PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada manula
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah,
2002)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada orang dewasa, dan
dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistoliknya lebih dari atau sama dengan 140
mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari atau sama dengan 90 mmHg.
(Sharon Mantik Lewis, Medikal Surgical Nursing, 2000)
2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi esensial tidak diketahui penyebabnya dan biasanya dimulai
sebagai proses labil (intermiten) pada individu di akhir usia 30-an dan awal 50-an
dan secara bertahap menetap.
90% tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada faktor pendukung:
- Stress psikososial
- Obesitas
- Kurang olah raga
- Merokok
2. Hipertensi sekunder
Kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu seperti: penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan.
2.1.3. Anatomi
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada
linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paru-paru
Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis.
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta
dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan
tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah.
Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat
kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
2.1.8. Komplikasi
a. Stroke : akibat perdarahan pada tekanan tinggi di otak atau embolus yang
terlepas dan pembuluh darah, arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal sehingga aliran darah ke otak
berkurang dan akibatnya aneurisma.
b. MCI : akibat terjadinya arterosklerosis pada arteri koroner yang
menyebabkan suplai O2 berkurang iskemik infark adanya
trombus sehingga terjadi hipertropi ventrikel perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel maka terjadi disritmia dan
hipoksia jantung.
c. Gagal ginjal : tekanan tinggi pada kapiler ginjal dan glomerulus darah yang
mengalir ke unit fungsi ginjal nefron terganggu sehingga tekanan
osmotik koloid plasma berkurang maka terjadi edema pada
hipertensi kronik.
d. Enselofati : terjadi pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi
menyebabkan peningkatan kapiler dan mendorong cairan ke dalam
ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Nefron sekitarnya
kolaps maka terjadi koma/kematian.
2.2. Gagal Ginjal
2.2.1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer, 2002:1448)
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi
normalnya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak massa nefron (Chandrasoma, 2006 ; Price dan Wilson, 2006 ).
Gagal ginjal kronik ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang
berkepanjangan adalah hasil akhir semua penyakit ginjal kronik (Robbins, 2007:572).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional
yang progresif dan ireversible (Guyton & Hall, 2007:426).
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak & Gallo).
Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat
untuk keperluan tubuh (harus dibantu dengan dialysis atau transplantasi) (Arif
Mansjoer, dkk, 2000: 531-532). Sedangkan menurut Elizabeth J Corwin, “ Gagal ginjal
kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus”.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit
(Suhardjono, dkk, 2001).
Dari ketujuh pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan hilangnya sejumlah nefron progresif dan ireversible yang
menyebabkan terjadinya uremia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
2.2.2. Etiologi
1. Pre renal
a. Hipoperfusi
b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis
c. Hipotensia : shock, AMI luas, anestesia.
b. Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat
filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian
zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple yang
lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan kimia
asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh
dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-
basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian
dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di
glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-bahan itu
akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam kapsula
bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks ginjal.
Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula.
Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir
menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke
kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra.
Dibawah ini adalah gambaran tentang proses pembentukan urine.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis dapat
bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih
asenden.Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui infeksi
hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjafi akibat infeksi berulang, dan biasanya
dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Pada infeksi ginjal, terjadi respons imun dan peradangan yang menyebabkan
edema interstisium dan kemungkinan pembentukan jaringan parut. Yang paling sering
terkena adalah tubulus dan dapat mengalami atrofi. Pada pielonefritis kronik, terjadi
pembentukan jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas. Kemampuan ginjal untuk
memekatkan urine menurun karena kerusakan tubulus-tubulus.
e. Nefropati Analgetik
Nefropati analgetik adalah bentuk penyakit tubulo intertisial yang disebabkan
oleh pemberian obat-obatan analgetik (khususnya fenasetin dan NSAID), nefropati
analgesik juga berkaitan dengan nekrosis papilar. Setelah terpajan obat penyebab
dalam waktu lama, pasien akan menderita gagal ginjal tubulus dengan poliuria dan
akhirnya menjadi gagal ginjal kronik.
g. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30
% hingga 40 % dari semua kasus. Diabetes melitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah istilah yang
mencangkup semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus.
2.2.5. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka Gagal ginjal kronik dapat di
klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum merasasakan
gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda,
tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal.
c. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari hari
sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d. Stadium IV
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurun menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
2.2.6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal
telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2.2.7. Manifestasi Klinis
a. Klien tampak lemah
b. Sesak dan batuk
c. Nafas klien terdapat bunyi ronchi basah basal
d. Konjungtiva anemis
e. Respirasi cepat
f. Takhikardi
g. Edema
h. Hipertensi
i. Anoreksia, nausea, vomitus dan ulserasi lambung
j. Asidosis metabolik
k. Stomatitis
l. Proteinuria dan hiperkalemia
m. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
n. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
2.2.8. Komplikasi
1. Sistem Pernafasan
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan. Pleuritis
mungkin ditemukan, terutama jika pericarditis berkembang.. Asidosis menyebabkan
kompensasi meningkatnya respirasi sebagai usaha mengeluarkan ion hidrogen.
2. Sistem Kardiovaskuler
Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat terjadi perubahan irama jantung akibat
aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik. Edema terjadi akibat
retensi Na dan H2O.
3. Sistem Pencernaan
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya mukosa usus. Fosfor uremik
disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut
menjadi amonia sehingga bau nafas menjadi amonia. Akibat lain adalah timbulnya
stomatitis dan parotitis. Cegukan (hiccup), gastritis erosif, ulkuk peptik dan kolik uremik
juga dapat timbul.
4. Sistem Perkemihan
Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada GFR,
sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein menurun.. Disamping itu
juga akan terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.
5. Sistem endokrin
Terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
metabolisme vitamin D.
6. Sistem Muskuloskeletal
Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis fibrosa, osteosklerosis dan
kalsifikasi metastatik
7. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom. Gatal-
gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsim dipori-pori kulit.
Ekimosis akibat gangguan hematoligik,urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada
keringat.
8. Sistem Syaraf
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal ditungkai bawah dan
selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrome yaitu rasa kesemutan dan seperti
terbakar, terutama di telapak kaki. Ensefalopati Metabolik: lemah, tak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang-kejang.
9. Sistem Reproduksi
Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan psikologi. Dapat juga terjadia tropi
testis, oligosperma, dan berkurangnya mobiltas sperma dan terjadi penurunan libido.
2.2.10.Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis adalah:
1. Klien diberikan Anti hipertensi yang berfungsi untuk menurunkan hipertensi klien.
2. Klien kekurangan kalsium, diberikan terapi CaCO 3 (Calsium Carbonat) yang
berfungsi untukimeningkatkanikalsiumidalamitubuh.
3. Klien mengalami konjungtiva anemis, karena ginjal telah rusak maka produksi
eritropoietinnya berkurang dan sel darah merah juga kurang. Oleh karena itu klien
diberikan terapi asam folat untuk pematangan sel darah merah..
4. Klien yang mengalami peningkatan kadar kalium dalam darah diberikan therapi
penurunikalium.
5. Klien mengalami sesak. untuk mengurangi rasa sesak, maka klien diberikan terapi
oksigen.
6. Klien diberikan anti diuresis untuk mengurangi kelebihan volume cairan dalam tubuh.
7. Diberikan terapi aminofusin untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh.
b. Tindakan Medis
Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu
hemodialisa dan transplantasi ginjal.
1. Hemodialisa
Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa. Pada kasus ginjal
lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai pasien dilakukan transplantasi ginjal.
Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara fisik mempersiapkan klien
untuk dilkaukan transplantasi ginjal.
Dialisa terdiri atas 2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi
untuk mengalirkan cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik sehingga
mencapai derajat yang diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari yang
tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebih.
Tujuan dari hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih.
Komplikasi Hemodialisa yaitu :
a. Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) didalam
darah.
b. Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi terhadap zat
didalam mesin.
c. Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang,
d. Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang
abnormal dalam darah.
e. Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin.
f. Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk
mencegah pembekuan.
g. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal kronis.
Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia ke resipien
yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor hidup yang sesuia
dan cocok bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari donor kadaver. Nefrektomi
terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi. Ginjal transplan diletakan di
fosa iliaka anterior samai krista iliaka. Ureter transplan ditanamkan ke kandung kemih
atau dianastomosiskan ke ureter resipien.
c. Diet
a. Pada klien gagal ginjal kronik, klien harus diet RGRPRK (rendah garam, rendah
protein dan rendah kalium).
b. Pengaturan yang cermat terhadap pengaturan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang
hilang dan pembatasan kalium.
c. Pada saat yang sama, masukan kalori dari karbohidrat dan suplemen vitamin harus
dinjurkan.
d. Protein dibatasi karena adanya urea. Protein yang dikonsumsi harus memiliki nilai
biologis tinggi. (produk susu, telur, daging)
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1. Gagal ginjal Kronik
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji riwayat penyakit DM, hipertensi.
- Riwayat penggunaan obat-obat, rokok, alkohol.
b. Pola nutrisi metabolik
- Edema
- Stomatitis
- Nyeri ulu hati
- Mual/muntah
- Demam
- Pendarahan gastrointestinal
- Malnutrisi
- Rasa metalix tak sedap pada mulut (pernapasan, amonia)
- Pruritus, uremic frost
- Kuku tipis dan kasar.
c. Pola eliminasi
- Oliguria, bau anemia pada urine.
- Anuria, perubahan warna urine.
- Diare/konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Malaise
- Edema
- Pernapasan kusmaul
- Pusing
- Kejang
- Parestesi
- Kelemahan otot
- Penurunan rentang gerak.
e. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan extrem seperti somnolence atau insomnia dan gelisah.
- Tidur sering terganggu dengan kejang otot dan nyeri pada kaki.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
c. Intoleransi beraktivitas b.d kelemahan fisik akibat uremia dan anemia.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
HYD : - Nilai Ka, dalam rentang normal, bunyi napas bersih, tidak ada edema, TD
sistolik 90-140 mmHg.
Intervensi.
1. Observasi TTV.
R/ Sebagai perbandingan untuk memberi gambaran yang lebih lengkap.
2. Batasi cairan.
R/ Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, keluaran urine dan terapi obat.
3. Pantau kreatinin dan BUN serum.
R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
4. Auskultasi bunyi paru-paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan
keluhan dispnea.
R/ Memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R/ Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
HYD : Tidak ada kerusakan/cedera kulit.
Tidak ada gatal-gatal.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan kemerahan,
eksoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi.
3. Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (misal:
lanolin, aquaphor).
R/ Soda kue, mandi dengan tepung mengurangi gatal, lotion dan salep untuk
mengurangi kering.
4. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
R/ Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
R/ Mencegah iritasi dermal langsung.
e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh
dan fungsi seksual.
HYD : Memperbaiki konsep diri.
Intervensi :
1. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
R/ Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah dalam hidup.
2. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat.
R/ Penguatan dan dukungan terhadap pasien.
3. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga.
R/ Untuk identifikasi pola koping yang telah efektif.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan.
R/ Untuk mengidentifikasi masalah dan langkah yang diperlukan untuk
menghadapinya.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
HYD : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R/ Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R/ Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R/ Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R/ Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R/ Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.
4. Discharge Planning
a. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dilaporkan
kepada tenaga kesehatan.
b. Seperti :
c. Tanda gagal ginjal (mual, muntah, penurunan pengeluaran urine, napas berbau
amonia).
d. Tanda hiperkalemia (kelemahan otot, diare, kram abdominal).
e. Penyuluhan medikasi (tujuan, efek samping, efek yang diharapkan dosis dan jadwal
pemberian) sangat penting karena pasien memerlukan sejumlah medikasi.
f. Penyuluhan tentang pembatasan diit :
g. Air : 500 – 600 cc + urine output /hari.
h. Protein : 0,6 – 0,8 gr/kgBB/hari.
i. Pencegahan kekurangan cairan.
j. Diet rendah fosfor serum (terutama daging dan susu)
k. Pemberian vitamin D3 untuk supresi hormon paratiroid.
2.3.2. Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin
(vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple(hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal
pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta
kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
e. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital (terjadi
saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam) Gangguan
penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses
piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
f. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
g. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk
dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
h. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan :
Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / bebankerja
jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapatditerima,
memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentangnormal pasien.
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
e. Catat edema umum.
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan 2. :
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :
Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan
peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :frekwensi
nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatanTD, dipsnea, atau
nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,pusig atau pingsan.
(Parameter menunjukan respon fisiologis pasienterhadap stress, aktivitas dan
indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/ jantung).
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /
kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual).
c. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen miokardia
selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan
aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja jantung).
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi, menyikat
gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen).
e. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
Diagnosa Keperawatan 3. :
c. Gangguan rasa nyaman dan nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
c. Batasi aktivitas.
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
Diagnosa keperawatan 4. :
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi.
Tujuan :
Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing,
nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia.
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
d. Amati adanya hipotensi mendadak.
e. Ukur masukan dan pengeluaran.
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1. PENGKAJIAN
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 47 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Puri Sakti No. 10 Cipete
Agama : Kristen
Suku : Asmat
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Kebangsaan : Indonesia
Tanggal masuk : 13 September 2013
Tanggal pengkajian : 22 Oktober 2013
Dx medis : Hipertensi
No. RM : 278639
3.1.10.Data Fokus
Data Subjektif
- Pasien mengatakan sesak
- Pasien mengatakan nafsu makan berkurang karena mual
- Pasien mengatakan tidak nyaman karena adanya benda asing pada sekitar leher.
Data Objektif
- HD terakhir 47,60 kg ( kenaikan 3,25 kg )
- BB pra HD : 50,35 kg
- Diet 40 gram protein dan rendah kalium
- Konjungtiva anemis
- Pasien tampak pucat
- HB 8,1 g/dl (20-10-2013)
- Terpasang CDL pada Subclavia dextra
- TD pra HD : 130/80 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 24 x/mnt
- Ekstremitas bawah tampak oedem (1+)
- Asam urat11,7 mg/dl, Ureum 265 mg/dl, Kreatinin 9,2 mg/dl, albumin 2,9 g/dl,
leukosit 5,4/uI.
- Makanan yang dihabiskan hanya ½ porsi yang dihabiskan
3.2. ANALISA DATA
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual ditandai
dengan Albumin 2,9 g/dl, Diet 40 gram protein dan rendah kalium, Konjungtiva anemis,
Pasien tampak pucat, Makanan yang dihabiskan hanya ½ porsi yang dihabiskan.
3. Resti terjadinya infeksi pada daerah seitar CDL berhubungan dengan migrasi dari
mikroorganisme dari kulit pasien melalui lokasi tusukan kateter dan turun ke permukaan
luar kateter atau dari kateter yang terkontaminasi selama prosedur HD ditandai dengan
Terdapat Catheter Double Lumen pada vena subclavia, leukosit 5,4/uI, TD pra HD :
130/80 mmhg, N : 80 x/mnt, RR : 26 x/mnt
3.4. PERENCANAAN
NAMA PASIEN : Tn. Y RUANGAN :K
UMUR : 47 TAHUN DX MEDIS : CKD on HD e.c hipertensi
DIAGNOSA
N TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWAT INTERVENSI RASIONALISASI
o HASIL
AN
1 Dx 1 Tujuan: Observasi TTV Sebagai perbandingan untuk
Setelah dilakukan 1x4jam Batasi cairan. memberi gambaran yang lebih
diharapkan Kelebihan Pantau kreatinin dan BUN lengkap.
volume cairan teratasi serum. Pembatasan cairan akan
Kriteria Hasil: Auskultasi bunyi paru-paru, menentukan BB ideal,
Pasien tidak sesak evaluasi adanya edema keluaran urine dan terapi obat.
Tidak ada oedem perifer/kongesti vaskuler Perubahan ini menunjukkan
Ureum darah normal (10- dan kebutuhan dialisa segera.
50 mg/dl) Kaji tingkat aktivitas, ( <15% membutuhkan terapi
Kreatinin darah normal ( < respon terhadap aktivitas. pengganti ginjal)
1,5 ) Memantau perubahan dan
mengevaluasi intervensi.
Kelelahan dapat menyertai
GJK juga anemia.
2 Dx 2 Tujuan: Kaji adanya anoreksia, Informasi mengenai faktor yang
Setelah dilakukan 1x4jam mual dan muntah. dapat diubah untuk
diharapkan Kurang nafsu Tingkatkan masukan
makan dan mual teratasi protein yang mengandung meningkatkan masukan diet.
Kriteria Hasil: telur, susu, daging. Untuk mencapai keseimbangan
Nafsu makan baik nitrogen yang diperlukan untuk
Makan habis 1 porsi pertumbuhan dan
Timbang BB harian.
Pasien tidak tampak pucat penyembuhan.
Ciptakan lingkungan yang
Untuk memantau status cairan
menyenangkan selama
dan nutrisi
waktu makan.
Faktor yang tidak
Edukasi mengenai nutrisi
menyenangkan yang berperan
pada pasien GGK
dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
Mengerti pemahaman
mengenai status nutrisi pasien
mengenai penyakit yang
dialami saat ini.
3 Dx 3 Tujuan: Kaji warna kulit disekitar Agar dapat mencegah
Setelah dilakukan 1x4jam lokasi pemasangan kateter terjadinya peradangan
diharapkan tidak terjadi double lumen apakah ada
infeksi pada daerah sekitar kemerahan
CDL Kaji daerah lokasi
Kriteria Hasil: penusukan apakah ada Mencegah sebelum terjadinya
CDL bersih tanda-tanda phlebitis phlebitis
Tidak ada tanda seperti kemerahan, nyeri,
peradangan pada daerah bengkak.
sekitar CDL Lakukan perawatan pada
CDL
3.5. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
NAMA PASIEN : Tn. Y RUANGAN :K
UMUR : 47 TAHUN DX MEDIS : CKD on HD e.c hipertensi
P : intervens dilanjutkan