Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN
PEMBIMBING IBU TRIVONIA SRI NURWELA,S,Kep. Ns., MKes

OLEH
      FEBRY A LIMA
NIM. PO 530 3211119 074

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
ANGKATAN I
2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUASINASI PENDENGARAN

1. Kasus / Masalah Utama Klien : Halusinasi Pendengaran


A. Pengertian.
a. Persepsi
Persepsi adalah Proses akhir dari pengamatan oleh proses
penginderaan. Sensori adalah mekanisme neurilogis yang terlibat
dalam penginderaan ( Sunaryo 2009)
b. Halusinasi
Adalah Hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar) .
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang linkungan tanpa objek
atau rangsangan lain yang nyata. Sebagai contoh klien mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara . (Kusumawati &
Hartoni 2010)
c. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam
mempersepsikan suara yang didengar klien. Suara bisa menyenangkan,
ancaman, membunuh dan merusak ( Yosep 2014 )
Karakteristik Halusinasi pendengaran ditandai dengan mendengar
suara, teruatama suara–suara orang, biasanya klien mendengar suara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
B. Etiologi
Menurut Leliat (2011), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan
gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi
infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat
dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti
depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-
obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti
pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan
sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
 Gangguan perkembangan dan fungsi otak / susunan saraf
pusat dapat menimbulkan gangguan realita
 Gejala yang mungkin muncul adalah: hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri dan
prilaku kekerasan.
2) Psikologis
 Sikap dan keadaan keluarga juga lingkungan
 Psikologis klien : pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak
adekuat, misalnya tidak ada kasih sayang dan diwarnai
kekerasan dalam keluarga.
 Orientasi realita adalah: penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Sosial budaya
 Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi
realita
 Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam, kerawanan keamanan)
 Kehidupan yang terisolir disertai stress yang menumpuk

b. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu
2. Proses Terjadinya Masalah
Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1) Fase pertama / Tahap comforting (ansietas sedang)
Yaitu fase menyenangkan
a. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
b. Karakteristik : Klien mengalami stress, cemas ringan, perasaan
perpisahan, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan.
c. Gejala : Klien mulai melamun, memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
d. Perilaku klien : Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, menggerakkan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya, dan suka menyendiri.
2) Fase kedua / Tahap condemming (ansietas berat)
Yaitu halusinasi menjadi menjijikkan
a. Pada tahap ini termasuk dalam psikotik ringan
b. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir
sendiri jadi dominan.
c. Gejala : Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien
tidak ingin ada orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
d. Perilaku klien : Meningkatnya tanda-tanda system saraf
otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah,
klien asyik dengan halusinasinya, dan tidak bisa membedakan
realitas.
3) Fase ketiga / Tahap controling (ansietas berat)
Yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.
a. Pada tahap ini termasuk dalam gangguan psikotik
b. Karakteristik : Klien mendengar bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien
c. Gejala : Klien menjadi terbiasa, dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
d. Perilaku klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik, tanda-tanda fisik
berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi
perintah.
4) Fase keempat / Tahap conquering (panik)
Yaitu Klien lebur dengan halusinasinya
a. Pada tahap ini termasuk dalam psikotik berat
b. Karakteristik : Halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien
c. Gejala : Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan
tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan
lingkungan.
d. Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri tau katatonik, tidak
mampu merespon terhadap perintah kompleks, dan tidak
mampu berespon lebih dari satu orang.

a. Identifikasi adanya perilaku halusinasi


a. Isi halusinasi
1) Menanyakan suara siapa yang didengar
2) Apa bentuk bayangan yang dilihat
3) Bau apa yang tercium
4) Rasa apa yang dikecap
5) Merasakan apa dipermukaan tubuh
b. Waktu dan frekuensi halusinasi
1) Kapan pengalaman halusinasi itu muncul
2) Bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persis waktu
terjadinya halusinasi tersebut
c. Situasi pencetus halusinasi
1) Menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami
sebelum halusinasi muncul
2) Mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi
d. Respon klien
1) Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi
2) Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak
berdaya lagi terhadap halusinasi.

b. Rentang respon halusinasi / neurobiologik


R. Adaptif R. Maladaptif

a. Pikiran logis a. Distorsi pikiran a. Gangguan pikiran


b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Halusinasi
c. Emosi konsisten c. Reaksi emosi berlebihan c. Kesukaran proses
d. Dengan pengalaman atau kurang d. Emosi
e. Perilaku sesuai d. Perilaku yang tidak biasa e. Perilaku disorganisasi
f.Berhubungan sosial e. Menarik diri f. Isolasi sosial

( Keliat 2011)
c. Tanda dan Gejala
i. Bicara dan senyum sendiri
ii. Mendengar suara-suara
iii. Marah-marah, gelisah
iv. Merusak / menyerang, bermusuhan
v. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
vi. Lebih banyak berdiam diri / menyendiri
vii. Tidak bisa membedakan hal-hal (stimulus) nyata dan tidak nyata.
viii. Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi
ix. Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung

d. Akibat
i. Mencederai diri / orang lain / lingkungan
ii. Bermusuhan dan perilaku kekerasan

3. A. Pohon Masalah

Risiko menciderai diri sendiri dan orang lain

Ketidak efektifan Gangguan


penatalaksanaan perubahan pemeliharaan
program terapeutik sensori/persepsi : halusinasi kesehatan
pend

Isolasi sosial : menarik Defisit


diri perawatan diri :
Ketidak efektifan mandi dan
koping keluarga : berhias
ketidak mampuan Gangguan konsep diri :
keluarga merawat harga diri rendah kronis
klien di rumah
B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Pengkajian
Menurut Stuart Sundeen 1998 dalam Yosep, dkk, 2014, pengkajian
merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan
jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan
koping yang dimiliki klien (Keliat, 2011).
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umumnya,
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi :
a. Identitas klien
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek medik

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua


macam sebagai berikut :
a) Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
b) Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien
dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat
kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh
perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari
hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari
kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah
sebagai berikut :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
 Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya
memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak
lanjut secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
 Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya
preventif dan promosi, sebagai program antisipasi terhadap
masalah.

b. Ada masalah dengan kemungkinan


☞ Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat
menimbulkan masalah.
☞ Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.
c. Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung
merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif.
Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya
sejumlah masalah klien saling berhubungan serta dapat digambarkan
sebagai pohon masalah (Keliat, 2011).

4. Diagnosa keperawatan dan prioritas


a. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
d. Resiko perilaku kekerasan
2. Rencana tindakan keperawatan (Menurut Azizah, 2011)
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria Evaluasi
Gangguan sensori persepsi : Tujuan Umum
halusinasi Klien tidak mencederai diri
sendiri,orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus 1: Klien mampu membina 1. Bina hubungan saling percaya Hubungan saling percaya merupakan
Klien dapat membina hubungan hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip langkah awal menentukan keberhasilan
saling percaya dengan perawat dengan perawat dengan komunikasi terapeutik : rencana selanjutnya.
kriteria hasil : a. Sapa klien dengan ramah
1. Membalas sapaan baik verbal maupun non
perawat verbal
2. Ekspresi wajah b. Perkenalkan diri dengan
bersahabat dan senang sopan
3. Ada kontak mata c. Tanyakan nama
4. Mau berjabat tangan lengkapklien dan nama
5. Mau menyebutkan panggilan kesukaan klien
nama d. Jelaskan maksuddan tujuan
interaksi
6. Klien mu duduk e. Berikan perhatian kepada
berdampingan dengan klien, perhatikan kebutuhan
perawat dasar klien
7. Klien mampu 2. Memberi kesempatan klien
mengutarakan masalah mengungkapkan perasaannya
yang dihadapi 3. Dengarkan ungkapan klien
dengan empati
Tujuan khusus 2 Klien mampu mengenali 1. Adakan kontak sering dan Dengan mengenal halusinasi akan
Klien dapat mengenali halusinasinya dengan singkat secara bertahap membantu mengurangi dan
halusinasinya kriteria hasil : 2. Tanyakan apa yang didengar menghilangkan halusinasi
1. Klien dapat dari halusinasinya
menyebutkan waktu, 3. Tanyakan kapan halusinasinya
timbulnya halusinasi datang
2. Klien dapat 4. Tanyakan isi halusinasinya
mengidentifikasikan
kapan frekuensi
situasi saat terjadi
halusinasi
3. Klien dapat
mengungkapkan
perasaanya saat
muncul halusinasi

5. Bantu klien mengenal


halusinasinya .
 Jika menemukan klien
sedang halusinasi, tanyakan
apakah ada suara yang
didengar
 Jika klien menjawab
ada,lanjutkan apa yang
dikatakan
 Katakan bahwa perawat
tidak mendengarkannya
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
 Katakan bahwa klien lain
juga ada yang seperti klien
 Katakan bahwa perawat
akan membantu klien.
6. Diskusikan dengan klien.
 Situasi yang menimbulkan
atau tidak menimbulkan
halusinasi
 Waktu,frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore,
dan malam atau jika sendiri,
jengkel atau sedih)
7. Diskusikan dengan klien apa
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan
Tujuan khusus 3 Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien
Klien dapat mengontrol mengidentifikasi tindakan tindakan yang biasa dilakukan
halusinasinya yang dilakukan untuk bila terjadi halusinasi
mengendalikan 2. Diskusikan manfaat dan cara
halusinasinya yang digunakan klien, jika
bermanfaat beri pujian

Klien dapat menunjukkan 3. Diskusikan cara baik memutus


cara untuk mengontrol atau mengontrol timbulnya
halusinasi halusinasi.
 Pendengaran : “ menutup
telinga dan katakan pergi
kamu, saya tidak mau
dengar kamu (pada saat
halusinasi terjadi)
 Penglihatan : Katakan pergi
kamu saya tidak mau
melihat mu dan segera
berbincang dengan orang
lain
 Pengecapan, pembau dan
peraba : Katakan kamu
tidak nyata, pergi kau
jangan ganggu aku.
 Temui orang lain (perawat
atau teman anggota) untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang
didengar
 Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari
 Meminta keluarga atau
teman atau perawat
menyapa klien jika
tampak bicara sendiri,
melamun atau kegiatan
yang tidak terkontrol.
4. Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
5. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang dilatih.
Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
6. Anjurkan klien mengikuti
terapi aktivitas kelompok,
jenis orientasi realitasi atau
stimulasi persepsi
Tujuan khusus 4 1. Keluarga dapat 1. Anjurkan klien untuk memberi 1. Partisipasi klien dalam kegiatan
Klien dapat dukungan dari keluarga membina hubungan tahu keluarga jika mengalami tersebut membantu klien beraktivitas
dalam mengontrol halusinasinya. saling percaya dengan halusinasi sehingga halusinasi tidak muncul
perawat 2. Diskusikan dengan keluarga 2. Keluarga merupakan orang terdekat
2. Keluarga dapat pada saat keluarga yang bisa membantu klien
menyebutkan a. Gejala halusinasi yang meningkatkan pengetahuan keluarga
pengertian,tanda dan dialami klien dan merawat klien dengan halusinasi
tindakan untuk b. Cara yang dapat dilakukan
mengalihkan halusinasi klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota
keluarga yang mengalami
halusinasi di rumah : beri
kegiatan,jangan biarkan
sendiri,makan
bersama,bepergian bersama.
d. Beri informasi waktu follow
up atau kapan perlu
mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol
dan resiko mencederai
orang lain
3. Diskusikan dengan keluarga
dan klien tentang
jenis,dosis,frekuensi dan
manfaat obt
4. Pastikan klien minum obat
sesuai dengan program dokter
Tujuan 5 1. Klien dapat 1. Anjurkan klien bicara dengan 1. Meningkatkan pengetahuan klien
Klien dapat menggunakan obat menyebutkan manfaat, dokter tentang manfaat dan tentang obat membantu mempercepat
dengan benar untuk mengendalikan dosis dan efek samping efek samping obat yang penyembuhan dan memastikan obat
halusinasinya. obat.klien minum obat dirasakan sudah diminum oleh klien.
secar teratur 2. Diskusikan akibat berhenti 2. Meningkatkan pengetahuan tentang
2. Klien dapat informasi obat tanpa konsultasi manfaat dan efek samping obat.
tentang manfaat dan 3. Bantu klien menggunakan 3. Mengetahui reaksi setelah minum
efek samping obat. obat dengan prinsip 5 benar obat.
3. Klien dapat memahami 4. Ketepatan prinsip 5 benar minum
akibat berhenti minum obat membantu penyembuhan dan
obat tanpa konsultasi menghindari kesalahan minum obat
4. Klien dapat serta membantu tercapainya standar.
menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan obat.
3. Implementasi:
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan
yang ada (Azizah, 2011)

Diagnosa Keperawatan Pasien Keluarga

Gangguan sensori SP 1: SP 1:
Persepsi: Halusinasi 1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah yang
Pendengaran halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidetifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian,
3. Mengidentifikasi waktu tanda dan gejala halusinasi
halusinasi pasien dan jenis halusinasi yang
4. Mengidentifikasi frekuensi dialami pasien beserta proses
halusinasi pasien terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara-cara
menimbulkan halusinasi merawat pasien halusinasi
6. Mengidentifikasi respon
pasien terhadap halusinasi
7. Mengajarkan pasien
menghardik halusinasi.
8. Menganjurkan pasien
memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian
SP 2: SP 2:
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien mempraktekkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien dengan
mengendalikan halusinasi halusinasi
dengan cara bercakap-cakap 2. Melatih keluarga
dengan oranglain melakukan cara merawat
3. Menganjurkan pasien langsung kepada pasien
memasukkan dalam jadwal halusinasi
kegiatan harian
4. Evaluasi
a. Evaluasi pasien
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika klien
menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi dengan
cara yang efektif yang dipilihnya. Klien juga diharapkan sudah mampu
melaksanakan program pengobatan berkelanjutan mengingat sifat
penyakitnya yang kronis.
Evaluasi asuhan keperawatan berhasil jika keluarga klien juga
menunjukkan kemampuan menjadi sistem pendukung yang efektif
untuk klien mengatasi masalah gangguan jiwanya. Kemampuan
merawat di rumah dan menciptakan lingkungan kondusif bagi klien di
rumah menjadi ukuran keberhasilan asuhan keperawatan, di samping
pemahaman keluarga untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai
jika muncul gejala-gejala relaps (Azizah, 2011).

b. Evaluasi keluarga
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan
asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga
selama pasien di rawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga
pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi
dirawat dirumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung
pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan
program pengobatan secara optimal.
Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat pasien,
pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat
sulit. Untuk itu perawat harus memberikan pendidikan kesehatan
kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif
bagi pasien dengan halusinasi baik saat di rumah sakit maupun di
rumah.
Tindakan keperawatan menurut Azizah (2011) yang dapat
diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi.
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat pasien dengan halusinasi langsung di hadapan pasien
4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Azizah. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta:Graha

Ilmu

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha Medika

Farida Kusumawati dk, 2010. “ Buku Ajar Keperawatan Jiwa “ Jakarta:

Salemba Medika

Keliat Budi Ana. 2011. “ Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas “ Jakarta:

EGC.

Yosep, Iyus. 2014. “ Keperawatan Jiwa “ Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai