Oleh :
Husnul Audila, S. Kep
NIM. 2312501010026
Dosen pembimbing :
Ns. Anda Kamal, MNS
NIP. 198005272008041101
1. Definisi Hipertensi
Istilah hipertensi diambil dari bahasa Inggris hypertension yang berasal dari
bahasa Latin “hyper” dan “tension. “Hyper” berarti super atau luar biasa dan
“tension” berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi istilah
kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit tekanan darah tinggi. Tekanan
darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompakan dari jantung untuk
melawan tahanan pembuluh darah, jika tekanan darah seseorang meningkat dengan
tajam dan kemudian menetap tinggi, orang tersebut dapat dikatakan mempunyai
tekanan darah tinggi atau hipertensi (Gunawan, 2001).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg
atau lebih dan tekanan diatolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut WHO 1996,
batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg.
Apabila tekanan darah seseorang di atas angka tersebut pada beberapa kali
pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita
hipertensi. Penderita hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan
serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
a. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu
berbaring ≥ 130/90 mmHg.
b. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >145/95
mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.
Hipertensi merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang masih
menjadi masalah dalam kesehatan di masyarakat. Bila klien kurang atau bahkan
belum mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dalam mengontrol tekanan darah,
maka angka mordibitas dan mortalitas akan semakin meningkat dan masalah
kesehatan dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki (Suwardianto, 2011).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi pada klien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint National
Committee VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure adalah sebagai berikut (Puspitorini, 2009).
3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan
besar, yaitu :
a. Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer
Dari seluruh kasus hipertensi 90% adalah hipertensi primer. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer seperti
berikut ini. (Udjianti, 2013).
1) Genetik individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi,
beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
2) Jenis kelamin dan usia Laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita
menopause tinggi untuk mengalami hipertensi
3) Diet Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung berhubungan
dengan berkembangnya hipertensi
4) Berat badan (obesitas). Berat badan > 25% diatas ideal dikaitkan dengan
berkembang nya hipertensi
5) Gaya hidup Merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah.
b. Hipertensi Sekunder
Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab hipertensi sekunder
(Udjianti, 2013):
1) Penggunaan kontrasepsi hormonal. Obat kontrasepsi yang berisi esterogen
dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme renin-aldosteron-
mediated volume expansion. Dengan penghentian obat kontrasepsi, tekanan
darah normal kembali secara beberapa bulan
2) Penyakit parenkim dan vaskuler ginjal Ini merupakan penyebab utama
hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan
penyempitan atau atau lebih arteri renal pada klien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklorosis atau fibrous displasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrus). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi,
inflamasi dan perubahan struktur serta fungsi ginjal
3) Gangguan endokrin Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat
menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-medited hypertention di
sebabkan kelebihan primer aldosteron, koristol dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan
hipokaemia
4) Coaretation aorta (penyempitan pembuluh darah aorta) Merupakan
penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada
aorta torasik atau abdominal. Penyempitan penghambat aliran darah
melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan darah diatas area
kontriksi
5) Kehamilan naiknya tekanan darah saat hamil ternyata dipengaruhi oleh
hormon estrogen pada tubuh. Saat hamil kadar hormon estrogen di dalam
tubuh memang akan menurun dengan signifikan. Hal ini ternyata biasa
menyebabkan sel-sel endotel rusak dan akhirnya menyebabkan munculnya
plak pada pembuluh darah. Adanya plak ini akan menghambat sirkulasi
darah dan pada akhirnya memicu tekanan darah tinggi
6) Merokok. Merokok dapat menyebakan kenaikan tekanan darah karena
membuat tekanan darah langsung meningkat setelah isapan pertama,
meningkatkan kadar tekanan darah sistolik 4 milimeter air raksa (mmHg).
Kandungan nikotin pada rokok memicu syaraf untuk melepaskan zat kimia
yang dapat menyempitkan pembuluh darah sekaligus meningkatkan
tekanan darah.
4. Patofisiologi
Umur, Jenis Kelamin, Gaya Hidup, Obesitas, Keturunan
5. Gambaran Klinis Hipertensi
Menurut Puspitorini (2009 : 20-21) gejala hipertensi yang dapat timbul
antara lain yaitu sakit kepala, kelelahan, mual atau muntah, sesak napas, napas
pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-
kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di tengkuk, nyeri
di daerah kepala bagian belakang nyeri di dada, otot lemah, pembengkakan pada
kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau
kemerahan, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, darah di
urine dan mimisan (jarang dilaporkan).
Ardiansyah (2012 : 66-67) menyebutkan bahwa Sebagian manifestasi klinis
timbul setelah klien mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya
berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari
hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf
pusat
d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus
Gejala yang dialami klien dengan kasus hipertensi berat antara lain sakit
kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntah-muntah,
kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, pandangan kabur atau ganda, tinnitus
(telinga mendenging), serta kesulitan tidur.
Sementara menurut Kurniadi & Nurrahmani (2014) banyak klien dengan
hipertensi tidak mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan tekanan darah
meninggi dan hanya akan terdeteksi pada saat pemeriksaan fisik. Sakit kepala di
tengkuk merupakan ciri yang sering terjadi pada hipertensi berat. Gejala lainnya
adalah pusing, palpitasi (berdebar-debar), dan mudah lelah. Namun, gejala-gejala
tersebut kadang tidak muncul pada beberapa klien, bahkan pada beberapa kasus
klien dengan tekanan darah tinggi biasanya tidak merasakan apa-apa. Peninggian
tekanan darah kadang- kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian,
gejala baru akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau
jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016:217-218) pemeriksaan penunjang pada klien
hipertensi antara lain :
a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat pada
hipertensi karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)
b. EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miokard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung
2) Pembendungan, lebarnya paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal
7. Penatalaksaan Hipertensi
Menurut Padila (2013:363), tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi
akibat hipertensi agar klien bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup klien. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan klien dan
penyakit lain yang ada pada klien. Menurut Ardiansyah (2012:68-69), langkah
awal secara nonfarmakologis biasanya adalah dengan mengubah pola hidup klien,
yakni dengan cara :
a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal
b. Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan, atau kadar
kolesterol darah tinggi
c. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup)
d. Mengurangi konsumsi alcohol
e. Berhenti merokok, dan
f. Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat (klien dengan hipertensi essensial
tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali).
Pengaturan menu bagi klien dengan hipertensi selama ini dilakukan dengan
empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas, diet
tinggi serat, dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Kini, bertambah satu
cara diet pada klien hipertensi yang disebut dengan DASH (Dietary Approach to
Stop Hypertension). Prinsip utama dari diet DASH adalah menyajikan menu
makanan dengan gizi seimbang yang terdiri atas buah-buahan, sayuran, produk-
produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging unggas, biji- bijian, dan
kacangkacangan (Puspitorini, 2009 : 55).
Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu secara nonfarmakologis
dan farmakologi (Triyatno, 2014):
a. Terapi non farmakologi merupakan terapi tanpa menggunakan obat, terapi non
farmakologi diantaranya memodifikasi gaya hidup dimana termasuk
pengelolaan stress dan kecemasan merupakan langkah awal yang harus
dilakukan. Penanganan non farmakologis yaitu menciptakan keadaan rileks,
mengurangi stress dan menurunkan kecemasan. Terapi non farmakologi
diberikan untuk semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan
darah dan mengendalikan faktor resiko serta penyakit lainnya
b. Terapi farmakologi Terapi farmakologi yaitu yang menggunakan senyawa
obat obatan yang dalam kerjanya dalam mempengaruhi tekanan darah pada
pasien hipertensi seperti: angiotensin receptor blocker (ARBs), beta blocker,
calcium chanel dan lainnya. Penanganan hipertensi dan lamanya pengobatan
dianggap kompleks karena tekanan darah cenderung tidak stabil.
8. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit.
Menurut buku Penyakit Kardiovaskular karya Edward K. Chung, komplikasi
hipertensi di antaranya adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi,
penyakit arteri koronaria, aneurisma, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi
(Shanty, 2011).
Hampir 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada klien hipertensi. Hal ini
dikarenakan hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh
darah akan mudah pecah. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan
sel- sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang dibawa
melalui pembuluh darah tersebut kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang
keluar dari pembuluh darah yang pecah juga dapat merusak sel-sel otak yang
berada di sekitarnya (Shanty, 2011).
Penyakit jantung koroner sering dialami klien hipertensi sebagai akibat
terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang
pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa
bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat
gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan timbulnya serangan
jantung (Samtosa, 2014).
Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri koroner yang
mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui
pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel, maka
kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yangmenyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi ventrikel,
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan
bekuan darah (Ardiansyah, 2012 : 69-70). Komplikasi hipertensi menurut Triyanto
(2018) adalah :
a. Penyakit jantung Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal
jantung
b. Ginjal. Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler - kapiler ginjal glomelurus. Rusaknya membran glomelurus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema
c. Otak. Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri - arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahi
berkurang
d. Mata. Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga
kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat
terjadi kerusakan dan penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan
ateroklorosis dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi gejala
1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup, dan
penyakit serebrovaskuler.
2) Episode palpitasi
Tanda :
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau Riwayat penyakit
ginjal pada masa lalu.
e. Makanan/cairan Gejala :
Deskripsi verbal tentang nyeri. Klien merupakan penilai terbaik dari nyeri
yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan
membuat tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan
nyeri klien dalam beberapa cara yang berikut :
g. Pernapasan Gejala :
Tanda :
1) Distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan
2) Bunyi napas tambahan (crackles/mengi)
3) Sianosis
h. Keamanan
j. Rencana pemulangan
Bantuan dengan pemantau dan tekanan darah/perubahan dalam terapi obat.
2. Diagnosa Keperawatan
Batasan Karakteristik :
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk klien yang
tidak dapat mengungkapkannya.
2) Diaphoresis
3) Ekspresi wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau; gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis).
3) Agens cidera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agens
mustard)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja jantung
(after load), vasokonstriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas (kekakuan
ventrikuler).
Batasan karakteristik :
1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Turgor kulit menurun
5) Parastesia
6) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
7) Edema
8) Penyembuhan luka lambat
9) Bruit femoral
Batasan Karakteristik :
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (misal aritmia, abnormalitas konduksi,
iskemia)
5) Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
7. Pertahankan
pembatasan
aktivitas seperti
istirahat ditempat
tidur/kursi.
8. Bantu melakukan
aktivitas perawatan
diri sesuai
kebutuhan.
5. Dorong memajukan
aktivitas toleransi
perawatan diri.
(Konsumsi oksigen
miokardia selama
berbagai aktifitas
dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang
ada. Kemajuan
aktivitas bertahap
mencegah
peningkatan tiba-
tiba pada kerja
jantung).
6. Berikan bantuan
sesuai kebutuhan
dan anjurkan
penggunaan kursi
mandi, menyikat
gigi / rambut dengan
duduk dan
sebagainya. (teknik
penghematan energi
menurunkan
penggunaan energi
dan sehingga
membantu
keseimbangan suplai
dan kebutuhan
oksigen).
Brunner & Suddarth ( 2013). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Budiono.2016. " Konsep Dasar Keperawatan Komprehensif " Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia
Doenges, E. M. ( 2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E. (2016). Hubungan Jenis Kelamin
dengan Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah Factors Related Events
Sex with Hypertension in Elderly Work Area Health District Lakbok Ciamis.
Jurnal Mutiara Medika, 16(2), 46–51.
Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis dan NANDA Nic-Noc. Yogyakarta
Panggabean, N. S. (2019). Perencanaan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi.
https://doi.org/10.31227/osf.io/y2qsv
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
Susanti, N., Siregar, P. A., & Falefi, R. (2020). Determinan Kejadian Hipertensi
Masyarakat Pesisir Berdasarkan Kondisi Sosio Demografi dan Konsumsi
Makan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1), 43–52.
https://doi.org/10.36590/jika.v2i1.52
DO:
-Pasien meringis kesakitan
-Lemas
-Pasien nampak gelisah
-TD :171/107 mmHg
-HR : 68x/m
-RR : 20x/m
-T: 36,2oc
P: nyeri meningkat pada saat
posisi duduk dan berdiri
Q : seperti ditekan-tekan
R : dada
S : Skala 3
T : hilang timbul
DO:
- TD :171/107 mmHg
-HR : 68x/m
-RR : 20x/m
-T: 36,2oc
-BB: 81 kg
-TB: 154
3 DS: Kurang kontrol tidur Gangguan
“pasien mengatakan tidak pola tidur
bisa tidur dimalam hari,
pasien juga mengeluh
sering terjaga karena nyeri
yang ia rasakan ”
DO:
-Pasien tampak lemas dan hanya
berbaring di tempat tidur
-Pasien tampak lesu
-KU sedang
Diagnosa Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA SLKI SIKI
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Observasi
pencedera fisiologis keperawatan 5x24 jam 1. Monitor tanda-tanda vital
D.0077 diharapkan nyeri/sakit 2. Identifikasi lokasi,
dada atau berkurang karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
-Skala nyeri menurun intensitas nyeri
-Meringis menurun 3. Identifikasi skala nyeri
-Sakit Kepala Menurun 4. Identifikasi respon nyeri
-Mual menurun non verbal
-Ttv dalam batas normal 5. Identifikasi faktor
-TD : 120/80 mmHg penyebab mual
-N : 60-100 Teurapeutik
-RR : 16-24 mmHg 6. Anjurkan memonitor
-S : 36,5oc – 37,5oc nyeri secara mandiri
7. Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
mual
Edukasi
8. Ajarkan tekhnik non
farmakologi relaksasi
nafas dalam untuk
mengurangi
Nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian
analgetik
10. Kolaborasi pemberian
antiemetic jika perlu
Edukasi
10. Anjurkan melakukan
aktifitas fisik
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
anti aritmia
12. Rujuk ke rehbilitasi
jantung
Edukasi
8. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
9. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
10. Anjurkan
menghindari makanan
penggangu tidur
11. Ajarkan faktor-faktor
yang berkontrobusi
terhadap gangguan
pola tidur (mis.
Psikologis, gaya
hidup, sering berubah
shift dalam bekerja)
12. Ajarkan relaksasi otot
progresif dan cara non
farmakologis
KEPANITERAAN KLINIK KEPERAWATAN SENIOR
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
I. IDENTITAS
Nama : Kartini binti Daud
Usia : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Drien tujoh, Bandar dua, Pidie Jaya
Pekerjaan : Petani
Status : Kawin
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 16 September 2023
Diagnosa Medis : Hipertensi
No. CM/Reg : 1349584
Tanggal pengkajian : 19 September 2023
x x
Keterangan :
= Laki-laki meninggal
= Perempuan meninggal
= Laki-laki
= Perempuan
2. Pola Eliminasi :
a. Buang air Besar
1) Frekuensi :1 kali/hari
2) Waktu : Pagi Siang Sore
Malam
3) Keluhan : Kolostomi Konstipasi Haemoroid Diare
Sakit saat BAB
4) Penggunaan Pencahar : Ada Tidak ada
5) Data tambahan (data fokus): pasien mengeluh sulit Buang
Air Besar BAB tidak lancar sudah 3 hari tidak BAB
2) Skala ketergantungan
0 : Pasien tidak bergantung pada orang lain / mandiri
3. Aspek psikologis:
a. Konsep diri :
1) Gambaran diri : pasien memandang dirinya dengan keluhan nyeri dada,
nyeri hilang timbul
d. Harapan terhadap perawatan : pasien ingin segera sembuh dan bisa melakukan
aktivitas baik
4. Aspek Spritual :
Kegiatan keagamaan yang dilakukan selama sakit :
a. Shalat : Ya Tidak
b. Berdoa’ : Ya Tidak
c. Berdzikir : Ya a Tidak
d. Mengaji : Ya Tidak
e. Lain-lain :
3. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 154/60 mmHg
Nadi : 82 kali/menit Teratur Tidak Teratur
Kuat Lemah
Suhu : 36,7 C
Pernafasan : 22 kali/menit
Tinggi badan : 154 cm
Berat Badan : 30 kg
Jarang
Rambut (distribusi) : Lebat Hitam Pirang
Serumen Luka
Telinga : Normal
:
Baik Kuran Tidak
kkk
Fungsi Pendengaran Normal Infeksi
mendengar Perdarahan dapat
Hidung :
Obstruksi benda asing
Bau
Normal Kotor Stomatitis
Mulut : Kotor
Berplak
Lidah : Bersih
Tidak lengkap
Gigi : Lengkap
Berlubang
Infeksi
Caries
Bengkak Berdarah Infeksi
Gusi : Normal
Lain-lain :
Leher : Normal Kaku kuduk Pembesaran
Kel.Thyroid
Pembesaran Kel.Getah bening Fraktur pada leher
Thorax (dada) : Simetris Tidak simetris Retraksi iga
Paru-paru : Ronchi Wheezing Stridor
Keluhan : Batuk Batuk berdarah Sesak
Bersekret banyak
Alat bantu penafasan : liter/menit, menggunakan......................
Bunyi jantung : BJ I BJ II
Keluhan : Nyeri dada Palpitasi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
URINALISIS
Makroskopik :
Warna Kuning
Kejernihan keruh
Berat jenis 1,016
pH 6,5 1,003-1,030
Lekosit Positif 5,0-9,0
Protein Positif (+) Negatif
Glikosa Negatif Negatif
Keton Positif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen Positif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah Positif Negatif
Mikroskopik : Negatif
Sedimen Urin :
Leukosit 25-50
0-2 LPB
Eritrosit 50-60
0-2 LPB
Epitel 1-3
0-1 LPB
bakteri Positif
2. Radiologi : Hasilnya :
Gambar Terlampir :
3. CT-Scan :-
4. Pemeriksaan EKG/Echo/EEG/EMG/Endoskopi/USG
HARI/TANGGAL NO DX EVALUASI
Senin, 18 September 1 S:
2023 - Pasien mengatakan sesak nafas
- Pasien mengatakan merasa lemas dan
pucat
O:
- KU : sedang
- Compos mentis
- TTV :
TD : 155/97 mmHg
HR : 74x/mnt
RR : 20x/mnt
T : 36,6°c
A : Penurunan curah jantung
P:
- Identifikasi tanda/gejala primer
penurunan curah jantung
- Identifikasi tanda/gejala sekunder
- Monitor tekanan darah
- Monitor saturasi oksigen
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
- Anjurkan diet jantung yang sesuai
- Hitung berat badan ideal pasien
- Kolaborasi pemberian obat furosemide
20 mg IV, Valsartan 80 mg
I:
- (20.00) memontior TTV pasien
- (20.00) memposisikan pasien semi
fowler
- (20.30) menginjeksi pasien obat
furosemide 20 mg IV dan Valsartan 80
mg PO
E:
- (22.00) TD : 149/70 mmmHg, HR :
75x/mnt RR : 20x/mnt T : 36,5
- (22.00) : pasien merasa leih tenang tidak
berdebar
R : intervensi dilanjutkan
2 S:
- Pasien mengatakan merasakan sakit
dibagian kepala
- Pasien mengatakan mata berkunang-
kunang
- Pasien merasa mual
O:
- KU : sedang
- Pasien tampak meringis
- TTV :
TD : 155/97 mmHg
HR : 79x/mnt
RR : 20x/mnt
T : 36,6°c
A : Nyeri Akut
P:
- Kaji skala nyeri
- Lakukan teknik manajemen nyeri
- Pantau keadaan umum dan
hemodinamik
- Posisikan semi fowler/fowler
I:
- (20.00) mengkaji skala nyeri pasien
- (20.00) mengajarkan relaksasi nyeri
dengan tarik nafas dalam
- (20.00) KU sedang
E:
- (22.00) skala nyeri pasien 3
- (22.00) nyeri masih dirasakan
R : intervensi dilanjutkan
3 S:
- Pasien mengatakan badan lemas saat
beraktifitas
O:
- Pasien tampak lemas dan hanya
berbaring ditempat tidur
- Semua aktifitas pasien dibantu keluarga
A : Intoleransi aktivitas
P:
- Kaji pasien dalam beraktivitas
- Kaji respon pasien terhadap aktivitas
- Monitor tekanan darah
- Anjurkan aktifitas fisik sesuai toleransi
CATATAN PERKEMBANGAN HARI PERTAMA
HARI / TANGGAL NO DX EVALUASI
Selasa, 19 September 1 S:
2023 - pasien mengatakan merasa nyeri dada
O:
- TD : 150/80mmHg
- HR : 80x/mnt
- RR : 20x/mnt
- T : 36,5°c
- KU : lemah
- Kesadaran kompos mentis
- Skala nyeri 2 NRS
A : Nyeri belum teratasi
P:
- Kaji skala nyeri
- Manajemen nyeri farmakologi dan non
farmakologi
- Pantau keadaan umum dan vital sign
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler
I:
- (20.30) mengkaji skala nyeri : 4 NRS
- (20.30) memantau TTV : TD : 150/80mmHg RR :
20x/mnt HR : 80x/mnt T : 36,5°c
- (20.50) posisikan semi fowler
- (20.50) mengajarkan Teknik relaksasi nafas dalam
E:
- (21.30) KU masih tampak lemah
- (21.30) nyeri belum membaik
- (21.30) TD belum stabil 140/80 mmHg
Nadi : 77x/mnt
HR : 24x/mnt
T : 36,7°c
R:
- Pantau TTV
- Kaji skala nyeri
- Pantau keadaan umum
- Anjurkan Teknik non farmakologi relaksasi nafas
dalam
Selasa, 19 Agustus 2 S:
2023 - Pasien merasa lemas dan pusing
- Pasien merasa jantung nya berdebar
O:
- TD : 150/80 mmHg
- HR : 20x/mnt
- RR : 20x/mnt
- T : 36,5°c
A : masalah belum teratasi
P:
- Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan
curah jantung
- Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan
curah jantung
- Monitor tekanan darah
- Monitor input dan output cairan
- Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Hitung berat badan ideal pasien
- Kolaborasi pemberian obat valsartan 10mg/12 jam
I:
- (20.30) memonitor tekanan darah
- (20.30) memposisikan pasien semi fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman
- (20.30) mengajarkan diet jantung yang sesuai
(kurangi kafein, batasi asupan natrium, kolestrol)
- (20.30) memberikan dukungan emosional dan
spiritual
- (22.00) pemberian obat valsartan sesuai instruksi
dokter
E:
- (22.30) KU masih tampak lemah
- (22.30) TD belum stabil
R:
- Pantau TTV
- Pantau keadaan umum
- Hitung berat badan ideal pasien
Selasa, 19 September 3 S:
2023 - Pasien mengatakan badan Lelah lemas saat
beraktivitas
O:
- Pasien tampak lemah dan hanya berbaring di
tempat tidur
- Aktivitas pasien dibantu keluarga
A : intoleransi aktivitas belum teratasi
P:
- Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas
- Kaji respon pasien terhadap aktivitas
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
- Kaji lokasi ketidaknyamanan
I:
- (20.30) mengkaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas
- (20.30) mengkaji respon pasien terhadap aktivitas
E:
- (22.00) KU masih lemah
- (22.00) aktivitas masih dibantu keluarga
R:
- Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
Rabu, 20 September 3 S:
2023 - Pasien mengatakan masih lemas
- Pasien mengatakan masih sulit beraktivitas
O:
- Pasien tampak lemah dan hanya berbaring
ditempat tidur
- Sebagian aktivitas pasien dibantu keluarga
A : masalah belum teratasi
P:
- Kaji kemampuan pasien beraktivitas
- Kaji respon pasien terhadap aktivitas
- Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
bertahap
- Posisikan pasien semifowler atau fowler dengan
kaki kebawah atau posisi nyaman.
I:
- (09.00) mengkaji kemampuan pasien dalam
beraktivitas
- (09.00) mengkaji respon pasien terhadap
aktivitas
- (09.00) memberikan dorongan untuk aktivitas
bertahap
- (09.00) memposisikan pasien ke posisi
semifowler
E:
- Pasien masih lemas saat beraktivitas
R:
- Intervensi dilanjutkan