Oleh :
Mochamad Yusuf N
J.0105.19.021
B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut:
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
Sangat tergantung pada insulin. Disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga tubuh tidak dapat memproduksi insulin alami untuk
mengontrol kadar glukosa darah.
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
Tidak tergantung insulin. Disebabkan oleh gangguan metabolisme dan
penurunan fungsi hormon insulin dalam mengontrol kadar glukosa darah
dan hal ini bisa terjadi karena faktor genetik dan juga dipicu oleh pola
hidup yang tidak sehat.
3. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil. Diabetes
melitus (gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang
tidak cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini
dikembangkan selama kehamilan dan dapat meningkatkan atau
menghilang setelah persalinan. Walaupun demikian, tidak menutup
kemungkinan diabetes gestational dapat mengganggu kesehatan dari
janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-wanita dengan Diabetes
Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi penderita.
C. Etiologi
1. Diabetes tipe I
a) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b) Faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. Patofisiologi/Pathways
Reaksi autoimun, Obesitas, Usia, Genetik
E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada
DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai
kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah
adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai
serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah:
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi.
Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat
pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien
mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif
sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala
khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia,
dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti
rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM
usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan
kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral
tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler <110 110-120 >126
<90 90-110 >110
Diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan:
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pemba karan asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster,
TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
a. Tablet OAD (Oral Anti Diabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
- Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
- Kerja OAD tingkat reseptor
b. Insulin
Beberapa cara pemberian insulin
- Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subkutan, kecepatan absorbsi ditempat suntikan
tergantung pada beberapa faktor antara lain:
1) Lokasi suntikan
I. Analisa Data
No. Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
1. DS: Nutrisi Kurang Dari
Defisiensi Insulin
Pasien Kebutuhan Tubuh
mengatakan Glukoneogenesis
mual dan
Lemak
muntah
Pasien
Ketogenesis
mengatakan
nyeri
Ketonemia
abdomen
Pasien
Mual
mengatakan
muntah
rasa penuh Anoreksia
secara tiba-
tiba
DO:
Nafas bau
aseton
Pucat
Hb rendah
Penurunan
nafsu makan
Diare
Bising usus
berlebihan
Konjungtiva
anemis
2. DS: Kekurangan Volume
Defisiensi
Pasien Insulin Cairan
mengatakan
Hiperglikemia
sering haus
Pasien Glikosuria
mengatakan Osmotik
sering buang diuresis
Pasien kulit
mengatakan Hiperglikemia
nyeri pada
luka Glikosuria
Pasien
Hemokonsentrasi
mengatakan
luka lama Trombosis
sembuh
Aterosklerosis
DO:
Difisit Makrovaskuler
imunologi
Leukosit naik Ekstremitas
Gangguan Gangren
pada bagian
tubuh Kerusakan Integritas
Kulit
Kerusakan
lapisan kulit
(dermis)
Gangguan
pada
permukaan
kulit
(epidermis)
Turgor kulit
(elastisitas)
menurun
4. DS: Kelemahan
Hiperglikemia
Pasien
mengatakan Protein negatif
tidak seimbang
lelah
Pasien BB turun
mengatakan namun polifagia
tidak tertarik
dengan
Kelemahan
lingkungan
Pasien
mengatakan
kurang energi
Pasien
mengatakan
gagguan
konsentrasi
DO:
Pasien
tampak
penurunan
kemampuan
Kurang
energi
Pasien
tampak letih
J. Masalah Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan
nafsu makan
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ganggren
4. Kelemahan berhubungan dengan polifagia
K. Intervensi
No No Dx
Tujuan Intervensi Rasional
Kep
1 1 Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebiasaan 1. Mengetahui
keadaan dan
keperawatan selama 3x24 makan dan
kebutuhan nutrisi
jam kebutuhan nutrisi kebutuhan makan pasien sehingga
dapat diberikan
pasien tepenuhi dengan
pengaturan diet
kriteria hasil: 2. Pastikan diet yang adekuat
yang dimakan 2. Melancarkan
Pasien
mengandung tinggi sistem pencernaan
dapat mencerna jumlah serat
3. Ajarkan pasien
kalori atau nutrien yang
dan keluarga 3. Mengetahui
tepat membuat jadwal program diet
makanan pasien
Berat
4. Monitor turgor
badan stabil atau kulit 4. Mengetahui status
distribusi nutrisi ke
penambahan ke arah
kulit
rentang biasanya 5. Monitor mual 5. Mengetahui
dan muntah penyebab,
frekuensi mual dan
muntah
6. Monitor pucat, 6. Pucat, kekeringan
kemerahan dan pada konjungtiva
kekeringan pada mengindikasikan
konjugtiva
7. Informasikan 7. Kepatuhan
kepada pasien dan terhadap diet
keluarga tentang mencegah
pentingnya komplikasi
mematuhi diet
yang telah
diprogramkan
8. Kolaborasi 8. Hiperglikemia
dengan ahli gizi membutuhkan
untuk menentukan status nutrisi yang
jumlah kalori dan adekuat
nutrisi yang
dibutuhkan pasien
9. Kolaborasi 9. Menurunkan mual
dengan dokter dan muntah
pemberian anti
emetik
2 2 Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor status 1. Mengetahui
keperawatan selama 3x24 hidrasi (nadi kuat, keparahan
jam defisit volume cairan kelembaban dehidrasi pasien
teratasi dengan kriteria membran mukosa)
hasil: 2. Monitor hasil lab 2. Mengetahui jumlah
Mempertahankan urin yang sesuai dengan BUN dan elektrolit
retensi caran (BUN, yang keluar
output
Hmt, osmolalitas bersama urin
Tekanan darah, nadi, urin, albumin dan
total protein)
suhu dalam batas
3. Monitor TTV 3. Mencegah resiko
normal (TD 90/60 – syok pada pasien
4. Pertahankan intake 4. Keluaran dan
120/90 mmHg), (Nadi
dan output yang masuka cairan
60-100 x/mnt) dan seimbang harus seimbang
5. Pasang kateter urin 5. Pasien yang
(Suhu 36,50-36,50C)
Tidak ada tanda-tanda jika perlu mengalami fatigue
dan harus bed rest
dehidrasi elastisitas
total maka
turgor kulit baik, diperlukan kateter
dan berguna untuk
membran mukosa
kultur urin
lembab, tidak ada rasa 6. Pemberian IV Line 6. Meningkatkan
status hidrasi
haus berlebihan
Elektrolit dalam batas
normal
Intake oral dan
intravena adekuat
pH urin dalam batas
normal
3 3 Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor status 1. Mengetahui jenis
nutrisi pasien kebutuhan nutrisi
keperawatan selama 3x24
pasien
jam kerusakan integritas 2. Monitor kulit akan 2. Kemerahan
adanya kemerahan mengindikasikan
kulit teratasi dengan
iritasi
kriteria hasil: 3. Monitor aktivitas 3. Immobilisasi / bed
dan mobilisasi rest total
Integritas kulit yang
pasien menyebabkan
baik bisa diperthankan decubitus
4. Mengetahui
(sensasi, elastisitas,
4. Observasi luka: keparahan dan
temperatur, hidrasi, lokasi, dimensi, tindakan apa yang
kedalaman luka, akan dilakukan
pigmentasi)
karakteristik, warna oleh perawat
Tidak ada luka/lesi cairan, granulasi,
jaringan nekrotik,
Perfusi jaringan baik
tanda-tanda infeksi
Menunjukkan local 5. Menjaga agar kulit
5. Anjurkan pasien atau luka tidak
pemahaman dalam
untuk menggunakan tertekan
proses perbaikan kuli pakaian yang
longgar 6. Mencegah
dan mencegah
6. Membersihkan area kontaminasi
terjadinya cedera luka 7. Keluarga dapat
7. Ajarkan keluarga memberikan
berulang
cara merawat luka perawatan primer
Mampu melindungi kepada pasien
kulit, mempertahankan ketika pasien
pulang dari RS
kelembaban kulit dan
perawatan alami
Menunjukkan proses
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 2011.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 2012.