Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN NYERI PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM

INTEGUMEN DI RUANG GAWAT DARURAT RSUD KRT


SETJONEGORO WONOSOBO

Disusun oleh ;

IKHFAD RIYADI

PROGRAM PROFESI NERS

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG-RSUD KRT SETJONEGORO


WONOSOBO

JL. YOS SUDARSO 461 GOMBONG KEBUMEN TELP. 0287-473750


FAX. 0287-472433

JL. RUMAH SAKIT NO. 1 WONOSOBO TELP 0286-321091


FAX 323873, 324977

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Praktik Profesi Ners dengan judul Asuhan Keperawatan Nyeri
Pada Pasien Gangguan Sistem Integumen Di Ruang Gawat Darurat RSUD KRT
Setjonegoro Wonosobo.

Telah disahkan pada :

Hari : .

Tanggal : .

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

(Podo Yuwono, S.Kep.Ns) (..)

Ka Prodi S1 Keperawatan

(Herniyatun, M.Kep, Sp.Mat)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................iii
BAB I TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................1
A. Pengertian..........................................................................................1
B. Etiologi...............................................................................................3
C. Patofisiologi.......................................................................................3
D. Anatomi dan fisiologi........................................................................4
E. Manifestasi Klinis..............................................................................5
F. Komplikasi.........................................................................................6
G. Pemeriksaan Penunjang.....................................................................6
H. Penatalaksanaan.................................................................................6
I. Asuhan Keperawatan.........................................................................7
J. Pathway..............................................................................................11
K. Intervensi Keperawatan.....................................................................12
BAB II TINJAUAN KASUS...............................................................................13
A. Pengkajian..........................................................................................13
B. Analisa Data.......................................................................................14
C. Diagnosa Keparawatan......................................................................15
D. Rencana Asuhan Keperawatan...........................................................15
E. Catatan Perkembangan.......................................................................15
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................17
BAB IV DAFTAR PUSTAKA............................................................................19

3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi: juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah (frost bite).(Mansjoer,2000).
Luka bakar adalah luka yang di sebabkan oleh panas kering atau panas
basah, terkena bahan kimia, arus listrik dan radiasi. (Long Barbara C, 1996).
Luka bakar adalah Luka yang disebabkan oleh api secara langsung
maupun tidak langsung, juga pemajanan suhu tinggi matahari, listrik maupun
bahan kimia. (Sjamsulhidayat, 1997).
Fase Luka Bakar
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life
thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan
airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema
sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan
antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang
masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi.

1
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau
organ organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

Klasifikasi Luka Bakar


1. Berat / Kritis bila:
a. Derajat 2 dengan luas lebih dari 25 %
b. Derajat 3 dengan luas lebih dari 10 %, atau terdapat di muka, kaki dan
tangan.
c. Luka baker disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas atau
fraktur.
d. Luka baker akibat listrik
2. Sedang bila:
a. Derajat 2 dengan luas 15-25 %
b. Derajat 3 dengan luas lebih dari 10%, atau terdapat di muka, kaki dan
tangan
3. Ringan bila:
a. Derajat 2 dengan luas kurang dari 15%
b. Derajat 3 kurang dari 2 %

2
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan salah satu dari 2 metode yaitu:
1. Rule of nine dari Wallace
Digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuran luka bakar yang
cepat. Dasar perhitungan ini adalah dengan membagi-bagi anatomi tubuh
dengan kelipatan 9% dari luas permukaan tubuh. Masing-masing ada
perhitungan, antara lain:
a. Kepala dan leher 9%
b. Ektremitas Atas 2 x 9% (kiri dan kanan)
c. Paha dan Tungkai Kaki 4 x 9%
d. Genetalia 1%
e. Dada, Perut, Punggung, Bokong, 4 x 9%
2. Diagram bagian luas dari Blowner
Rumus tersebut tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil maka digunakan rumus 10 untuk bayi dan 10-15-20 untuk anak.

B. Etiologi
Penyebab terjadinya luka bakar yaitu (Doenges,1999) :
1. Termal
(Api, air panas, kontak dengan objek panas).
2. Listrik
3. Bahan Kimia
4. Radiasi
Sinar Ultrafiolet ( Sinar Matahari)
5. Suhu Rendah

C. Patofisiologi

Cedera dermis menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan


elektrolit sampai syok, yang dapat menimbulkan asidosis, nekrosis tubular
akut, dan disfungsi serebral. Kondisi ini dapat di jumpai pada fase

3
awal/akut/syok yang berlangsung sampai 72 jam pertama. Hilangnya kulit
yang memiliki fungsi sebagai barier (sawar), luka sangat mudah terinfeksi,
Hilangnya kulit yang sangat luas juga akan terjadi penguapan tubuh yang
berlebihan. Penguapan cairan ini disertai pengeluaran protein dan energi,
sehingga terjadi gangguan metabolisme.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permehabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida, dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel
dan menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan
hipovolemia dan hemokonsentrasi.
Jaringan nekrosis yang ada melepas toksin (suatu lipit protein komplek)
yang dapat menimbulkan SIRS bahkan sepsis yang menyebabkan disfungsi
dan kegagalan fungsi organ-organ tubuh seperti hepar dan paru (ARDS), yang
berahir dengan kematian.
Reaksi inflamasi yang berkepanjangan akibat luka bakar menyebabkan
kerapuhan jaringan dan struktur-struktur fungsional. Kondisi ini menyebabkan
timbulnya parut yang tidak beraturan (hipertropik), kontraktur deformitas
sendi dan sebagainya.

D. Anatomi dan Fisiologi


Sebagai system organ tubuh yang paling luas. Kulit tidak bisa
terpisahkan dari kehidupan manusia. Kulit membangun sebuah barrier yang
memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turut
berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital. Kulit bersambung dengan
membran mukosa pada ostium eksterna system digestivus, respiratorius dan
urogenitalis. Karena kelainan kulit mudah terlihat, keluhan dermatologic
umumnya menjadi alasan utama mengapa pasien mencari pelayanan
kesehatan.
Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutan. Setiap lapisan akan semakin berdiferensiasi (menjadi masak dan
memiliki fungsi yang lebih spesifik). Ketika tumbuh dari lapisan stratum
germinativum basalis ke lapisan stratum korneum yang letaknya paling luar.

4
Epidermis membentuk lapisan paling luar dengan ketebalan sekitar 0,1 mm
pada kelopak mata hingga sekitar 1 mm pada telapak tangan dan kaki
(Morton, 1993). Lapisan eksternal sel-sel epitel berlapis ini terutama tersusun
dari keratinosit.

E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasr derajat luka baker
( Mansjoer,2000)
1. Grade I
a. Jaringan rusak hanya epidermis saja.
b. Adar rasa nyeri, warna kemerahan.
c. Tes jarum adanya hyperalgisia (Hypersensitifitas nyeri).
d. Akan sembuh kurang lebih 7 hari.
2. Grade II dibagi menjadi 2, yaitu:
Grade IIa
a. Jaringan rusak sebagian dermis
b. Klinis nyeri, warna lesi merah
c. Klinis lanjut terjadi bula dan basah
d. Tes jarum hyperalgisia, kadang normal
e. Kulit pucat, sembuh kurang lebih 7-14 hari
Grade IIb
a. Jaringan rusak sampai dermis, hanya kelenjar saja yang masih utuh
b. Klinis sama dengan grade IIa
c. Tes jarum hyperalgisia
d. Waktu sembuh 14-21 hari
e. Kulit pucat mengkilap, kadang ada sikratrik
3. Grade III
a. Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis
b. Klinis mirip dengan grade II, kulit warna hitam/kecoklatan
c. Tes jarum tidak sakit
d. Waktu sembuh lebih dari 21 hari

5
e. Hasil kulit menjadi sikratrik

F. Komplikasi
Menurut (Effendi, 1999), (Smeitzer, 2001)
1. Septikemia
2. Pneumonia
3. Gagal Ginjal Akut
4. Deformitas
5. Sindrom Kompartemen
6. Difisit Kalori, Protein
7. Kontraktur
8. Ileus Paralitik

G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doengoes,1999:
1. Laboratorium
(Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Gula Darah)
2. CVP
Untuk mengetahui kebocoran vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30% dewasa, dan lebih dari 20% anak-anak.
3. Rontgen
Foto Thorax

H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan
jaringan parut. Pada saat kejadian pertama hal yang perlu dilakukan adalah
menjauhkan korban dari sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit yang
panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan nafas,
pernapasan dan sirkulasi.
2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis
untuk menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar,

6
sehingga jumlah dan jenis cairanyang digunakan untuk resusitasi dapat
ditentukan.
3. Berikan Analgetik, yang efektif adalah morfin dan petidin.
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil, dengan
debridement dan memandikan pasien dengan menggunakan cairan steril
dalam bak khusus yang mengandung antiseptic.
5. Berikan antibiotic topikal paska pencucian luka dengan
tujuan untuk mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka.
6. Balut luka dengan mengggunakan kassa gulung kering dan
steril.
7. Berikan serum anti tetanus/toksoid yaitu ATS 3000 unit pada
orang dewasa dan separohnya pada anak-anak.

I. Asuhan Keperawatan
Menurut Donges, 2000, Pengkajian tehadap luka bakar, meliputi:
1. Pengkajian
Menurut Doengoes (2000: 804-806), pengkajian pada pasien Combustio,
meliputi:
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda:
1) Penurunan kekuatan, tahanan
2) Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
3) Gangguan massa otot, perubahan tonus
b. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka baker > 20% ADTT)
1) Hipotensi (syok)
2) Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera,
vasokonstriksi umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik).
3) Takikardia (syok/ansietas/nyeri)
4) Disritmia (syok listrik)
5) Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar)

7
c. Integritas Ego
Tanda: ansietas, menangis, ketrgantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
d. Eliminasi
Tanda:
1) Haluaran urine menurun atau tidak ada selama fase darurat. Warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam.
2) Deuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi).
3) Penurunan bising usus atau tidak ada, khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stress penurunan
mobilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan atau cairan
Tanda:
1) Udema jaringan umum
2) Anorexia, mual atau muntah.
f. Neurosensori
Tanda:
1) Perubahan orientasi, efek, perilaku.
2) Penurunan reflek tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas.
3) Aktivitas kejang (syok listrik).
4) Laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman
penglihatan (syok listrik).
5) Rupture membrane timpani (syok listrik)
6) Paralisis (cedera listrik pada aliran syaraf)
Gejala: area bebas kesemutan
g. Nyeri atau Kenyamanan

8
Gejala: berbagai nyeri, contohnya luka bakar derajat pertama secara
ekstrim sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakkan udara dan
perubahan suhu, luka bakar.
h. Pernafasan
Tanda:
1) Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan menelan sekresi oral, dan sianosis, indikasi
cedera inhalasi.
2) Pengembangan torax, mungkin terbatas adanya luka bakar lingkar
dada.
3) Jalan napas atas stridor/mengi.
4) Bunyi napas gemericik (udema paru), stridor (udema laringeal),
sekret jalan napas dalam (ronkhi).
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup, terpanjan lama (kemungkinan
cedera inhalasi).

2. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Doengoes (2000)
a. Hitung darah lengkap
Peningkatan HT awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan
dengan pemindahan atau kehilangan cairan.
b. Sel darah putih
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi
luka.
c. GDA (Gas Darah Arteri)
Penurunan Pa O2 atau peningkatan Pa CO2 mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan
penurunan fungsi ginjal dan kehilangan kompensasi pernapasan.
d. CoHbg (Karboksi Hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon
monoksida atau cedera inhalasi.

9
e. Elektrolit Serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal: hipokalemi dapat terjadi apabila
mulai terjadi diuresis. Magnesium mungkin menurun, Natrium pada
awal juga menurun.
f. Natrium Urine Random
Lebih besar dari 20 mEq/L, mengindikasikan kelebihan resusitasi
cairan, kurang dari 10 mEq/L, menduga ketidakadekuatan resusitasi
cairan.
g. Alkalin Phospat
h. Glukosa Serum
Peningkatan glukosa serum menunjukkan respon stress.
i. Albumin serum
j. Kreatinin (BUN)
k. Urine
l. Foto Rontgen dada
m. Bronkoskopi Serat Optik
n. Loop aliran volume
o. Scan paru
p. EKG (Elektro Kardio Graf)
q. Fotografi luka bakar

10
J. Pathway

K.
AgenL.penyebab:
M.
termal, listrik,
N. bahan kimia,
radiasi,

O.Persendia Udema dan Inhalasi


n Asap
Luka Bakar

Disfungsi Sendi Obstruksi Jalan


Napas

Risiko Kerusakan Hipermetabolik Risiko tinggi


Infeksi integritas terhadap bersihan
kulit jalan napas

Nyeri Ansietas
Hipovolemi Nutrisi kurang
a dari kebutuhan
tubuh
Gangguan Kurang
mobilitas informasi
fisik Risiko tinggi terhadap
perubahan
Gangguan Kurang neurovaskuler
citra pengetahuan
tubuh
Risiko tinggi
terhadap defisit
volume cairan

K. Intervensi Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik.
Tujuan : Nyeri berkurang / terkontrol.
Kriteria hasil :
1. Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks
2. Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur / istirahat dengan tepat.

11
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi / kateter dan intensitas (0
- 10)
R : Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan
jaringan / kerusakan, tetapi biasanya paling berat selama penggantian
balutan dan debridement.
2. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar
metode pemajanan udara luar / terbuka.
R : Suhu berubah dan pergerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat
pada pemajaran ujung syaraf
3. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak aktif pasif sesuai
indikasi
R : Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot,
tetapi tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera
4. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lingkungan
yang hangat (dengan lampu penghangat atau selimut hangat)
R : Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas
eksternal perlu untuk mencegah menggigil
5. Latih dan dorong penggunaan teknik manajemen sters, contoh
relaksasi progresif, nafas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
R : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan rasa kontrol yang dapat menurunkan ketergantungan
farmakologis

6. Kolaborasi : pemerian analgetik sesuai indikasi


R : Dapat mengurangi nyeri

12
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kalibawang Wonosobo
No RM : 547329
Tanggal Masuk : 30 Oktober 2012
Diagnosa Medis : Combustio Elektrik Grade II 20%
2. Primary Survey
Airway : Normal
Breathing : Terpasang O2 nasal 2 liter/menit, RR 16 x/menit
Circulation : Akral hangat, TD: 131/77 mmHg, HR: 62 x/menit
Disability : Kesadran composmentis GCS: 15 (E4M6V5)
Exposure :Terdapat luka post kesetrum, kulit melepuh,
gosong, terdapat bula.
3. Secondary Survey
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan merasakan nyeri pada daerah luka post kesetrum
dan nyeri dirasakan didaerah perut, lengan dan kedua kaki, luka terasa
perih, panas dan senut-senut, skala nyeri 8, nyeri dirasakan sering.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pasien datang pada tanggal 30 Oktober 2012 pada pukul 16.20 WIB
dengan keluhan nyeri luka bakar post kesetrum. Keluarga pasien
mengatakan pasien kesetrum sudah 1 jam yang lalu. Area luka bakar
pada daerah perut, lengan tangan kiri, paha kaki dan kanan, sekitar
genetalia (luas 20 %). Pasien mengatakan nyeri dengan skala 8,
frekuensi sangat sering, terasa panas, TD: 131/77 mmHg, RR: 16
x/menit, Nadi: 62 x/menit.
c. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pasien tidak memiliki penyakit keturunan, baru kali ini pasien
mengalami luka bakar yang parah.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : Normal
b. Mata : Konjungtiva Anemis
c. Mulut : Normal

13
d. Leher : Normal
e. Dada : Normal
f. Perut : terdapat luka bakar 9%
g. Genetalia : terpasang condom catheter, terdapat luka bakar 1%
h. Ekstermitas : tidak ada odema, terdapat luka bakar 9% pada kaki kanan
dan kiri, 1 % pada lengan kiri.

B. ANALISA DATA

Data Fokus Etiologi Problem


30/10/2012 DS: pasien Nyeri akut Agen
mengat I
akan n
merasa j
lemas u
dan r
nyeri y
pada
luka F
bakar. i
DO: KU CM, s
GCS i
15 k
E4M6
V5, inf
terpasa
ng RL
2000cc
dalam
8 jam,
injeksi
ketorol
ac
masuk,
nyeri
skala
8,
nyeri
terasa
perih,
panas

14
dan
kaku
pada
daerah
tangan,
perut,
lengan,
nyeri
dirasak
an
sering,
konjun
gtiva
anemis
,
pasien
terlihat
lemas
dan
kesakit
an.
TD: 131/77
mmHg
N: 62 x/menit
RR: 16 x/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


keperawatan Kriter
ia
hasil
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kaji
berhubungan tindakan keperawatan keluh
dengan agen selama 1x24 jam an
injuri fisik diharapkan masalah nyeri,
nyeri terkontrol dengan perhat
kriteria hasil: ikan
1. Menunjukan lokasi

15
ekspresi wajah / dan
postur tubuh rileks intens
2. Berpartisipasi dalam itas (0
aktivitas dan tidur / 10)
istirahat dengan 2. Tutup
tepat luka
seseg
era
mung
kin.
3. Tingg
ikan
ekstre
mitas
luka
bakar
secara
perio
dik.
4. Ubah
posisi
denga
n
sering
dan
rentan
g
gerak
aktif
pasif
sesuai
indika
si
5. Perta
hanka
n
suhu
lingk
ungan
nyam
an,

16
berika
n
lingk
ungan
yang
hanga
t.
6. Latih
dan
doron
g
pasie
n
untuk
atihan
nafas
dalam
atau
relaks
asi.
7. Kolab
orasi
pemb
erian
analg
etik
sesuai
terapi.

E. CATATAN PERKEMBANGAN

Diagnosa Implementasi Evaluasi

Mengobservasi KU KU CM, GCS


pasien 15
E4
M6
V5,
pasi
en

17
tam
pak
lem
as
tak
ber
day
a
dan
kes
akit
an
dilu
ka
post
kes
etru
m
teru
tam
a
daer
ah
per
ut.
Memberikan Pasien
suasana men
dan gata
posisi kan
yang sud
nyaman ah
mer
asa
nya
man
tapi
mas
ih
kes
akit

18
an
dan
lem
as.
Memonitor Vital Pasien masih
Sign men
TD: 131/77 mmHg, gera
N: 62 ng
x/menit, kes
RR: 16 akit
x/menit an.
Mengajarkan kepada Pasien sudah
pasien men
teknik cob
nafas any
dalam a
atau tapi
relaksasi nye
untuk ri
mengura mas
ngi nyeri. ih
dira
sak
an,
tida
k
ber
kur
ang.
Memasang infus RL Pasien masih
30 tpm kes
(grojog) akit
2000 ml an
dalam 8
jam.
Memberikan injeksi Pasien masih
ketorolac kes
30 mg 1 akit
ampul an.
Melakukan Pasien masih
perawata men

19
n luka gera
(memoto ng
ng kes
jaringan akit
kulit an
yang
mati
yang
kemudia
n
diberikan
salf
burnazin)
Menutup luka Pasien masih
dengan kes
kassa akit
untuk an.
mengura
ngi
pemajana
n dengan
udara
luar.
Memasang Dower Pasien setuju
catheter dan
no. 16 mer
(untuk asa
mengura kes
ngi akit
mobilisas an.
i) Uri
ne
kelu
ar
300
cc.
Memotivasi pasien Pasien
nafas men
dalam cob
ang telah any

20
diajarkan a
. dan
mas
ih
tam
pak
lem
as
dan
kes
akit
an.
Mengevaluasi Pasien masih
tindakan mer
dan asa
memonit kan
or KU nye
pasien ri
pad
a
luka
,
skal
a
nye
ri 7,
nye
ri
dira
sak
an
pad
a
daer
ah
luka
bak
ar
teru
tam

21
a
pad
a
daer
ah
per
ut
kare
na
mas
ih
kak
u.
Memindahkan Pasien masih
pasien ke terli
Ruangan hat
Bedah men
(Bougen aha
ville). n
nye
ri
dan
mas
ih
kes
akit
an.

22
BAB III
PEMBAHASAN

Tn. S, usia 34 tahun datang dengan keluhan perut, lengan kiri, dan kedua
kaki melepuh karena terkena api sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kulit
yang melepuh dan terbakar disebabkan karena terkena sengatan listrik saat sedang
memasang tenda. Pasien tersengat listrik saat sedang membawa logam yang
dibawanya terkena kabel listrik kemudian pasien langsung terjatuh di atas tenda.
Tidak ada keluhan sesak napas, pusing, mual, maupun muntah.
Pada tubuh ditemukan luka bakar di perut (9%), lengan kiri (1%), kaki
kanan (4,5%), kaki kiri (4,5%), dan genetalia (1%). Luas luka bakar ditentukan
menurut diagram rules of nine dari Wallace. Total luka bakar mencapai 20%
dengan kedalaman derajat II.
Luka bakar pada pasien digolongkan derajat II sebab kerusakan meliputi
epidermis dan sebagian dermis yang terlihat dari reaksi inflamasi akut dan proses
eksudasi, ditemukan bula, dasar luka berwarna merah atau pucat dan nyeri akibat
iritasi ujung saraf sensorik. Luka bakar pada pasien tidak digolongkan dalam
derajat I sebab pada luka bakar derajat I kelainannya hanya berupa eritema, kulit
kering, nyeri tanpa disertai eksudasi. Luka bakar juga tidak digolongkan dalam
derajat III sebab pada luka bakar derajat II dijumpai kulit terbakar berwarna abu-
abu pucat, letaknya lebih rendah (cekung) dibandingkan kulit sekitar dan tidak
dijupai rasa nyeri/hilnag sensasi kerusakan total ujung saraf sensoris.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah resusitasi cairan. Dengan cara
Baxter dapat dihitung kebutuhan cairan pasien yaitu:
4 x BB x % luka bakar = 4 x 55 x 20 = 4.400 mL/24 jam
Pada jam pertama pasien diberikan 2.200 mL. kemudian pada 16 jam kemudian
diberikan cairan sebanyak 2.200 mL. pada hari kedua diberikan cairan sebanyak
setengah cairan pertama yaitu 1.100 mL/24 jam. Pada hari ketiga jumlah cairan
kembali dikurangi setengah menjadi 550 mL/24 jam. Jumlah cairan dapat
dikurangi bahkan dihentikan bila deuresis pasien memuaskan dan pasien dapat
minum tanpa kesulitan.

23
Setelah itu dilakukan perawatan luka bakar dengan salf untuk mencegah
penguapan. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam. Bula yang luas dengan
akumulasi transudat, akan menyebabkan penarikan cairan kedalam bula sehingga
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan. Oleh karena itu perlu dilakukan
insisi. Insisi ini bertujuan untuk mengeluarkan cairan transudat tanpa membuang
epidermis yang terlepas. Kemudian epidermis yang terlepas ini dijadikan penutup
luka (biological dressing) seperti split thickness skin graft (STSG). Setelah itu
dilakukan tulle di atas graft tersebut dan membungkusnya dengan kassa lembab
selama 2-3 hari, kemudian diberikan salf antibiotik sampai terjadinya epitelisasi.
Pada bula-bula yang kecil cukup dilakukan aspirasi menggunakan semprit dan
dilakukan sebagaimana pada bula yang luas.
Prognosis ad vitam pada pasien ini adalah bonam karena penyakit ini
sudah terdiagnosis dan saat ini tidak mengancam nyawa. Prognosis ad functionam
pada pasien ini adalah bonam karena sesuai dengan luas dan kedalaman luka,
penyambuhan luka dapat terjadi secara spontan dan telah dilakukan terapi
pengobatan yang adekuat terhadap luka bakar. Prognosis ad sanactionam pada
pasien ini adalah bonam karena faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada
rekurensi.

24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes M.E. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Effendi E. (1999), Perawatan Pasien Luka Bakar, Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Volume I,


Jakarta: EGC

Long, Barbara C. (1996), Perawatan Medikal Bedah, Volume I. (terjemahan),


Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran

Mansjoer A. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ke3 Jilid 2, Jakarta: EGC

Marylin E. Doenges. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta:
EGC

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta: EGC

Smeltzer S. C. (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner &


Suddart, Edisi 8. Volume 3, Jakarta: EGC

Sylvia A. Price. (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Edisi 4 Buku 2, Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith. M. (2006), Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 7,


Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai