Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Oleh :
ASYROQOL BAHRI ANWAR O.
20117070

KEPERAWATAN
RUMAH SAKIT WAVA HUSADA
MALANG
2016
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

I. CHRONIC KIDNEY DISEASE


A. PENGERTIAN
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2000) (Price, Wilson,
2002).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min
(Suyono, et al, 2001).
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya
berlangsung beberapa tahun (Brunner & Suddarth, 2002).
Adanya kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang
ditandai oleh kelainan patologi atau petanda kerusakan ginjal secara laboratorik
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa
penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG) yang berlangsung > 3 bulan.

2
B. KLASIFIKASI
Menurut Corwin (2001) GGK dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
1. Tahap I : Penurunan Cadangan Ginjal
- GFR 40-70 ml/min/menurun 50%
- BUN dan Creatinin normal tinggi
- Tidak ada manifestasi klinik
- CCT : 76-100 ml/min
Pada stage ini tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron sehat mampu
mengkompensasi nefron yang sudah rusak. Penurunan kemmapuan
mengkonsentrasi urin menyebabkan nokturia dan poliuria.
2. Tahap II : Insufisiensi Ginjal
- GFR 20-40 ml/min atau GFR 20-35%
- BUN dan Creatinin naik
- Anemia ringan, polyuria, nocturia, edema
- CCT : 26-75 ml/min
Nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang dterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolic
dalam darah karena nefron sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
3. Tahap III : Gagal Ginjal
- GFR : 10-20 ml/min atau <20% normal
- Anemia sedang, azotemia
- Gangguan elektrolit : Na ↑, K ↑, dan PO4 ↑
- CCT : 6-25 ml/min
Makin banyak nefron yang mati
4. Tahap IV : ESRD (End Stage Renal Disease)
- GFR : < 10 ml/min atau <5% normal
- Kerusakan fungsi ginjal dalam pengaturan, excretory dan hormonal
- BUN dan Creatinin
- CCT : < 5 ml/min
Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Diseluruh ginjal ditemukan
jaringan parut dan atrofi tubulus. Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah
banyak seperti ureum, kreatinin, dalam darah. Ginjal tidak mampu

3
mempertahankan homeostatsis. Membutuhkan pengobatan dialisa /
transplantasi ginjal
Menurut American Diabete Association, 2007

Sesuai dengan test kreatinin klirens (Long, 1996) maka GGK dapat di
klasifikasikan derajat penurunan faal ginjal sebagai berikut:
Sekunder = Kreatinin (mg
Derajat Primer (LFG)
%)
A Normal Normal
B 50 – 80 % normal Normal – 2,4
C 20 – 50 % normal 2,5 – 4,9
D 10 – 20 % normal 5,0 – 7,9
E 5 – 10 % normal 8,0 – 12,0
F < 5 % normal > 12,0

Pada 2002, National Kidney Foundation AS menerbitkan pedoman


pengobatan yang menetapkan lima stadium CKD berdasarkan ukuran GFR yang
menurun. Pedoman tersebut mengusulkan tindakan yang berbeda untuk masing-
masing stadium penyakit ginjal.
1. Resiko CKD meningkat.
GFR 90 atau lebih dianggap normal. Bahkan dengan GFR normal, kita
mungkin beresiko lebih tinggi terhadap CKD bila kita diabetes, mempunyai
tekanan darah yang tinggi, atau keluarga kita mempunyai riwayat penyakit
ginjal. Semakin kita tua, semakin tinggi resiko. Orang berusia di atas 65 tahun
dua kali lipat lebih mungkin mengembangkan CKD dibandingkan orang berusia
di antara 45 dan 65 tahun. Orang Amerika keturunan Afrika lebih beresiko
mengembangkan CKD.
2. Stadium 1

4
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada
ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama
penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat
perkembangan CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh
darah
3. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat
fungsi ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan
CKD kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah
kesehatan lain.
4. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada
stadium ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
5. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk
kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita
memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk memperbesar dan
memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap menerima pemasukan
jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus ditanam
dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman
menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
6. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal. (Reeves, 2001)

5
C. ETIOLOGI
Penyebab GGK (Price & Wilson, 2006), dibagi menjadi delapan, antara lain:
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
2. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal
8. Nefropati obstruktif misalnya
 Saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal
 Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra

Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer: Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik,
Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder: Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, DM
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter,

D. PATOFISIOLOGI
(terlampir)

6
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Smeltzer & Bare, 2001:
1. Kardiovaskuler
 Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)
 Edema periorbital
 Friction rub pericardial
 Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Kulit kering bersisik
 Pruritus
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
 Krekels
 Sputum kental dan liat
 Nafas dangkal
 Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
 Anoreksia, mual, muntah, cegukan
 Nafas berbau ammonia
 Ulserasi dan perdarahan mulut
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
 Tidak mampu konsentrasi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
 Disorientasi
 Kejang

7
 Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Kelemahan pada tungkai
 Fraktur tulang
 Foot drop
7. Reproduktif
 Amenore
 Atrofi testekuler

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine :
Volume, Warna, Sedimen, Berat jenis, Kreatinin, Protein
2. Darah :
Bun / kreatinin, Hitung darah lengkap, Sel darah merah, Natrium serum,
Kalium, Magnesium fosfat, Protein, Osmolaritas serum
3. Pielografi intravena
o Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
o Pielografi retrograd
o Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel
o Arteriogram ginjal
o Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, massa.
4. Sistouretrogram berkemih
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter, retensi.
5. Ultrasono ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan untuk
diagnosis histologis

8
7. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal ; keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif
8. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
10. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
10. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.
11. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa, aritmia, hipertrofi ventrikel dan tanda tanda perikarditis.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
1. Hiperkalemia
2. Perikarditis
3. Hipertensi
4. Anemia
5. Penyakit tulang (Smeltzer & Bare, 2001)

H. PENATALAKSANAAN
Konservatif
Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan
hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai
biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai
asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan

9
diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan
dari Karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien
dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Simptomatik
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume
intravaskuler. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan
cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis.
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu
penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin
diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia
rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik
seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas
neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas
kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Terapi Pengganti
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi gagal
ginjal karena menghasilkan rehabilitasi yang lebih baik disbanding dialysis
kronik dan menimbulkan perasaan sehat seperti orang normal. Transplantasi
ginjal merupakan prosedur menempatkan ginjal yang sehat berasal dari orang
lain kedalam tubuh pasien gagal ginjal. Ginjal yang baru mengambil alih fungsi
kedua ginjal yang telah mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya.
Seorang ahli bedah menempatkan ginjal yang baru (donor) pada sisi abdomen
bawah dan menghubungkan arteri dan vena renalis dengan ginjal yang baru.
Darah mengalir melalui ginjal yang baru yang akan membuat urin seperti ginjal
saat masih sehat atau berfungsi. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua
sumber, yaitu donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor
kadaver).
Cuci Darah (dialisis)
Dialisis adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari satu kompartemen cair menuju

10
kompartemen cair lainnya. Hemodialisis dan dialysis merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis, dan prinsip dasar kedua teknik itu sama,
difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisis sebagai respons terhadap
perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
 Dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan atau CAPD
Dialisis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran
selaput rongga perut (peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin
dialisis. CAPD merupakan suatu teknik dialisis kronik dengan efisiensi
rendah sehingga perlu diperhatikan kondisi pasien terhadap kerentanan
perubahan cairan (seperti pasien diabetes dan kardiovaskular).
 Hemodialisis klinis di rumah sakit
Cara yang umum dilakukan untuk menangani gagal ginjal di Indonesia
adalah dengan menggunakan mesin cuci darah (dialiser) yang berfungsi
sebagai ginjal buatan.

Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal meliputi :


1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta
diberi obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila
terjadi anemia.
3. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia ; menyebabkan caiarn, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas ; menghilangkan kecendurungan
perdarahan ; dan membantu penyembuhan luka.
4. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal akut ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam
jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum

11
( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status
klinis. Pningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral
atau melalui retensi enema.
5. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum,
cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase
luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantia cairan.
6. Transplantasi ginjal (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

12
infeksi vaskuler zat toksik
Obstruksi saluran kemih
reaksi arteriosklerosis tertimbun ginjal
antigen Retensi urin batu besar dan kasar iritasi / cidera jaringan
antibodi suplai darah ginjal turun
menekan saraf hematuria
perifer
anemia
nyeri pinggang

GFR turun

GGK

sekresi protein retensi Na sekresi eritropoitiN turun


terganggu
sindrom uremia urokrom total CES naik resiko suplai nutrisi dalam produksi Hb turun
tertimbun di kulit darah turun
gangguan nutrisi
tek. kapiler oksihemoglobin turun
perpospatemia gang.
perubahan warna naik
keseimbangan intoleransi
pruritis kulit gangguan
asam - basa vol. interstisial naik suplai O2 kasar turun aktivitas
perfusi jaringan
prod. asam naik
edema payah jantung kiri bendungan atrium kiri
(kelebihan volume cairan)
as. lambung naik naik
COP turun
nausea, vomitus iritasi lambung preload naik
tek. vena pulmonalis
aliran darah ginjal suplai O2 suplai O2 ke
resiko infeksi perdarahan beban jantung naik
turun jaringan turun otak turun kapiler paru naik
gangguan
gastritis
nutrisi - hematemesis hipertrofi ventrikel kiri RAA turun metab. syncope edema paru
mual, - melena anaerob
muntah retensi Na & H2O timb. as. (kehilangan
anemia naik laktat naik kesadaran)
gang. pertukaran
kelebihan vol. gas
- fatigue intoleransi aktivitas
cairan
- nyeri sendi
A. PRIMARY SURVEY
a) Airway
Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah dilakukan pembedahan
akibat pemberian anestesi.
meletakan tangan di atas mulut atau hidung, Potency jalan nafas, keadekwatan expansi
paru, kesimetrisan, Auscultasi paru.
b) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga
terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa
Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinan karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas. Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). Inspeksi: Pergerakan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anathesi yang berlebihan.
c) Circulation
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada
pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang
akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d) Disability : berfokus pada status neurologi
Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik dan tanda-tanda
vital.
Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau
paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e) Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

14
B. SECONDARY SURVEY
1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun), usia muda, dapat
terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.

2. Keluhan utama
Sesak napas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), gatal pada kulit.

3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benigna
prostatic hyperplasia, prostatektomi.
c. Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus atau
hipertensi.
4. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi, napas cepat dan
dalam (kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum,
kental dan banyak.

Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif dengan/tanpa


sputum.

b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau angina dan
sesak napas, gangguan irama jantung, edema.

15
Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak
tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub
perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecenderungan perdarahan.

c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai koma.

d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)


Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak
dapat kencing.

Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen
kembung, diare atau konstipasi.

Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.

e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)


Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan diare

f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam
hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak
sendi.

6. Pemeriksan fisik
a. Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
b. Dada : pernapasan cepat dan dalam, nyeri dada.
c. Perut : adanya edema anasarka (ascites).
d. Ekstrimitas : edema pada tungkai, spatisitas otot.

16
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialysis.

2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat
(mual, muntah, anoreksia dll).

5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan.

6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive

7. PK: Insuf Renal

8. PK : Anemia

9. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.

17
RENPRA CKD

N Diagnosa Tujuan/KH Intervensi


o

1 Intoleransi Setelah dilakukanNIC: Toleransi aktivitas


aktivitas B.daskep ... jam Klien
ketidakseim dapat menoleransi Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah
bangan aktivitas &penyebab dari fisik, psikis/motivasi
suplai &melakukan ADL
kebutuhan dgn baik Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari
O2
Kriteria Hasil: ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat
perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
 Berpartisipasi
dalam aktivitas Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala
fisik dgn TD, HR,intoleransi aktivitas
RR yang sesuai
Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt
 Warna kulitmual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital
normal,hangat&ke
ring Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi
aktivitas

Memverbalisasika
n pentingnya
aktivitas secara
bertahap

 Mengekspresikan
pengertian
pentingnya
keseimbangan
latihan & istirahat

 ↑toleransi
aktivitas

2 Pola nafasSetelah dilakukanMonitor Pernafasan:


tidak efektifaskep ..... jam pola

18
b.d nafas klien
hiperventilamenunjukkan Monitor irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.
si, ventilasi yg
penurunan adekuat dg kriteria Perhatikan pergerakan dada.
energi, :
kelemahan Auskultasi bunyi nafas
Tidak ada dispnea
Monitor peningkatan ketdkmampuan istirahat, kecemasan dan
 Kedalaman nafas seseg nafas.
normal

 Tidak ada retraksi


dada / penggunaan
otot bantuanPengelolaan Jalan Nafas
pernafasan
Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan

Auskultasi bunyi nafas

Bersihhkan skret jika ada dengan batuk efektif / suction jika


perlu.

3 Kelebihan Setelah dilakukanFluit manajemen:


volume askep ..... jam
cairan b.d.pasien mengalami Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi
mekanisme keseimbangan adekuat)
pengaturan cairan dan
melemah elektrolit. Monitor tnada vital

Kriteria hasil: Monitor adanya indikasi overload/retraksi

 Bebas dari edema Kaji daerah edema jika ada


anasarka, efusi

 Suara paru bersih

 Tanda vital dalamFluit monitoring:


batas normal

19
Monitor intake/output cairan

Monitor serum albumin dan protein total

Monitor RR, HR

Monitor turgor kulit dan adanya kehausan

Monitor warna, kualitas dan BJ urine

4 Ketidakseim Setelah dilakukanManajemen Nutrisi


bangan askep ….. jam
nutrisi klien menunjukan kaji pola makan klien
kurang daristatus nutrisi
kebutuhan adekuat Kaji adanya alergi makanan.
tubuh dibuktikan dengan
BB stabil tidak Kaji makanan yang disukai oleh klien.
terjadi mal nutrisi,
tingkat energi Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai
adekuat, masukandengan kebutuhan klien.
nutrisi adekuat
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk


mencegah konstipasi.

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi


tubuh klien

Monitor Nutrisi

Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien


makan.

Monitor lingkungan selama makan.

20
jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.

Monitor adanya mual muntah.

Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan


misalnya perdarahan, bengkak dsb.

Monitor intake nutrisi dan kalori.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asep Sumpena, ( 2002 ) , Panduan Hemodialisis Untuk Mahasiswa . Bandung Elektronik


(Internet) ( 2009 ) , Treatment Optrion For Intradialytic Hipotensin

Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification (NIC)
ed5. St Louis: Mosby Elsevier.

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologied 3. Jakarta: EGC.

Enday Suhandar, Prof ( 2006 ) , Gagal Ginjal dan Panduan Terapi Dialisis. FK UNPAD.
Bandung Kumpulan Materi ( 2010 ), Teknik Hedmodialisis. Bandung

Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and Classifications


2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.

Himmelfarb, Jonathan. 2005. Core Curriculum In Nephrology Hemodialysis


Complications.National Kidney Foundation. N Eng J M. Doi : 10.1053 http : //
www.nejm.org/content/full article.htm (12 September 2015)

Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Rudianto, AMK RS. Khusus Ginjal Ny. RA Habibie Bandung

Rully M.A. Roesli, Prof ( 2008 ) Acute Kidney Injury. FK UNPAD. Bandung

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suhardjono. 2006. Proteinuria Pada Penyakit Ginjal Kronik: Mekanisme dan Pengelolaannya.
Peranan Stres Oksidatif dan Pengendalian Faktor Risiko pada Progresi Penyakit Ginjal
Kronik serta Hipertensi, JNHC 2006; 1-7.

Sukanandar, E (2006). Gagal ginjal dan panduan terapi dialisis. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS. DR. Hasan Sadikin

22

Anda mungkin juga menyukai