PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Hipertensi
2.1.1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Pada manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Brunner and Suddarth,
Keperawatan Medikal Bedah, 2002)
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada orang dewasa, dan
dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistoliknya lebih dari atau sama dengan
140 mmHg atau tekanan darah diastoliknya lebih dari atau sama dengan 90
mmHg. (Sharon Mantik Lewis, Medikal Surgical Nursing, 2000)
2.1.2. Etiologi
Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi esensial tidak diketahui penyebabnya dan biasanya dimulai
sebagai proses labil (intermiten) pada individu di akhir usia 30-an dan awal 50-an
dan secara bertahap menetap.
90% tidak diketahui penyebabnya, tetapi ada faktor pendukung:
- Stress psikososial
- Obesitas
- Kurang olah raga
- Merokok
2. Hipertensi sekunder
Kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu seperti: penyempitan
arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor
dan kehamilan.
2.1.3. Anatomi
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paru-paru
Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis.
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot:
aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari
jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil
memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu
organ).
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh
darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila
terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga
sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel
sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak
langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna
satu sama lain.(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
2.1.4. Patofisiologi
2.1.5. Manifestasi Klinis
Individu yang mengalami hipertensi kadang tidak menampakkan gejala
sampai bertahun-tahun, gejala timbul bila ada biasanya menunjukan kerusakan
vaskuler dengan manifestasi yang khas sesuai dengan organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
Gejala yang sering terjadi antara lain:
TD > 140 / > 90 mmHg
Tachikardia
Pusing, sakit kepala
Palpitasi
Mata berkunang-kunang, pandangan kabur
Rasa berat di tengkuk
Sukar tidur
2.1.8. Komplikasi
a. Stroke : akibat perdarahan pada tekanan tinggi di otak atau embolus yang
terlepas dan pembuluh darah, arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal sehingga aliran darah ke
otak berkurang dan akibatnya aneurisma.
b. MCI : akibat terjadinya arterosklerosis pada arteri koroner yang
menyebabkan suplai O2 berkurang iskemik infark adanya
trombus sehingga terjadi hipertropi ventrikel perubahan waktu
hantaran listrik melintasi ventrikel maka terjadi disritmia dan
hipoksia jantung.
c. Gagal ginjal : tekanan tinggi pada kapiler ginjal dan glomerulus darah yang
mengalir ke unit fungsi ginjal nefron terganggu sehingga
tekanan osmotik koloid plasma berkurang maka terjadi edema
pada hipertensi kronik.
d. Enselofati : terjadi pada hipertensi maligna. Tekanan yang sangat tinggi
menyebabkan peningkatan kapiler dan mendorong cairan ke
dalam ruang intestinum di seluruh susunan saraf pusat. Nefron
sekitarnya kolaps maka terjadi koma/kematian.
2.2. Gagal Ginjal
2.2.1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Smeltzer, 2002:1448)
Gagal ginjal ditandai oleh ketidakmampuan ginjal mempertahankan fungsi
normalnya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam
keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak massa nefron (Chandrasoma, 2006 ; Price dan
Wilson, 2006 ).
Gagal ginjal kronik ditandai dengan gejala dan tanda uremia yang
berkepanjangan adalah hasil akhir semua penyakit ginjal kronik (Robbins,
2007:572).
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron
fungsional yang progresif dan ireversible (Guyton & Hall, 2007:426).
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung pelahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) sehingga ginjal tidak
dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Hudak &
Gallo).
Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan
adekuat untuk keperluan tubuh (harus dibantu dengan dialysis atau transplantasi)
(Arif Mansjoer, dkk, 2000: 531-532). Sedangkan menurut Elizabeth J Corwin, “
Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus”.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50 ml/menit
(Suhardjono, dkk, 2001).
Dari ketujuh pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik
adalah suatu keadaan hilangnya sejumlah nefron progresif dan ireversible yang
menyebabkan terjadinya uremia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.
2.2.2. Etiologi
1. Pre renal
a. Hipoperfusi
b. Hipovolemia : perdarahan hebat, diare, muntah, diurisis
c. Hipotensia : shock, AMI luas, anestesia.
b. Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan
zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh.
Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah
dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine.
Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga mempunyai fungsi multiple
yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan produk sisa metabolik dan bahan
kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan osmolalitas
cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit, pengaturan tekanan arteri, pengaturan
keseimbangan asam-basa, sekresi, metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk
proses glukoneogenesis.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-bahan
itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam
kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam korteks
ginjal.
Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke
dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal,
dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes
kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula.
Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang
mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan
terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra.
Dibawah ini adalah gambaran tentang proses pembentukan urine.
2) Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel –sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut tidak membaik atau timbul
secara spontan.
b. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu
sendiri. Pielonefritis dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut biasanya terjadi
akibat infeksi kandung kemih asenden.Pielonefritis akut juga dapat terjadi melalui
infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjafi akibat infeksi berulang, dan
biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks
vesikoureter.
Pada infeksi ginjal, terjadi respons imun dan peradangan yang menyebabkan
edema interstisium dan kemungkinan pembentukan jaringan parut. Yang paling
sering terkena adalah tubulus dan dapat mengalami atrofi. Pada pielonefritis kronik,
terjadi pembentukan jaringan parut dan obstruksi tubulus yang luas. Kemampuan
ginjal untuk memekatkan urine menurun karena kerusakan tubulus-tubulus.
e. Nefropati Analgetik
Nefropati analgetik adalah bentuk penyakit tubulo intertisial yang disebabkan
oleh pemberian obat-obatan analgetik (khususnya fenasetin dan NSAID), nefropati
analgesik juga berkaitan dengan nekrosis papilar. Setelah terpajan obat penyebab
dalam waktu lama, pasien akan menderita gagal ginjal tubulus dengan poliuria dan
akhirnya menjadi gagal ginjal kronik.
g. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah
30 % hingga 40 % dari semua kasus. Diabetes melitus menyerang struktur dan
fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik. Nefropati diabetik adalah istilah yang
mencangkup semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes melitus.
2.2.5. Klasifikasi
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka Gagal ginjal kronik dapat di
klasifikasikan menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda
beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
c. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari hari
sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d. Stadium IV
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurun menjadi
kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
2.2.6. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C
Long, 1996:368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2.2.7. Manifestasi Klinis
a. Klien tampak lemah
b. Sesak dan batuk
c. Nafas klien terdapat bunyi ronchi basah basal
d. Konjungtiva anemis
e. Respirasi cepat
f. Takhikardi
g. Edema
h. Hipertensi
i. Anoreksia, nausea, vomitus dan ulserasi lambung
j. Asidosis metabolik
k. Stomatitis
l. Proteinuria dan hiperkalemia
m. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
n. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
2.2.8. Komplikasi
1. Sistem Pernafasan
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan edema pulmonal, kelebihan cairan.
Pleuritis mungkin ditemukan, terutama jika pericarditis berkembang.. Asidosis
menyebabkan kompensasi meningkatnya respirasi sebagai usaha mengeluarkan ion
hidrogen.
2. Sistem Kardiovaskuler
Terjadi hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, dapat terjadi perubahan irama jantung
akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan kalsifikasi metastatik. Edema
terjadi akibat retensi Na dan H2O.
3. Sistem Pencernaan
Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan
metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme
bakteri usus seperti amonia dan meil guanidin, serta sembabnya mukosa usus.
Fosfor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi amonia sehingga bau nafas menjadi amonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. Cegukan (hiccup), gastritis erosif, ulkuk
peptik dan kolik uremik juga dapat timbul.
4. Sistem Perkemihan
Akibat adanya kerusakan pada ginjal, menyebabkan penurunan pada GFR,
sehingga ekskresi protein meningkat dan reabsorbsi protein menurun.. Disamping itu
juga akan terjadi penurunna frekuensi urin, oliguri dan anuri.
5. Sistem endokrin
Terjadi gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak, gangguan
metabolisme vitamin D.
6. Sistem Muskuloskeletal
Osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteotis fibrosa, osteosklerosis dan
kalsifikasi metastatik.
7. Sistem Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat urokrom.
Gatal-gatal pada ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsim dipori-pori
kulit. Ekimosis akibat gangguan hematoligik,urea frost akibat kristalisasi urea yang
ada pada keringat.
8. Sistem Syaraf
Restless leg syndrom yaitu penderita selalu merasa pegal ditungkai bawah dan
selalu menggerakan kakinya. Burning feet syndrome yaitu rasa kesemutan dan
seperti terbakar, terutama di telapak kaki. Ensefalopati Metabolik: lemah, tak bisa
tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang-kejang.
9. Sistem Reproduksi
Impotensi dapat terjadi baik karena fisiologi dan psikologi. Dapat juga terjadia
tropi testis, oligosperma, dan berkurangnya mobiltas sperma dan terjadi penurunan
libido.
2.2.10.Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan
Terapi yang diberikan pada klien gagal ginjal kronis adalah:
1. Klien diberikan Anti hipertensi yang berfungsi untuk menurunkan hipertensi klien.
2. Klien kekurangan kalsium, diberikan terapi CaCO 3 (Calsium Carbonat) yang
berfungsi untukimeningkatkanikalsiumidalamitubuh.
3. Klien mengalami konjungtiva anemis, karena ginjal telah rusak maka produksi
eritropoietinnya berkurang dan sel darah merah juga kurang. Oleh karena itu klien
diberikan terapi asam folat untuk pematangan sel darah merah..
4. Klien yang mengalami peningkatan kadar kalium dalam darah diberikan therapi
penurunikalium.
5. Klien mengalami sesak. untuk mengurangi rasa sesak, maka klien diberikan terapi
oksigen.
6. Klien diberikan anti diuresis untuk mengurangi kelebihan volume cairan dalam
tubuh.
7. Diberikan terapi aminofusin untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh.
b. Tindakan Medis
Pada penyakit gagal ginjal kronik, tindakan medis yang bisa dilakukan yaitu
hemodialisa dan transplantasi ginjal.
1. Hemodialisa
Dialisis terdiri atas 2 yaitu peritoneal dialisis dan haemodilisa. Pada kasus
ginjal lanjut hemodilasisa harus dilakukan sampai pasien dilakukan transplantasi
ginjal. Dialisis juga berguna untuk mengontrol uremia dan secara fisik
mempersiapkan klien untuk dilkaukan transplantasi ginjal.
Dialisa terdiri atas 2 mekanisme kerja yaitu ultrafiltrasi dan Difusi. Ultrafiltrasi
untuk mengalirkan cairan dari darah dengan tekanan osmotik dan hidrostatik
sehingga mencapai derajat yang diinginkan. Difusi adalah lewatnya partikel (ion) dari
yang tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah
dan mengeluarkan air yang berlebih.
Tujuan dari hemodialisa adalah mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari
dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih.
Komplikasi Hemodialisa yaitu :
a. Demam yang diakibatkan oleh bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
didalam darah.
b. Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal yang disebabkan klien alergi terhadap zat
didalam mesin.
c. Tekanan darah rendah akibat terlalu banyak cairan yang dibuang,
d. Gangguan irama jantung yang disebabkan kadar kalium dan zat lainnya yang
abnormal dalam darah.
e. Emboli Udara yang diakibatkan udara memasuki darah dalam mesin.
f. Pendarahan usus atau perut akibat penggunaan heparin dalam mesin untuk
mencegah pembekuan.
g. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
2. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan terakhir bagi penderita gagal ginjal
kronis. Transplantasi ini menanamkan ginjal dari donor hidup atau kadave manusia
ke resipien yangmengalami gagal ginjal tahap akhir. Ginjal transplan dari donor
hidup yang sesuia dan cocok bagi pasien akan lebih baik dari transplatasi dari
donor kadaver. Nefrektomi terhadap ginjal asli pasien dilakukan untuk transplantasi.
Ginjal transplan diletakan di fosa iliaka anterior samai krista iliaka. Ureter transplan
ditanamkan ke kandung kemih atau dianastomosiskan ke ureter resipien.
c. Diet
a. Pada klien gagal ginjal kronik, klien harus diet RGRPRK (rendah garam, rendah
protein dan rendah kalium).
b. Pengaturan yang cermat terhadap pengaturan protein, masukan cairan untuk
mengganti cairan yang hilang, masukan natrium untuk mengganti natrium yang
hilang dan pembatasan kalium.
c. Pada saat yang sama, masukan kalori dari karbohidrat dan suplemen vitamin
harus dinjurkan.
d. Protein dibatasi karena adanya urea. Protein yang dikonsumsi harus memiliki
nilai biologis tinggi. (produk susu, telur, daging)
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1. Gagal ginjal Kronik
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji riwayat penyakit DM, hipertensi.
- Riwayat penggunaan obat-obat, rokok, alkohol.
b. Pola nutrisi metabolik
- Edema
- Stomatitis
- Nyeri ulu hati
- Mual/muntah
- Demam
- Pendarahan gastrointestinal
- Malnutrisi
- Rasa metalix tak sedap pada mulut (pernapasan, amonia)
- Pruritus, uremic frost
- Kuku tipis dan kasar.
c. Pola eliminasi
- Oliguria, bau anemia pada urine.
- Anuria, perubahan warna urine.
- Diare/konstipasi.
d. Pola aktivitas dan latihan
- Malaise
- Edema
- Pernapasan kusmaul
- Pusing
- Kejang
- Parestesi
- Kelemahan otot
- Penurunan rentang gerak.
e. Pola tidur dan istirahat
- Gangguan extrem seperti somnolence atau insomnia dan gelisah.
- Tidur sering terganggu dengan kejang otot dan nyeri pada kaki.
f. Pola persepsi kognitif dan sensorik
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Nyeri pada daerah pinggul
- Penurunan kemampuan mengingat
- Penurunan rentang perhatian
- Disorientasi
- Penurunan tingkat kesadaran.
g. Pola persepsi dan konsep diri
- Depresi atau suasana hati sering berubah
- Perubahan konsep diri dan gambaran diri
- Harga diri
- Keputusasaan.
h. Pola berhubungan dengan sesama
- Tidak mampu bekerja
- Penurunan hubungan sosial dan penurunan aktivitas.
- Kehilangan peran.
i. Pola reproduksi – seksualitas
- Untuk wanita amenorhea : penurunan libido, infertilitas.
- Untuk pria : impotensi dan penurunan libido.
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Ansietas
- Marah
- Stress
- Perasaan tidak teraba
- Ketidakefektifan mekanisme koping terhadap stressor baik pada pasien atau
keluarga.
k. Pola kepercayaan
- Adanya penurunan kepercayaan yang drastis terhadap pengobatan yang dijalani.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
c. Intoleransi beraktivitas b.d kelemahan fisik akibat uremia dan anemia.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut.
e. Gangguan harga diri b.d ketergantungan, perubahan peran.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
3. Intervensi Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d penurunan output urine.
HYD : - Nilai Ka, dalam rentang normal, bunyi napas bersih, tidak ada edema, TD
sistolik 90-140 mmHg.
Intervensi.
1. Observasi TTV.
R/ Sebagai perbandingan untuk memberi gambaran yang lebih lengkap.
2. Batasi cairan.
R/ Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, keluaran urine dan terapi obat.
3. Pantau kreatinin dan BUN serum.
R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.
4. Auskultasi bunyi paru-paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan
keluhan dispnea.
R/ Memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.
5. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.
R/ Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia.
b. Kerusakan integritas kulit b.d sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit,
penurunan aktivitas.
HYD : Tidak ada kerusakan/cedera kulit.
Tidak ada gatal-gatal.
Intervensi :
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular, perhatikan
kemerahan, eksoriasi.
R/ Menandakan area sirkulasi buruk.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
R/ Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi.
3. Berikan perawatan kulit, batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim
(misal: lanolin, aquaphor).
R/ Soda kue, mandi dengan tepung mengurangi gatal, lotion dan salep untuk
mengurangi kering.
4. Pertahankan linen kering, bebas keriput.
R/ Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.
5. Anjurkan menggunakan pakaian katun longgar.
R/ Mencegah iritasi dermal langsung.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah.
HYD : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi :
1. Kaji adanya anoreksia, mual dan muntah.
R/ Informasi mengenai faktor yang dapat diubah untuk meningkatkan masukan diet.
2. Kaji riwayat diet.
3. Tingkatkan masukan protein yang mengandung telur, susu, daging.
R/ Untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan.
4. Timbang BB harian.
R/ Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
5. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
R/ Faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia
dihilangkan.
4. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan.
R/ Untuk mengidentifikasi masalah dan langkah yang diperlukan untuk
menghadapinya.
f. Kecemasan b.d penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
HYD : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R/ Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara
penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R/ Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R/ Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R/ Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R/ Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.
4. Discharge Planning
a. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu
dilaporkan kepada tenaga kesehatan.
b. Seperti :
c. Tanda gagal ginjal (mual, muntah, penurunan pengeluaran urine, napas berbau
amonia).
d. Tanda hiperkalemia (kelemahan otot, diare, kram abdominal).
e. Penyuluhan medikasi (tujuan, efek samping, efek yang diharapkan dosis dan
jadwal pemberian) sangat penting karena pasien memerlukan sejumlah
medikasi.
f. Penyuluhan tentang pembatasan diit :
g. Air : 500 – 600 cc + urine output /hari.
h. Protein : 0,6 – 0,8 gr/kgBB/hari.
i. Pencegahan kekurangan cairan.
j. Diet rendah fosfor serum (terutama daging dan susu)
k. Pemberian vitamin D3 untuk supresi hormon paratiroid.
2.3.2. Hipertensi
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu
dingin (vasokontriksi perifer) pengisiankapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan
meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit
ginjal pada masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun)
Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
e. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,subojksipital
(terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam)
Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek,
proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
f. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakitkepala.
g. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
h. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral.
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi.
3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.
Tujuan :
Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah /
bebankerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang
dapatditerima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam
rentangnormal pasien.
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.
e. Catat edema umum.
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Diagnosa Keperawatan 2. :
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :
Aktivitas pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,melaporkan
peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi :
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan
parameter :frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat
peningkatanTD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan,
berkeringat,pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis
pasienterhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja/
jantung).
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /
kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian padaaktivitas dan
perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahatpenting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual).
c. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsioksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatantiba-tiba pada kerja
jantung).
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
e. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.(Seperti jadwal
meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas danmencegah kelemahan).
Diagnosa Keperawatan 3. :
c. Gangguan rasa nyaman dan nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat.
Kriteria Hasil :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan.
c. Batasi aktivitas.
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin.
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan.
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi.
Diagnosa keperawatan 4. :
d. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan :
Sirkulasi tubuh tidak terganggu.
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan
dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur.
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan
pemantau tekanan arteri jika tersedia.
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan.
d. Amati adanya hipotensi mendadak.
e. Ukur masukan dan pengeluaran.
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan.
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan.