Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. A

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Yos Sudarso, Sukaraja, Teluk

Agama

: Islam

Masuk Rumah Sakit : Rabu, 11 November 2015

1.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama
:
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 1 hari SMRS, terus menerus. Kejang <5 menit,kedua kaki tangan lurus
kemudian mengentak, mata mendelik ke atas, setelah kejang Os sadar, kejang hanya 1
kali. Batuk berdahak (+) , Pilek (-), BAK baik, BAB cair (-), Nafsu makan baik,
minum baik.

Riwayat Penyakit Dahulu

:
OS belum pernah kejang. Tidak ada alergi.
TB (-), Riwayat trauma kepala disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riw kejang (-), TB (-), DM (-), Hipertensi (-), Alergi
(-)

Riwayat Pengobatan

:
Tidak sedang menjalani pengobatan suatu penyakit.

Riwayat Pola Makan

:
Nafsu makan baik, makan 3x/hari.

Riwayat Kehamilan

:
Selama hamil ibu OS rutin periksa kehamilan
(Antenatal Care) ke bidan, rajin meminum vitamin
atau obat penambah darah, mengkonsumsi sayuran
dan tidak pernah terkena infeksi dan sakit selama
hamil.

Riwayat Kelahiran

:
2

OS lahir normal pervaginam, dengan usia kehamilan


cukup bulan, langsung menangis tanpa harus
dirangsang, tidak kebiruan dengan berat lahir 3,1 kg
dan panjang lahir 51 cm, tidak terdapat komplikasi
apapun.

Riwayat Imunisasi

:
Hepatitis B 3x
Polio 4x
BCG 1x
DPT 3x
Campak 1x
(Kesan imunisasi dasar lengkap )
Riwayat Alergi
:
Tidak terdapat riwayat alergi obat, makanan, suhu
dan debu.

(Kesan : tidak ada alergi)


Riwayat Psikososial

:
Tinggal dengan kakak, dan ibu serta ayahnya.
Lingkungan rumah bersih dan udara masuk ke
dalam rumah.
Ayah bukan seorang perokok,

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum
Kesadaran

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis

Tanda Vital
- Suhu
- Nadi
- Pernapasan

: 38,4oC
: 128x/menit
: 28x/menit

Antropometri
-

BB
TB
LK

: 8 kg
: 72 cm
: 42 cm
3

Status Generalis
-

Wajah
Rambut
Kepala

: Simetris, tidak ada edema


: Hitam, distribusi merata, tidah mudah dicabut (tidak rontok).
: Normocephal, tidak mikrosefalus maupun hidrosefalus,

bentuk
bulat, ubun-ubun belum tertutup dan datar, tidak terdapat
-

Mata

Hidung

Telinga
Mulut

- Tenggorokan
- Leher
-

tanda-tanda peradangan.
: Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya direk dan indirek (+/+), pupil isokor.
: Pernapasan cuping hidung (-/-), darah (-/-), sekret (-/-),
septum deviasi (-)
:Normotia, serumen (-/-)
: Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
tremor (-), stomatitis (-).
: Faring hiperemis (+), tonsil T1/T1
: Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid

(-/-).
Thorax
Pulmo :
Inspeksi

: Simetris , Retraksi (-)

Palpasi

: Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra


sinistra, Vocal fremitus simetris.

Perkusi

: Terdengar suara sonor pada seluruh lapang paru.

Auskultasi : Terdengar suara vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing ( -/- )


Cor

:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS 4 1 jari di bawah papila mamae.

Perkusi

: Batas kiri linea midclavicularis sinistra


Batas kanan linea parasternalis dextra
4

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)
-

Abdomen
Inspeksi

: Tidak ada distensi abdomen, tidak edema, tidak kembung

Auskultasi : Bising usus (+) normal.


Palpasi

Tidak teraba pembesaran hepar dan spleen, turgor kulit

Perkusi

: Terdengar suara timpani pada seluruh lapang abdomen.

elastis.

Ekstremitas superior
Akral
Edema
Sianosis
CRT
Ekstremitas inferior
Akral
Edema
Sianosis
CRT
Kelenjar inguinal
Anus dan rectum

Genitalia

Status Neurologis

: Hangat (+/+)
: (-/-)
: (-/-)
: <2 detik
: Hangat (+/+)
: (-/-)
: (-/-)
: <2 detik
: Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar.
: Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan tidak terdapat
adanya perdarahan.
: tidak terdapat tanda-tanda peradangan.
Kulit : Tidak pucat, tidak sianosis, turgor elastis kembali

dengan
cepat, tidak terdapat adanya tanda perembesan plasma seperti
petekie, ekimosis.
: GCS: 15
Reflek fisiologis
R. patella +/+
R. bisep +/+
R. Trisep +/+
R. Achilles +/+
Reflek patologis
Babinsky : Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : Brudzinsky I/II ; -/Laseque
:Kernig sign : 5

1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tanggal 11 November 2015
Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht

Hasil
11
17.000(H)
279
37

Nilai normal
10,7-13,1
5.000-10.000
217 491
35-43

RESUME
OS datang dengan Demam sejak 1 hari SMRS, terus menerus. Kejang <5 menit,
kedua kaki tangan lurus kemudian mengentak, mata mendelik ke atas, setelah kejang
Os sadar, kejang hanya 1 kali , tidak keluar busa setelah sadar. Batuk berdahak (+) ,
Pilek (-), BAK baik, BAB cair (-), Nafsu makan baik, minum baik. Tidak ada riwayat
kejang, dan penyakit lain. Tidak ada riwayat alergi.
Pemeriksaan Fisik
Bunyi paru Vesikuler +/+, faring hiperemis, tonsil T1/T1
Reflek fisiologis (+) , Reflek patologis (-), Refleks meningens (-)
Pemeriksaan Lab:
Leukosit 17.000 (tinggi)

1.4 DIAGNOSA BANDING


:
Kejang demam sederhana
Kejang Demam kompleks
Meningitis
Encepalitis
1.5 DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinis
: Kejang demam sederhana

TERAPI
Penatalaksanaan
MRS
IVFD RL --- 10 tetes/menit
Ceftriaxone 640mg/24 jam
Paracetamol syr 3 x cth I + kompres hangat jika Tax > 380 C
Ambroxol syr 3 x cth I
Diazepam 2mg 3 x 1mg
Monitoring :
o Vital Sign
o Kejang
o Kesadaran

1.6 FOLLOW UP
Hari/ tanggal
11 November
2015

12 November
2015

13 November
2015

S
Demam
naik
turun,
Kejang
(-),
Batuk (+), pilek
(-), BAB Cair (-)
belum bab 1 hari
lalu, BAK baik
Rewel,
nafsu
makan
dan
minum baik.
Demam
(-),
Kejang
(-),
belum
BAB,
BAK normal
Batuk (+) pilek
(-),nafsu makan
minum baik.
Demam
(-),
Batuk (-), kejang
(-) , BAB cair
(-), BAK baik

O
S: 38,2 C
RR : 30 x/m
N: 114x/m
BU:
Vesikuler+/+

S: 36,5 C
RR : 28 x/m
N: 104x/m

S: 36,5 c
RR: 34 x/
menit
N
:
110
x/menit

KDS

Th/ Lanjutkan

ISPA

Th/ Lanjutkan

Pulang
Pct sirup 3 x1 (bila
demam)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA & PEMBAHASAN
2.1 KEJANG DEMAM
2.1.1 Definisi
Menurut Konsensus Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
(UKK Neurologi IDAI ), kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam.4
2.1.2

Epidemiologi3,5
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai

4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang
demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal
tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat
dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada
tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden
kejadian sebesar 37%.
PADA KASUS INI ADALAH ANAK LAKI-LAKI BERUSIA 2 TAHUN DAN
TIDAK MEMPUNYAI RIWAYAT KEJANG DEMAM SEBELUMNYA.

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah penduduk


di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih
tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang
harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit
lebih banyak menyerang anak laki-laki.
9

2.1.3

Etiologi
Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi

umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam
mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media
akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak
akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.6
2.1.4

Patofisiologi7
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2

dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan
konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan
potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
-

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %.
10

Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
2.1.5

Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua4
1

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)


-

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)


-

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang
parsial

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.

PADA KASUS INI TERMASUK DALAM KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


SEDERHANA KARENA KEJANG BERLANGSUNG KURANG LEBIH 15
MENIT DAN BANGKTAN KEJANG TONIK KLONIK DAN TIDAK
BERULANG DALAM 24 JAM

2.1.6

Manifestasi Klinis8
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan

kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf
pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya
terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
11

dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit
tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba),
kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit
(hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai
dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya
terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung
selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya
terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1

Anak hilang kesadaran

Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

Sulit bernapas

Busa di mulut

Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.


PADA KASUS INI, GEJALA SEPERTI HILANG KESADARAN, TANGAN
DAN KAKI KAKU TERSENTAK

2.1.7

Diagnosis6,9,10
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit

lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan
akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada
system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1. Anamnesis
12

Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang


Sifat kejang (fokal atau umum)
Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
Kesadaran
sebelum
dan
sesudah
kejang
(menyingkirkan

meningoensefalitis)
Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik

turun)
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam

atau epilepsi)
Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala

2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital terutama suhu
Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-

diagnosis

pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
-

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu
dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan
karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,

OMA, GE)
Pemeriksaan refleks patologis
Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3. Pemeriksaan laboratorium
Darah tepi lengkap
Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
13

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme


Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai
Ensefalitis akut / Ensefalopati.

4. Pemeriksaan penunjang
Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat

dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.


EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi
beberapa ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi

fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan


intrakranial.
2.1.8

Diagnosis Banding3
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan

apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab
itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak
yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan
neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal
dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi
lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam
atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No

Kriteria Banding

Kejang

Epilepsi

Demam
1.
2.
3.
4.

Meningitis
Ensefalitis

Kejang

Pencetusnya

Tidak berkaitan

Salah satu

Kelainan Otak
Kejang berulang
Penurunan kesadaran

demam
(-)
(+)
(+)

dengan demam
(+)
(+)
(-)

gejalanya demam
(+)
(+)
(+)

PADA KASUS INI, TERDAPAT FAKTOR PENCETUS DEMAM, TIDAK


ADANYA TANDA GANGGUAN NEUROLOGIS TERMASUK KEJANG
DEMAM

14

2.1.9

Penatalaksanaan4,10

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1

Mengatasi kejang secepat mungkin

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah
berhenti. Apabila pasien datang dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah
sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Jika kejang masih berlanjut :
1

Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang
infus, 0,5 mg/kg per rektal

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :


1

Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit

Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1


mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan

intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian
obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
2

Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,

sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka,
posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan
jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau
trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat
kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.

15

Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala


pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi
digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan
sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu.
Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa
karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah.
Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa.
Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
parasetamol yang digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.
3

Memberikan pengobatan rumat


Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim

penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks
merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya
hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan
neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam

diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak
selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 1015mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak
dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral
dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,5 0C. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana
sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada
saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

Profilaksis jangka panjang

16

Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik


yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di
kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:
1
2
3

Kejang demam 2 kali dalam 24 jam


Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
Kejang demam 4 kali per tahun
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:

1). Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang
ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang
gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2). Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3). Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa
hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4

Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi

traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan
kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal.
Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu
pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium,
kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.

17

Prognosis
Kejang demam sederhana : baik
Kejang demam kompleks : bervariasi (kejang demam dengan status konvulsi
prognosisnya jelek).6
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam adalah baik dan
tidak menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25%-50%,
umumnya terjadi pada 6 bulan pertama. Risiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.7

18

BAB III
ANALISIS MASALAH

Pada pasien disebut kejang demam sederhana karena berdasarkan definisi usia pasien
saat terjadinya kejang adalah 1 tahun dan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu aksila 38,4o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Selain itu kejang yang terjadi pada pasien terjadi selama <5 menit, hanya terjadi 1 x
selama 24 jam, sifat kejang umum, kedua tangan dan tungkai kaku lurus menghentak,
jari jari tangan mengepal, bola mata melihat keatas, dan tidak keluar busa dari mulut.

Setelah kejang pasien langsung sadar dan menangis.


Penyebab terjadinya kejang pada kasus ini karena kenaikan suhu atau demam dan
penyebab dari demam pada pasien ini dikarenakan adanya infeksi saluran pernapasan

(pada pasien terjadi batuk).


Berdasarkan epidemiologi 80% kejang merupakan kejang demam sederhana, pada
kasus kejang demam terjadi pada usia 1 tahun bisa terjadi risiko terjadinya kejang

demam kedua sebesar 30%.


Dilihat dari faktor risiko terjadinya kejang demam, selain demam faktor risiko
tambahan terjadinya kejang demam pada pasien karena riwayat kejang demam yang

pernah terjadi pada orang tua pasien.


Diagnosis yang ditegakkan pada pasien berdasarkan
- Anamnesis: Pada pasien jenis kejang: kejang umum dengan durasi <5 menit,
kejang hanya 1 kali, mata mendelik ketas dan ekstmitas lurus selanjutnya
menghentak-hentak. Setelah kejang, pasien tidak keluar busa dan sadar
-

langsung menangis.
Pemeriksaan fisik: Pada pasien terdapat demam S: 38,4 C, tidak ada
penurunan kesadarandan pemeriksaan neurologis normal serta tanda rangsang
meningeal negatif.

19

Pemeriksaan Penunjang: Hasil pemeriksaan hematologi rutin ditemukan


leukosit meningkat, tidak diindikasikan untuk dilakukan lumbal pungsi, EEG,

dan pemeriksaan radiologi.


Tata laksana pasien saat kejang tidak diberikan obat kejang, karena kondisi terjadinya
kejang di rumah dan orang tua tidak mengerti. Sedangkan terapi yang diberikan saat
di rumah sakit yaitu antipiretik (paracetamol) dan atikonvulsan (diazepam). Fungsi
diberikan antipiretik untuk menurunkan demam dan antikonvulsan untuk menurunkan

risiko berulangnya kejang.


Kemungkinan prognosis baik dengan penanganan dan penanggulangan yang baik.

20

DAFTAR PUSTAKA
1.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas. Standar Pelayanan


Medik. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unhas Makassar. 2008

2.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak.


Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI Jakarta. 1985

3.

Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak


Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2012

4.

Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu


Kesehatan Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No. 27

5.

Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan.


Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006.

6.

Saharso Darto. Kejang Demam, dalam Pedoman DiagnosIs dan Terapi


Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr. Soetomo, Surabaya. 2006

7.

RSCM, Paduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak


RSCM. Jakarta. 2007

21

Anda mungkin juga menyukai