Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS KEJANG DEMAM

Disusun oleh: 1. Adam Mici Gandana 2. Cahya Daris Tri Wibowo 3. Devy Isella Lilyani 4. Diana Zahrawardani 5. Diky Sukma Wibawa 6. Dyah Kurnia Fitri 7. Fajriana Marethiafani 8. Gilang Sri Ridhanillah 9. Hanif Alienda Wardhani 10. Idha Kurniasih 11. Leni Sukmawati 12. Danang Ari Wicaksono (H2A008001) (H2A008009) (H2A008011) (H2A008013) (H2A008014) (H2A008015) (H2A008019) (H2A008022) (H2A008023) (H2A008025) (H2A008028) (H2A008045)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2012

BAB I PENDAHULUAN Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten, dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak.1,2,3 Kejang Demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Batasan akan usia terjadinya bangkitan kejang tidak sama. Pendapat terbanyak adalah kejang terjadi pada waktu anak berusia 3 bulan hingga 5 tahun. menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) usia termuda terjadinya bangkitan kejang demam adalah 6 bulan. Hal ini sesuai dengan konsesus penanganan kejang demam bahwa kejang demam biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan-5 tahun.4 Kejang demam terjadi pada 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat, sedangkan di Asia dilaporkan lebih tinggi.5 Kejang demam terjadi pada 2% - 4 % dari populasi anak usia 6 bulan dan 5 tahun, 80 % di antaranya adalah kejang demam sederhana, sedangkan 20% yang lain adalah kejang demam kompleks. Anak laki- laki lebih sering mengalami kejang demam. Apabila kejang demam sederhana yang pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua adalah 50 %, dan bila kejang demam sederhana terjadi setelah usia 12 bulan,maka risiko bangkitan menurun menjadi 30 %. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, perlu dipikirkan adanya kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsy yang kebetulan terjadi bersama demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam sederhana kejang bersifat

umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis dapat dinilai kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, dan tanda infeksi di luar SSP. Pada umumnya tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak ada kelumpuhan nervi kranialis. Diagnosis ditegakkan dengan melihat : kriteria diagnosis kejang demam, kejang didahului oleh demam, pasca-kejang anak sadar kecuali kejang lebih dari 15 menit, pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan adalah darah perifer, elektrolit dan gula darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.4

BAB II STATUS PASIEN I. Identitas Pasien : : an. Ani : 16 bulan : Islam : bapak Amir : 40 tahun : Islam : wonodri : 002000 Nama ibu Umur ibu Pekerjaan ibu : ibu A : 30 tahun : ibu rumah tangga

Nama anak Umur Agama Nama bapak Umur bapak Agama Alamat No. RM

Pekerjaan bapak : PNS

Tanggal masuk : 30 Mei 2012

II.

Anamnesis

Anamnesa dilakukan secara aloanamnesis dari ibu anak tanggal 30 Mei 2012 Keluhan utama : anak kejang Keluhan tambahan : keluar cairan dari telinga kanan dan kiri Riwayat Penyakit Sekarang : 4 bulan yang lalu, pasien mengalami kejang 1 kali selama 5 menit, seluruh tubuh mengalami kejang, bagian tubuh kanan dan kiri, dan mata melotot, diare (-), batuk pilek (+), keluar cairan berwarna kuning kehijauan dari telinga kanan dan kiri (+), demam (+), alergi (-), trauma (-), muntah (-) 5 hari yang lalu, pasien mengalami demam (+), keluar cairan berwarna kuning kehijauan dari telinga kanan dan kiri (+),alergi (-), trauma (-), muntah (-), diare(-), batuk pilek (-)

2 hari yang lalu, pasien merasakan panas semakin tinggi (+), telinga kanan dan kiri masih mengeluarkan cairan berwarna kehijauan (+) 24 jam SMRS, pasien mengalami kejang (+) seluruh tubuh meliputi bagian kanan dan kiri dan mata melotot dengan durasi 5 menit pada kejang pertama dan kedua serta selama 20 menit pada kejang ketiga, demam (+), demam turun ketika diberikan parasetamol namun naik lagi, telinga kanan dan kiri masih mengeluarkan cairan berwarna kehijauan (+), alergi (-), trauma (-), muntah pilek (-) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat kejang (+) saat umur 12 bulan Riwayat Diabetes mellitus disangkal Riwayat Alergi obat disangkal Riwayat Trauma disangkal Riwayat Epilepsi disangkal Riwayat Batuk pilek (+) Riwayat OMA (+) Riwayat Kejang tanpa demam disangkal Sudah diberikan obat penurun panas OMA sudah diobati (-),diare (-), batuk

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Kejang demam di keluarga (+) sepupu Riwayat Batuk pilek disangkal Riwayat Epilepsi disangkal Riwayat Kejang tanpa demam disangkal

Riwayat Pribadi : Riwayat kehamilan : Ibu sehat selama kehamilan, ANC 4x di Rumah sakit, suntik TT 2x, konsumsi obat (-), merokok (-), pelihara kucing, burung (-) Riwayat persalinan : anak cukup bulan, BBL : 3000 gram, PBL : 50 cm, lahir spontan, persalinan di bantu bidan, asfiksia (-), trauma (-), infeksi (-), konsumsi obat (-) Riwayat pasca persalinan : infeksi (-) Riwayat imunisasi : Macam imunisasi Imunisasi dasar BCG DPT Hepatitis B Polio Campak Imunisasi ulangan Kesan 1 kali 3 kali 3 kali 4 kali 1 kali 1 bulan 2, 4, 6 bulan 0, 1, 6 bulan 0. 2. 4. 6. Bulan 9 bulan Frekuensi Umur Keterangan

Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

Riwayat makan : Umur 0-6 bulan Makanan Anak hanya diberikan ASI, ASI keluar lancar dan banyak Pisang, bubur Bubur tim Makanan keluarga lembek 1 3 1 Jumlah Frekuensi Semau anak

6 7 bulan 8-9 bulan 9 bulan - sekarang

sendok 3 kali sehari habis sendok 3 kali sehari habis piring 3 kali sehari

kecil habis Kesan Kualitas dan kuantitas bagus

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : BB : 11 kg TB : 80 cm KMS : tumbuh tapi tidak sesuai dengan garis hijau KMS (T1) Motorik kasar Umur Perkembangan Tengkurap 4 bulan Merangkak 6 bulan Duduk 7 bulan Berdiri dengan pegangan 8 bulan Berjalan 12 bulan Memegang mainan 6 bulan Bermain-main dengan 6 bulan mainannya Bersuara (oooo. . aaaa. . . ) 8 bulan Mengucapkan 1 kata 9 bulan Bermain cilukba 6 bulan Menentang jika mainannya 7 bulan diambil Perkembangan baik sesuai dengan umur

Motorik halus Bicara Sosial Kesan

Riwayat lingkungan dan sosial ekonomi : Biaya pengobatan : ASKES Keadaan rumah : 1 rumah 8 terdiri dari 8 anggota keluarga Terdiri dari 3 kamar Lantai keramik Dinding tembok Lantai keramik Jamban leher angsa Ventilasi lancar Kesan : lingkungan sosial ekonomi baik

III.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan 30 Mei 2012 jam 10.00 Keadaan umum Kesadaran Status Gizi BB : 11 kg TB BMI/ Z score Vital sign Nadi T : 390c Status interna : Kulit : sianosis (-) Kepala : mesocepal, UUB datar, belum menutup, bekas trauma (-), benjolan abnormal (-) Mata : CA -/-, SI -/-, reflek cahaya +/+, edem palpebra -/-, pupil isokor 2mm/2mm, reflek bulu mata +/+ Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-), konka hiperemis (-) Telinga : serumen +/+, nyeri mastoid -/-, nyeri tragus -/-, hiperemi -/-, fistula -/-, MT perforasi sentral tepi rata. Mulut : lembab(+), sianosis (-), mukosa hiperemis (-), faring hiperemis (-), tonsil T2-T2, kripte melebar, detritus (-) Leher : limfonodi (-), struma (-) Thorak: Cor : Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat Palpasi : ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri : : 100x/ menit isi dan tegangan cukup : 80 cm : : tampak sakit sedang, tidak kejang, terpasang infus D5, oksigen nasal kanul dan tidak tampak sesak : GPCS : E4M6V5, normal :

RR : 30 x/menit tipe nafas torakoabdominal

Batas kanan bawah : sela iga V linea sternalis kanan Batas kiri bawah : sela iga V 1-2 cm media linea midclavikula kiri Batas pinggang jantung : sela iga III linea parasternal kiri Konfigurasi jantung : normal Auskultasi : normal, gallop (-), murmur (-) Pulmo : Dextra Depan Inspeksi statis : bentuk dada normal, statis dinamis : gerak dada simetris, retraksi (-) Palpasi Perkusi Auskultasi taktil fremitus +/+, normal sonor di seluruh lapang paru vesikuler, reguler, wheezing (-), stridor (-), ronchi (-) Belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi statis : bentuk dada normal, statis dinamis : gerak dada simetris, retraksi (-) fremitus kiri, ICS normal sonor di seluruh lapang paru (-), stridor (-), ronchi (-) Abdomen : Inspeksi : bentuk perut normal, venectasi (-), spider naevi (-) Auskultasi : BU (+) normal Palpasi : nyeri tekan (-), pekak sisi (+) pekak alih (-), hepatomegali (-), splenomegali (-) Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, perkusi limpa (-) : bentuk dada normal, dinamis : gerak dada simetris, retraksi (-) fremitus kanan = stem fremitus kiri, ICS normal sonor di seluruh lapang paru stridor (-), ronchi (-) : bentuk dada normal, dinamis : gerak dada simetris, retraksi (-) ICS stem fremitus +/+, ICS normal sonor di seluruh lapang paru vesikuler, reguler, wheezing (-), stridor (-), ronchi (-) Sinistra

stem fremitus kanan = stem stem

vesikuler, reguler, wheezing vesikuler, reguler, wheezing (-),

Ekstremitas : Akral hangat Oedem Sianosis Gerak Reflek fisiologis Reflek patologis Meningeal sign CRT Anogenital : Inspeksi : ambigous genitalia (-), fistula (-) IV. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah rutin tanggal 30 Mei 2012 jam 12.00 Leukosit Trombosit Hemoglobin LED I LED II Gol. Darah : 5000/mm3 : 173000/mm3 : 9,3gr/dl :8 : 23 :A Superior +/+ -/-/+/+ +/+ -/<2detik Inferior +/+ -/-/+/+ +/+ -/<2detik

Pemeriksaan lain : EEG, elektrolit, LP atas indikasi V. Diagnosis Banding Kejang demam Meningitis Ensefalitis VI. Diagnosis Kejang Demam et causa Otitis Media Akut

VII. Penatalaksanaan Di UGD : Airway : dilakukan suction untuk membebaskan jalan nafas Breathing : pemberian O2 nasal kanul 2-4 l/menit Circulation : pasang infus intra vena D5% 44 tpm Pemberian stezolid suppositoria per rectal dengan dosis 10 mg Kejang belum berhenti, diberikan lagi diazepam iv dengan dosis 5,5 mg dengan kecepatan 1mg/menit. Di bangsal : Farmakologi : Maintenance kejang : pemberian fenobarbital 3-4 mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis Pemberian antipiretik : paracetamol dosis10-15mg/KgBB setiap 6 jam Pemberian antibiotik : amoxicillin 10 mg/KgBB Non farmakologi : Telinga pasien jangan sampai kemasukan air Bila kejang timbul kembali berikan antikejang (stezolit) Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut saat anak kejang Selalu sedia obat antipiretik Hindarkan anak dari benda-benda berbahaya saat kejang Saat anak kejang posisikan kepala miring ke samping untuk mencegah aspirasi Monitoring : Vital sign Kejang berulang atau tidak Adakah defisit neurologis atau tidak Cairan telinga dan membran timpani di observasi kembali Ad vitam : dubia

VIII. Prognosis :

Ad sanam : dubia Ad fungsional : dubia

BAB III PEMBAHASAN

Kasus yang dibahas pada laporan kasus ini adalah kejang demam. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kasus ini termasuk ke dalam kategori kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau berulang dalam waktu singkat ( selama demam berlangsung). Hal ini sesuai dengan Konsesus Penanganan Kejang Demam, dimana pasien Anak Ani mengalami kejang disertai demam, dengan tipe kejang tonik klonik general selama lebih dari 15 menit dan berulang dalam waktu 24 jam.4 Pasien anak Ani usia 16 bulan datang dengan diantar ibunya pada tanggal 30 April 2012 dalam keadaan kejang disertai demam. Pada primary survey snoring (+), dilakukan suction dan dilakukan pemasangan nasal kanul sebanyak 2-4 L/menit, serta pemberian anti konvulsan (Stesolit 10 mg melalui rektal) untuk mengatasi kejangnya. penatalaksanaan kejang dapat di lihat pada bagan di bawah ini. 6,7

Dari anamnesis diketahui bahwa 4 bulan yang lalu, pasien pernah mengalami kejang 1 kali selama 1 menit dengan tipe kejang tonik klonik general, diare (+), batuk pilek (+), keluar cairan dari telinga kanan dan kiri berwarna kuning kehijauan (+), demam (+), alergi (-), trauma (-), riwayat kejang tanpa demam (-), muntah (-), dehidrasi (+). 24 jam SMRS, pasien mengalami mengalami bangkitan kejang (+) klojotan seluruh tubuh dengan durasi 5 menit pada kejang pertama dan kedua serta selama 20 menit pada kejang ketiga, demam (+), keluar cairan dari telinga kanan dan kiri berwarna kuning kehijauan (+), alergi (-), trauma (-), muntah (-), dehidrasi (-), diare (-), batuk pilek (-). Pada riwayat penyakit dahulu diketahui bahwa pasien pernah mengalami kejang saat berumur 12 bulan dan menderita otitis media akut (OMA). Berdasarkan hasil dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis, HR:100x/meni, RR: 30x/menit,

suhu: 39oC , BB: 11 kg, TB : 80 cm, sekret telinga (+/+) kuning kehijauan, perforasi membran timpani (+/+) tepi rata, mulut sianosis (-), snoring (+), bentuk perut normal, ikterik (-) nyeri tekan (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba, Timpani seluruh lapang abdomen (+), akral dingin (-). Adanya secret pada telinga yang berwarna kuning kehijauan serta adaya perforasi membran timpani memungkinkan adanya infeksi akut pada telinga tengah (OMA). Menurut Kerschner (2007), tanda efusi. kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada cairan di belakang yaitu: penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut, ditemukan adanya Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan

membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga, dan terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah kemerahan atau erythema pada membran satu di antara tanda berikut, seperti

timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas Menurut Rubin et al. (2008). Keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringansedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membrane timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membrane timpani, membengkak pada membrane timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat. Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar ekstrakranial seperti tonsillitis, OMA, bronchitis penyebab terbanyknya adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikro organisme dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hypothalamus sebagai tanda tubuh dalam bahaya secara sistemik.6 Pada keadaan demam

kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan

kenaikan metabolisme basal 10%-15%

dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Bagan patofisiologi kejang demam7 :

Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.10

Tabel . Perbedaan antara kejang dan serangan yang menyerupai kejang

Keadaan

Kejang

Menyerupai kejang Mungkin gradual Beberapa menit Jarang terganggu Jarang Asinkron Jarang Sangat jarang Jarang Gerakan hilang Hampir selalu Selalu Tidak pernah Hampir tidak pernah jarang

Onset Tiba-tiba Lama serangan Detik/menit Kesadaran Sering terganggu Sianosis Sering Gerakan ekstremitas Sinkron Stereotipik serangan Selalu Lidah tergigit atau luka lain Sering Gerakan abnormal bola mata Selalu Fleksi pasif ekstremitas Gerakan tetap ada Dapat diprovokasi Jarang Tahanan terhadap gerakan pasif Jarang Bingung pasca serangan Hampir selalu Iktal EEG abnormal Selalu Pasca iktal EEG abnormal selalu Sumber: Smith dkk (1998).3

KLASIFIKASI Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE] 1981, yaitu kejang parsial (fokal, lokal): Kejang fokal sederhana, kejang parsial kompleks, kejang parsial yang menjadi umum; kejang umum : absens, mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, atonik, tidak dapat diklasifikasi11 Penatalaksanaan Farmakologi : Pada saat di UGD dilakukan tindakan primary survey yaitu pada Airway : dilakukan suction untuk membebaskan jalan nafas, Breathing : dilakukan pemberian O2 nasal kanul 2-4 l/menit, dan pada Circulation : dilakukan pemasangan infus intra vena D5% 44 tpm. Untuk mengtasi kejang, diberikan stezolid suppositoria per rectal dengan dosis 10 mg. Karena kejang belum berhenti, maka diberikan lagi diazepam iv dengan dosis 5,5 mg dengan kecepatan

1mg/menit. Hal tersebut sesuai dengan konsesus penanganan kejang demam. 4 Terjadinya kejang demam pada kasus ini diduga dicetuskan oleh adanya otitis media akut (OMA). Terapi untuk OMA adalah sebagai berikut : berhubung penyebab tersering adalah Streptococcus pneumonia, Hemophilus influenza, dan Moraxella cattharalis, diberikan amoxicillin (15 mg/kgBB/3 kali sehari) atau kotrimoksazol oral (24 mg/kgBB/kali dua kali sehari) selama 7-10 hari; Jika ada nanah mengalir dari dalm telinga, tunjukkan pada ibu cara mengeringkannya dengan wicking (membuat sumbu dari kain atau tissu kering dipluntir lancip). Nasihati ibu untuk membersihkan telinga 3x sehari hingga tidak ada lagi nanah yang keluar; nasihati ibu untuk tidak memasukkan apapun ke dalam telinga anak, kecuali jika terjadi penggumpalan cairan di liang telinga, yang dapat dilunakkan dengan meneteskan cairan NaCl fisiologis. Larang anak berenang atau memasukkan air ke dalam telinga; Jika anak mengalami nyeri telinga atau demam tinggi ( 38,5oC) yang menyebabkan anak gelisah, berikan parasetamol. Antihistamin tidak diperlukan untuk pengobatan OMA, kecuali terdapat juga rinosinusitis alergi. Tindak lanjut pengobatan OMA : Minta ibu untuk kunjungan ulang setelah 5 hari, jika keadaan anak memburuk yaitu MT menonjol keluar karena tekanan pus, mastoiditis akut, sebaiknya anak dirujuk ke spesialis THT, jika masih terdapat nyeri telinga atau nanah, lanjutkan pengobatan dengan antibiotik yang sama sampai seluruhnya 10 hari dan teruskan membersihkan telinga anak. Kunjungan ulang setelah 5 hari. Setelah kunjungan ulang (5 hari lagi) : Bila masih tampak tanda infeksi, berikan antibiotik lini kedua : Eritromisin dan Sulfa, atau Amoksiklaf (dosis disesuaikan dengan komponen amoksicilinnya.) Terapi maintenance untuk kejang demam pada kasus ini diberikan fenobarbital 34 mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis, antipiretik : paracetamol dosis10-15mg/KgBB setiap 6 jam, dan pemberian antibiotik : amoxicillin 10 mg/KgBB.12 Terapi untuk rumatan (Maintenance) adalah : pemberian fenobarbital 3-4 mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pemberian antipiretik : paracetamol dosis1015mg/KgBB setiap 6 jam, pemberian antibiotik : amoxicillin 10 mg/KgBB. Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) : kejang lama >15 menit; adanya kelainan neurologis

yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, Cerebral Palsy, retardasi mental, hidrosefalus; kejang fokal; pengobatan rumat dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun. Namun, sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan indikasi pengobatan, kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi, kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan behwa anak memunyai focus organik. Lama pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Non farmakologi : telinga pasien jangan sampai kemasukan air, bila kejang timbul kembali berikan antikejang (stesolit), jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut saat anak kejang, selalu sedia obat antipiretik, hindarkan anak dari bendabenda berbahaya saat kejang, saat anak kejang posisikan kepala miring ke samping untuk mencegah aspirasi. Monitoring : vital sign, kejang berulang atau tidak, adakah defisit neurologis atau tidak, cairan telinga dan membran timpani di observasi kembali.

BAB IV RINGKASAN A. KASUS Seorang ibu datang membawa anaknya yang kejang. Jenis kejang tonik klonik (+), durasi kejang pertama 5 menit, kejang kedua 5 menit dan kejang ketiga selama 20 menit. Sebelum kejang anak sadar, selama kejang

anak tidak sadar, setelah kejang berhenti anak sadar kembali. Otorea (+) kanan dan kiri, berwarna kuning kehijauan, demam (+), muntah (-), diare (-). Anak mempunyai riwayat kejang saat berumur 12 bulan. Riwayat keluarga kejang demam (+). B. PERMASALAHAN Berdasarkan anamnesis didapatkan demam (+), otorea dekstra dan sinistra (+), warna kuning kehijauan, kejang tonik klonik (+) Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan suhu 390c, pada telinga : serumen +/+, MT perforasi sentral, tepi rata, meningeal sign (-) C. SOLUSI Di UGD : Airway : dilakukan suction untuk membebaskan jalan nafas Breathing : pemberian O2 nasal kanul 2-4 l/menit Circulation : pasang infus intra vena D5% 44 tpm Pemberian stezolid suppositoria per rectal dengan dosis 10 mg Kejang belum berhenti, diberikan lagi diazepam iv dengan dosis 5,5 mg dengan kecepatan 1mg/menit. Di bangsal : Farmakologi : Maintenance kejang : pemberian fenobarbital 3-4 mg/KgBB/hari dalam 12 dosis Pemberian antipiretik : paracetamol dosis10-15mg/KgBB setiap 6 jam Pemberian antibiotik : amoxicillin 10 mg/KgBB Non farmakologi : Telinga pasien jangan sampai kemasukan air Bila kejang timbul kembali berikan antikejang (stesolit) Jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut saat anak kejang Selalu sedia obat antipiretik Hindarkan anak dari benda-benda berbahaya saat kejang

Saat anak kejang posisikan kepala miring ke samping untuk mencegah aspirasi

Monitoring : Vital sign Kejang berulang atau tidak Adakah defisit neurologis atau tidak Cairan telinga dan membran timpani di observasi kembali

DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.scribd.com/doc/62548880/kejang-demam-referat 2. Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine. Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed.

Oskis pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 56689 3. Smith DF, Appleton RE, MacKenzie Group, 1998. h. 15-23 4. Sofyan I,dkk. Konsesus penanganan kejang demam. Unit Kerja Koordinasi Nerologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005 5. http://www.scribd.com/doc/53358627/KEJANG-DEMAM 6. Commission on Classification and Terminology of the International League Against Epilepsy. Proposal for revised clinical and electroencephalographic classification of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501. 7. Bradford JC, Kyriakedes CG. Evidence based emergency medicine; Evaluatin and diagnostic testing evaluation of the patient with seizures; An evidence based approach. Em Med Clin North Am 1999; 20:285-9. : 8. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3d3keperawatanpdf/0810701019/bab2.pdf 9. http://www.scribd.com/doc/62548880/kejang-demam-referat 10. http://www.scribd.com/doc/62548880/kejang-demam-referat 11. http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf 12. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten /kota.2008 JM, Chadwick DW. An Atlas of epilepsy. Edisi ke-1. New York: The Parthenon Publishing

Anda mungkin juga menyukai