Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN DIABETES MILITUS


2.1 Konsep Lansia
1. Pengertian
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya
daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit
yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban
dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa
kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada
yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali
dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat
(Ismayadi, 2004).
2. Batasan Lansia
Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia ,lanjut usia dikelompokkan

menjadi:
a.

Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59


tahun.

b.

Lanjut usia (elderly) : antara 60 dan 74 tahun.

c.

Lanjut usia tua (old) : antara 75 dan 90 tahun

d.

Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun (Azizah, 2011)

3. Permasalahan Pada Lanjut Usia


Berbagai

permasalahan

yang

berkaitan

kesejahteraan lanjut usia antara lain (maryam, 2008):

dengan

pencapaian

1. Permasalahan Umum :
- Makin besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis
kemiskinan.
- Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati.
- Lahirnya kelompok masyarakat industri.
- Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia.
- Belum membudaya

dan melembaganya

kegiatan pembinaan

kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan khusus :
- Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
- Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
- Rendahnya produktivitas kerja lansia.
- Banyaknya lansia yang miskin, telantar dan cacat.
- Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan
masyarakat individualistik.
- Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia.
4. Teori Proses Menua
Teori-Teori Biologi (Nugroho, 2008)
1. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan
biokimia yang diprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel-sel kelamin. (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel).
2. "Pemakaian dan Rusak" kelebihan usaha dan stres menyebabkan
2

sel-sel tubuh lelah (terpakai).


3. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori "Immunologi Slow Virus" (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem immun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ
tubuh.
5. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
6. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahanbahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
7. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
8. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah setelah sel-sel tersebut mati.
Teori Kejiwaan Sosial
1. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
a. Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia
3

yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
b. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari
lanjut usia.
c. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar
tetap stabil dari usia pertengahan ke lnjut usia.
2. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut
usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya.
3. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun,
baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi
kehilangan ganda (Triple Loos), yakni :
a. Kehilangan peran (Loos of Role)
b. Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact and
Relation Ships)
c. Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to Social
Mores and Values)
4.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan adalah (Nugroho, 2008):
Hereditas = ketuaan genetik
Nutrisi = makanan
Status kesehatan
Pengalaman hidup
4

Lingkungan
Stres
5. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
1. Perubahan-perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ
tubuh diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan,
kardio vaskuler, sistem pengaturan temperatur tubuh, sistem
respirasi, muskuloskletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin
dan integumen
Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
Kesehatan umum
Tingkat pendidikan
Keturunan (Hereditas)
Lingkungan
Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
Gangguan gizi akibat kehilakngan jabatan
Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-teman dan family
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik : perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
Perkembangan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya
(Maslow, 1970).
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,

1970).
6. Penyakit yang sering dijumpai pada lansia
Menurut "The national Old People's Welfare Council"
Di Inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum
pada lanjut usia ada 12 macam, yakni (Nugroho, 2000: 42):
1.

Depresi mental

2.

Gangguan pendengaran

3.

Bronkitis kronis

4.

Gangguan pada tungkai / sikap berjalan

5.

Gangguan pada koksa / sendi panggul

6.

Anemia

7.

Demensia

2.2. KONSEP TEORI DIABETES MILITUS


i. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2002).
B.

Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

iii.

Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D.

Patofisiologi/Pathways
Defisiensi Insulin
glukagon

penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis
lemak

Mual muntah

Resti Ggn Nutrisi


Kurang dari kebutuhan

hiperglikemia

protein

glycosuria

ketogenesis

BUN

Osmotic Diuresis

ketonemia

Nitrogen urine

Dehidrasi

Kekurangan
volume cairan

pH

Hemokonsentrasi

Asidosis

Trombosis

Koma
Kematian

Aterosklerosis

Makrovaskuler

Jantung
Miokard Infark

Serebral
Stroke

Mikrovaskuler

Retina

Ginjal

Retinopati
diabetik

Nefropati

Ekstremitas
Gangren

Ggn. Penglihatan
Ggn Integritas Kulit
Resiko Injury

Gagal
Ginjal

E.

Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya
gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta
kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal


yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami
infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi
absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan
dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia.
Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan
berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.
F.

Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM

Belum pasti DM

DM

< 100

100-200

>200

<80

80-200

>200

<110

110-120

>126

<90

90-110

>110

Kadar glukosa darah sewaktu


-

Plasma vena

Darah kapiler

Kadar glukosa darah puasa


-

Plasma vena

Darah kapiler

10

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
G.

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

2.3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Data yang perlu dikaji :
Identitas

: Nama, umur, jenis kelamin.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya


Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.

11

Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah

Integritas Ego
Stress, ansietas

Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.

Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.

Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2.

Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

12

3. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan

penurunan

masukan

oral,

anoreksia,

mual,

peningkatan

metabolisme protein, lemak.


Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :

Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat

Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Intervensi :

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.

Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan


dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.

Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut


kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna,
pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.

Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien)


dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya
melalui oral.

Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan


indikasi.

Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat


kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka
rangsang, cemas, sakit kepala.

Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.

Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.

Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.


Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :

13

Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital


stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik

Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul

Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu


nafas

Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran


mukosa

Pantau masukan dan pengeluaran

Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari


dalam batas yang dapat ditoleransi jantung

Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.

Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan


BB, nadi tidak teratur

Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa


dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik


(neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :

Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,


frekuensi ganti balut.

14

Kaji tanda vital

Kaji adanya nyeri

Lakukan perawatan luka

Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.

Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami
injury
Intervensi :

Hindarkan lantai yang licin.

Gunakan bed yang rendah.

Orientasikan klien dengan ruangan.

Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari

Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi

15

DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Doenges,

Marilyn

E,

Rencana

Asuhan

Keperawatan

Pedoman

untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih


bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI, 2002

16

Anda mungkin juga menyukai