Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS DAN HIPOGLIKEMIA


DI RUANG IGD RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh:
YENI RESTIANA
22020110200060

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XVII


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
JANUARI, 2011
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS DAN HIPOGLIKEMIA

A. Pengertian
Diabetes melitus adalah kelainan yang bersifat kronik yang ditandai oleh
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang diikuti oleh
komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler dan telah diketahui
berkaitan dengan faktor genetik dengan gejala klinik yang paling utama adalah
intoleransi glukosa (Darmono, 1999).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi. Glukosa secara
normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi (Smeltzer, 2002).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Wiguna, 2006).

B. Etiologi
Etiologi diabetes tergantung dari tipenya, yaitu:

1. Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM)


Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel
beta pankreas disebabkan oleh:

a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi/kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini
ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-
olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus/NIDDM )


Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan yaitu:
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
2. Obesitas
3. Riwayat Keluarga
4. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika
tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
diabetes tipe II dibanding dengan golongan Afro-Amerika.

(Smeltzer and Bare, 2002)

C. Tipe Diabetes
Klasifikasi Dabetes menurut American Diabetes Association adalah:
1. Diabetes Tipe I (IDDM)
a. Kerusakan pada sel Beta menyebabkan defisiensi absolute insulin.
b. Proses autoimun.
c. Idiopatik.
2. Diabetes Tipe II (NIDDM)
a. Akibat dari resistensi insulin dengan defisit produksi insulin.
3. Diabetes Tipe Lain
a. Kerusakan genetik pada sel Beta.
b. Kerusakan genetik pada kerja insulin.
c. Penyakit pankreas lain seperti pankreatitis, trauma, neoplasia, cystic
fibrosis, hemochromatosis.
d. Penyakit endokrin lain seperti akromegali, Cushings Syndrome,
hypertiroid.
e. Akibat obat atau bahan kimia (pentamidine, nikotine, glukokortikoid,
hormone tiroid, thiazides, Dilantin, dll).
f. Infeksi: Kongenital, Rubela, sitomegalovirus
g. Sindroma genetik yang menyertai diabetes seperti: Down syndrome,
Klinefelter syndrome, turner syndrome, dll).
4. Diabetes Gestasional
a. Intoleransi karbohidrat yang pertama diketahui pada kehamilan.
b. Klien yang dilahirkan oleh ibu yang menderita GDM mempunyai
resiko kematian, kelainan kongenital dan makrosomia.
c. Anak dari ibu yang menderita GDM juga beresiko mengalami obesitas
dan gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut.
d. Klien dengan GDM, mempunyai kecenderungan mengalami DM
setelah kehamilan.
e. Diagnosis didasarkan pada hasil GTT , yaitu 100 gram glukosa.
(Suyono, et al 2001)

D. Patofisiologi
Tubuh dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa atau
produksi glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai
glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah
hiperglikemia (kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Jika terdapat defisit insulin,
empat perubahan metabolik terjadi menimbulkan hiperglikemi. Empat
perubahan itu adalah:
1. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang.
2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam
darah.
3. Glikolisis meningkat sehingga cadangan glikogen berkurang dan
glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi
kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang
tercurah ke dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak.
Pada DM tipe 1 terdapat ketidakmampuan menghasikan insulin karena
sel-sel beta telah dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa
tidak terukur oleh hati, maka terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap semua glukosa, akibatnya
glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa berlebihan
diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit (diuresis
osmotik). Akibat kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan berkemih (poliuri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin
juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan pasien juga mengalami peningkatan selera makan
(polifagi) akibat penurunan simpanan kalori.gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin
ini disertai dengan penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada
gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa darah
meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami
sering bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika
kadar glukosanya sangat tinggi). Pada penyakit diabetes mellitus juga dapat
terjadi hipoglikemi. Hipoglikemi dapat menyebabkan penurunan suplai
glukosa ke otak yang dapat mengakibatkan koma atau kematian.

E. Manifestasi Klinik
Gejala diabetes melitus tipe 1 muncul secara tibatiba pada usia anak
anak sebagai akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi
insulin dengan baik. Gejalagejalanya antara lain adalah sering buang air
kecil, terus menerus lapar dan haus, berat badan turun, kelelahan, penglihatan
kabur, infeksi pada kulit yang berulang, meningkatnya kadar gula dalam darah
dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes melitus tipe II muncul secara perlahanlahan sampai
menjadi gangguan kulit yang jelas dan pada tahap permulaannya seperti gejala
pada diabetes melitus tipe I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga dan merasa
tidak fit, sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang
berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya, mudah sakit yang
berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40 tahun
tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anakanak dan remaja.
Gejalagejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan
akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urine sehingga bila
urine tersebut tidak disiram akan dikerubungi oleh semut adalah tanda adanya
gula. Gejala lain yang biasa muncul adalah penglihatan kabur, luka yang lama
sembuh, kaki terasa keras, infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita,
impotensi pada pria.
1. Gejala klasik:
a. Poliuri.
b. Polidipsi.
c. Polifagi.
2. Penurunan Berat Badan.
3. Lemah.
4. Kesemutan, rasa baal.
5. Gatal-gatal.
6. Bisul/luka yang lama tidak sembuh.
7. Keluhan impotensi pada laki-laki.
8. Keputihan.
9. Infeksi saluran kemih.

F. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Carpenito, 2001).
Komplikasi Akut, ada 3 komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting
dan berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka
pendek, ketiga komplikasi tersebut adalah (Smeltzer, 2002 : 1258)
1. Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasedosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari
suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Diabetik ketoasedosis
disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata ( Smeltzer, 2002 : 1258 )
2. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHHN)
Koma Hiperosmolar Nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat
kesadaran. Salah satu perbedaan utama KHHN dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHN (Smetzer, 2002 : 1262).
3. Hypoglikemia
Hypoglikemia (Kadar gula darah yang abnormal yang rendah) terjadi kalau
kadar glukoda dalam darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini
dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2002 : 1256).
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah hingga
dibawah 60 mg/dl. Padahal kinerja tubuh,terutam otak dan sistem
syaraf,membutuhkan glukosa dalam darah yang berasal dari makanan
berkarbohidrat dalam kadar yang cukup. Kadar gula darah normal adalah
80-120 mg/dl pada kondisi puasa,100-180 mg/dl pada kondisi setelah
makan.
Hipoglikemia merupakan salah satu kegawatan diabetic yang mengancam,
sebagai akibat dari menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dl. Adapun
batasan hipoglikemia adalah:
Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun
mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150
mg/dl
Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah
makan.
Ketergantungan otak setiap saat pada glukosa yang disuplai oleh
sirkulasi diakibatkan oleh ketidak mampuan otak untuk membakar asam
lemak berantai panjang, kurangnya simpanan glukosa sebagai glikogen
didalam otak orang dewasa, dan ketidaktersediaan keton dalam fase makan
atau posabsorbtif.
Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar
gula darah dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan
beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan
tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan
(berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan
kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya
glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala,
perilaku yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan,
kejang dan koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun
gangguan fungsi otak bisa terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal
ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat
hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin,
gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika
cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi.
Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi
lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
a) Etiologi
Pada orang yang menderita diabetes melitus dapat terjadi karena
pemberian insulin atau sulfonilurea, pada pasien bukan diabetes melitus
dapat terjadi karena hiperinsulinisme alimenter (sesudah mengalami
gastrektomi ), intoleransi fruktosa herediter, hipopituarisme, penyakit hati,
obat obatan, insulinoma, tumor ekstra pankreatik, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Sebab - sebab ini juga
dapat terjadi pada orang dengan diabetes melitus.
Glukosa adalah bahan energi utama untuk otak. Kekurangan
glukosa sebagaimana kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan
fungsi otak. Sekitar 70% dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di
otak. Berbeda dengan jaringan lain otak tidak dapat menggunakan asam
lemak bebas sebagai sumber energi. Kenaikan penggunaan glukosa perifer
tidak menimbulkan hipoglikemia selama hati masih mampu mengimbangi
dengan menambah produksi glukosa.
Faktor-faktor penyebab hipoglikemia adalah:
1. Pelepasan insulin yang berlebihan oleh pankreas sehingga menurunkan
kadar gula darah secara cepat
2. Dosis insulin terlalu tinggi yang diberikan kepada penderita diabetes
untuk menurunkan kadar gula darahnya.
3. Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal.
4. Kelainan pada penyimpanan karbohidrat atau pembentukan glukosa di
hati

b) Tanda dan Gejala


Gejala hipoglikemia yang sering terjadi adalah sering merasa
ngantuk,lemas,dan sering sakit kepala. Hal ini tidak boleh dibiarkan
berlarut-larut. Otak memerlukan gula darah sebagai energi karena dalam
metabolisme,tubuh kita dapat nenggunakan bermacam-macam sumber
energi,misalnya lemak. Sedangkan sel-sel otak hanya dapat menggunakan
sumber energi yang berasal dari karbohidratyang berupa glukosa. Oleh
sebab itu,jika kada gula darah terlalu rendah,mak organ pertama yang
terkena dampaknya adalah beserta sisten saraf pusat.
Gejalanya memang tidak mudah dikenali karena hampir sama
dengan gejala penyakit lain,seperti diabetes dan kekurangan darah
(anemia).Gejala-gejala hipoglikemia antara lain gelisah, gemetar,banyak
berkeringat,lapar,pucat,sering menguap karena maerasa ngantuk,lemas
,sakit kepala,jantung berdeba-debar,rasa kesemutan pada lidah,jari-jari
tangan dan bibir, penglihatan kabur atau ganda serta tidak dapat
berkonsentrasi.
Hipoglikemia dapat menyebabkan penderita mendadak pingsan
dan harus segera dibawa ke rumah sakituntuk mendapatkan suntikan serta
infus glukosa. Jika dibiarkan terlalu lama,penderita akan kejang-kejangdan
kesadaran menurun.Apabila terlambat mendapatkan pertolongan dapat
mengakibatkan kematian.
Hipoglikemia berbahaya dibandingkan kelebihan kadar gula
darah(hiperglikemia)karena kadar gula darah yang terlalu rendah selam
lebih dari enam jam dapat menyebabkan kerusakan tak
terpulihkan(irreversible) pada jaringan otak dan saraf. Tidak jarang hal ini
menyebabkan kemunduran kemampuan otak.
Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori :
gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat
1) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala
seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Gejala ini muncul bila kadar glukosa darah turun sampai 50mg%
2) Hipoglikemia sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel - sel otak tidak
mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda - tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional,
penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.

3) Hipoglikemia berat
Fungsi sistem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikeminya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami
disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan kalau tidur atau bahkan
kehilangan kesadaran. Gejala neurologi biasanya muncul kalau kadar
glukosa darah turun mendekati 20mg%

Komplikasi kronik Diabetes Melitus pada adsarnya terjadi pada semua


pembuluh darah diseluruh bagian tubuh (Angiopati Diabetik). Angiopati
Diabetik dibagi menjadi 2 yaitu (Long 1996) :
1. Mikrovaskuler
a. Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahanperubahan mikrovaskuler
adalah perubahan pada struktural dan fungsi ginjal. Bila kadar glukosa
darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami
stress yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
(Smeltzer, 2002 : 1272)
b. Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala penglihatan sampai
kebutaan. Keluhan penglihatan kabur tidak selalui disebabkan
retinopati (Sjaifoellah, 1996: 588). Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjangan yang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa (Long, 1996: 16)
c. Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
Medulla spinalis, atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahanperubahan metabolik lain dalam sintesa atau fungsi myelin
yang dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan
kondisi saraf (Long, 1996: 17)
2. Makrovaskuler
a. Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya
keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik atau hipertensi.
Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan
mengerasnya arteri (arteriosklerosis), dengan resiko penderita penyakit
jantung koroner atau stroke.
b. Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi sarafsaraf sensorik, keadaan
ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya
infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai dari celahcelah
kulit yang mengalami hipertropi, pada selsel kuku yang tertanam
pada bagian kaki, bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian
juga pada daerahdaerah yang tekena trauma (Long, 1996: 17).
c. Pembuluh darah otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah ke otak menurun (Long, 1996: 17).

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Darah
1) Hemoglobin
2) Trombosit
3) Leukosit
4) HbAIc
Normalnya adalah 4 6 % jika hasilnya > 8% mengindikasikan
DM yang tidak terkontrol.
5) Glukosa Darah
GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post
pandrial > 200 mg/dl
6) Elektrolit
Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun
Kalium : normak atau peningkatan semu (perpindahan seluler
selanjutnya menurun).
7) RFT (renal fungsi tes)
Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
8) LFT (liver fungsi tes)
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.

9) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan


pada HCO3 (asidosis metabolik).
10) Benda keton
Aseton plasma (keton ) positif secara mencolok.

b. Urine
1) Kimia : proteinuria
2) Sedimen : leukosit, eritrosit, oksalat
3) Fisik
2. Radiodiagnostik
a. Thorax
b. Pedis/ekstrimitas (ulkus diabetic foot)
3. Cardiac studies
a. EKG
b. ECHO

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan sebagai berikut (Djokomoeljanto,


1998):

1. Menghilangkan keluhan dan gejala pasien


2. Mencegah komplikasi akut seperti ketoasidosis diabetik, koma
hiperglikemik non ketotik
3. Mencegah komplikasi kronik makrovaskuler dan mikrovaskuler
4. Mengusahakan usia harapan hidup (UHH) yang sama dengan UHH pada
orang normal.
Penatalaksanaannya meliputi penyuluhan dan pendidikan, perencanaan makan,
latihan jasmani, penggunaan obat dan mengatasi gangguan/ komplikasi, serta
perubahan pola hidup.

1. Penyuluhan dan pendidikan


Diabetes meliitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur
hidup sehingga keikutsertaan pasien dan keluarga merupakan faktor penting
dalam pengelolaannya. Pasien harus mengetahui apa itu diabetes, obat apa
yang dimakannya, juga bagaimana memantau dirinya.
2. Perencanaan makan
Prinsip umum: diet dan pengndalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM.
Tujuan penatalaksanaan nutrisi :
a. Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin, mineral.
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap haridengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
3. Latihan jasmani
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan
tonus otot juga diperbaiki dengan olahraga. Jenis olahraga sebaiknya
bersifat kontinyu, ritmis, interval, progresif, dan latihan ketahanan. Di
anjurkan latihan jasmani tereatur 3-4 kali/minggu selama kurang lebih 30
menit.
4. Farmakologis
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah.
b. Obat oral anti diabetik
1) Sulfonaria
Asetoheksamid (250 mg, 500 mg); Clorpopamid (100 mg, 250 mg);
Glipizid (5 mg, 10 mg); Glyburid (1,25 mg; 2,5 mg; 5 mg);
Totazamid (100 mg; 250 mg; 500 mg); Tolbutamid (250 mg, 500
mg).
Efek kerja:
a. Meningkatkan sekresi insulin ( me metabolisme sel B )
b. Meningkatkan sensitifitas sel Beta terhadap rangsangan glukosa
c. Meningkatkan afinitas insulin pada reseptor sehingga insulin
meningkat
d. Menekan sekresi glukosa pada hati
2) Biguanid
Efek kerja:

a. Menghambat absorbsi karbohidrat, glukoneogenesis.


b. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
c. Meningkatkan jumlah respetor insulin.
I. Pengkajian Primer
1. Airway: pengkajian mengenai kepatenan jalan. Kaji adanya obstruksi
pada jalan napas karena dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.
2. Breathing: kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,
kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru, pengembangan
dada.
3. Circulation: meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta
perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit, nadi,
TD dan adanya perdarahan.
4. Disability: yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi
pupil.
5. Exposure/kontrol lingkungan: penderita dibuka seluruh pakaiannya untuk
mengetahui kodisi seluruh tubuh.

J. Pengkajian Sekuder
a. Aktivitas/istirahat:
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan tidur dan istirahat, takikardi dan takipnea, letargi, disorientasi,
koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi:
Adanya riwayat hipertensi, MCI, Klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas. Ulkus, penyembuhan luka lama. Takikardi, perubahan
tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tak ada, disritmia,
krekles. Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego:
Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi. Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi:
Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru atau berulang. Diare,
nyeri tekan abdomen. Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau
bila ada infeksi. Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif (diare),
abdomen keras, adanya asites.
e. Makanan/cairan:
Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat. Penurunan berat badan. Haus dan lapar terus,
penggunaan diuretik (Tiazid), kekakuan/distensi abdomen. Kulit kering
bersisik, turgor kulit jelek, bau halitosis/manis, bau buah (nafas aseton).
f. Neurosensori:
Pusing, pening, sakit kepala. Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parastesia, gangguan penglihatan, disorientasi, mengantuk, stupor/koma,
gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam
menurun/koma, aktifitas kejang.
g. Nyeri/kenyamanan:
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi.
h. Pernafasan:
Batuk, dan ada purulen, jika terjadi infeksi. Frekuensi pernafasan
meningkat, merasa kekurangan oksigen.
i. Keamanan:
Kulit kering, gatal, ulkus kulit, kulit rusak, lesi, ulserasi, menurunnya
kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/ paralysis otot, termasuk otot-
otot pernafasan, (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam),
demam, diaforesis.
j. Seksualitas:
Cenderung infeksi pada vagina. Masalah impotensi pada pria, kesulitan
orgasme pada wanita.
k. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda tanda vital.
l. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
m. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
n. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
o. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
p. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
q. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
r. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
s. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit s.e peningkatan
pengeluaran keringat
Tujuan: Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
Kriteria hasil:
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital
stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa
lembab dan keluaran urin tepat.
Rencana tindakan:
Mandiri:
a. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya tanda-tanda perubahan TD
ortostatik, pernafasan Kusmaul atau pernafasan berbau keton.
b. Pantau masukan dan keluaran cairan
c. Ukur berat badan setiap hari
d. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari
dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika pemasukan cairan
melalui oral sudah dapat diberikan.
e. Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,
peningkatan berat badan, nadi tidak teratur, dan adanya distensi
vaskuler.
Kolaborasi:
a. Berikan terapi sesuai indikasi
b. Pasang kateter urine tetap terpasang
c. Pantau pemeriksaan laboratorium sepeti hematokrit, BUN/kreatinin,
natrium, kalium
d. Berikan bikarbonat jika pH kurang dari 7,0
e. Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
2. Resiko komplikasi s.e kadar glukosa plasma yang rendah seperti,
gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf
otonom, koma hipoglikemi
Rencana tindakan:

a) Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan


b) Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab
c) Monitor vital sign
d) Monitor kesadaran
e) Monitor tanda gugup, irritabilitas
f) Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12
g) Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan
hipoglikemi.
- Cek BB setiap hari
- Cek tanda-tanda infeksi
- Hindari terjadinya hipotermi
- Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV
- Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt 2 lt /menit
3. Resiko terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan tubuh
Rencana tindakan:

a) Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan


b) Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan klien dalam keadaan
bersih atau steril
c) Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi
saluran nafas.
d) Perhatikan kondisi feces klien
e) Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik.
f) Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order.
g) Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur.
4. Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

Tujuan: rasa nyeri hilang/berkurang


Kriteria hasil:
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi
atau mengurangi nyeri .
c. Pergerakan penderita bertambah luas.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36
37,5 0C, N: 60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x
/menit).
Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
4. Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Berat badan dan tinggi badan ideal.
b. Pasien mematuhi dietnya.
c. Kadar gula darah dalam batas normal.
d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan:
a. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
b. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
c. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
d. Identifikasi perubahan pola makan.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan
diet diabetik.
5. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
tinggi kadar gula darah.
Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil:
a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD 110-120/75-85 mmHg, HR
60-100x/menit, Suhu 36,5 37,5 0C).
c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan:
a. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
b. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri selama perawatan.
c. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
d. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan: Respon ventilasi mekanik efektif dan satus pernapasan tidak
terganggu yang ditandai dengan:
a. Sesak nafas berkurang
b. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas
c. Ekspirasi dada simentris
d. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas, tidak ada nafas pendek
e. Bunyi nafas tambahan tidak ada
f. TTV menunjukkan perubahan ke normal
g. Tipe pernapasan normal
Intervensi:
a. Atur posisi tidur untuk memaksimalkan ventilasi
b. Jaga kepatenan jalan nafas dengan cara suction dan batuk efektif
c. Kaji adanya pucat dan sianosis
d. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi tulang dada
e. Monitor kecepatan, irama usaha respirasi dan tanda vital
f. Kaji adanya penurunan ventilasi dan bunyi nafas tambahan, kebutuhan
insersi jalan nafas
g. Kaji adanya peningkatan kegelisahan, ansietas, nafas tersenggal-
senggal
7. Penurunan perfusi jaringan b.d menurunnya curah jantung, hipoksemia
jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli, kemungkinan
dibuktikan oleh:
a. Daerah perifer dingin, Nyeri dada
b. EKG elevasi segmen ST dan Q patologis pada lead tertentu.
c. RR lebih dari 24 kali per menit, Nadi 100 X/menit
d. Kapiler refill lebih dari 3 detik
e. Gambaran foto toraks terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru
f. HR lebih dari 100X/menit, TD 120/80 mmHg, AGD dengan : pa O2
80 mmHg, pa CO2 45 mmHg dan saturasi 80 mmHg.
g. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan:
Gangguan perfusi jaringan berkurang atau tidak meluas selama dilakukan
tindakan perawatan.
Kriteria:
Daerah perifer hangat, tidak sianosis,gambaran EKG tak menunjukkan
perluasan infark, RR 16-24 X/mnt, clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik,
nadi 60-100X/mnt, TD 120/80 mmHg.
Rencana Tindakan:
a. Monitor frekuensi dan irama jantung.
b. Observasi perubahan status mental.
c. Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa
d. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
e. Kolaborasi : berikan cairan IV sesuai indikasi
f. Pantau pemeriksaan diagnostik dan lab. Missal EKG, elektrolit, GDA
(pa O2, pa CO2 dan saturasi O2), dan pemeriksaan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Darmono. (199). Seri kuliah endokrinologi-metabolik. Semarang : laboratorium


Ilmu Penyakit Dalam FK Undip. 1999.

Djokomoeljanto R. (1998). DM : faktor resiko keberhasilan pengobatan.


Disampaikan pada forum pertemuan fak. Psikologi Unika.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3. Jakarta :
EGC, 1999.

Price, Sylvia A.(1995). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed 4.


Jakarta : EGC

Sjaifoellah, N. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Bandung: YPKAI.

Wiguna. (2006). Penyakit Metabolik: Diabetus Melitus. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai