Anda di halaman 1dari 40

askep ICU

Rabu, 25 Maret 2015


D-IV Kep Poltekkes Pontianak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi tidak mempunyai sebab yang khusus tapi multi factor itu sebagai respon
terhadap peningkatan cardiac output atau adanya tekanan perifer.
Factor – factor yang berpengaruh terhadap dua kekuatan tersebut adalah : Genetic,
Obesitas, Stress lingkungan. Kehilangan jaringan elastis dan arteriosclerosis aorta dan arteri
besar lain.
Hipertensi skunder dapat sebagai akibat dari bermacam – macam penyebab primer.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua :
1. Atas yang tidak dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta
konsumsi alkohol dan garam).
2. Dan yang dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan garam).

B. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan tentang hypertensi, penyebab, tanda dan gejala, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan dan cara pencegahannya.
2. Mengkaji, membuat perencanaan, melaksanakan, serta mengevaluasi kasus hypertensi dalam
bentuk asuhan keperawatan.

C. Perumusan Masalah
1. Pengetahuan tentang hypertensi, secara mendasar.
2. Definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, pathway,
penatalaksanaan penyakit hypertensi, diagnosa dan intervensi.
3. Asuhan keperawatan pada hypertensi.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI EMERGENCY

A. DEFINISI
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001)
Menurut WHO ( 1978 ), tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg
dinyatakan sebagai hipertensi.
Hypertensi adalah peningkatan dari tekanan diastolik diatas standar dihubungkan
dengan usia. ( ppk dep. Kes 1993 )
Hypertensi adalah tingkat tekanan darah dimana komplikasi yang mungkin timbul
adalah menjadi nyata. ( soeparman & sarwono w.e 1990 )
Hypertensi adalah seseorang yang mempunyai tekanan darah sistol diatas 160, dan
tekanan diastol diatas 95mmhg. (dr. Boedi warsono 1979 )

Jenis - Jenis Hipertensi


Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak
mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit
ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyeang siapa saja
dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu:


1. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti:
a) Bertambahnya umur.
b) Stres psikologis.
c) Dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam
kategori ini.
2. Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti,
misalnya :
a) Ginjal yang tidak berfungsi.
b) Pemakaian kontrasepsi oral.
c) Dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.

Pembagian Hypertensi menurut ( media aeuscolopis fkui 1982)


a. Mid Hypertension : tekanan diastole 90 - 110 mmHg
b. Modessatif Hypertension : tekanan diastole 110 - 130 mmHg
c. Severe Hypertension : tekanan diastole > 130 mmHg

Klasifikasi Hypertensi
1. Hypertensi sistolik adalah peninggian tekana sistolik tampa diikuti oleh peninggian tekanan
diastolik, dan kriteria bila peninggian tekanan > 2x tekanan diastolik dikurangi 15 mmhg,
tampa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik atau tekanan sistolik lebih dari 2x tekanan
diastolik, bila tekanan diastolik tidak melebihi 90mmhg. ( soeparman & sarwono, 1990) atau
Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi
(saat jantung mengkerut).
2. Hypertensi diastolik adalah sangat jarang dan hanya terlihat dengan peninggian yang ringan
dari tekanan diastolik, misalnya 120/100mmhg dan ini umumnya ditemukan pada anak –
anak dan dewasa muda. ( H. Tagor G.M 1997 ). Atau Diastolik adalah tekanan darah pada
saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
3. Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak di obati,
akanmenimbulkan kematian dalam waktu 3 – 6 bulan.
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari “The
Sixth Report of The Join National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High
Blood Pressure “ (JNC – VI, 1997) sebagai berikut :
No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
1. Optimal <120 <80 span="span">
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. High Normal 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
Grade 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Grade 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Grade 3 (berat) 180 – 209 100 – 119
Grade 4 (sangat >210 >120
berat)

Klasifikasi tekanan darah menurut The Joint National Comitte On Detection,


Evaluation, And Treatment Of High Blood Preassure Th 1993.

Kategori Sistolik (mmHg ) Diastolik (mmHg)

Normal 130 < 85


Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hypertensi stadium 1 140 – 159 90 – 99
Hypertensi stadium 2 160 – 179 100 – 109
Hypertensi stadium 3 180 – 209 110 – 119
Hypertensi stadium 4 > 210 > 120

Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke


seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Berdasarkan diastolik dan
sistolik.

B. ETIOLOGI
Hipertensi primer tidak mempunyai sebab yang khusus tapi multi factor itu sebagai
respon terhadap peningkatan cardiac output atau adanya tekanan perifer.
Factor – factor yang berpengaruh terhadap dua kekuatan tersebut adalah :
1. Genetic
2. Obesitas
3. Stress lingkungan
4. Kehilangan jaringan elastis dan arteriosclerosis aorta dan arteri besar lain.
Hipertensi skunder dapat sebagai akibat dari bermacam – macam penyebab primer.

Penyebab secara umum:


Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi dua :
1. Atas yang tidak dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta
konsumsi alkohol dan garam).
2. Dan yang dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, umur dan garam).
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang
diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Tekanan darah ditentukan oleh dua faktor yaitu aliran darah dan resisten darah.
Tekanan darah arteri sama dengan tekanan cardiac output. meningkatnya tkanan darah akan
menyebabkan meningkatnya tahanan vaskulerperifer, meningkatkan cardiac output
vasokontriksi ketika aliran darah ke ginjal menurun. ini karena sekresi renindan bentuk
angiotensin akan menyebabkan meningkatnya sekresi aldosteron menyebabkan retensi air
dan sodium di ginjal. Akibatnya terjadi peningkatan volume cairan ekstra seluler.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler menyebabkan meningkatnya cardiac output
dan meningkatnya tekanan arteri. Sistem saraf simpatik juga mengontrol tekanan darah oleh
non pineptin dalam situasi setress menyebabkan vasokontriksi primer biasanya mulai dengan
meningkatnya secara intermeffen tekanan darah dan hal lain yang menopang meningkatnya
tekanan darah biasanya tanpa gejala.
D. PHATWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Peningkatan tekanan darah kadang – kadang merupakan satu – satunya gejala pada
hipertensi dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul berbeda –
beda kadang hipertensi berjalan tanpa gejala dan batu timbul gejala setelah terjadi komplikasi
pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung.

Gejala klinis penderita hypertensi sebagai berikut:


1. Gejala akibat tekanan darah yang meningkat.
a. Sakit kepala occipital, terutama pada pagi hari.
b. Berdebar – debar.
c. Mudah lelah.
d. Epitaksis.
e. Migrain.
f. Sukar tidur.
g. Rasa berat ditengkuk.
h. Rasa mudah marah.
2. Gejala – gejala penyulit dari pada target organ.
a. Ginjal : kemungkinan timbul kegagalan ginjal menahun.
b. Mata dikenal dengan Hypertension retineae yang bradenya menurut keith w, sebagai berikut:
Brade I : penyempitan/ spasma dari pembuluh darah.
Brade II : crossing phenomena
Brade III : eksudasi di perdarahan
Brade IV : pupil edema.
c. Jantung
- Hypertrofi dan dilatasi ventrikel kiri.
- Sistolik ejection mur – mur akibat dari dilatasi ventrikel kiri.
- Payah jantung
- Penyakit jantung iskemik.
3. Gejala – gejala secara umum.
a. Pusing.
b. muka merah.
c. sakit kepala.
d. keluar darah dari hidung secara tiba-tiba.
e. tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
f. kerusakan ginjal.
g. pendarahan pada selaput bening (retina mata).
h. pecahnya pembuluh darah di otak.
i. serta kelumpuhan.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berbagai macam pemeriksaan yang rutin dikerjakan sebagai work up dari penderita
hypertensi adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan urine, yang meliputi :
a. Albumin.
b. Reduksi.
c. Sedimen.
d. Biakan urine ( bila da tanda infeksi uru gental ).
e. BD urine.
2. Pemeriksaan darah, yang meliputi :
a. Hb untuk melihat adanya anemia.
b. BUN, serum kreatinin untuk melihat adanya kerusakan pada ginjal.
c. Colesterol dan trigiseda pada kasus hypertensi sebagai faktor predisposisi.
d. Glukosa untuk melihat adanya hyperglikemia karena DM adalah pencetus hypertensi.
3. Pemeriksaan EKG, yang meliputi :
a. Apakah ada hypertrofi jantung.
b. Adakah tanda – tanda ischemia jantung.
c. Adakah tanda – tanda eritmia.
4. Pemeriksaan thorax, yang meliputi :
a. Adakah pembesaran jantung.
b. Adakah tanda – tanda bendungan paru.
5. Pemeriksaan funduscopy : untuk melihat tanda dari hipertensi retinopathy.

6. Pemeriksaan IVP atas indikasi sebagai berikut :


a. Umur < 25 thn, tekanan diastolik > 110 mmhg.
b. Umur > 25 thn, tekanan diastolik > 130 mmhg.
c. Tidak ada respon dengan obat.
d. Hypertensi ditandai dengan tanda – tanda penyakit ginjal.

G. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
a. Life style
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik
yang cukup. Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak,
protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi
terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, aneka kanker,
osteoporosis, dan hipertensi.

Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara.
1. Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-
7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per
hari).
2. Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas.
3. Cara ketiga, diet tinggi serat.
4. Dan keempat, diet rendah energi (bagi yang kegemukan).
b. Ambang Batas Rasa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap
timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan
(monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram
per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena
budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam.
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang
tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar.
Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar
rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan
(MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan.
Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu
menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual
bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam
mangkok tanpa takaran yang jelas.
2. Imbangi Kalium
Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam
cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang
banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung
menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi
natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-
buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak bahan pangan yang
memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio
tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan
garam ke dalamnya.
Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1, menjadi
10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio kalium terhadap
natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan 1:1,7 salad kentang.
Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar
natrium di dalam bahan, sehingga cenderung menaikkan tekanan.

KONSEP DASAR VENTILATOR

1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. (Brunner dan
Suddarth, 1996).
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh
proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. (Carpenito, Lynda Juall 2000)
Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah suatu
alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau
ICU. ( Corwin, Elizabeth J, 2001)
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk menggantikan
atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama pemberian dukungan
ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal pertukaran udara dan
memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal. (Bambang Setiyohadi, 2006)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negative
yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien sehingga mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan
pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. ( Iwan Purnawan, 2010).
2. Indikasi Ventilasi Mekanik
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnoe) maupun hipoksemia yang tidak
teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien
telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas
yang sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau
oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan (seperti pada pneumonia) maupun karena
kelemahan otot pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan pernapasan primer.
Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada
system pernapasan (system pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan
konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi
beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang juga
mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi untuk menjaga jalan
napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien
dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu
dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh
obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.
3. Klasifikasi
Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi,
dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif.
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan
mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam
paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal
nafas kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi
muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi
sering.
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan
positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama
inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga
jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri inspirasi
ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan
aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian
siklus mati.
Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu pendek di ruang
pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator mengakhiri atau mengendalikan
inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara yang diterima klien diatur oleh
kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara .Ventilator ini digunakan pada neonatus dan
bayi. Ventilator volume bersiklus yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap
inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien siklus
ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini
adalah ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.
Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :
a) Sederhana, mudah dan murah
b) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi nafas hingga 60X/menit
dan dapat diatur ratio I/E.
c) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat penunjang pernafasan yang lain.
d) Dapat dirangkai dengan PEEP
e) Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume ekshalasi, volume tidal, frekuensi nafas,
dan konsentrasi oksigen inhalasi
f) Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat didalamnya
g) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support
h) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi
menjadi tiga jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time Cycled.
a. Volume Cycled Ventilator.
Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di ruangan
unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan.
Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten.
Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara
umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang
diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada
volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan
jika tekanannya berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi
tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
b. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada
titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada
type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah.
Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan, sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas
lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau
waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan
inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
4. Intubasi
Intubasi adalah tindakan invasive untuk memasukkan ETT ke dalam trakea dengan
menggunakan alat laryngoskopy. Diperlukan seperangkat peralatan penunjang dan tenaga
ahli karena kejadian hipoksia, aritmia, dan bahkan henti jantung dapat terjadi dalam beberapa
kasus. Untuk mengantisipasinya diperlukan tenaga yang bersertifikasi PPGD dan ACLS.
Alat-alat penunjang diantaranya troli emergency yang dilengkapi obat-obat resusitasi seperti
adrenalin (untuk asistole), sulfas atrophin (untuk bradikardia), amiodarone (anti aritmia),
inotropik jenis dobutamine atau dopamine untuk meningkatkan afterload – preload –
kontraktifitas ventrikel jika terjadi gangguan hemodinamik saat intubasi.
Peralatan lain seperti defibrillator diperlukan untuk mengantisipasi aritmia ventrikel
yang dapat mengancam jiwa (Ventrycular Tachycardia dan Ventrycular Fibrilasi). Peralatan
suction diperlukan untuk membebaskan jalan nafas dari kemungkinan penumpukan lendir
(slym) saat intubasi.
Sebelum tindakan dimulai, premedikasi diberikan untuk memberikan efek sedasi dari
yang memiliki efek cepat seperti golongan opioid atau lambat seperti benzodiazepine.
Paralise otot nafas dapat dipertimbangkan jika proses intubasi masih sulit dilakukan. Jenis
premedikasi dipilih yang memiliki resiko minimal terhadap organ yang sedang mengalami
gangguan.
Sebelum intubasi dimulai, hiperoksigenasi dilakukan melalui ambubag dengan
kecepatan aliran 12 – 15 liter/menit, sampai saturasi oksigen meningkat > 95%. Tujuan dari
intubasi yaitu : mengembalikan asam basa dan kadar PO2 dalam batas normal, dan memenuhi
kebutuhan tidal volume ( TV ) atau menit volume ( MV ) dengan tekanan puncak ( PIP )
dalam batas normal.
Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah
a. Henti jantung ( cardiac arrest )
b. Henti nafas ( Respiratory arrest )
c. Hipoksemia yang tidak teatasi dengan pemberian oksigen non invasive
d. Asidosis respiratory yang tidak teratasi dengan obat-obatan dan pemberian oksigen non
invasive
e. Kelelahan pernafasan yang tidak responsive dengan obat-obatan dan penberian oksigen non
invasive.
f. Gagal nafas dengan manifestasi klinis : takhipneu, penggunaan otot pernafasan tambahan
(scalene, sternokleidomastoid, intercosta, abdomen).
g. Penurunan kesadaran.
h. Saturasi oksigen menurun drastic.
i. Tindakan pembedahan yang menggunakan anastesi umum.
5. Indikasi Klinik untuk pemasangan ventilasi mekanik
a. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
b. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal nafas akut
2) Gagal nafas kronik
3) Gagal jantung kiri
4) Penyakit paru-gangguan difusi
5) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

6. Modus Operasional
Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat sepuluh parameter yang
diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle ventilator, yaitu :
a. Frekuensi pernafasan permenit
Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator dalam satu menit.
Penyetingan RR ini tergantung volume tidal, jenis kelainan paru pasien, target PO2 yang
ingin dicapai. Parameter alarm RR diseting diatas dan dibawah nilai RR yang diset. Misalnya
set RR sebesar 10x/menit, maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah
8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke pasien setiap
kali bernapas. Umumnya disetting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung dari compliance,
resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume
tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter
alarm tidsl volume diseting diatas dan dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume
tidal sangat perlu jika pasien menggunakan time cycled.
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang diberikan oleh
ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2
yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan
analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan
penghitungan FiO2 yang tepat bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan volume tidal atau
mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan udara pernapasan.
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal fisiologis
inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih
lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume cycled.
Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal pernapasan
yang telah disetting permenitnya. Biasanya flow rate disetting antara 40-100 L/menit.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang diperlukan pasien
dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2
sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin
tinggi nilai pressure sentivity maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan.
Kondisi ini biasanya digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas
spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah
pressure sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan
ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernaps spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk
mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah menandakan adanya
pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi
menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi
fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah
diabaikan tidak dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
i. Kelembaban dan suhu
j. Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan
tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu
alat yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam
humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu
tubuh. Pada kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang
terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa
mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan
penghisapan.
k. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli diakhir
ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru dan sangat penting
untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.
Modus operasional ventilasi mekanik terdiri dari :
a. Controlled Ventilation
Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk pemakaian
ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan kerja pernafasan klien.
b. Assist/Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila klien
gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator ini diatur berdasarkan atas
frekuensi pernafasan yang spontan dari klien, biasanya digunakan pada tahap pertama
pemakaian ventilator.
c. Intermitten Mandatory Ventilation
Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model kontrol, klien
dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas spontan dilengkapi dengan mesin dan sewaktu-
waktu diambil alih oleh ventilator.
d. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot tidak begitu
lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas spontan biasanya tergantung
pada aktivasi klien. Indikasi pada pernafasan spontan tapi tidal volume dan/atau frekuensi
nafas kurang adekuat.
e. Positive End-Expiratory pressure
Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan
untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena tekanan yang tinggi,
atelektasis akan dapat dihindari. Indikasipada klien yang menederita ARDS dan gagal jantung
kongestif yang massif dan pneumonia difus. Efek samping dapat menyebabkan venous return
menurun, barotrauma dan penurunman curah jantung.
f. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan pada pasien
yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot
pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
7. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik
Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot intercostalis
berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara
masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara dengan
memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah positif dan
menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga
thorax paling positif.
Efek Ventilasi mekanik
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke jantung
terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun. Bila kondisi
penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka bisa
mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang,
akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan
oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan
tekanan lebih besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun
menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga
thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu :
a. Obstruksi jalan nafas
b. Hipertensi
c. Tension pneumotoraks
d. Atelektase
e. Infeksi pulmonal
f. Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan
g. Gastrointestinal.
h. Kelainan fungsi ginjal
i. Kelainan fungsi susunan saraf pusat
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut Doenges, 2002, Pengkajian klien dengan Hipertensi terdiri dari :
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung takipnea.
Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
b. Sirkulasi
Tanda : Kenaikan TD (Pengukuran serial dari kenaikan TD. diperlukan untuk menegakkan
diagnostik). Hipotensi postural, kulit pucat, sianosis dan diaphoresis, kemerahan, nadi :
denyutan jelas dari karotis, jugularis ; perbedaan denyut : seperti denyut femoral melambat,
sehingga kompensasi denyutan radialis dan brakialis, denyutan popliteal, tibialis posterior,
pedialis tidak teraba / lemah. Denyut apikal ; PMI kemungkinan bergeser dan atau sangat
kuat.
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup dan penyakit
serebrovaskuler.
c. Integritas Ego
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu, perhatian, tangisan yang meledak,
gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), gerakan fisik cepat,
pernapasan menghela, peningkatan pola bicara.
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria / marah kronik (dapat
mengidentifikasi kerusakan serebral), faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang
berkaitan dengan pekerjaan).

d. Eliminasi
Tanda : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi / obstruksi atau riwayat penyakit
ginjal masa yang lalu).
e. Makanan / Cairan
Tanda : BB normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena. DVJ : Glikosuria (hampir 10%
klien hipertensi adalah diabetik).
Gejala : Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol (seperti makanan yang di goring, keju, telur) ; gula-gula yang berwarna hitam ;
kandungan tinggi kalori. Mual, muntah, perubahan BB (meningkat/menurun), riwayat
penggunaan diuretik).
f. Neurosensori
Tanda : Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola / isi bicara, proses pikir / memori.
Respon motorik ; penurunan kekuatan genggaman tangan dan atau refleks tendon dalam
perubahan-perubahan retinal optik ; dari sklerosis / penyempitan arteri ringan sampai
beratdan perubahan sklerotik dengan edema atau papiledema, eksudat dan hemorhagi
tergantung berat / lamanya hipertensi.
Gejala : Keluhan pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam). Episode kebas / atau kelemahan pada satu sisi tubuh,
gangguan penglihatan, episode epistaksis.
g. Nyeri / Ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit ateri koroner / keterlibatan jantung). Nyeri hilang timbul pada tungkai /
klaudikasi (indikasi aterosklerosis) pada arteri ekstremitas bawah. Sakit kepala oksipital berat
seperti yang pernah terjadi sebelumnya, nyeri abdomen / massa.
h. Pernapasan
Tanda : Distress respirasi / gangguan otot aksesori pernapasan, bunyi napas tanbahan, sianosis.
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas / kerja, takipnea, ortopnea, dispnea noktural
paroksimal, batuk dengan tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
i. Keamanan / Keluhan
Gejala : Gangguan koordinasi / cara berjalan, episode parestesia, unilateral transum, hipotensi
postural.
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : Faktor-faktor keluarga : hipertensi, aterosklerosis. penyakit jantung, DM, penyakit
serebrovaskuler / ginjal.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2000) pada klien Hipertensi antara
lain :
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
O2.
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.

C. PERENCANAAN
Menurut Carpenito, Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Hipertensi
adalah :
Diagnosa 1 :
Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan iskemik miokard.
Tujuan :
- Tidak terjadi adanya penurunan curah jantung.
Kriteria hasil :
- TD dalam batas normal.
- Irama dan frekuensi jantung stabil.
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan (ka/ki) untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset
yang tepat dan tehnik yang akurat.
Rasional : Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis, mungkin terpalpasi. Denyut pada
tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.
b. Amati warna kulit, kelembaban, suhu danmasa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, kulit lembab, dingin dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan
penurunan curah jantung.
c. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas keributan.
Rasional : Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.
d. Berikan obat sesuai indikasi. Misalnya : Captopryl.
Rasional : Penting untuk mengontrol TD.

Diagnosa 2:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan :
- Klien dapat melakukan aktivitas yang di inginkan.
Kriteria hasil :
- Klien dapat melakukan aktivitas tanpa keletihan.
- Lepas dari rasa tidak nyaman saat bergerak / dispnea.
Intervensi :
a. Kaji respon klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi, TD, dispnea atau nyeri dada,
keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing / pingsan.
Rasional : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stress
aktivitas.

b. Instruksikan klien tentang tehnik penghematan energi. Misalnya ; melakukan aktivitas


dengan perlahan.
Rasional : Tehnik penghematan energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
c. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi,
barangkali bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba, memberikan
bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.

Diagnosa 3
Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan :
- Menyatakan nyeri terkontrol.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas / tidur / istirahat
yang tepat.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulus / meningkatkan relaksasi.
b. Berikan tindakan non farmakologik untuk menghilangkan sakit kepala.
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat / memblok
respon simpatis. Efektif dalam menghilangkan sakit kepala.
c. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala,
misalnya; mengedan saat BAB, membungkuk, batuk panjang.
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala dan adanya
peningkatan tekanan vaskuler serebral.

d. Bantu klien untuk ambulasi sesuai kebutuhan.


Rasional : Pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala, klien juga
dapat mengalami episode hipotensi postural.
e. Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan umum.
f. Berikan analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Mengontrol / mengurangi rasa nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

D. PERENCANAAN PULANG
Informasi yang dirancang untuk disampaikan / dianjurkan melalui penyuluhan yang
diberikan sewaktu klien dan keluarga akan pulang. Menjelaskan kepada anggota keluarga
tentang penyakit Hipertensi dan menganjurkan klien untuk membatasi makanan yang
mengandung garam, menghindari stress.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn “Y”

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : Tn.Y
Umur : 42 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mak Tanggok, Kecamatan Tebas
No. Reg : 039103
Diagnosa Medis : Hipertensi Emergency
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.M
Umur : 45 Tahun
Alamat : Mak Tanggok, Kecamatan Tebas
Hubungan : Istri

2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama / Alasan Masuk ICU :
Klien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, tekanan darah 207/132 mmhg, GCS 3 E
:1 , M :1 , V:1
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, klien tidak sadarkan diri, sebelumnya klien mengeluh
pusing/sakit kepala. Di IGD klien diberi pengobatan dan didiagnosa hipertensi emergency
dengan TD : 280/160 mmhg, kesadaran semikoma, GCS 10 E:2 M:5 V:3. Klien di rawat di
ICU jam 23.00. klien mengalami henti nafas, dan dilkukan pemberian ventilasi. Jam 23.00
klien di pasang Endotrakeal Tube.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga Tn.Y mengatakan klien mempunyai riwayat hipertensi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Tn.Y mengatakan klien tidak mempunyai riwayat penyakit genetic seperti DM.

3. Pengkajian Primer
a. Airway
Tidak terdapat sumbatan jalan nafas.
Secret (-)
b. Breathing
Sesak (+), nafas tidak spontan, irama teratur, batuk (-), suara nafas normal.
RR : 28x/menit, SPO2 100%, terpasangO2 3 liter/menit, terpasang ETT.
c. Circulation
Frekuensi nadi 126x/menit, TD 207/132 mmHg, perdarahan (-), CRT < 2 detik.
d. Disabillity
Keadaan umum lemah, kesadaran koma, GCS 3 (E:1 M:1 V:1) pupil isokor.

4. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
Alergi :
Tidak mempunyai alergi makanan maupun obat-obatan.
Medicication :
Tn.Y minum obat jika pusing/sakit kepalanya kambuh.
Past Illness :
Tn.Y tidak pernah dirawat di Rumah Sakit.
Last Meal :
Tn.Y dipuasakan
Event :
-

b. Pemeriksaan Keadaan Umum


Tingkat Kesadaran
Tanggal Eye (E) Motorik (M) Verbal (V)
21/04/2014 1 1 1

Status Kesadaran
Compos
Tanggal Apatis Somnolen Delirium Supor Koma
Mentis
21/04/2014 

c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Kepala meshocepal, tidak ada luka, ttidak ada edema, rambut lurus, tidak ada ketombe, wajah
simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, telinga simetris, ada
serumen, tidak ada benjolan, hidung simetris, batuk (-), sekret (-), NGT(-), mulut simetris,
mukosa bibir lembab, gigi tidak utuh, terpasang ETT.
2. Leher
Bentuk simetris, tidak terdapat benjolan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nadi karotis
(+).
3. Dada
Paru :
I : Dada simetris, tidak ada pembengkakan, retraksi dada tidak ada, tidak ada luka/lesi.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
P : Dallness
A : Suara paru normal (vesikuler)

Jantung :
I : Dada simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada retraksi dada.
P : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan.
P : Redup, tidak ada pembesaran organ jantung.
A : S1, S2 murni, Tidak ada suara tambahan.
4. Abdomen
I : Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan.
A : Peristaltik usus 7 x/menit.
P : Supel, tidak ada nyeri tekan.
P : Timpani
5. Genetalia
Tampak bersih, tidak ada kelainan congenital, terpasang DC tanggal 21/04/2014.
6. Ekstremitas
Simetris, ekstermitas atas dekstra terpasang infus RL 30 tpm, ekstermitas atas oedem -/-,
ekstermitas bawah oedema -/-.
7. Integumen
Kulit normal, tidak ada kemerahan/sianosis, turgor elastic, akral dingin, warna kulit pucat.

d. Status Eliminasi
1. Urine
Tanggal Frek. BAK Warna Retensi Inkontinensia
Kuning
21/04/2014 3-4 - -
Kemerahan
2. Fekal
Tanggal Frek. BAB Warna Konsistensi
21/04/2014 - - -

e. Status nutrisi dan cairan


1. BB : 60 kg TB : 170 cm
2. Asupan Nutrisi
Tanggal Hari ke Jumlah porsi Jumlah buah
21/04/2014 2 - -
3. Cairan
Tanggal Intake Output Balance Cairan
21/04/2014 Parenteral : Urine : 1000 BC :
408 cc IWL : 300 CM(CK+IWL)
Total : 1300 : 408 – (1300+300)
: - 892 cc/8 jam

22/04/2014 Parenteral : Urine : 1785 BC :


1023 cc IWL : 412 :1023-(2197+412)
Total : 2197 :1023 – 2197
: - 1.174 cc/12 jam

f. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal
WBC 11,4 k/ul 4,0
LYM # 1,7 k/ul 1,0
MID # 0,5 k/ul 0,1
GRA # 9,3 k/ul 2,0
LYM % 14,5 % 25,0
MID % 4,3 % 2,0
GRA % 81,2 % 50,0
RBC 5,87 % 4,00
HGB 15,87 m/ul 11,0
HCT 47,7 % 35,0
MCV 81,2 fl 80,0
MCH 26,9 p2 26,0
MCHC 33,1 g/dl 31,0
RDW 12,2 % 10,0
PLT 372 k/ul 150
MPV 6,0 fl 7,0
PCT 0,22 % 0,20
PDW 13,6 % 10,0

2. Hasil Hematologi 21/04/2014


Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 15,8 gr% Pr : 12-14
Lk : 14-16
Leucocyt 11.400 mm/drh 4.000-11.000
Hematokrit 48% Pr : 42-47
Lk : 47-54
Trombocyt 372.000 mm/drh 150.000-400.000
Erytrocyt 5,9 juta mm/drh 4 juta-6 juta mm/drh
Hitung jenis : 81 % 36-66 %
Segment
Limfosit 15 % 22-40 %
Monosit 4% 4–8%
GDS 121 mg/dl 70 – 115 mg/dl

3. Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Normal
Ureum 36,4 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatine 0,98 mg/dl Lk : 0,9 – 1,3
Pr : 0,6 – 1,1

4. Hasil EKG : Sinus Tachycardia


Intepretasi hasil EKG :
- Irama : Teratur
- HR : 1500 = 125 x/menit
12
- Gel. P : Normal (+), diikuti kompleks QRS
- Interval PR : Normal (0,12 – 0,2 detik)
- Kompleks QRS : Normal (< 0,12 detik)

g. Therapy
- Ranitidine 1 amp 2 x 1 (IV)
- Piracetam 1 gr 3 x 1 (IV)
- Ceftriaxone 2 gr 1 x 1 (IV)
- Inj. Katapres II amp habis dalam 4 jam
- Furosemide 1 mg/menit/syring pump
- Inf. RL 20 tpm
- Epineprine 1 : 10 dosis titrasi 0,05 mg (titrasi 1,1 cc)

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : - Hipertensi Gangguan perpusi
DO: Kerusakan vaskuler jaringan cerebral
- Kesadaran koma. pembuluh darah
- GCS : 3 (E1, M1, VI)
- pupil isokor Perubahan struktur
- TD; 207/132 mmhg Penyumbatan
- N: 126 x/menit pembuluh darah
- CRT <2detik Vasokontraksi

Gangguan sirkulasi

Otak

Suplai O2

Sinkop

Gangguan perpusi
jaringan
2 DS : - Hipertensi Gangguan
DO : pertukaran gas
- N: 126 x/menit Kerusakan vasikuler
<takikardi> pembuluh darah
- RR : 28x/menit
- SPO2:100% Pembuluh darah
- koma diotak pecah
- warna kulit pucat. TIK naik

Menekan pons

menekan medulla
oblongata
ketidakseimbangan
perfusi ventilasi
gangguan pertukaran
gas
3. DS : - Hipertensi Intoleransi
DO: gangguan sirkulasi aktivitas
- N: 126 x/menit pembuluh darah
- TD: 207/132 mmhg sistemik
- Koma vasokontraksi
- terpasang ETT.
afterloa meningkat
fatique
Intoleransi aktifitas

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

NO MASALAH TGL TGL PARAF


KEPERAWATAN MASALAH TERATASI
1 Perpusi jaringan cerebral 21-4-2014 -
tidak efektif berhubungan
dengan hipoventilasi,
di tandai dengan
DS : -
DO:
- Kesadaran koma.
- GCS : 3 (E1, M1, VI)
- pupil isokor
- TD; 207/132 mmhg
- N: 126 x/menit
- CRT <2detik
2 Gangguan pertukaran gas 21-4-2014 -
berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi
ventilasi ditandai dengan
DS : -
DO :
- N: 126 x/menit <takikardi>
- RR : 28x/menit
- SPO2:100%
- koma
- warna kulit pucat.
3 Intoleransi aktivitas 14-12-2013 -
berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen,ditandai dengan
DS : -
DO:
- N: 126 x/menit
- TD: 207/132 mmhg
- koma
- terpasang ETT.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Dx Tujuan dan Kriteria intervensi RASIONAL
hasil
1 Setelah dilakukan1. monitor tanda-tanda1. mengetahui keadaan
tindakan keperawatan vital umum klien, dan
selama 3 x 24 jam, tindakan yang akan
ketidakefektipan perfusi dilakukan.
cerebral teratasi dengan
indicator: 2. berguna mengetahui
NOC : 2. Evaluasi : pupil, apakah batang otak
- Circulasi status catatan ukuran, baik.
- Neurologis status bentuk raeksi
- Tissue s perfusion terhadap cahaya. 3. mengetahui

cerebral. kecendrungan

Dengan criteria hasil : 3. pantau status tingkat kesadaran

- Tekanan systole dan neurologis sesering dan potensial

diastole dalam rentang mungkin. peningkatan TIK.

yang diharapkan
4. memperlancar aliran
- Pupil seimbang dan
balik vena.
reaktif
4. pertahankan posisi
5. mencegah
bedreast.
peningkatan TIK

5. kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat-
obatan anti
6.mencegah terjadinya
hipertensi.
hipoksia

6. Berikan oksigen 2-3


liter

2 Setelah dilakukan1. Monitor rata-rata1. mengetahui keadaan


tindakan keperawatan kedalaman, irama, umum dan tindakan
selama 3 x 24 jam dan usaha respirasi. yang akan dilakukan.
ventilasi adekuat
dengan indicator : 2. untuk mengetahui
NOC : 2. Catat pergerakan tingkat usaha nafas
- Respiratory Status : dada, amati dan perkembangan
ventilator kesimetrisan, keadaan pernafasan.
- Respiratory status : penggunaan otot
Gas Exchange tambahan, retraksi
- Vital sign status otot supraclavicular
3. mengetahui kelainan
Dengan criteria hasil : dan intercostals.
pada pernafasan.
- Mendemontrasikan
peningkatan ventilasi3. Monitor pola nafas
dengan oksigenasi yang bradipneu, kussmaul,
adekuat. hiperventilasi,

- Memelihara kebersihan cheyne stokes, biot.


4. mengetahui masih
paru-paru dan bebas
4. Monitor usaha adanya usaha nafas.
dari tanda-tanda distress
nafas.
pernafasan.
5. oksigen selain untuk
- Mendemonstrasikan
membantu
5. Observasi sianosis
batuk efektif dan suara
pernafasan juga
khususnya
nafas yang bersih, tidak
mempertahankan
membrane mukosa
ada sianosis, dan
agar tidak terjadi
dispneu (mampu
hipoksia
mengeluarkan sputum),
mampu bernafas 6. mempertahankan
dengan mudah, tidak ventilasi dan
ada pursed lips. pemberian oksigen
6. Kolaborasi dengan
- Vital sign dalam batas dalam waktu yang
tim medis dalam
normal ( T : 36,5-37oC, lama
melakukan
N : 80-100 x/menit, RR
pemasangan ETT
:16-20 x/menit)
3 Setelah dilakukan1. kaji respon klien1. menyebutkan
tindakan keperawatan terhadap aktifitas, paramenter
selama 3 x 24 jam perhatikan frekuensi membantu dalam
pasien bertoleransi nadi, dispnea atau mengkaji respon
terhadap aktivitas nyeri dada, keletihan fisiologi terhadap
dengan indicator : dan kelemahan yang stress aktivitas dan
- self care : ADLs berlebihan, bila ada merupakan
- toleransi aktivitas diaforosis, pusing indicator kelebihan
- konservasi energy atau pingsan. kerja yang berkaitan
Criteria hasil : dengan tingkat
- Berpartisipasi dalam aktivitas.
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan 2. teknik menghemat
tekanan darah, nadi dan2. instruksikan pasien energy mengurangi
RR tentang teknik penggunaan energy
- Mampu melakukan penghematan juga membantu
aktivitas sehari hari. energy. keseimbangan
(ADLS) secara mandiri anatara suplai dan
kebutuhan oksigen.

3. kemajuan aktivitas
bertahap mencegah
peningkatan kerja
jantung tiba,tiba

3. berikan dorongan
untuk melakukan
aktivitas/perwatan
diri bertahap jika
dapat ditoleransi,
berikan bantuan
sesuai kebeutuhan.
CATATAN KEPEAWATAN DAN PERKEMBANGAN

No Tanggal Tindakan dan Respon Evaluasi Paraf


Hasil
1 21-04-2014 a. Memonitor tanda-tanda Jam : 06:00
23:00 vital sign S:-
R/ TD: 207/132 O: - Keadaan Umum
mmHG, N: 126 klien Jelek.
x/menit, RR: 28 -Kesadaran Klien Koma.
x/menit. -Klien Terpasang ETT
b. Inj. Furosemid -Klien Terpasang
R/ Furosemid 1 Ventilator
mg/menit/ syring pump.- Tekanan darah naik
c. Mempertahankan posisi turun
bedreast. A: Masalah Belum
R/ Klien bedreast total Teratasi
d. Mengevaluasi Pupil P: Intervensi dilanjutkan
R/Pupil isokor - Monitor TTV
e. Memantau Status - Pantau Status
neurologis Klien. Neurologis
R/Kesadaran klien - Kolaborasikan dengan
koma Tim Medis dalam
pemberian obat-obatan
2 21-04-2014 a. Memonitor Pernafasan Jam : 06:00
23:00 R/ 28 x/menit S:-
b. Melihat Pergerakan O: - Keadaan Umum
dada Klien, penggunaan klien Jelek.
otot tambahan - Kesadaran Klien Koma,
R/ Pergerakan dada SpO2 100%
tidak ada - Klien Terpasang ETT
c. Bekerja sama dengan dan
dokter dan perawat Ventilator
dalam memasang ETT - Penafasan klien turun
dan Ventilator (RR = 12x/menit)
R/ klien Terpasang ETT A: Masalah Belum
dan Ventilator Teratasi
d. Memonitor pola nafas P: Intervensi dilanjutkan
bradipneu - Memonitor Pernafasan
R/Pola nafas bradipneu klien
- Monitor Pergerakan
dada klien
- Monitor usaha nafas
klien
3 21-04-2014 a. Melakukan ROM klien Jam : 06:00
23:00 R/ : Klien miring kiri S:-
miring kanan O: - Keadaan Umum
b. Mengkaji kesadaran klien Jelek.
klien - Kesadaran Klien
R/ Klien koma Koma, SpO2 100%
c. Memonitor TTV tiap 1- Klien Terpasang ETT
Jam dan
R/ N = 126 x/menit, TD Ventilator
= 207/132 mmHg - Penafasan klien turun
d. Memandikan klien (RR = 12x/menit)
R/ Klien tampak Bersih- Takikardi
- Kesadaran koma
A: Masalah Belum
Teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
- Memonitor TTV
- Penuhi Kebutuhan
dasar klien.
1 22-04-2014 Jam : 18:00
14:00 a. Memonitor tanda- S:-
tanda vital sign O: - Keadaan Umum
R/ TD:76/63mmHG klien Jelek.
87x/menit - Kesadaran Klien
RR:28x/Menit Koma.
- Klien Terpasang ETT
b. Memantau status - Klien Terpasang
neurologis klien Ventilator
R/Kesadaran Klien - Pupil Medriasis, tidak
koma berespon terhadap
cahaya.
c. Mengevaluasi Pupil A: Masalah Belum
R/Pupil Medriasis, Teratasi
tidak berespon terhadap P: Intervensi di
cahaya hentikan,
Pasien pulang Atas
Permintaan Sendiri
2 22-04-2014 Jam : 18:00
14:00 a. Memonitor Pernafasan S:-
R/ 15 x/menit O: - Keadaan Umum
b. Melihat usaha nafas klien Jelek.
klien - Kesadaran Klien
R/ Usaha nafas klien Koma.
tidak ada dbantu - Klien Terpasang ETT
dengan ventilator. dan
c. Memonitor pola nafas Ventilator
bradipneu - Penafasan klien
R/Pola nafas bradipneu (RR = 12x/menit)
A: Masalah Belum
Teratasi
P: Intervensi dihentikan
Klien Pulang Atas
Permintaan Sendiri.
3 22-04-2014 Jam : 18:00
14:00 a. Melakukan ROM klien S: -
R/ : Klien miring kiri O: - Keadaan Umum klien
miring kanan Jelek.
b. Mengkaji kesadaran - Kesadaran Klien
klien Koma, SpO2 100%
R/ Kesadaran koma - Klien Terpasang ETT
GCS 3, E1 M1 V1 dan
c. Memonitor TTV tiap 1 Ventilator
Jam - Penafasan klien turun
R/ N = 87x/Menit (RR = 12x/menit)
TD = 76/63mmHg - Takikardi
RR = 15 menit - Kesadaran koma
S = 34,80C A: Masalah Belum
Teratasi
P: Intervensi dihentikan
klien pulang atas
permintaan sendiri.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer,2001)
Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. Y dapat disimpulkan bahwa :
a. Pengkajian
Tn. Y datang ke ICU dengan keadaan penurunan kesadaran, tekanan darah 207/132 mmhg,
GCS 3 E :1 , M :1 , V:1.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, klien tidak sadarkan diri, sebelumnya klien mengeluh
pusing/sakit kepala. Di IGD klien diberi pengobatan dan didiagnosa hipertensi emergency
dengan TD : 280/160 mmhg, kesadaran semikoma, GCS 10 E:2 M:5 V:3. Klien di rawat di
ICU jam 23.30. klien mengalami henti nafas, dan dilkukan pemberian ventilasi. Jam 23.00
klien di pasang Endotrakeal Tube.
b. Diagnosa
Diagnosa yang diangkat adalah Perpusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
hipoventilasi, Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Intervensi
Intervensi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada pada asuhan keperawatan.

d. Implementasi
Tindakkan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan Tn. Y sesuai dengan intervensi yang
ada pada asuhan keperawatan.
Klien menggunakan oksigen 3 liter, terpasang ETT dan ventilator, pengobatan sesuai dengan
instruksi dokter

B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan setelah pembuatan makalah ini antara lain :
a. Makalah ini dapat dikembangkan dengan dukungan penelitian terbaru dan disesuaikan
berdasarkan isu yang terjadi di masyarakat.
b. Struktur ruangan ICU sudah bagus dan pelayanan kesehatan yang diberikan juga baik, hanya
fasilitas pendukung untuk kedepannya lebih ditingkatkan lagi dalam pemberian pelayanan
kesehatan.

.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,L.J ( 2000 ). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan ( Edisi 2 ).


Terjemahan dari: Nursing Care Plans of Documentation (2nd Edition). Alih bahasa : Esther.
M dan Setiawan, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.
Corwin, Elizabeth ( 2002 ). Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta
Doenges,M.E ( 2002 ), Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien ( Edisi 3 ). Terjemahan dari : Nursing Care Plans :
Guidelines For Planning and Documenting Patient Care ( 3th edition ), ( 1998 ). Alih bahasa
: Esther Nurses, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Kapita Selekta Kedokteran, FKUI, Edisi III Jilid I ( 2001 ), Jakarta, Media Ausculapius.
Smeltzer, S.C and Bare, B.E ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddart ( Edisi 8, vol 2 ). Terjemahan dari Brunner and Suddart’s Texbook of Medical-
Surgical Nursing ( Vol 2, 8th edition ). Alih bahasa : Agung. W, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC.
Price, S.A ( 1994 ). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ( Edisi 4 ) Jilid I.
Terjemahan dari ; Pathofisiology Clinical Concept of Disease ( 4th Edition ) (1992). Alih
bahasa : Anugrah.P, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Anda mungkin juga menyukai