Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang penting, karena prevelensinya
mencapai 15-20 % dari populasi dewasa serta merupakan faktor utama resiko
penyebab renocerebro-kardiovaskuler, dan berkontribusi terhadap tingginya morbilitas
dan mortalitas akibat stroke, infark miokard, hipertrofi ventrikel kiri (HVK), gagal ginjal
dan gagal jantung kongestif. Hipertensi diklasifiksikan atas hipertensi primer (esensil)
(90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak
ditemukan penyebab dan peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi
sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan seperti sindroma cushing, penyakit
parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat.
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Saat ini hipertensi diderita oleh
lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Sekitar 10-30% penduduk dewasa dihampir
semua negara mengalami hipertensi. 90-95% hipertensi tidak diketahui penyebabnya.
Sementara 5-10% disebabkan penyakit lain, seperti gangguan ginjal, gangguan
pembuluh darah, dan penyakit pembuluh darah bawaan. Bila dilihat dari golongan usia,
prevalensi hipertensi ternyata makin banyak seiring dengan bertambahnya usia
(Armilawaty, 2007)
Ginjal termasuk salah satu organ vital yang dimiliki manusia. Ada tujuh utama
fungsi ginjal. Diantaranya, mengeluarkan air, racun, dan bahan yang tidak berguna
serta berfungsi sebagai buffer (menetralkan kelebihan asam), mengontrol tekanan
darah, membuat tubuh tidak kurang darah, serta untuk kesehatan tulang. Gagal ginjal
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal akut yaitu penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang biasanya tetapi
tidak secara keseluruhan atau reversibel, sedangkan gagal ginjal kronik yaitu
penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan ireversibel.
Penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyrakat
yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan
sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus ditahun 2000, diperkirakan menjadi 1,15 milyar kasus ditahun 2025.
Prediksi didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan penambahan
penduduk saat ini (Clerence, 2007).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di
Amerika serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun.
Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000
menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya
diperkirakan lebih dari 650 ribu.
Untuk peran perawat sangatlah dibutuhkan baik secara preventif dan promotif
yaitu perawat melakukan penyuluhan kesehatan mengenai pola hidup yang sehat dan
pola makan dan lingkungan yang sehat. Dari aspek kuratif perawat memberikan
pengobatan dengan berkolaborasi dengan tim medis lainnya dan secara rehabilitative
yaitu perawat memberikan dukungan pada klien dan anggota keluarga yang menderita
gagal ginjal kronik.
Berdasarkan uraian tesebut angka kejadian penyakit Hipertensi semakin
meningkat apabila tidak segera ditangani akan mengakibatkan komplikasi maka penulis
tertarik untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Hipertensi.
1.2. Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapat pengalaman secara nyata dalam penerapan asuhan
keperawatan pada klien dengan Hipertensi.

1.2.2. Tujuan Khusus


Setelah melaksanakan dan menerapkan Asuhan Keperawatan klien dengan
Hipertensi penulis diharapkan mampu :
a. Melaksanakan pengkajian pada klien dengan Hipertensi
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Hipertensi
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Hipertensi
d. Melalukan tindakan keperawatan pada kien dengan Hipertensi
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan Hipertensi

1.3. Metode Penulisan


Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu studi kasus dengan
memilih satu kasus dengan Hipertensi dilakukan dengan cara pengumpulan data,
menganalisa data, dan menarik kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk narasi.
Adapun pengumpulan data melalui wawancara, observasi, studi Hipertensi dan studi
kepustakaan dengan mempelajari literatur atau buku sumber dan internet yang terkait
dengan judul makalah ini.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada manula
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah,
2002)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada orang dewasa, dan
dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistoliknya lebih dari atau sama dengan 140
mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
(Sharon Mantik Lewis, Medikal Surgical Nursing, 2000)

Klasifikasi Hipertensi menurut WHO


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee VII 2003
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol ≥ 140 Dan < 90
terisolasi

2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi esensial tidak diketahui penyebabnya dan biasanya dimulai
sebagai proses labil (intermiten) pada individu di akhir usia 30-an dan awal 50-an
dan secara bertahap menetap.
90% tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada faktor pendukung:
- Stress psikososial
- Obesitas
- Kurang olah raga
- Merokok
2. Hipertensi sekunder
Kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu seperti: penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan.
2.1.3. Anatomi
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada
linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paru-paru
Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis.

b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta
dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan
tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).

c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah.
Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat
kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.

d. Pembuluh darah utama dan kapiler


Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung
dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka
pembuluh darah utama.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna
satu sama lain.(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
2.1.4. Patofisiologi
2.1.5. Manifestasi Klinis
Individu yang mengalami hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun, gejala timbul bila ada biasanya menunjukan kerusakan
vaskuler dengan manifestasi yang khas sesuai dengan organ yang divaskularisasi
oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
Gejala yang sering terjadi antara lain:
 TD > 140 / > 90 mmHg
 Tachikardia
 Pusing, sakit kepala
 Palpitasi
 Mata berkunang-kunang, pandangan kabur
 Rasa berat di tengkuk
 Sukar tidur

2.1.6. Pemeriksaan penunjang


1. Foto thorax
Untuk mengetahui besar/pembesaran jantung.
2. ECG(Electrocardiografy)
Untuk mengetahui fungsi jantung/kelainan pada jantung.
3. Pheochromocyehoma
Pemeriksaan urine mengenal ada tidaknya katekolamin.
4. Renal arteriography
Untuk mengetahui lokasi pasti dari lesi atau tingkat observasi dan perubahan dasar
patologis arteri ginjal.
5. Pemeriksaan laboratorium
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan(viskositas)
dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
2.1.7. Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Diit rendah garam, rendah lemak
- Obat-obatan anti hipertensi
- Angiotensin Confert Enzim (ACE): catropil, ramipril
- Beta adrenergik bloker: pronalol
- Diuretik (furosemide)
- Vasodilator
- Hindari/berhenti merokok
- Mengatasi stres dengan rekreasi, konseling untuk memecahkan masalah

2.1.8. Komplikasi
a. Stroke : akibat perdarahan pada tekanan tinggi di otak atau embolus yang
terlepas dan pembuluh darah, arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal sehingga aliran darah ke otak
berkurang dan akibatnya aneurisma.
b. MCI : akibat terjadinya arterosklerosis pada arteri koroner yang
menyebabkan suplai O2 berkurang  iskemik  infark adanya
trombus sehingga terjadi hipertropi ventrikel  perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel maka terjadi disritmia dan
hipoksia jantung.
c. Gagal ginjal : tekanan tinggi pada kapiler ginjal dan glomerulus darah yang
mengalir ke unit fungsi ginjal nefron terganggu sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang maka terjadi edema pada
hipertensi kronik.
d. Enselofati : terjadi pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi
menyebabkan peningkatan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Nefron sekitarnya
kolaps maka terjadi koma/kematian.
2.2. Gagal Ginjal
2.2.1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2002:1448)
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi
normalnya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak massa nefron (Chandrasoma, 2006 ;  Price dan Wilson, 2006 ).
Gagal ginjal kronik ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang
berkepanjangan adalah hasil akhir semua penyakit ginjal kronik (Robbins, 2007:572).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional
yang progresif dan ireversible (Guyton & Hall, 2007:426).
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat
untuk keperluan tubuh (harus dibantu dengan dialysis atau transplantasi) (Arif
Mansjoer, dkk, 2000: 531-532). Sedangkan menurut Elizabeth J Corwin, “ Gagal ginjal
kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus”.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit
(Suhardjono, dkk, 2001). 
Dari ketujuh pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan hilangnya sejumlah nefron progresif dan ireversible yang
menyebabkan terjadinya uremia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
2.2.2. Etiologi
1. Pre renal
a. Hipoperfusi
b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis
c. Hipotensia  : shock, AMI luas, anestesia.

2. Renal (intrinsik): kerusakan struktur & fungsi ginjal


a.   Hipoperfusi  berkepanjangan
b. Nekrosis tubular akut akibat
c.  Hipotensi  : pasca bedah
d.  Hipovolemik  dan infeksi : luka bakar
e. Hipotensi akibat trauma berat
f.    Infeksi, nefrotoksis, penyakit parenkim ginjal (pielonefritis akut, glomerulonefritis
akut)

3.    Post renal (obstruktif).


a.   Endapan asam urat, kristal sulfat.
b. Obstruksi : batu KK, hipertrofiprostat, cancer kolon, cancer servik & uterus.
c.   Pembedahan ureter.
d. Obstruksi uretra : striktura uretra

2.2.3. Anatomi Fisiologi


a. Anatomi
Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,
suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih,
tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang
keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Posisi ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal
terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi
oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150
gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-
masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh
karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan
terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap.

Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1
inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150
gram, kira-kira seukuran kepalan tangan.
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-
masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh
karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan
terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus
dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui sejumlah
besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler
glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan hidrostatik
tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus
dilapisi oleh sel- sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula
bowman. Sedangkan tubulus merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin
dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.
Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan
diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan, bergantung pada seberapa dalam
letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di korteks
sisi luar disebut nefon kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang
hanya sedikit menembus ke dalam medula.
Kira-kira20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di korteks renal
sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular; nefron ini mempunyai
ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medula.

b. Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat
filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian
zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple yang
lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan kimia
asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh
dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-
basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal.  Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-bahan itu
akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam kapsula
bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks ginjal. 
Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula. 
Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir
menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke
kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra.
Dibawah ini adalah gambaran tentang proses pembentukan urine.

                                                                                                            

2.2.4. Faktor Penyebab


Penyebab gagal ginjal kronik secara klinis dibedakan menjadi dua bagian:
1. Penyakit parenkim ginjal
a. Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal polikistik.
b. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, nefropati, hipertensi, diabetes mellitus
2. Penyakit ginjal obstruktif : Benigna Prostate Hipertropi, batu saluran kemih, refluks
ureter.

Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan menjadi:


a.  Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
b.   Obstruksi saluran kemih
c.   Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
d.    Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
Dibawah ini adalah penjelasan perjalanan penyakit gagal ginjal kronik.
a. Glomerulonefritis
     Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Kompleks
biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi
glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua :
1)  Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
2)  Glomerulonefritis kronik
      Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak membaik atau timbul secara
spontan.

b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis dapat
bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih
asenden.Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi
hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjafi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Pada infeksi ginjal, terjadi respons imun dan peradangan yang menyebabkan
edema interstisium dan kemungkinan pembentukan jaringan parut. Yang paling sering
terkena adalah tubulus dan dapat mengalami atrofi. Pada pielonefritis kronik, terjadi
pembentukan jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas. Kemampuan ginjal untuk
memekatkan urine menurun karena kerusakan tubulus-tubulus.

c. Penyakit Ginjal Polikistik


Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multipel,  bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan.. Kista –kista ini terisi oleh cairan jernih atau hemoragik.
Ginjal yang membesar dan tubulus distal serta duktus pengumpul berdilatasi menjadi
elongasi kista. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahanakan fungsi ginjal,
sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK).

d. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)


Nefritis lupus disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus (GBM) dan menimbulkan kerusakan. Pada kasus
SLE tubuh membentuk antibody terhadap DNAnya sendiri. Gambaran klinis dapat
berypa glomerulonedfritis akut atau sindrom nefrotik. Perubahan yang paling dini
seringkali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya mengenai
beberapa glomerulus yang tersebar.

e. Nefropati Analgetik
             Nefropati analgetik adalah bentuk penyakit tubulo intertisial yang disebabkan
oleh pemberian obat-obatan analgetik (khususnya fenasetin dan NSAID), nefropati
analgesik juga berkaitan dengan nekrosis papilar. Setelah terpajan obat penyebab
dalam waktu lama, pasien akan menderita gagal ginjal tubulus dengan poliuria dan
akhirnya menjadi gagal ginjal kronik.

f. Tekanan darah tinggi (Hipertensi)


     Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap
diatas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg.
     Pada ginjal, atrerosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia renal. Ginjal
mengecil, biasanya simetris, dan mempuyai permukaan yang berlubang-lubang dan
bergranula. Secara histologi, lesi yang esensial adalah sklerosis arteri-arteri kecil serta
arteriol yang paling nyata pada arteriol aferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. 

g. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30
% hingga 40 % dari semua  kasus. Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah istilah yang
mencangkup semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus.

2.2.5. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka Gagal ginjal kronik dapat di
klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasasakan
gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik. 
b.  Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda,
tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal.
c.  Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari hari
sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini,  sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d. Stadium IV
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurun menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

2.2.6. Patofisiologi  
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. 
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2.2.7.  Manifestasi Klinis
a. Klien tampak lemah
b. Sesak dan batuk
c.  Nafas klien terdapat bunyi ronchi basah basal
d.  Konjungtiva anemis
e.  Respirasi cepat
f.  Takhikardi
g.  Edema
h.  Hipertensi
i.  Anoreksia, nausea, vomitus dan ulserasi lambung
j.  Asidosis metabolik
k.  Stomatitis
l.  Proteinuria dan hiperkalemia
m. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
n.  Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
2.2.8. Komplikasi
1. Sistem Pernafasan
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan. Pleuritis
mungkin ditemukan, terutama jika pericarditis  berkembang.. Asidosis menyebabkan
kompensasi meningkatnya respirasi sebagai usaha mengeluarkan ion hidrogen.

2. Sistem Kardiovaskuler
Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat terjadi perubahan irama jantung akibat
aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik. Edema terjadi akibat
retensi Na dan H2O.

3. Sistem Pencernaan
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya mukosa usus. Fosfor uremik
disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut
menjadi amonia sehingga bau nafas menjadi amonia. Akibat lain adalah timbulnya
stomatitis dan parotitis. Cegukan (hiccup), gastritis erosif, ulkuk peptik dan kolik uremik
juga dapat timbul.

4. Sistem Perkemihan
Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada GFR,
sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein menurun.. Disamping itu
juga akan terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.

5. Sistem endokrin
Terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
metabolisme vitamin D.

6. Sistem Muskuloskeletal
Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis fibrosa, osteosklerosis dan
kalsifikasi metastatik
7. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom. Gatal-
gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsim dipori-pori kulit.
Ekimosis akibat gangguan hematoligik,urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada
keringat.

8. Sistem Syaraf
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal ditungkai bawah dan
selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrome yaitu rasa kesemutan dan seperti
terbakar, terutama di telapak  kaki. Ensefalopati Metabolik: lemah, tak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang-kejang.

9. Sistem Reproduksi
Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan psikologi. Dapat juga terjadia tropi
testis, oligosperma, dan berkurangnya mobiltas sperma dan terjadi penurunan libido.

2.2.9. Pemeriksaan Diagnostik


1. Urine
a. volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak ada
urine (anuria, yaitu kurang dari 100 ml)
b. warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus
(nanah), bakteri, lemak, partikel koloid, pospat atau asam
urat, sedimen kotor. Warna kecoklatan menunjukkan
adanya darah.
c. berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada satu titik menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d. osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular
e. protein : derajat tinggi proteinuria (3+ s/d 4+)
2. Darah
a. BUN/ kreatinin : meningkat (10 mg/dl)
b. haemoglobin (Hb) : menurun atau anemia, biasanya Hb kurang dari 7 -8 g/dl
c. kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dangan
perpindahan selular atau asidosis / pengeluaran jaringan.
Kadar kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
d. natrium : hipernatremia / hiponatremia
e. magnesium/fosfat : meningkat
f. kalsium : menurun

Pada pemeriksaan radiologi biasanya yang dilakukan adalah:


a. foto polos abdomen : melihat bentuk, besar ginjal ataupun batu dalam ginjal.
b. ultrasonografi (USG) : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks, kandung
kemih serta prostat

2.2.10.Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis adalah:
1. Klien diberikan Anti hipertensi  yang berfungsi untuk menurunkan hipertensi klien.
2. Klien kekurangan kalsium, diberikan terapi CaCO 3 (Calsium Carbonat) yang
berfungsi untukimeningkatkanikalsiumidalamitubuh.
3. Klien mengalami konjungtiva anemis, karena ginjal telah rusak maka produksi
eritropoietinnya berkurang dan sel darah merah juga kurang. Oleh karena itu klien
diberikan terapi asam folat untuk pematangan sel darah merah..
4. Klien yang mengalami peningkatan kadar kalium dalam darah diberikan therapi
penurunikalium.
5. Klien mengalami sesak. untuk mengurangi rasa sesak, maka klien diberikan terapi
oksigen.
6. Klien diberikan anti diuresis untuk mengurangi kelebihan volume cairan dalam tubuh.
7. Diberikan terapi aminofusin untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh.
b. Tindakan Medis
Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu
hemodialisa dan transplantasi ginjal.
1.   Hemodialisa
Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa. Pada kasus ginjal
lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai  pasien dilakukan transplantasi ginjal.
Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara fisik mempersiapkan klien
untuk dilkaukan transplantasi ginjal.
Dialisa terdiri atas 2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi
untuk mengalirkan cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga
mencapai derajat yang diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang
tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebih.
Tujuan dari hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih.

Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu:


a.  Difusi
b. Osmosis
c. Ultrafiltrasi
                   
Hal-hal yang harus dipantau selama dilakukan hemodialisa yaitu:
a. Pantau terus tekanan darah, dan pastikan klien tidak mengalami hipotensi selama
dilakukan tindakan hemodialisa.
b. Jangan berikan obat antihipertensi pada saat akan menjalani hemodialisa, karena
akan mengakibatkan hipotensi.

Komplikasi Hemodialisa yaitu :
a. Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) didalam
darah.
b. Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi terhadap zat
didalam mesin.
c. Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang,
d. Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang
abnormal dalam darah.
e.  Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin.
f. Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk
mencegah pembekuan.
g. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.

2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis.
Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia ke resipien
yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuia
dan cocok  bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari donor kadaver. Nefrektomi
terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan diletakan di
fosa iliaka anterior samai krista iliaka. Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih
atau dianastomosiskan ke ureter resipien.

c. Diet
a.  Pada klien gagal ginjal kronik, klien harus diet RGRPRK (rendah garam, rendah
protein dan rendah kalium).
b.  Pengaturan yang cermat terhadap pengaturan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang
hilang dan pembatasan kalium.
c.   Pada saat yang sama, masukan kalori dari karbohidrat dan suplemen vitamin harus
dinjurkan.
d.   Protein dibatasi karena adanya urea. Protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai
biologis tinggi. (produk susu, telur, daging)
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1. Gagal ginjal Kronik
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji riwayat penyakit DM, hipertensi.
- Riwayat penggunaan obat-obat, rokok, alkohol.
b. Pola nutrisi metabolik
- Edema
- Stomatitis
- Nyeri ulu hati
- Mual/muntah
- Demam
- Pendarahan gastrointestinal
- Malnutrisi
- Rasa metalix tak sedap pada mulut (pernapasan, amonia)
- Pruritus, uremic frost
- Kuku tipis dan kasar.
c. Pola eliminasi
- Oliguria, bau anemia pada urine.
- Anuria, perubahan warna urine.
- Diare/konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Malaise
- Edema
- Pernapasan kusmaul
- Pusing
- Kejang
- Parestesi
- Kelemahan otot
- Penurunan rentang gerak.
e. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan extrem seperti somnolence atau insomnia dan gelisah.
- Tidur sering terganggu dengan kejang otot dan nyeri pada kaki.

f. Pola persepsi kognitif dan sensorik


- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Nyeri pada daerah pinggul
- Penurunan kemampuan mengingat
- Penurunan rentang perhatian
- Disorientasi
- Penurunan tingkat kesadaran.
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Depresi atau suasana hati sering berubah
- Perubahan konsep diri dan gambaran diri
- Harga diri
- Keputusasaan.
h. Pola berhubungan dengan sesama
- Tidak mampu bekerja
- Penurunan hubungan sosial dan penurunan aktivitas.
- Kehilangan peran.
i. Pola reproduksi – seksualitas
- Untuk wanita amenorhea : penurunan libido, infertilitas.
- Untuk pria : impotensi dan penurunan libido.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Ansietas
- Marah
- Stress
- Perasaan tidak teraba
- Ketidakefektifan mekanisme koping terhadap stressor baik pada pasien atau
keluarga.
k. Pola kepercayaan
- Adanya penurunan kepercayaan yang drastis terhadap pengobatan yang dijalani.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
c. Intoleransi beraktivitas b.d kelemahan fisik akibat uremia dan anemia.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.

3. Intervensi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
HYD : - Nilai Ka, dalam rentang normal, bunyi napas bersih, tidak ada edema, TD
sistolik 90-140 mmHg.
Intervensi.
1. Observasi TTV.
R/ Sebagai perbandingan untuk memberi gambaran yang lebih lengkap.
2. Batasi cairan.
R/ Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, keluaran urine dan terapi obat.
3. Pantau kreatinin dan BUN serum.
R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
4. Auskultasi bunyi paru-paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan
keluhan dispnea.
R/ Memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R/ Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.

b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
HYD : Tidak ada kerusakan/cedera kulit.
Tidak ada gatal-gatal.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi.
3. Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (misal:
lanolin, aquaphor).
R/ Soda kue, mandi dengan tepung mengurangi gatal, lotion dan salep untuk
mengurangi kering.
4. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
R/ Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
R/ Mencegah iritasi dermal langsung.

c. Intoleransi beraktivitas b.d kelemahan fisik akibat uremia dan anemia.


HYD : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Intervensi :
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan.
R/ Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi : bantu
jika keletihan terjadi.
R/ Meningkatkan aktivitas ringan, sedang dan memperbaiki harga diri.

3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.


R/ Mendorong latihan  aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan
istirahat yang adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
R/ Mencegah kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah.
HYD : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi :
1. Kaji adanya anoreksia, mual dan muntah.
R/ Informasi mengenai faktor yang dapat diubah untuk meningkatkan masukan diet.
2. Kaji riwayat diet.
3. Tingkatkan masukan protein yang mengandung telur, susu, daging.
R/ Untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan.
4. Timbang BB harian.
R/ Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
R/ Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.

e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual.
HYD : Memperbaiki konsep diri.
Intervensi :
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
R/ Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah dalam hidup.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
R/ Penguatan dan dukungan terhadap pasien.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
R/ Untuk identifikasi pola koping yang telah efektif.

4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan.
R/ Untuk mengidentifikasi masalah dan langkah yang diperlukan untuk
menghadapinya.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
HYD : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R/ Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R/ Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R/ Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R/ Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R/ Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.

4. Discharge Planning
a. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dilaporkan
kepada tenaga kesehatan.
b. Seperti :

c. Tanda gagal ginjal (mual, muntah, penurunan pengeluaran urine, napas berbau
amonia).
d. Tanda hiperkalemia (kelemahan otot, diare, kram abdominal).
e. Penyuluhan medikasi (tujuan, efek samping, efek yang diharapkan dosis dan jadwal
pemberian) sangat penting karena pasien memerlukan sejumlah medikasi.
f. Penyuluhan tentang pembatasan diit :
g. Air : 500 – 600 cc + urine output /hari.
h. Protein : 0,6 – 0,8 gr/kgBB/hari.
i. Pencegahan kekurangan cairan.
j. Diet rendah fosfor serum (terutama daging dan susu)
k. Pemberian vitamin D3 untuk supresi hormon paratiroid.
2.3.2. Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
 Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
 Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
 Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
 Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
 Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
 Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
 Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal
pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
 Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretic
 Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
e. Neurosensori
 Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi
saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan
penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
 Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses
piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
f. Nyeri/ ketidaknyaman
 Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
g. Pernafasan
 Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
 Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
h. Keamanan
 Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul


a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral.
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.

3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan :
Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja
jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima,
memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
e. Catat edema umum.
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 2. :
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :
Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan
peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi
nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau
nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan.
(Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan
indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /
kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual).
c. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia
selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen).
e. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).

Diagnosa Keperawatan 3. :
c. Gangguan rasa nyaman dan nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
c. Batasi aktivitas.
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
Diagnosa keperawatan 4. :
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.
Tujuan :
Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing,
nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia.
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
d. Amati adanya hipotensi mendadak.
e. Ukur masukan dan pengeluaran.
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. PENGKAJIAN
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 47 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Puri Sakti No. 10 Cipete
Agama : Kristen
Suku : Asmat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Kebangsaan : Indonesia
Tanggal masuk : 13 September 2013
Tanggal pengkajian : 22 Oktober 2013
Dx medis : Hipertensi
No. RM : 278639

3.1.2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien mengeluhkan Sesak nafas, lemas, dan kurang nafsu makan.Pasien
tampak oedema pada ekstremitas bagian bawah.

3.1.3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Riwayat Hipertensi (+)

3.1.4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga tidak ada yang mengalami atau pernah menderita penyakit yang
sama dengan pasien dan Tidak ada riwayat penyakit keturunan.
3.1.5. Riwayat Psikososial
Pasien mengatakan cemas dengan keadaan penyakitnyakarena tidak kunjung
sembuh.Hubungan antara keluarga dengan pasien baik ditandai dengan keluarga
secara bergantian menjaga pasien dan menjenguk pasien. Keluarga juga selalu berdoa
untuk kesembuhan pasien.

3.1.6. Pola Kebiasaan


No Kegiatan Sebelum masuk RS Setelah masuk RS
1 Nutrisi dan metabolik Pasien makan 3x Pasien makan 3x
sehari dengan menu sehari dengan
nasi lengkap dengan tinggi protein 40
lauk dan sayur. gram protein dan
Terkadang pasien rendah kalium.
memakan buah- Nafsu makan
buahan. Makanan berkurang
yang disukai tidak berhubungan
ada. TB: 162 Kg dan dengan adanya
BB: 54 Kg mual.
2 Cairan Pasien minum ± 7-8 Pasien minum
gelas / hari. 600cc/ 24 jam
3 Pola istirahat dan tidur Pasien tidur siang Pasien tidur siang ±
selama ± 2-3 jam / 1-2 jam / hari. Tidur
hari. Tidur malam ± 7- malam ± 6-7 jam /
8 jam / hari hari.
4 Eliminasi Frekuensi BAB 1-2 x / Frekuensi BAB 1-2
BAB hari. Dengan x / hari. Dengan
konsistensi lunak konsistensi lunak
berwarna coklat berwarna coklat
kekuningan kekuningan
Frekuensi BAK 8-10 x Frekuensi BAK
BAK
/ hari.. BAK berwarna 100cc / hari. BAK
kuning dan bau khas berwarna kuning
amonia dan bau khas
amonia
5 Personal hygiene Pasien mandi 2x / Pasien hanya
hari, gosok gigi 2x / dibersihkan 2x /
hari, cuci rambut 3x / hari, gosok gigi 2x /
minggu dan potong hari, cuci rambut
kuku 1x / seminggu 1x / minggu dan
potong kuku 1x /
minggu
6 Aktivitas Pasien dapat Pasien mengeluh
melakukan sesak pada saat
kegiatannya dengan beraktivitas oleh
sendiri tanpa bantuan karena itu pasien
orang lain dibantu sebagian
oleh keluarga dan
perawat untuk
melakukan
aktivitasnya. Pasien
mengatakan tidak
nyaman dengan
adanya benda
asing pada sekitar
leher.
3.1.7. Pemeriksaan Fisik
Tanggal : 28 januari 2013
a. Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 160/90 mmHg
HR : 86 x/i
RR : 24 x/i
Temp : 36,70C
TB : 162 cm
BB : 54Kg
b. Pemeriksaan Head To Toe
a. Kepala
Kepala pasien berbentuk oval. Rambut pasien hitam ikal. Rambut dan kulit kepala
tampak bersih.
b. Mata
Mata simetris, pupil isokor kiri dan kanan, konjungtiva agak anemis, sklera tidak
ikterus, fungsi penglihatan masih baik
c. Hidung
Fungsi penciuman baik, tidak terdapat kelainan bentuk dan tidak ada tanda tanda
peradangan serta tidak ada sekret yang berlebihan.
d. Telinga
Bentuk normal, posisi simetris. Tidak ada tanda-tanda peradangan maupun
perdarahan. Serumen dalam batas normal. Fungsi pendengaran baik.
e. Mulut
Kebersihan lidah dan mulut bagus. Tidak ada sariawan. Gigi sudah tidak lengkap.
Pasien tidak mengalami gangguan berbicara dan menelan.
f. Leher
Leher simetris, tekanan vena jugularis tidak meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening. Trakea medial, terpasang Catheter Double lumen pada subclavia dextra.
g. Thorax
Bentuk thorax kiri dan kanan simetris, bunyi paru ronchi, redup kedua lapang paru, RR:
26 x/menit.
h. Jantung
Bunyi jantung lup-dup, pulse: 86 x/menit. Tidak ada terasa nyeri pada daerah jantung.
i. Abdomen
Bentuk simetris. Tidak tampak asites. Hepar, lien dan renal tidak teraba. Peristaltik usus
terdengar baik.
j. Genitalia
Tidak ada kelainan.
k. Ekstremitas
Terdapat oedema (1+) di ekstremitas bawah. Pasien masih tampak lemah sehingga
dibantu sebagian oleh perawat dan keluarga dalam memenuhi kebutuhannya.

3.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 13 september 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
ureum 217 mg/dl 10-50
kreatinin 4,9 mg/dl 0,6 – 1,1
HBSaG 0,77 (non reaktif) <2,0 = non reaktif
>2,0 = reaktif
Anti HCV 0,98 (non reaktif) < 1,00 = non reaktif
> 1,00 = reaktif

Tanggal 15 september 2013 (bersihan kreatinin-CCT)


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Tinggi badan 162 cm -
Berat badan 54 kg
Volume urin 2800 ml
Periode tampung urin 24 jam
Kreatinin urin 26,0 mg/dl
Kretinin darah 5,5 mg/dl
Bersihan kreatinin 40,2 ml/menit 75-125
Volume urin 2800 ml
Protein urin 42,00 mg/dl
Protein total urin H 1176 ms/24jam 28 – 141

Tanggal 27 september 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Ureum 265 mg/dl 10-50
kreatinin 9,2 mg/dl 0,6-1,1
Asam urat 11,7 mg/dl 3,0-7,0

Tanggal 19 Oktober 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Albumin 2,9 g/dl 3,4-4,8 g/dl
Globulin 3,6 g/dl 1,3 – 3,7 g/dl
Natrium 139 mEq/L 135-147 mEq/L
Kalium 4,4 mg/dl 3,5-5,0 mg/dl
Fosfor 5,3 mg/dl 2,5-5,0mg/dl
Kalsium 7,7 mg/dl 8,8-10,3 mg/dl

Tanggal 20 Oktober 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal
Hemoglobin 8,1 g/dl 13,0-16,0 g/dl
Leukosit 5,4 /ul 5,0-10,0 /ul
Eritrosit 2,92 /ul 4,50-5,50/ul
Hematokrit 25% 40-48 %
Retikulosit 21 5-15
3.1.9. Therapy
- Minum 600cc/24 jam
- Bicnat 3x500 mg
- Caco3 3x500 mg
- Asam folat 1x2 tablet
- Diet 40 gram protein, rendah kalium
- Blopers 1x16mg
- Hemapo 3000u 2x seminggu ( selasa dan jumat )

3.1.10.Data Fokus
Data Subjektif
- Pasien mengatakan sesak
- Pasien mengatakan nafsu makan berkurang karena mual
- Pasien mengatakan tidak nyaman karena adanya benda asing pada sekitar leher.

Data Objektif
- HD terakhir 47,60 kg ( kenaikan 3,25 kg )
- BB pra HD : 50,35 kg
- Diet 40 gram protein dan rendah kalium
- Konjungtiva anemis
- Pasien tampak pucat
- HB 8,1 g/dl (20-10-2013)
- Terpasang CDL pada Subclavia dextra
- TD pra HD : 130/80 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 24 x/mnt
- Ekstremitas bawah tampak oedem (1+)
- Asam urat11,7 mg/dl, Ureum 265 mg/dl, Kreatinin 9,2 mg/dl, albumin 2,9 g/dl,
leukosit 5,4/uI.
- Makanan yang dihabiskan hanya ½ porsi yang dihabiskan
3.2. ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi


1 Data Subjektif Kelebihan volume Penurunan
- Pasien mengatakan cairan fungsi ginjal
sesak
Data Objektif
- TD pra HD : 130/80
mmhg, N : 80 x/mnt, RR :
26 x/mnt
- BB HD terakhir 47,60 kg
dan BB terakhir saat ini :
50,85 kg ( kenaikan 3,25
kg )
- Ekstremitas bawah
tampak oedem (1+)
- Ureum 265 mg/dl,
Kreatinin 9,2 mg/dl
- Terpasang CDL pada
Subclavia dextra
- HB 8,1 g/dl (20-10-2013)
2 - Pasien mengatakannafsu Perubahan nutrisi Mual
makan berkurang karena kurang dari
mual kebutuhan tubuh
Data Objektif
- Albumin 2,9 g/dl
- Diet 40 gram protein dan
rendah kalium
- Konjungtiva anemis
- Pasien tampak pucat
- Makanan yang
dihabiskan hanya ½
porsi yang dihabiskan

3. Data Subjektif migrasi dari Resti


- Pasien mengatakan tidak mikroorganisme terjadinya
nyaman karena adanya dari kulit pasien infeksi pada
benda asing pada sekitar melalui lokasi daerah seitar
leher. tusukan kateter dan CDL
Data Objektif turun ke permukaan
- Terdapat Catheter luar kateter atau
Double Lumen pada dari kateter yang
vena subclavia. terkontaminasi
- leukosit 5,4/uI selama prosedur
- TD pra HD : 130/80 HD
mmhg, N : 80 x/mnt, RR :
26 x/mnt

3.3. Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal ditandai
dengan TD pra HD : 130/80 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 26 x/mnt, BB HD terakhir 47,60
kg dan BB terakhir saat ini : 50,85 kg ( kenaikan 3,25 kg ) , Ekstremitas bawah tampak
oedem (1+), Ureum 265 mg/dl, Kreatinin 9,2 mg/dl, Terpasang CDL pada Subclavia
dextra, HB 8,1 g/dl (20-10-2013).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual ditandai
dengan Albumin 2,9 g/dl, Diet 40 gram protein dan rendah kalium, Konjungtiva anemis,
Pasien tampak pucat, Makanan yang dihabiskan hanya ½ porsi yang dihabiskan.

3. Resti terjadinya infeksi pada daerah seitar CDL berhubungan dengan migrasi dari
mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan kateter dan turun ke permukaan
luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi selama prosedur HD ditandai dengan
Terdapat Catheter Double Lumen pada vena subclavia, leukosit 5,4/uI, TD pra HD :
130/80 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 26 x/mnt
3.4. PERENCANAAN
NAMA PASIEN : Tn. Y RUANGAN :K
UMUR : 47 TAHUN DX MEDIS : CKD on HD e.c hipertensi

DIAGNOSA
N TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWAT INTERVENSI RASIONALISASI
o HASIL
AN
1 Dx 1 Tujuan:  Observasi TTV  Sebagai perbandingan untuk
Setelah dilakukan 1x4jam  Batasi cairan. memberi gambaran yang lebih
diharapkan Kelebihan  Pantau kreatinin dan BUN lengkap.
volume cairan teratasi serum.  Pembatasan cairan akan
Kriteria Hasil:  Auskultasi bunyi paru-paru, menentukan BB ideal,
 Pasien tidak sesak evaluasi adanya edema keluaran urine dan terapi obat.
 Tidak ada oedem perifer/kongesti vaskuler  Perubahan ini menunjukkan
 Ureum darah normal (10- dan kebutuhan dialisa segera.
50 mg/dl)  Kaji tingkat aktivitas, ( <15% membutuhkan terapi
 Kreatinin darah normal ( < respon terhadap aktivitas. pengganti ginjal)
1,5 )  Memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
 Kelelahan dapat menyertai
GJK juga anemia.
2 Dx 2 Tujuan:  Kaji adanya anoreksia,  Informasi mengenai faktor yang
Setelah dilakukan 1x4jam mual dan muntah. dapat diubah untuk
diharapkan Kurang nafsu  Tingkatkan masukan
makan dan mual teratasi protein yang mengandung meningkatkan masukan diet.
Kriteria Hasil: telur, susu, daging.  Untuk mencapai keseimbangan
 Nafsu makan baik nitrogen yang diperlukan untuk
 Makan habis 1 porsi pertumbuhan dan
 Timbang BB harian.
Pasien tidak tampak pucat penyembuhan.
 Ciptakan lingkungan yang
 Untuk memantau status cairan
menyenangkan selama
dan nutrisi
waktu makan.
 Faktor yang tidak
 Edukasi mengenai nutrisi
menyenangkan yang berperan
pada pasien GGK
dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
 Mengerti pemahaman
mengenai status nutrisi pasien
mengenai penyakit yang
dialami saat ini.
3 Dx 3 Tujuan:  Kaji warna kulit disekitar  Agar dapat mencegah
Setelah dilakukan 1x4jam lokasi pemasangan kateter terjadinya peradangan
diharapkan tidak terjadi double lumen apakah ada
infeksi pada daerah sekitar kemerahan
CDL  Kaji daerah lokasi
Kriteria Hasil: penusukan apakah ada  Mencegah sebelum terjadinya
 CDL bersih tanda-tanda phlebitis phlebitis
 Tidak ada tanda seperti kemerahan, nyeri,
peradangan pada daerah bengkak.
sekitar CDL  Lakukan perawatan pada
CDL
3.5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NAMA PASIEN : Tn. Y RUANGAN :K
UMUR : 47 TAHUN DX MEDIS : CKD on HD e.c hipertensi

No TANGGAL No. DX Impelementasi Evaluasi


1 22 oktober 2013 1  Pukul 08.40 Menimbang berat badan klien, hasil S : klien mengatakan sudah
berat badan : 50,85 kg tidak sesak dan kaki nya sudah
 pukul 08.00 observasi tanda-tanda vital sebelum mulai berkurang bengkaknya.
HD, hasil TD: 130/80 mmhg, N: 80 x/m,RR: 24 x/m
O: pasien tampak tidak sesak,
 pukul 08.50 membantu dalam memulai proses
oedem tampak berkurang, target
HD, kenaikkan dari berat badan sebelumnya
HD berhasil, setelah HD berat
3,25kg dan target 2,5 ditambah dengan
badan 47,55 kg
pemasukan makan dan minum selama HD klien
500 menjadi 3kg, observasi tanda-tanda vital tiap
A : masalah teratasi sebagian
jam, pukul 10.20 TD: 130/80, N: 88 /m
 pukul 11.45 TD: 120/80, N: 80 /m
P : Intervensi diteruskan
 pukul 12.50 TD: 130/100, N: 80 /m, pukul 12.00
membantu dalam mengakhiri proses HD, hasil
target tercapai 3kg, dan TD: 120/80 mmhg, N: 80
x/m.
2. 22 oktober 2013 2  Pukul 10.00 memberi snack dan teh manis untuk S :klien mengatakan masih
pasien, pasien tidak memakan snack hanya kurang nafsu makan
meminum teh manis sedikit ± 3 stm
 pukul 12.00 memberi makan siang untuk pasien, O: makan yang dihabiskan ½
pasien hanya menghabiskan ½ porsi porsi.

 Pukul 12.20 memberikan edukasi pentingnya A :masalah teratasi sebagian

makan-makanan tinggi protein, rendah natrium,


P :Intervensi diteruskan
pembatasan cairan pada makanan yg
mengandung banyak air dan rendah kalium,
pasien dan keluarga tampak mulai mengerti.
3 22 oktober 2013 3 Pukul 08.50 melakukan perawatan pada CDL S : klien mengatakan merasa
nyaman setelah dilakukan
perawatan

O : tidak ada peradangan pada


daerah sekitar CDL

A : masalah teratasi sebagian

P : intervens dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai