Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN HIPERTENSI

Nama :
Triska Dama Yanti (P17210201033)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG

2022

2 0
A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi

1. Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan
tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.
Populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg (Aspiani, 2016 :211). Sedangkan menurut
Kushariyadi (2008) menyatakan bahwa hipertensi adalah suatu keadaan ketika
seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Menurut WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥ 160/95 mmHg dinyatakan
sebagai hipertensi. Batasan WHO tersebut tidak membedakan usia dan jenis
kelamin (Udjianti, 2010 : 101). Kaplan memberikan batasan hipertensi dengan
memperhatikan usia dan jenis kelamin (Udjianti, 2010 : 101-102).
a. Pria berusia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu
berbaring ≥ 130/90 mmHg.
b. Pria berusia > 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darahnya >145/95
mmHg.
c. Wanita, hipertensi bila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan dan mungkin klien tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ yang
bermakna (silent killer). Hipertensi merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi
darah yang masih menjadi masalah dalam kesehatan di masyarakat. Bila klien
kurang atau bahkan belum mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dalam
mengontrol tekanan darah, maka angka mordibitas dan mortalitas akan semakin
meningkat dan masalah kesehatan dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki
(Suwardianto, 2011).
2. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi pada klien berusia ≥ 18 tahun oleh The Joint National
Committee VII (JNC VII) on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Pressure adalah sebagai berikut (Puspitorini, 2009:9).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VI


KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)
Normal <120 <80
Prahipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi ≥140 ≥90
Stadium 1 140 – 159 90 – 99
Stadium 2 160 - ≥180 100 - ≥110

Menurut Aspiani (2016 : 211) Joint Nation Comitten on Detection Evolution and
Treatment of High Blood Presure, badan penelitian hipertensi di Amerika Serikat,
menentukan batasan tekanan darah yang berbeda. Tahun 1993 dikenal dengan

2 0
sebutan JPC-V, tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun diklasifikasikan
sebagai berikut.
Tabel 2.2 Kriteria Hipertensi Menurut JPC-V AS

KATEGORI SISTOLIK (mmHg) DIASTOLIK (mmHg)


Normal Perbatasan normal)<130 <85 Derajat 2 : sedang Derajat 3 : berat
Hipertensi Derajat 1 : ringan
(high 130 – 139 85 – 89

140 – 159 90 – 99
160 – 179 100 – 109
180 – 209 110 – 119
Derajat 4 : sangat berat ≥210 ≥120

3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar,
yaitu :
1) Hipertensi Essensial atau Hipertensi Primer
Menurut Ardiansyah (2012) hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90% klien
dengan hipertensi. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi, antara lain :
a. Faktor keturunan atau genetik; individu yang mempunyai riwayat
keluarga dengan hipertensi, beresiko lebih tinggi untuk mendapatkan
penyakit ini ketimbang mereka yang tidak.
b. Jenis kelamin dan usia; laki-laki berusia 35-50 tahun dan wanita pasca
menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
c. Diet; konsumsi diet tinggi garam atau kandungan lemak, secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d. Berat badan atau obesitas (>25% di atas BB ideal) juga sering dikaitkan
dengan berkembangnya hipertensi.
e. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan
darah (bila gaya hidup yang tidak sehat tersebut tetap diterapkan).
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Sekitar
5-10% dari klien yang mengalami hipertensi sekunder. Beberapa gejala atau
penyakit yang menyebabkan hipertensi jenis ini antara lain :
a. Coarctation aorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang (mungkin)
terjadi pada beberapa tingkat aorta torasik atau aorta abdominal.
Penyempitan ini menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas area konstriksi
b. Penyakit parenkim dan vascular ginjal. Penyakit ini merupakan
penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar, yang
secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal
pada klien dengan hipertensi

2 0
disebabkan oleh arterosklerosis atau fibrous dysplasia (pertumbuhan
abnormal jaringan fibrous).
c. Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, serta
perubahan struktur serta fungsi ginjal.
d. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen). Oral kontrasepsi yang
berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme
rennin- aldosteron-mediate volume expansion. Dengan penghentian oral
kontrasepsi, tekanan darah kembali normal setelah beberapa bulan
(Udjianti, 2010 : 107).
e. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks adrenal
dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-mediate hypertension
disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
Kelebihan aldosteron pada aldosteron primer menyebabkan hipertensi
dan hipokalemia. Aldosteonisme primer biasanya timbul dari adenoma
korteks adrenal yang benign (jinak). Pheochromocytomas pada medulla
adrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang
berlebihan (Ardiansyah, 2012 : 61).
f. Kegemukan (obesitas) dan gaya hidup yang tidak aktif (malas
berolahraga).
g. Stress yang cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk
sementara waktu. Jika stress telah berlalu, maka tekanan darah biasanya
akan kembali normal.
h. Kehamilan. Hipertensi akibat kehamilan atau hipertensi gestasional
adalah peningkatan tekanan darah (≥ 140 mmHg pada sistolik; > 90
mmHg pada diastolik) terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada
wanita non-hipertensi dan membaik dalam 12 minggu pascapartum
(Aspiani, 2016 : 213).
i. Peningkatan volume intravascular
j. Merokok. Nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan
katekolamin. Peningkatan katekolamin ini mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan
vasokonstriksi yang kemudian meningkatkan tekanan darah (Ardiansyah,
2012 : 61-62).
4. Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk
mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek
kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera.
Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai
dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan
proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan
terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium
dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan
ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan

2 0
memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah,
pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel
pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh
darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak
terjadi pada kasus hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE).
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke
luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut
saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah

5. Gambaran Klinis Hipertensi


Menurut Puspitorini (2009 : 20-21) gejala hipertensi yang dapat timbul
antara lain yaitu sakit kepala, kelelahan, mual atau muntah, sesak napas, napas
pendek (terengah-engah), gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-
kunang, mudah marah, telinga berdengung, sulit tidur, rasa berat di tengkuk, nyeri
di daerah kepala bagian belakang nyeri di dada, otot lemah, pembengkakan pada
kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit tampak pucat atau kemerahan,
denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, darah di urine dan
mimisan (jarang dilaporkan).
Ardiansyah (2012 : 66-67) menyebutkan bahwa Sebagian manifestasi klinis
timbul setelah klien mengalami hipertensi selama bertahun-tahun. Gejalanya
berupa:

2 0
a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai dampak dari
hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan saraf pusat
d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala yang dialami klien dengan kasus hipertensi berat antara lain sakit kepala
(rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan, nausea, muntahmuntah, kegugupan,
keringat berlebihan, tremor otot, pandangan kabur atau ganda, tinnitus (telinga
mendenging), serta kesulitan tidur.
Sementara menurut Kurniadi & Nurrahmani (2014) banyak klien dengan hipertensi
tidak mempunyai tanda-tanda yang menunjukkan tekanan darah meninggi dan
hanya akan terdeteksi pada saat pemeriksaan fisik. Sakit kepala di tengkuk
merupakan ciri yang sering terjadi pada hipertensi berat. Gejala lainnya adalah
pusing, palpitasi (berdebar-debar), dan mudah lelah. Namun, gejala-gejala tersebut
kadang tidak muncul pada beberapa klien, bahkan pada beberapa kasus klien
dengan tekanan darah tinggi biasanya tidak merasakan apa-apa. Peninggian tekanan
darah kadang- kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru
akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016:217-218) pemeriksaan penunjang pada klien hipertensi
antara lain :
1) Laboratorium
a. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
b. Kreatinin serum dan BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat pada hipertensi
karena parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut
c. Darah perifer lengkap
d. Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)
2) EKG
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Iskemia atau infark miokard
c. Peninggian gelombang P
d. Gangguan konduksi
3) Foto Rontgen
a. Bentuk dan besar jantung
b. Pembendungan, lebarnya paru
c. Hipertrofi parenkim ginjal
d. Hipertrofi vascular ginjal
Sedangkan menurut Udjianti (2010:109-110), studi diagnostic yang dilakukan
kepada klien dengan hipertensi adalah sebagai berikut :

2 0
1) Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi pemeriksaan
hemoglobin, hematokrit untuk menilai viskositas dan indicator faktor risiko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) Kimia darah
a. BUN (Blood Urea Nitrogen), kreatinin : peningkatan kadar menandakan
penurunan perfusi atau faal renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator
hipertensi) akibat dari peningkatan kadar katekolamin.
c. Kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
d. Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer.
e. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokonstriksi dan hipertensi.
f. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi.
4) Elektrolit
a. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya
aldosteronisme atau efek samping terapi diuretik).
b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
5) Urine
a. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan
disfungsi renal atau diabetes.
b. Urine VMA (Vanillylmandelic acid) : peningkatan kadar mengindikasikan
adanya pheochromacytoma.
c. Steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s; kadar
rennin juga meningkat.
6) Radiologi
a. Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
renal pharenchymal disease, urolithiasis, Benign Prostate Hyperplasia (BPH).
b. Rontgen toraks : menilai adanya klasifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung. f. EKG (Elektrokardiogram) :
menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia.
7. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Padila (2013:363), tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya
menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi
akibat hipertensi agar klien bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu
dilakukan seumur hidup klien. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite
Dokter Ahli Hipertensi (Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat
diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan
sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan klien dan penyakit
lain yang ada pada klien. Menurut Ardiansyah (2012:68-69), langkah awal secara
nonfarmakologis biasanya adalah dengan mengubah pola hidup klien, yakni dengan
cara :
a. Menurunkan berat badan sampai batas ideal

2 0
b. Mengubah pola makan pada klien dengan diabetes, kegemukan, atau kadar
kolesterol darah tinggi
c. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup)
d. Mengurangi konsumsi alcohol
e. Berhenti merokok, dan
f. Olahraga aerobik yang tidak terlalu berat (klien dengan hipertensi essensial
tidak perlu membatasi aktivitasnya selama tekanan darahnya terkendali).
Pengaturan menu bagi klien dengan hipertensi selama ini dilakukan
dengan empat cara, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol dan lemak
terbatas, diet tinggi serat, dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan). Kini,
bertambah satu cara diet pada klien hipertensi yang disebut dengan DASH
(Dietary Approach to Stop Hypertension). Prinsip utama dari diet DASH adalah
menyajikan menu makanan dengan gizi seimbang yang terdiri atas buah-
buahan, sayuran, produk-produk susu tanpa atau sedikit lemak, ikan, daging
unggas, biji- bijian, dan kacangkacangan (Puspitorini, 2009 : 55).
8. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit. Menurut
buku Penyakit Kardiovaskular karya Edward K. Chung, komplikasi hipertensi di
antaranya adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit arteri
koronaria, aneurisma, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty, 2011).
Hampir 70% kasus stroke hemorragik terjadi pada klien hipertensi. Hal ini
dikarenakan hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh
darah akan mudah pecah. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan
sel- sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang dibawa
melalui pembuluh darah tersebut kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang
keluar dari pembuluh darah yang pecah juga dapat merusak sel-sel otak yang berada
di sekitarnya (Shanty, 2011).
Penyakit jantung koroner sering dialami klien hipertensi sebagai akibat
terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang
pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa
bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat
gangguan pada otot jantung. Bahkan, dapat menyebabkan timbulnya serangan
jantung (Samtosa, 2014). Dapat juga terjadi infark miokardium apabila arteri
koroner yang mengalami aterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke
miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah
melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel,
maka kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi
iskemia jantung yangmenyebabkan infark. Demikian juga, hipertrofi ventrikel
dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik saat melintasi
ventrikel, sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan darah (Ardiansyah, 2012 : 69-70).

2 0
A. Asuhan Keperawatan pada Hipertensi
Pengkajian
Proses kesehatan fungsional menurut Gordon dalam Aspiani (2016) yaitu:
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
Sirkulasi Gejala :
Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup, dan penyakit serebrovaskuler.
Episode palpitasi Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardia
Murmur stenosis valvular
Distensi vena jugularis
Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokonstriksi perifer)
Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda
Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress multiple (hubungan keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan meledak,
otot muka tegang, menghela napas, peningkatan pola bicara.
Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau Riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.
Makanan/cairan Gejala :
Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak, serta kolesterol
Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)
Riwayat penggunaan diuretic Tanda :
Berat badan normal atau obesitas
Adanya edema
Glikosuria
Neurosensori Gejala :
Keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur, epistaksis) Tanda :
1) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir

2 0
2) Penurunan kekuatan genggaman tangan
3) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala
Deskripsi verbal tentang nyeri. Klien merupakan penilai terbaik dari nyeri yang
dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat
tingkatnya. Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri klien dalam
beberapa cara yang berikut :
1) Intensitas nyeri. Klien dapat diminta untuk membuat tingkatan nyeri pada
skala verbal (misal : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat
hebat; atau 0 sampai 10 dimana 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat
hebat).
2) Karakteristik nyeri. Termasuk letak (untuk area di mana nyeri pada
berbagai organ mungkin merupakan alih), durasi (menit, jam, hari, bulan,
dsb), irama (terus-menerus, hilang timbul, periode bertambah dan
berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan kualitas (nyeri
seperti ditusuk- tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).
3) Faktor-faktor yang meredakan nyeri. (misal gerakan, kurang bergerak,
pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dsb), dan apa yang dipercaya
klien dapat membantu mengatasi nyerinya. Banyak orang yang mempunyai
ide-ide tertentu tentang apa yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku
ini sering didasarkan pada pengalaman atau trial and error.
4) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misal tidur, nafsu
makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, Gerakan fisik, bekerja,
dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut sering berkaitan dengan ansietas
dan nyeri kronis dengan depresi.
5) Kekhawatiran klien tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah
yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran
dan perubahan citra diri (Smeltzer, 2013 : 217).
g. Pernapasan
Gejala :
1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea, dispnea
2) Batuk dengan atau tanpa sputum
3) Riwayat merokok
Tanda :
1) Distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan
2) Bunyi napas tambahan (crackles/mengi)
3) Sianosis
h. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan, hipotensi postural
i. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala :
1) Faktor risiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
diabetes melitus, penyakit ginjal
2) Faktor lain; risiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone,
penggunaan alkohol atau obat

2 0
j. Rencana pemulangan
Bantuan dengan pemantau dan tekanan darah/perubahan dalam terapi obat.

2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian di atas, berikut akan dijelaskan masalah keperawatan,
batasan karakteristik dan faktor yang berhubungan pada klien dengan hipertensi
(Herdman & Kamitsuru, 2015).
a. Sakit kepala, nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
Definisi : nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
Batasan Karakteristik :
1) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk
klien yang tidak dapat mengungkapkannya.
2) Diaphoresis
3) Ekspresi wajah nyeri (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau;
gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis).
4) Fokus menyempit (misal persepsi waktu, proses berpikir, interaksi
dengan orang dan lingkungan)
5) Fokus pada diri sendiri
6) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (misal
skala Wong-Baker Faces, skala analog visual, skala penilaian numerik)
7) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrument nyeri
8) Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
9) Mengekspresikan perilaku (misal gelisah, merengek, menangis, waspada)
10) Perilaku distraksi
11) Perubahan pada parameter fisiologis (misal tekanan darah, frekuensi
jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan endtidal karbon
dioksida [CO2]).
12) Perubahan selera makan
13) Putus asa
Faktor yang Berhubungan :
1) Agens cidera biologis (misal infeksi, iskemia, neoplasma)
2) Agens cidera fisik (misal abses, amputasi, luka bakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
3) Agens cidera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen klorida,
agens mustard)

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan beban kerja


jantung (after load), vasokonstriksi, iskemia miokardia, dan hipertrofi/rigiditas
(kekakuan ventrikuler).

2 0
Definisi : ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Batasan Karakteristik :

Perubahan Frekuensi/Irama Jantung


Bradikardia
Palpitasi jantung
Perubahan elektrokardiogram (EKG)
Takikardia Perubahan Preload
Distensi vena jugular
Edema
Keletihan
Murmur jantung
Peningkatan berat badan
Peningkatan tekanan vena sentral / CVP (Central Venous Pressure)
Peningkatan PAWP (Pulmonary Artery Wedge Pressure)
Penurunan PAWP
Penurunan tekanan vena sentral (CVP) Perubahan Afterload
Dispnea
Kulit lembab
Oliguria
Pengisian kapiler memanjang
Peningkatan resistansi vascular paru / PVR (Pulmonary Vascular Resistance)
Peningkatan resistansi vascular sistemik / SVR (Systemic Vascular Resistance)
Penurunan nadi perifer
Penurunan resistansi vascular paru (PVR)
Penurunan resistansi vascular sistemik (SVR)
Perubahan tekanan darah
Perubahan warna kulit

Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat me
Batasan karakteristik :
Pengisian kapiler >3 detik
Nadi perifer menurun atau tidak teraba
Akral teraba dingin
Turgor kulit menurun
Parastesia
Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Edema

2 0
Penyembuhan luka lambat
Bruit femoral
faktor yang berhubungan :
hiperglikemia
penurunan konsentrasi hemoglobin
peningkatan tekanan darah
kekurangan volume cairan
penurunan aliran arteri dan atau/vena
kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. merokok, gaya hidu[p monoton, obesitas, asupan garam, imobilitas)
kurang aktivitas fisik

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, seperti ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Definisi : intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidup
Batasan Karakteristik :
Dispnea setelah beraktivitas
Keletihan
Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
Perubahan elektrokardiogram (EKG) (misal aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia)
Respons frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas Faktor yang Berhubungan :
Gaya hidup kurang gerak
Imobilitas
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tirah baring

Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan pengelolaan penyakit hipertensi. Definisi : Defisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi
Batasan Karakteristik :
Ketidakadekuratan melakukan tes
Ketidakakuratan mengikuti perintah
Kurang pengetahuan
Perilaku tidak tepat (misal hysteria, bermusuhan, agitasi, apatis) Faktor yang Berhubungan :
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan memori
Kurang informasi

2 0
Kurang minat untuk belajar
Kurang sumber pengetahuan
Salah pengertian terhadap orang lain

2 0
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan … Manajemen Nyeri I.08238
x 24 jam, status kenyamanan pasien Observasi
membaik dengan dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
a. Tidak mengeluh nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Tidak meringis 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
c. Tidak bersikap protektif 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
d. Tidak gelisah memperingan nyeri
e. Kesulitan tidur menurun 4. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan nyeri
f. Frekuensi nadi membaik 5. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Melaporkan nyeri terkontrol 6. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
h. Kemampuan mengenali onset 7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
nyeri meningkat sudah diberikan
i. Kemampuan mengenali penyebab 8. Monitor efek samping penggunaan analgetic
nyeri meningkat Terapeutik
j. Kemampuan menggunakan 9. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
tekniknon farmakologis meningkat mengurangi nyeri (misalnya akupresure, terapi
pijat, kompres hangat/dingin)
10. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu ruangan, pencahayaan, dan
kebisingan)
11. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
analgesik
2. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi keperawatan Perawatan jantung I.02075
selama … x 24 jam, maka Penurunan Curah 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah

Jantung meningkat dengan kriteria hasil : jantung


a. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
b. Palpitasi menurun curah jantung
c. Brakikardia menurun 3. Monitor intake dan output cairan
d. Takikardia menurun 4. Monitor keluhan nyeri dada
e. Gambaran EKG aritmia menurun 5. Berikan terapi terapi relaksasi untuk
f. Lelah menurun mengurangi strees, jika perlu
g. Edema menurun 6. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi
h. Dipsnea menurun 7. Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap
i. Oliguria menurun 8. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
j. Sianosis menurun
k. Batuk menurun
l. Tekanan darah cukup membaik
3. Perfusi perifer Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (I.02079)
tidak efektif keperawatan selama … x 24 jam, maka Observasi
perfusi perifer meningkat dengan kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi perifer,
hasil : edema, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle
a. Denyut nadi perifer meningkat brachial index)
b. Penyembuhan luka meningkat 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis.
c. Sensasi meningkat Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
d. Warna kulit pucat menurun kolesterol tinggi)
e. Edema perifer menurun 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
f. Nyeri ekstremitas menurun pada ekstremitas
g. Parastesia menurun Terapeutik
h. Kelemahan otot menurun 4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
i. Pengisian kapiler membaik di area keterbatasan perfusi
j. Akral membaik 5. Hindari pengukuran tekanan darah pada
k. Turgor kulit membaik ekstremitas pada keterbatasan perfusi
l. Tekanan darah sistolik membaik 6. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada
m. Tekanan darah diastolic membaik area yang cidera

2 0
7. Lakukan pencegahan infeksi
8. Lakukan perawatan kaki dan kuku
9. Lakukan hidrasi
Edukasi
10. Anjurkan berhenti merokok
11. Anjurkan berolahraga rutin
12. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
13. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika
perlu
14. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah
secara teratur
15. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
16. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan kulit kering pada kaki)
17. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
18. Anjurkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
19. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama harus dilaporkan (mis. Rasa sakit yang tidak
3 x 24 jam, maka toleransi hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
aktivitas meningkat, dengan hilangnya rasa)
kriteria hasil: Manajemen Energi (I. 05178)
a. Frekuensi nadi menurun Observasi
b. Keluhan Lelah menurun 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh
c. Dispnea saat aktivitas menurun yang mengakibatkan kelelahan
d. Dispnea setelah aktivitas menurun 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
e. Perasaan lemah menurun 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas

f. Aritmia saat aktivitas menurun Terapeutik


g. Aritmia setelah aktivitas 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
menurun stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
h. Sianosis menurun 6. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
i. Tekanan darah membaik 7. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
j. EKG iskemia membaik. 8. Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
9. Anjurkan tirah baring
10. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan asupan makanan

2 0

Anda mungkin juga menyukai