bantuan hanya kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas
Gangguan perubahan pola nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan kebutuhan metabolik
1. Kaji pemahaman pasien tentang hubungan antara hipertensi dan kegemukan.

2. Bicarakan tentang pentingnya menurnkan masukan kalori dan batasi lemak, garam, gula
sesuai indikasi.

3. Tetapkan keinginan pasien menurunkan berat badan.

4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.

5. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.


1. Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekana darah tinggikarena disproporsi antara
kapasitas aorta dan peningkatan massa tubuh.
2. Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya atero sklerosis dan kegemukan, yang
merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya.
3. Motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan
untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
4. Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dalam program diit terakhir, membantu
menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian atau penyuluhan
5. Memberikan konseling dan bantuan dnegan memenuhi kebutuhan diet individual.

Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload
dan vasokontriksi
1. Pantau tekanan darah untuk evaluasi awal.

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.

3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.

4. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurang aktivitas/keributan lingkungan.


5. Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi aktivitas atau keributan dan batasi
jumlha pengunjung dan lamanya tinggal.
1. Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang
keterlibatan/bidang masalah vascular.
2. Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/terpalpasi.
3. S4 terdengar pada pasien hipertensi berat krena ada hipertropi atrium (penigkatan
volume atau tekanan atrium), perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel atau
kerusakan fungsi
4. Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis.
5. Membantu menurunkan rangsang simpatis dan meningkatkan relaksasi.

4. Implementasi Pada klien dengan Hipertensi


Menurut Carpenito (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses keperawatan
mencakup penerapan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi
keperawatan. Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada

a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.


b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau
status masalah yang telah ada
c. Memberi pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang
baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d. Membantu klien membuat keputusan tentang layanan kesehatannya sendiri
e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan
pengarahan yang tepat.
f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan
masalah kesehatan.
g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang
tersedia.

5. Evaluasi Pada Pasien Dengan Hipertensi


Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2008. hal; 124).

A. Laporan (LP) Pengkajian Askep Pada Pasien Hipertensi


1. Biodata
Nama Ny. T, tempat tinggal Blang Gurah, umur 60 tahun, jenis kelamin perempuan,
pekerjaan petani, suku bangsa Aceh, bahasa utama bahasa Aceh, sumber data klien, jam
pencacatan 08.30 wib.
keluarga yang bertanggung jawab : Tn. D, hubungan dengan klien Anak kandung klien. umur
31 tahun, pekerjaan wiraswasta.

2. Data riwayat masuk


Keluhan masuk :
Tanggal masuk 29 April 2016 pada jam 15.30 Wib tiba di RS dibawa dengan mobil sewa,
BB: 57 kg, TB: 163 cm, tekanan darah 160/90mmHg, temp 370C, RR 18 kali permenit, pols
94 kali permenit.
Keluhan utama : kepalanya nyeri, jantungnya berdebar-debar.
Riwayat keluhan :
Data tanggal 30 April 2014: Klien mengatakan merasa kaku kuduk pada pagi dan malam hari
dan juga merasa sakit kepala dengan skala nyeri 6 (nyeri sedang), jantungnya terasa berdebar-
debar dan mudah lelah apabila beraktivitas, sehingga mengakibatkan klien merasa seperti
mau jatuh ketika klien berjalan tidak dengan dibantu oleh orang lain, nafsu makan klien
menurun setelah beberapa hari mengalami pusing-pusing dan kaku kuduk yang dialaminya.

3. Alergi dan reaksi


Klien mengatakan tidak ada alergi dengan makanan maupun obat-obatan yang pernah
diminum atau dimakan.

4. Obat/pengobatan
Sebelumnya klien sudah berobat di puskesmas namun tidak ada perubahan maka pada
tanggal 29 April 2014 klien dibawa ke Rumah Sakit Palang Merah Indonesia. Dan klien
mendapat obat dari puskesmas sebelum dibawa ke rumah sakit, nama obatnya : captrofil
dosis 2x1 (25 mg), antacid syrup dosis 3x1, vitamin B comp dosis 3x1 dan cara mendapat
obat tersebut melalui resep dokter di puskesmas.

5. Riwayat penyakit
Klien mengatakan bahwa mempunyai riwayat penyakit darah tinggi semenjak klien berusia
45 tahun.
Klien mengatakan sebelumnya pernah ada anggota keluarga yang yang mempunyai riwayat
hipertensi seperti klien yaitu ayah Ny. T, namun ayah klien sudah meninggal.

Genogram Keluarga Pasien Ny.T dengan Hipertensi menunjukkan Tidak Ada Anggota
keluarga yang pernah menderita masalah darah tinggi atau hipertensi :

6. Alat perlengkapan/bantuan yang digunakan special


Klien tidak menggunakan alat bantu seperti kursi roda, kaca mata, gigi palsu, lensa kontak,
atau alat bantu dengar dan lain-lain.

7. Riwayat psikososial
Sehubungan dengan penyakitnya klien tidak mengalami stress yang serius. Klien
menganggap ini sudah kehendak yang kuasa, mekanisme koping klien dengan selalu berdoa
agar cepat sembuh dan klien memiliki support system dari keluarga yang selalu menemui dan
menemani klien, mendukung dan memberi motivasi pada klien agar cepat sembuh klien tidak
merasa cemas, klien tidak merokok, mengkonsumsi alkohol dan NAPZA, karena klien
beragama islam dan itu merupakan pantangan dari agama.

8. Neurologis
Orientasi : selama dirawat di Rumah Sakit klien masih mengenal orang-orang di sekeliling
dan keluarganya maupun perawat, beserta orang yang datang mengunjunginya dan klien
mengetahui sedikit tentang dimana ia dirawat. Pergantian siang dan malam, klien kelihatan
sedikit tenang terhadap tindakan yang diberikan oleh perawat dan dokter. Kenyamanan: klien
mengatakan nyeri kepala dengan skala nyeri 6, ekspresi wajah merigis menahan rasa sakit
dan tampak sering memegang kepalanya Kesadaran : compos mentis (sadar), pupil : isokor,
ada reaksi (simetris kiri dengan kanan baik), kekuatan ekstremitas : sama. Bicara jelas (klien
bisa berkomunikasi dengan baik), sensori : kesemutan, persepsi : penglihatan jelas baik mata
kiri maupun mata kanan, pendengaran masih dapat mendengar dengan jelas baik telinga kiri
maupun telinga kanan.

9. Respirasi
Pola nafas : nafas datar dan tetap, dengan frekuensi pernafasan 18 kali permenit suara
pernafasan bersih, taktil fremitus normal, sekresi dan batuk tidak ada.

10. Kardiovaskuler
Klien mengatakan jantungnya berdebar-debar, kadang kadang merasa sedikit nyeri pada dada
sebelah kiri, tekanan darah : 160/90 mmHg, Pols : Apical Rate 94x/menit, regular (teratur)
dengan nadi radial tangan kiri 94x/menit, pada palpasi didapatkan adanya oedema pada
perifer (jari tangan) dan perfusi kulit tampak kering.

11. Gastrointestinal
Mukosa mulut : kering, suara usus : normal (5x/menit), kemampuan menelan baik (nomal)
BAB satu kali sehari dengan karakter lunak, BAB terakhir 30 April 2014 jam 07.00 Wib dan
tidak ditemukan adanya konstipasi.
12. Genitourinarius
Kebiasaan BAK biasanya 4 kali sehari dengan warna kuning keruh dan selama dirawat di
rumah sakit kebiasaan BAK tidak berubah.

13. Self Care


Selama klien dirawat di rumah sakit/selama sakit tidak semua kebutuhan klien dibantu, hanya
berjalan, eliminasi dan mandi saja yang dibantu oleh keluarga dan perawat, selebihnya klien
dapat melakukan sendiri seperti makan dan minum.

14. Nutrisi
Penampilan secara umum klien kurus, nafsu makan selama sakit jadi menurun, porsi yang
disediakan hanya 1/3 bagian dihabiskan sehingga dalam 6 bulan terakhir klien mengalami
penurunan berat badan kurang lebih 3 kg (60 kg menjadi 57 kg). Adapun diit yang diberikan
selama klien dirawat dirumah sakit yaitu diit MB (rendah garam) dengan pola makan 3 kali
perhari dan klien mampu makan sendiri.

15. Pengkajian kulit


Tampilan secara umum warna kulit tampak pucat, dengan kelemababan kering, temperature
hangat (370C) dan tekstur kulit tampak kasar.
Pengkajian bahaya tekanan resiko dekubitus

Status mental : sadar/siaga (1), Continence (BAB/miksi) kotrol sepenuhnya (1), Mobilitas :
sedikit terbatas (2), Activitas : dapat berjalan dengan bantuan orang lain (2), Nutrisi : kurang
(3), Total score : 9 (Sembilan), Penjelasan potensial tidak akan terjadi dekubitus.

16. Muskulo Skeletal


ROM ekstremitas normal (kiri dan kanan), adanya kelemahan, tidak ada pembengkakan pada
sendi dan skala kekuatan 4.

17. Pendidikan/Rencana Pulang


Klien mengatakan ia sakit karena darah tinggi. Klien dan keluarga mengatakan butuh
informasi tentang pengobatan dan cara perawatan saat dirumah. Anggota keluarga yang
disukai klien untuk merawatnya adalah anak laki-lakinya. Klien berharap secepatnya sembuh
dan bisa segera pulang. Klien mengatakan sepertinya memerlukan bantuan setelah pulang
kerumah nantinya. Klien memiliki anggota keluarga yang cakap/mampu dan bersedia
membantu klien setelah pulang yaitu anak laki-laki klien.

Catatan Cerita (Narative Notes)


Data Subjektif
Klien mengatakan nyeri kepala dan kaku kuduk, jantung terasa berdebar-debar, kadang-
kadang nyeri akut pada dada sebelah kiri, terasa lemah, tidak nafsu makan, pusing, kalau
berjalan terasa mau jatuh.
Data Objektif
Keadaan umum klien lemah, skala nyeri kepala 6 (sedang), kaku kuduk, wajah tampak
meringis, penampilan kurus, klien gelisah dengan keluhan rasa sakit, klien bedrest di tempat
tidur, sebagian aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat. Berat badan saat ini 57 kg dan
Tinggi Badan 163 cm, vital sign: tekanan darah 160/90 mmHg, pols 94x/menit, respirasi rate
18x/menit, temperatur 370C dan porsi makan yang disediakan 1/3 bagian dihabiskan.

Pengkajian/Pemeriksaan Diagnosti Khusus.

Data Laboratorium Klien Hipertensi


Pemeriksaan Hemoglobin : 13,5 dl (Normal : 12-16 g/dl), Eritrosit : 4,2 (Normal : 3,9-
4,6x103/i), Leukosit : 5,3 (normal : 4,5 -11x103/ i), fungsi ginjal, Ureum : 33,2 (Normal :
10-50 mg/dl), serum kreatinin : 1,10 (normal : 0,6-0,9 mg/dl), asam urat : 4,8 (normal : 2,4 -
5,7 mg/dl), LED : 65 (Normal Pr : 0-20), Hematokrit 39,3 (normal 150-450), MCV : 95,4
(normal 81-99), MCH : 32,8 (normal : 27-31), MCHC : 37,7 (normal 33-37).

Pola Kebiasaan Hidup dan Gaya Hidup


Pola makan/Minum : klien makan normal 3x/hari, tapi diitnya tidak dihabiskan. Pola isturahat
: selama sakit klien beristirahat total. Pola aktivitas : selama sakit klien dibantu oleh keluarga
dan perawat.

Penatalaksanaan Medis/Terapi
IVFD. Ringer Laktat 20 tetes/menit, obat injeksi : Ranitidin 2 ml /8 jam, metoclophamine 2
ml /8jam. Obat oral : Tilidon 10 mg/8 Jam, Vitamin B. Complek tablet dengan dosis 3 kali
sehari, antacid syrup dengan dosis 5 ml/8 jam, captropil tablet 25 mg/8 jam.

B. Laporan Diagnosa keperawatan Hipertensi


1. Analisa Data Hipertensi
a. Data Subjektif : klien mengeluh nyeri kepala dan kaku kuduk, juga merasa pusing. Data
Objektif : skala nyeri kepala dan nyeri kuduk 6, klien tampak memegang kepala dan
kuduknya, wajah tampak meringis menahan nyeri, vital sign TD : 160/90 mmHg, Pols :
94x/menit, RR : 18x/menit, temperature 370C. Masalah : Nyeri akut/sakit kepala. Penyebab :
Peningkatan tekanan vaskuler serebral.

b. Data Subjektif : Klien mengatakan jantung berdebar-debar, pusing-pusing, dan sedikit


nyeri pada dada sebelah kiri. Data Objektif : TD : 160/90 mmHg, Pols : 84x/menit, RR :
18x/menit, temperature 370C, kulit tampak pucat, klien tampak gelisah. Masalah : Penurunan
curah jantung. Penyebab : Peningkatan tekanan darah.

c. Data Subjektif : klien mengatakan tidak nafsu makan. Data Objektif : penampilan kurus,
porsi makan yang di berikan 1/3 bagian dihabiskan, berat badan 57 kg, tinggi badan 163 cm.
Masalah : Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh. Penyebab : Anoreksia.

d. Data subjektif : klien mengatakan lemah kalau berjalan terasa mau jatuh dan pusing
kepala. Data objektif : klien bedrest di tempat tidur, sebagian besar aktifitas dibantu oleh
keluarga dan perawat, keadaan umum klien lemah, ketergantungan 4, TD : 160/90 mmHg,
Pols : 84x/menit, RR : 18x/menit, temperature 370C. Masalah : Intoleransi aktivitas.
Penyebab: kelelahan umum.

2. Prioritas Diagnosa Keperawatan Pada Hipertensi


a. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
b. Penurunan curah jantung berhubungan peningkatan tekanan darah.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan umum.
C. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi
1. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Ditandai dengan skala nyeri 6, klien tampak meringis dan pucat, TTV : TD : 160/90 mmHg,
Pols : 84x/menit, RR : 18x/menit, Temp. 370C. tujuan : Nyeri yang dirasakan klien
berkurang. Kriteria Hasil : Ekspresi wajah klien tenang.
Intervensi : Pertahankan tirah baring selama fase akut. Rasional : meminimalkan
stimulasi/meningkatkan relaksasi. Intervensi : Alihkan perhatian klien pada hal-hal yang
menyenangkan dengan cara mengajak bercerita. Rasional : dengan bercerita dapat
mengurangi rasa nyeri klien. Intervensi : lokasi nyeri, lamanya nyeri. Rasional : dengan
mengenali lokasi nyeri, lamanya nyeri sedini mungkin akan dapat memudahkan dalam
memberikan tindakan. Intervensi : Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesic
sesuai kebutuhan pasien. Rasional : menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang
system saraf sipatis. Intervensi : Anjurkan anggota keluarga untuk melakukan pijat
punggung. Rasional : menimbulkan rasa nyaman pada klien.

2. Penurunan curah jantung berhubungan Peningkatan tekanan darah, nyeri akut dada kiri
dengan skala 4. Ditandai dengan klien tampak pucat, TTV : TD 160/90 mmHg, Pols :
84x/menit, temp 370C. tujuan : Beban kerja jantung klien kembali normal. Krteria Hasil :
Pnatau tekanan darah dan ukur pada kedua tangan. Intervensi : perbandingan dan tekanan
memberikan gambaran yang lebih lengkap kelembaban suhu. Rasional : adanya pucat, dingin,
kulit lembab mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan penurunan curah
jantung. Intervensi : ciptakan lingkungan yang tenang, nyaman. Rasional : membantu untuk
menurunkan rangsang simpatis, meningkatkan simpatis, meningkatkan relaksasi. Intervensi :
pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur/kursi. Rasional : menurunkan stress dan
ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi. Intervensi
: berikan obat minum Captropil sesuai kebutuhan klien. Rasional : dapat menstabilkan
tekanan darah. Intervensi : Lakukan kompres hangat pada jaringan yang ada oedema.
Rasional : dapat merangsang sirkulasi darah.

3. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Ditandai
dengan : Klien tampak kurus, nafsu makan kurang, diet yang disediakan hnaya 1/3 bagian
dihabsikan. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan, porsi makanan yang disediakan
dapat dihabiskan. Intervensi : Berikan diit MB (makanan biasa) rendah garam. Rasional :
kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intravaskuler dan dapat merusak
ginjal yang lebih memperburuk hipertensi. Intervensi : anjurkan perawatan oral sebelum
makan. Intervensi : Timbang berat badan setiap hari. Rasional : agar setiap porsi dihabiskan.
Intervensi : Temani klien tetap makan. Rasional : klien dapat termotivasi untuk
menghabiskan porsi makanan yang disajikan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai kebutuhan


oksigen dan kelelahan umum. Ditandai dengan : keadaan umum lemah, aktivitas dibantu,
skala otot 4. Tujuan : klien mampu melakukan aktivitas kembali. Kriteria Hasil : keadaan
umum klien membaik, skala otot 5, klien mampu melakukan aktivitas sendiri tanpa dibantu
oleh keluarga/perawat. Intervensi : bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional : agar kebutuhan klien dapat terpenuhi. Intervensi : berkan dorongan untuk
melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat di toleransi. Rasional : kemajuan
aktivitas bertahap dapat mencegah peningkatan kerja tiba-tiba. Intervensi : instruksikan
pasien tentang tehnik penghematan energy. Rasional : tehnik menghemat energy mengurangi
penggunaan energy, juga membentu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

D. Pelaksanaan dan Evaluasi Pada Klien Hipertensi


1. Implementasi Laporan
a. Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Implementasi 09.00 Wib mempertahankan tirah baring ditempat tidur, mengalihkan klien
pada hal-hal yang menyenangkan dengan cara mengajak bercerita untuk meminimalkan
nyeri, menkaji skala nyeri, membantu memberi obat, menganjurkan pada keluarga melakukan
pijat pada pasien.
Evaluasi
Subjektif: Klien mengatakan kepalanya masih nyeri dan kaku kuduk. Objektif : Wajah klien
tampak mengkerut, klien memegang kepala dan kuduk, skala nyeri 6, tanda-tanda vital TD :
160/90 mmHg, pols : 84 x/menit, RR : 18 x/menit, Temp : 370C. Analisa : masalah belum
teratasi. Planning : intervensi dilanjutkan.
b. Penurunan curah jantung berhubungan Peningkatan tekanan darah, nyeri akut dada kiri
dengan skala 4.
Implementasi 10.00 Wib memantau dan memeriksa tanda-tanda vital, mengamati warna kulit,
kelembaban kulit, menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman, mempertahankan
pembatasan aktivitas yang tenang dan nyaman, membantu memberikan obat minum sesuai
kebutuha klien, lakukan kompres hangat pada jaringan yang oedema.
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan jantungnya masih berdebar-debar dan pusing-pusing, kadang
kadang nyeri pada dada sebelah kiri Objektif : Tanda-tanda vital TD 160/90 mmHg, pols :
84x/menit, temp. 370C, klien tampak pucat, skala nyeri dada 4. Analisa : Masalah belum
teratasi. Planning: tindakan dilanjutkan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan mual.
Implementasi 11.00 Wib memberikan diit MB (rendah garam), menimbang berat badan,
menganjurkan perawatan oral sebelum makan, menganjurkan agar klien sering makan walau
dalam porsi kecil.
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah ada nafsu makan. Objektif : Penampilan umum klien
tampak sedang, porsi makanan yang disediakan dihabiskan, BB : 58 kg TB: 163 cm. Analisa :
masalah teratasi sebagian. Planning: intervensi dipertahankan.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai kebutuhan
oksigen dan kelemahan umum.
Implementasi 12.00 Wib membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari, memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap, menginstruksikan kepada
pasien tentang tehnik penghematan energy, misal duduk saat menyisir rambut.
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan masih lemah dan terasa jatuh kalau berjalan. Objektif : Klien
tampak lemah, skala kekeuatan otot 4, klien tampak di tempat tidur, sebagian aktivitas klien
dibantu keluarga dan perawat, Tanda-tanda vital TD 160/90 mmHg, pols : 84x/menit, temp.
370C. Analisa : masalah belum teratasi. Planning: Tindakan dilanjutkan.

2. Implementasi Laporan Hari Kedua


a. Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Implementasi 08.00 wib mempertahankan tirah baring, menkaji skala nyeri lokasi nyeri dan
intensitas nyeri, memberi obat sesuai dengan indikasi, menganjurkan pada keluarga
melakukan pijat punggung pada klien sesuai dengan kenyaman klien.
Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan nyeri kepelanya dan kaku kuduknya sudah agak berkurang.
Objektif : wajah klien tampak mengkerut, klien masih memegang kepala dan kuduk, skala
nyeri 4, tanda-tnada vital TD : 140/90 mmHg, pols : 84 x/menit, RR : 18x/menit, temperatur :
370C. Analisa : masalah sebagian teratasi. Planning: tindakan dilanjutkan.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tekanan darah.
Implementasi 09.00 wib memantau dan memeriksa tanda-tanda vital, mengamati warna kulit,
kelembaban kulit, menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman, mempertahankan
pembatasan aktivitas yang tenang dan nyaman, membantu memberikan obat minum sesuai
kebutuha klien, lakukan kompres hangat pada jaringan yang oedema.
Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan jantungnya sudah berkurang berdebar-debar dan pusingnya juga
sudah berkurang. Objektif : tanda-tanda vital 140/90 mmHg, pols : 84 x/menit, RR :
18x/menit, temp : 370C, klien tampak segar, skala nyeri 3 (nyeri ringan) Analisa : masalah
sebagin teratasi. Planning: intervensi dilanjutkan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
Implementasi 10.00 wib membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari, memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap, menginstruksikan kepada
pasien tentang tehnik penghematan energy, misal duduk saat menyisir rambut.
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah agak kuat tapi masih belum sanggp berjalan. Objektif :
Klien tampak agak kuat, klien tampak bedrest di tempat tidur namun dapat bangun jika
dimintakan untuk bangun, tanda-tanda vital 140/90 mmHg, pols : 84 x/menit, RR :
18x/menit, temperatur : 370C, aktivitas klien tampak tidak sepenuhnya lagi dibantu keluarga
dan perawat. Analisa : Masalah sebagian teratasi. Planning: intervensi dilanjutkan.

3. Implementasi Laporan Hari Ketiga


a. Nyeri, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Implementasi 08.00 wib Menkaji skala nyeri lokasi nyeri dan intensitas nyeri, memberikan
analgesik sesuai dengan indikasi, menganjurkan pada keluarga melakukan pijat punggung
pada klien sesuai dengan kenyaman klien.
Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan nyeri kepalanya dan kaku kuduknya sudah agak berkurang.
Objektif : wajah klien masih tampak mengkerut ketika diajak berbicara, klien masih
memegang kepala dan kuduk, skala nyeri 2, tanda-tnada vital TD : 140/90 mmHg, pols : 80
x/menit, RR : 18x/menit, temperatur : 370C. Analisa : masalah sebagian teratasi. Planning:
tindakan dilanjutkan.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan peningkatan tekanan darah


Implementasi 09.00 wib memantau dan memeriksa tanda-tanda vital, mengamati warna kulit,
kelembaban kulit, menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman, mempertahankan
pembatasan aktivitas yang tenang dan nyaman, membantu memberikan obat minum sesuai
kebutuha klien, lakukan kompres hangat pada jaringan yang oedema.
Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan jantungnya sudah berkurang berdeba-debar dan pusingnya juga
sudah berkurang. Objektif : tanda-tanda vital 130/90 mmHg, pols : 80 x/menit, RR :
18x/menit, temperatur : 370C, klien tampak segar, Analisa : masalah teratasi. Planning:
intervensi hentikan.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Implementasi 10.00 wib membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari, memberikan
dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap, menginstruksikan kepada
pasien tentang tehnik penghematan energy, misal duduk saat menyisir rambut.
Evaluasi
Subjektif : Klien mengatakan sudah agak kuat dan sanggup berjalan untuk sekitar lingkungan
klien. Objektif : Klien tampak agak kuat, klien tampak sering bangun dari tempat tidur,
aktivitas klien tampak tidak sepenuhnya lagi dibantu keluarga dan perawat. Analisa : Masalah
teratasi. Planning: intervensi dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA

Aisah (2012). Konsep Sehat Sakit. diakses tanggal 25 Juni 2016

Barbadero, (2008). Klien gangguan kardiovskuler: seri asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

Brasher. V,L (2007). Aplikasi klinis patofisiologi : pemeriksaan dan manajemen. Editor edisi
bahasa Indonesia: Devi. Y. Edisi ke dua. Jakarta : EGC
Brooker, C. (2009). Ensiklopedia Keperawatan. Editor edisi bahasa Indonesia Estu Tiar.
Jakarta : EGC.
Candra, A. (2013). Penderita Hipertensi Terus Meningkat.
Penderita.Hipertensi.Terus.Meningkat. diakses tanggal 28 Juli 2016

Carpenito, L.J. (2009). Diagnosis Keperawatan: aplikasi pada praktik klinis. Edisi ke
Sembilan. Jakarta : EGC.

Dalimartha,S., Basuki T, Sutarina, N,. & Mahendra. (2008) Care your self, hipertensi. Jakarta
: penebar plus

Davey, P (2005). At A Glance Medicine. Editor: Amelia Safitri. Jakarta : Erlangga

Farah, V.B.,(2013). WHO: 1 dari 3 Orang Dewasa Terkena Tekanan Darah Tinggi.
http://health.detik.com. diakses tanggal 25 Juni 2016

Graber, M.A. (2006). Buku Saku Dokter Keluarga. University of IOWA. Edisi Ketiga.
Jakarta: EGC.
Hasyim. (2015). Hipertensi Mulai Serang Usia Muda. diakses tanggal 28 Juli 2016

Hidayat, A.A,. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi kedua. Jakarta : salemba
medika.
Kartika. (2014). Hipertensi Bukan Sekadar Tekanan Darah Tinggi.
Hipertensi.Bukan.Sekadar.Tekanan.Darah.Tinggi. diakses tanggal 25 Juni 2016

Marrelli. (2008). Buku saku Dokumentasi keperawatan. Jakarta: EGC

Muttaqin & arif (2009). Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalim, M. (2015). Mengapa Kesehatan Sangat Penting Bagi Manusia. Diakses tanggal 03
Agustus 2016.
Purwandhono, (2013). Hipertensi. http://umc.unej.ac.id/index.php/78-berita/96-hipertensi.
diakses tanggal 25 Juni 2016

Sativa. (2013). Dampak dan Bahaya dari Penyakit Hipertensi. diakses pada tanggal 5 Juli
2016.

Tarwoto et al. (2009). Anatomi dan fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Cetakan
pertama. Trans Info Media : Jakarta
Wijayaningsih, K, S.(2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai