A. PENGERTIAN
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan di rongga pleura yang disebabkan oleh gangguan
keseimbangan antara produksi dan absorpsi misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), dan peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). (Sjamsuhidajat.R,2012. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 3.hal : 508).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal. Efusi Pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. (Smeltzer and Bare, 2005).
Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan didalam rongga
pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml) ekstrasel
yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan
akan mengakibatkan efusi pleura(Kowalk,2011.Buku Ajar Patofisiologi).
B. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan kejadiannya
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari
pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik
(CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat
(atelektaksis akut). Ciri-ciri cairan :
1) Serosa jernih
4) Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya
yaitu payah jantung, Penyakit ginjal (SN), Penyakit hati (SH), Hipoalbuminemia (malnutrisi,
malabsorbsi).
4) LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah kanker: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau
penyakit metastatic ke paru atau permukaan pleura, Infark paru, Pneumonia, Pleuritis virus.
2. Berdasarkan penyebabnya
a. Bila effusi pleura berasal atau disebabkan karena implantasi sel-sel limfoma pada
permukaan pleura, cairannya adalah eksudat yang berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik (mengandung darah).
b. Bila effusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening, cairan dapat berupa transudat atau
eksudat dan bercampur dengan limfosit.
c. Bila effusi pleura terjadi akibat obstruksi duktus torasikus, cairannya akan berbentuk
cairan kelenjar limfa (chylothorak).
d. Bila efusi pleura terjadi karena infeksi, biasanya terjadi pada pasien dengan limfoma
maligna karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, effusi ini dapat berupa empiema akut
atau kronik
C. ETIOLOGI
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior
a. Gagal jantung
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
D. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris,
karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan
tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa
cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada
pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang
pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial.
Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan
absorbsi. Keadan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh
beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk
melalui saluran nafas menuju alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti
dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada
saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan
kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi
protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml
cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan effusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan
fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi
redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri pleuritik dada yang membuat penderita membatasi pergerakan rongga dada dengan
bernafas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit.
2. Sesak nafas/ dispnea dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi,
jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi.
4. Batuk
F. KOMPLIKASI
3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli
masuk ke vena pulmonalis)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis, penyebab, serta therapi medis perlu
dilakukan sebagai penunjang dalam pelaksanaannya. Adapun pemeriksaan penunjang yang
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Foto rontgen dada (sinar tembus dada) merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. USG pleura, berfungsi untk menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
3. CT Scan dada dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor
b) Agak Kemerahan atau kemerahan: terjadi pada kasus dengan trauma, infark paru,
keganasan, dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Beberapa hasil dari pemeriksaan Torakosentris dapat diperoleh keterangan sebagai berikut:
a) Biokimia: basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar
pH, glukosa, amilase.
b) Sitologi: sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan
banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
H. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Penatalaksanaan Diet
Jenis diet yang diberikan pada kasus effusi pleura adalah TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein untuk mencegah
dan mengurangi adanya kerusakan jaringan tubuh, khususnya paru-paru. Selain itu diet TKTP
juga memberikan manfaat sebagai berikut :
Keseimbangan cairan dalam intraseluler, intravaskuler, dan interstisial diatur oleh protein dan
elektrolit, sehingga apabila terjadi kekurangan protein akan dapat mengakibatkan penurunan
dan perpindahan cairan.(Prinsip Dasar Ilmu Gizi, 2009)
2. Penatalaksanaan Medis
a. Therapi oksigen
b. Pemberian obat-obatan
Obat-obatan yang biasa diberikan pada effusi pleura diantaranya adalah antibiotik, analgetik,
antiemetik, dan vitamin. Tujuan pemberian obat-obat tersebut adalah untuk menghambat
terjadinya infeksi, mencegah penumpukan cairan kembali, menghilangkan ketidak nyamanan
serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar dari timbulnya effusi
pleura (misalnya gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis, TBC, trauma, dll)
WSD (Water Seal Drainage) / CTT (Chest Thorax Tube) adalah suatu unit yang bekerja
sebagai drain untuk mengeluarkan udara atau cairan (darah atau pus) dari rongga toraks dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung selang/drain yang dimasukan ke dalam
rongga pleura.
d. Pleurodesis
Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan pada kavum pleura untuk melekatkan dua lapis
pleura. Hal ini dapat mencegah terkumpulnya cairan pleura kembali. Zat-zat yang dipakai
adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5-
Fluorourasil.
e. Thoracosintesis
Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis) berguna sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum kateter
nomor 14-16.
f. Pengobatan lainnya
Bertujuan untuk penanganan pada effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada,
bedah plerektomi, dan terapi deuretik.
Untuk mengembangkan alveolus yang kolaps, diperlukan tekanan udara yang lebih besar
dengan cara meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon. Hal ini
dimaksudkan untuk melatih pernafasan dan pengembangan alveolus yang sempat terendam
cairan pleura agar fungsinya dapat kembali seperti semula.
1. Aktivitas/Istirahat
2. Sirkulasi
3. Integritas ego
4. Makanan / cairan
5. Nyeri / kenyamanan
6. Pernapasan
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi interkostal, Bunyi
napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat), Perkusi dada : hiperresonan diarea
terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi cairan
Observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma atau kemps,
penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,berkeringat, krepitasi subkutan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Nyeri dada berhubungan dengan faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-
faktor fisik (pemasangan WSD)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi pleura,
nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kriteria : Bunyi napas jelas, AGD dalam batas normal, frekuensi napas 12-24/menit,
frekuensi nadi 60-100x/menit, tdk ada batuk.
a. Kaji Penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan
yang optimal. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu aturan untuk turun dari tempat tidur,
duduk di kursi beberapa kali sehari
Rasional : Kedalaman pernapasan dipengaruhi oleh situsi nyeri pada saat bernapas, keletihan
dan depresi.
b. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat
dengan aktivitas
Rasional : Meningkatkan kemampuan ekspansi paru, jika klien dalam posisi duduk
kemampuan ekspansi paru akan meningkat.
c. Dorong klien untuk melakukan napas dalam dan latihan batuk efektif lima kali setiap jam
e. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan
hasil AGD. Jika sudah digunakan masker oksigen namun pasien bertambah gelisah, konsul ke
ahli terapi pernapasan untuk pemasangan kanula nasal.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri, ansietas, posisi tubuh, kelelahan
dan hiperventilasi
Kriteria : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan
sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru.
3. Nyeri dada berhubungan dengan faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan faktor-
faktor fisik (pemasangan WSD)
Kriteria : Klien tampak tenang, Wajah klien tampak membaik, Kondisi klien tidak terlihat
lemah.
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat
timbul komplikasi pericarditis dan endocarditis.
Rasional : Posisi yang nyaman dapat meringankan nyeri yang dirasakan klien.
d. Ajarkan pada klien tentang manajement nyeri dengan distraksi dan relaksasi serta
anjurkan untuk menekan dada selama episode batuk.
Rasional : Agar menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri
dan sebagai alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk nonproduktif/paroksimal atau
menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Intervensi dan Rasional :
b. Auskultasi bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada
fungsi pencernaan.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
Rasional : Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody
karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak
dalam tubuh.
Rasional : Suasana lingkungan yang tenang memungkinkan klien untuk dapat tidur dengan
nyenyak.
Rasional : Tempat tidur yang bersih dan rapi dapat memberi rasa nyaman pada klien ketika
istirahat dan tidur.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas terhadap efusi pleura,
nyeri akut, imobilitas, kelemahan umum.
Rasional : Agar kebutuhan perawatan diri klien dapat terjaga dan terpenuhi
Kriteria hasil :
o Klien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana kekhawatiran klien mengenai kondisi penyakitnya.
b. Kaji penyebab masalah klien.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan
dapat meningkatkan insiden kambuh.
d. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn.”S” dengan Gangguan Sistem Pernafasan “Efusi Pleura” di Ruang
Perawatan Interna Al-Fajar
No. Register :
Diagnosa : Efusi Pleura
I. DATA UMUM
A. Identitas Klien
Nama : Tn.”S”
Umur : 48 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : -
B. Identitas penanggung
Nama : Ny. “M”
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : -
A. Keluhan Utama
Klien masuk rumah sakit pada tanggal 10 Oktober 2014, Klien mengeluh nyeri pada dada
sebelah kanan tembus belakang dan nyeri pada ulu hati sejak ± sebulan yang lalu. Klien
mengatakan dadanya pernah terbentur 2 kali saat sedang bekerja,± 1 tahun yang lalu. Klien
mengatakan bahwa ia mengalami sesak nafas saat nyeri muncul. Karena Khawatir dengan
kondisi klien maka ia dibawa ke RSUD Haji Makassar untuk mendapatkan perawatan dan
pengobatan lebih lanjut.
C. Riwayat Penyakit
Quality : Seperti tertusuk-tusuk.
1. Riwayat Perawatan
Klien mengatakan bahwa ia tidak pernah dirawat di Rumah sakit dengan penyakit yang sama
sebelumnya.
2. Riwayat Alergi
Klien mengatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat alergi baik itu terhadap makanan ataupun
obat-obatan apapun.
3. Riwayat Operasi
4. Riwayat Pengobatan
5. Riwayat Imunisasi
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Klien
G.II = Ayah dan ibu klien meninggal karena faktor usia, Ayah klien mempunyai 8 orang
saudara yaitu 3 orang laki-laki dan 5 orang perempuan sedangkan ibu klien mempunyai 2
orang saudara yaitu perempuan. Saudara-saudara Ayah dan Ibu klien meninggal dunia karena
faktor usia. Ayah dan Ibu istri klien meninggal dunia karena faktor usia.
G.III = Klien adalah anak kelima dari 9 orang bersaudara. Klien memiliki 6 orang saudara
laki-laki dan 3 orang saudara perempuan. Kakak klien meninggal karena faktor usia. Istri
klien adalah anak tunggal.
GIV = Klien memiliki 4 orang anak yaitu 3 orang laki-laki dan 1 orang perempuan yang
tinggal serumah dengan klien.
V. RIWAYAT PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1. Pola Koping
Klien mengatakan bahwa selalu memikirkan setiap ada masalah biarpun masalah itu ringan.
Klien selalu berusaha mengatasinya sendiri tetapi terkadang meminta bantuan keluarganya
yang terdekat yaitu istri dan saudara-saudaranya.
Klien sangat berharap bisa segera sembuh dari penyakitnya dan bisa segera pulang ke rumah.
3. Faktor stressor
4. Konsep diri
Klien merasa tidak enak dan merasa merepotkan keluarganya karena sebagian aktivitasnya
dibantu oleh keluarga.
6. Adaptasi
Klien dan keluarganya mampu beradaptasi dengan baik terhadap perawat maupun dokter.
Klien dan keluarganya sangat kooperatif dan tidak menolak jika diberi tindakan keperawatan.
Hubungan klien dengan masyarakat sangat baik terbukti dengan adanya tetangga klien yang
datang menjenguknya di rumah sakit.
Klien nampak mudah berinteraksi dengan perawat dan dokter,Klien Nampak tersenyum
ketika perawat datang. Klien juga mampu mempertahankan kontak mata.
10. Aktivitas sosial
12. Keadaan lingkungan
13. Keagamaan
1. Makan
Sebelum MRS : Klien biasanya makan 3 kali sehari dengan porsi makanan 1 piring dan
dihabiskan, Jenis makanan berupa nasi, sayur dan lauk. Nafsu makan klien baik. Klien tidak
memiliki makanan pantangan.
2. Minum
Sebelum MRS : Klien biasanya minum dengan frekuensi 5-6 gelas /hari, yaitu ± 1500-
2000 cc/ hari. Minuman yang paling disukai adalah air putih dan teh.
3. Istirahat / Tidur
Sebelum MRS : Klien biasanya tidur dimalam hari pada pukul 22.00-06.00 WITA,
sedangkan pada siang hari tidurnya tidak menentu, biasanya hanya ± 3 jam.
Sebelum MRS : Klien BAK nya lancar, tidak ada kelainan saat BAK, Frekuensinya ± 4-
6 kali sehari
6. Aktifitas / Olahraga
7. Personal hygiene
Setelah MRS : Klien tidak pernah mandi, klien hanya di lap dengan tissue basah.
VII. PEMERIKSAAN FISIK
2. Kesadaran :
a. Kualitatif : Composmentis
1) Respon Eye : 4
2) Respon Motorik : 6
3) Respon Verbal : 5
3. Tanda-Tanda Vital
b. Nadi : 80 kali / menit
c. Suhu : 37,4 0C
4. Head to Toe
a. Kulit
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak nampak adanya lesi atau luka pada kulit.
Inspeksi : Bentuk kepala mesochepal simetris kiri dan kanan, warna rambut hitam, ,
penyebaran rambut merata, kulit kepala nampak bersih, kebersihan rambut cukup.
Palpasi : Rambut teraba halus, Tidak teraba adanya nyeri tekan, tidak teraba adanya
massa atau benjolan.
c. Wajah
d. Mata
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan, benjolan atau massa pada kelopak mata,
bola mata teraba lunak sama kiri dan kanan.
e. Hidung
Palpasi : Tidak teraba adanya benjolan/ massa, tidak ada nyeri tekan.
f. Telinga
Inspeksi : Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, tidak nampak pengeluaran serumen
atau nanah, tidak ada penggunaan alat bantu pendengaran.
g. Mulut dan gigi
Inspeksi : Bibir nampak kering, tidak anemis, tidak nampak adanya sariawan, gigi
nampak karies, lidah nampak kotor.
Palpasi : Tidak teraba adanya nyeri tekan, benjolan/ massa pada bibir, mukosa oral
dan lidah.
h. Leher
Inspeksi : Tidak nampak jaringan parut pada leher, tidak nampak adanya deviasi
trakea,Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis.
Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
i. Thoraks
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler pada paru kiri, vesikuler melemah sampai hilang
pada paru kanan,, rales (crakless) terutama pada paru sebelah kanan.
j. Jantung
k. Abdomen
m. Ekstermitas
1) Ekstermitas atas
Inspeksi : Bentuk ekstermitas simetris kiri dan kanan, kekuatan otot 5/4, nampak
terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kanan, tidak nampak adanya bekas luka .
2) Ekstermitas bawah
Inspeksi : Bentuk ekstermitas simetris kiri dan kanan, kekuatan otot 5/5. Tidak nampak
adanya massa / benjolan
Inspeksi :
Hidung tidak ada peradangan, perdarahan dan polip, simetris kiri kanan. Tidak nampak
adanya pengeluaran sekret. Tidak ada pemakaian alat bantu pernapasan. Bentuk thoraks tidak
simetris (cembung pada dada sebelah kanan), ekspansi dada menurun pada kedua paru
terutama sebelah kanan, , nampak penggunaan otot aksesorius pernafasan, irama
pernafasanirregular, frekuensi pernafasan 28 kali / menit.
Palpasi
Tidak teraba adanya benjolan/ massa, tidak ada nyeri tekan.Taktil premikus menurun pada
daerah intraklavikularis kanan dan kiri, ekspansi dada menurun dan lebih rendah pada dada
sebelah kanan, tidak teraba adanya massa/ benjolan ataupun nyeri tekan.
Perkusi
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler pada paru kiri, vesikuler melemah sampai hilang pada paru kanan,,
rales (crakless) terutama pada paru sebelah kanan.
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi
Kesan : Berawan pada hemithoraks kanan yang menutupi sinus diafragma di batas jantung
kanan (Efusi Pleura Kanan)
X. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Perawatan
b. Pengobatan
Injeksi cefotaxime 1 gr / 12 jam / IV
omeprazole tablet 2 x 1
- Bentuk thoraks tidak simetris
(cembung pada dada sebelah
kanan).
- TTV :
TD = 140/100 mmHg
N = 80 kali/menit
S = 37,40 C
DO : saat bernafas
- Ekspresi wajah ↓
nampak meringis Merangsang pelepasan
- Skala Nyeri 6 (sedang) mediator kimia
(bradikinin,histamine dan
- Terdapat nyeri tekan serotonin serta
pada area dada terutama prostaglandin)
dada sebelah kanan
↓
- TTV :
Thalamus
TD = 140/100 mmHg
↓
N = 80 kali/menit
Korteks Serebri
0
S 37,4 C
↓
P = 28 kali/ menit
NYERI
- Ekspansi dada
menurun pada kedua
paru terutama sebelah
kanan
- Pernafasan 28
kali/menit
ANSIETAS
RESIKO KEBUTUHAN
NUTRISI KURANG
PATOFLOWDIAGRAM
Meningkatnya kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening akan
menurun
Transudat
Infeksi, neoplasma, infark paru,trauma
Eksudat
Ansietas
Penumpukan cairan di rongga pleura
Sesak nafas
↓
Ketidakefektifan Pola Nafas
Peradangan pada rongga pleura
Thalamus
Korteks Serebri
Nyeri (dada)
Pengaktifan RAS
REM Menurun
↓
Resiko Kebutuhan Nutrisi kurang
Kurang terpajan pada informasi
Salah Interpretasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri dada berhubungan dengan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat nyeri (skala, 1.
penumpukan cairan di rongga tindakan keperawatan durasi, karakteristik, sifat ma
pleura ditandai dengan : selam 3 x 24 jam, maka dan lokasi) kli
Nyeri dapat berkurang da
DS : atau hilang dengan se
- Klien mengatakan nyeri pada kriteria :
2.
dada sebelah kanan seperti - Klien tidak mengeluh vit
tertusuk-tusuk nyeri pada daerah rin
- Klien mengatakan nyeri dada dadanya. 2. Observasi tanda-tanda
vital klien 3.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RA
- TTV : 5.
me
TD = 140/100 mmHg
ke
N = 80 kali/menit tid
S = 37,40 C
5. Kolaborasi pemberian
analgetik sesuai indikasi
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RA
- Pernafasan 28 kali/menit
3. Gangguan pola istirahat dan tidur Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur. 1.
berhubungan dengan adanya tindakan keperawatan me
pengaktifan RAS akibat dispnea selama 3 x 24 jam, maka
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RA
5. Resiko Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Tentukan program diet 1.
kebutuhan tubuh berhubungan tindakan keperawatan dan pola makan pasien ke
dengan penurunan nafsu makan selam 3 x 24 jam , maka dan bandingkan dengan da
sekunder akibat dispnea ditandai resiko kekurangan nutrisi makanan yang dapat
dengan : tidak terjadi dengan dihabiskan oleh pasien
kriteria :
Faktor Resiko : 2. Auskultasi bising usus
- KU klien baik klien 2.
- KU klien lemah
- Nafsu makan klien me
- Klien nampak kurang nafsu baik me
makan ga
- Porsi makanan
- Klien nampak tidak dihabiskan 3. Anjurkan porsi makan 3.
menghabiskan porsi makanannya sedikit tapi sering ke
( ± 5 – 7 sendok makan). - Lidah nampak bersih
4.
- Lidah nampak kotor pe
4. Beri health education pe
tentang pentingnya pe
kebutuhan nutrisi
5.
da
5. Kolaborasi pemberian
vitamin