KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
Kediri, …………………………………
Pembimbing Ruangan Mahasiswa
…………………………. ………………………….
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
………………………….
NIP.
i
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
Nama Mahasiswa :
NIM :
Tempat Praktik :
Tanggal :
A. Konsep Teori
Definisi, Etiologi, Fisiologi/Patofisiologi, Tanda Gejala, Penatalaksanaan, dll
B. Tinjauan Asuhan Kebidanan
C. Daftar Pustaka
Kediri, …………………………………
Pembimbing Ruangan Mahasiswa
…………………………. ………………………….
NIP. NIM.
Mengetahui
Pembimbing Akademik
………………………….
NIP.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga Laporan Pendahulan
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Neonatus dengan Hipotermia dan Hipoglikemia” dapat
tersusun hingga selesai.
Penulisan laporan pendahuluan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam
mata kuliah Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan pendahuluan ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan…………………………………………………………………..i
Format Laporan Pendahuluan………………………………………………………ii
Kata Pengantar……………………………………………………………………….iii
Daftar Isi……………………………………………………………………………….iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………...1
1.1. Latar
Belakang………………………………………………………………………1
1.2. Rumusan
Masalah…………………………………………………………………...2
1.3. Tujuan…………………………………………………………………………........
2
1.3.1. Tujuan Umum……………………………………………………………….2
1.3.2. Tujuan Khusus……………………………………………………………....2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….…3
2.1. Hipotermia Pada Bayi Baru
Lahir………………………………………………….3
2.1.1 Pengertian Hipotermia……………………………………………………….3
2.1.2 Klasifikasi Hipotermia…………………………………………….………….3
2.1.3 Mekanisme Bayi Baru Lahir Mengalami Hipotermia………...………………4
2.1.4 Etiologi Hipotermia………………………………………..………………….5
2.1.5 Tanda Dan Gejala Hipotermia………………………...………………………5
2.1.6 Komplikasi Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir…………………………….…..6
2.1.7 Upaya Penanganan Bayi Baru Lahir Dengan Hipotermia……………….……6
2.1.8 Pencegahan Kehilangan Panas Bayi Baru Lahir………………………..……..7
2.1.9 Penatalaksanaan Hipotermia…………………………………………..………8
2.1.10 Asuhan Kebidanan Pada Hipotermia Bayi Baru Lahir………………….…….9
2.2. Hipoglikemia Pada Bayi Baru Lahir…………………………………………...
……9
2.2.1 Definisi Hipoglikemia…………………………………………………...……9
2.2.2 Insidensi Hipoglikemia………………………………………………….……10
iv
2.2.3 Manifestasi Klinis Hipoglikemia……………………………………….…….11
2.2.4 Etiologi Hipoglikemia………………………………………………..………12
2.2.5 Patogenesis Hipoglikemia…………………………………………….………12
2.2.6 Penatalaksanaan Hipoglikemia……………………………………….……….17
2.3. Tinjauan Asuhan Kebidanan………………………………………………..
………..20
2.3.1 Konsep Manajemen Asuhan Varney………………………………....……….20
2.3.2 Pendokumentasian secara SOAP…………………………………..………….21
BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………………..….……….27
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………..…….………36
Berisi analisis tentang kesenjangan antara teori dan praktik…………...……………..36
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………..39
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………39
5.2 Saran………………………………………………………………...……………...40
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….41
v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Angka Kematian bayi (AKB) merupakan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari
tiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu ataupun bisa dikatakan juga bagaikan
probabilitas bayi meninggal sebelum berusia satu tahun yang dinyatakan dengan per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi ialah penanda yang berarti buat mencerminkan kondisi
derajat kesehatan di sesuatu masyarakat, sebab bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap
kondisi area tempat orang tua sang bayi tinggal serta sangat erat kaitannya dengan status
sosial orang tua. Dalam RPJMN 2015- 2019, pemerintah menargetkan penyusutan AKB dari
32 per 1. 000 kelahiran menjadi 24 per 1. 000 kelahiran hidup. (Carolina,
Martha ;Hidayatullah & Wulandari, 2019)
1
mengisap atau kurang minum ASI, menangis dengan suara melengking atau melemah,
hipotermia, diaporesis atau aktivitas kejang neonatus. Jika bayi hipoglikemia dibiarkan tidak
mendapat terapi dapat menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan perawatan dan asuhan kebidanan secara
komprehensif kepada bayi dengan hipotermia dan hipoglikemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian kepada kasus bayi baru lahir.
b. Dapat merumuskan diagnosa dan masalah aktual pada bayi baru lahir.
c. Dapat menyusun rencana asuhan secara menyeluruh pada bayi baru lahir.
d. Melaksanakan tindakan secara menyeluruh sesuai dengan diagnosa dan masalah
pada bayi baru lahir.
e. Dapat melakukan evaluasi dari diagnosa yang telah ditentukan sebelumnya
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.3 Mekanisme bayi baru lahir mengalami hipotermi
1. Evaporasi
Hal ini dapat terjadi jika saat lahir tubuh bayi tidak segera di keringkan
sehingga terjadi kehilangan panas karena penguapan cairan ketuban pada
permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi itu sendiri. Selain itu kehilangan panas
bisa terjadi pada bayi setelah lahir yang terlalu cepat dimandikan dan tidak
segera di keringkan atau diselimuti.
2. Konduksi
Konduksi adalah kehilangan panas pada tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, timbangan, tempat tidur
yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh
bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas benda-benda
tersebut.
3. Konveksi
Adalah terjadinya kehilangan panas tubuh dikarenakan terpapar udara
sekitar yang lebih dingin. Bayi setelah lahir lalu di letakkan di ruangan yang
dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas terjadi karena
aliran udara dingin yang berhembus melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
4
4. Radiasi
Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di
dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh
bayi. Bayi dapat kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut
menyerap radiasi panas tubuh bayi walaupun tidak bersentuhan secara langsung.
5
k. Gangguan penglihatan.
l. Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi.
6
penghangat, inkubator, metode kanguru dan skin to skin yaitu salah satunya dengan
meletakkan bayi telungkup di dada ibu maka akan terjadi kontak kulit langsung
antara ibu dan bayi sehingga bayi akan memperoleh kehangatan karena ibu juga
salah satu sumber panas yang baik bagi bayi. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian
longgar berkancing depan.
Bila tubuh bayi masih dingin,gunakanlah selimut atau kain hangat yang
diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu.
Lakukanlah berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
Biasanya bayi hipotermia menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi
ASI sedikit-sedikit sesering mungkin. Bila bayi tidak mengisap beri infus glukosa 10
% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.
7
Lakukan penimbangan kurang lebih setelah satu jam kontak kulit
ibu ke kulit bayi dan bayi selesai menyusu. Karena bayi baru lahir cepat
dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian),
sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan
kain atau selimut bersih dan kering. Berat bayi dapat dinilai dari selisih
berat bayi pada saat berpakaian atau diselimuti dikurangi dengan berat
pakaian atau selimut. Sebaiknya bayi baru lahir dimandikan pada waktu
yang tepat yaitu tidak kurang dari enam jam setelah lahir dan setelah
kondisi stabil. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir
dapat menyebabkan terjadinya hipotermia yang sangat membahayakan
kesehatan bayi baru lahir.
7. Rawat Gabung
Ibu dan bayi harus tidur dalam satu ruangan selama 24 jam.
Idealnya bayi baru lahir ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan
ibunya. Ini merupakan cara yang paling mudah untuk menjaga agar bayi
tetap hangat, mendorong ibu segera menyusui bayinya dan dapat
mencegah paparan infeksi pada bayi.
8. Resusitasi dalam lingkungan yang hangat
Apabila bayi baru lahir memerlukan tindakan resusitasi harus
dilakukan dalam lingkungan yang hangat.
9. Transportasi yang hangat
Bayi yang perlu dirujuk, harus tetap dijaga agar tetap hangat
selama dalam perjalanan.
10. Pelatihan untuk petugas kesehatan dan Konseling untuk keluarga
Meningkatkan pengetahuan pada petugas kesehatan dan keluarga
tentang hipotermia meliputi tanda-tanda dan bahayanya.
8
6. Jika bayi sianosis atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau frekuensi < 60 kali per
menit tarikan dinding dada kedalam atau merintih) beri oksigen lewat kateter
hidung atau nasal prong.
9
pada periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45 mg/dL didefinisikan sebagai
hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa pada bayi aterm normal akan stabil,
berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua kelompok neonatus dengan risiko
tinggi mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu diabetik (IDM) dan bayi
IUGR (Hay et al, 2007).
Secara fisiologis, hipoglikemia terjadi ketika ambilan glukosa tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan glukosa dan dapat terjadi melebihi rentang kadar
glukosa normal. Sebagai contoh, bayi aterm sehat berusia 2 jam dengan kadar
glukosa darah 30 mg/dL dapat tidak mengalami gangguan fungsi organ, tetapi pada
stressed infant dapat menunjukkan gejala fisiologis hipoglikemia pada kadar
glukosa darah 50 mg/dL jika laju hantaran glukosa pada organ spesifik, seprti
otwak, kurang dari kecepatan metabolisme glukosa. Belum ada penelitian yang
menyatakan kosentrasi glukosa absolut yang mengakibatkan adanya disfungsi organ
baik jangka pendek maupun panjang. Pada eksperimen dengan hewan percobaan,
konsentrasi glukosa kurang dari 1 mmol/L (<20 mg/dL), jika terjadi lebih dari 1 jam
dapat mengakibatkan lesi otak permanen. Tetapi tanpa adanya bukti yang
menunjukkan nilai batas kadar glukosa absolut, tidak ada standar nilai glukosa darah
yang dapat digunakan untuk mendefinisikan hipoglikemia fisiologis.
Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering ditemukan
pada neonatus. Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai glukosa darah kurang dari
40 mg/dL. Sementara pada neonatus, hipoglikemia adalah kondisi dimana glukosa
plasma kurang dari 30 mg/dL pada 24 jam pertama kehidupan dan kurang dari 45
mg/dL setelahnya (Cranmer, 2013).
2.2.2 Insidensi
Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada definisi
kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi
diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat
lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus BMK
umumnya berasal dari ibu diabetik (DM) dan 15% bayi preterm dan bayi IUGR
dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh populasi risiko tinggi
diperkirakan sebesar 30%. (McGowen, 2003).
Kesuluruhan insidensi hipoglikemia simtomatis pada neonatus bervariasi,
antara 1.3-3 kejadian dari 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut bervariasi
tergantung dengan definisi yang digunakan, populasi, metode, dan waktu
pemberian asuan, dan tipe penilaian glukosa. Insidensi hipoglikemia meningkat
pada kelompok neonatus risiko tinggi. Pemberian asupan nutrisi lebih awal dapat
menurunkan insidensi hipoglikemia. Kelainan metabolisme yang dapat
10
mengakibatkan hipoglikemia pada neonatus jarang ditemui, tetapi dapat dideteksi
sejak masa neonatus. Insidensi dari kondisi-kondisi ini adalah :
Carbohydrate metabolism disorders (>1:10,000)
Fatty acid oxidation disorders (1:10,000)
Hereditary fructose intolerance (1:20,000 to 1:50,000)
Glycogen storage diseases (1:25,000)
Galactosemia (1:40,000)
Organic acidemias (1:50,000) Phosphoenolpyruvate carboxykinase deficiency
(rare)
Primary lactic acidosis (rare)
Penelitian di Jepang, menunjukkan bahwa lebih dari 80% neonatus yang
masuk ke NICU, penyebabnya adalah apnea atau hipoglikemia pada neonatus yang
lahir pada usia kehamilan 35-36 minggu (Cranmer, 2013).
11
Tanda-tanda hipoglikemia pada neonatus meliputi :
Jitteriness
Cyanosis (blue coloring)
Apnea (stopping breathing)
Hypothermia (low body temperature)
Poor body tone
Poor feeding
Lethargy
Seizures
2.2.4 Etiologi
Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :
1. Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.
2. Penyimpanan glikogen yang terbatas (misalnya pada prematur dan IUGR)
3. Peningkatan penggunaan glukosa (seperti pada kasus hipotermia,
polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan).
4. Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat
alternatif (misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).
5. Penurunan penyimpanan glikogen (seperti pada stress akibat asfiksia
perinatal, dan starvation).
2.2.5 Patogenesis
1. Prematuritas dan IUGR
Penyebab hipoglikemia pada neonatus dapat dikategorikan berdasarkan
gangguan yang menyertai pada satu atau lebih proses yang diperlukan untuk
produksi glukosa hepatic normal. Penyimpanan glikogen hepatik jumlahnya
terbatas baik pada bayi preterm yang belum mengalami periode akumulasi
glikogen cepat selama masa akhir gestasi, dan bayi kecil masa kehamilan
(KMK/SGA) yang belum memiliki suplai persediaan substrat yang adekuat
untuk sintesis glikogen, yang akan berakibat pada timbulnya risiko
hipoglikemia. IUGR yang disebabkan oleh insufisiensi plasenta dengan ukuran
lingkar kepala bayi yang normal menyebabkan peningkatan kebutuhan glukosa
12
pada bayi yang sudah dalam kondisi penyimpanan glikogen rendah karena
tingginya brain-to-bidyweight ratio. Bayi postterm dan gestasi ganda juga
berisiko hipoglikemia karena adanya insufisiensi plasenta relatif. Penelitian yang
dilakukan pada kelompok bayi preterm dan IUGR menemukan adanya
perubahan pola sekresi insulin, metabolisme substrat, dan respons hormonal
terhadap perubahan konsentrasi glukosa darah dibandingkan dengan bayi yang
sesuai masa kehamilan (SMK/AGA) (McGowen, 2003).
Bayi yang mengalami stress perinatal karena asfiksia atau hipotermia
atau mengalami peningkatan kerja otot pernapasan disebabkan oleh distress
napas mungkin memiliki penyimpanan glikogen normal, tetapi jumpah glikogen
yang tersedia tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan tinggi dengan adanya
tingkat penggunaan glukosa yang lebih tinggi dari normal. Hipoglikemia dapat
terjadi pada bayi dalam kondisi ini ketika glikogen yang tersedia telah digunakan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik postnatal inisial, terutama jika telah ada
periode hipoksemia dengan disertai konsumsi glukosa cepat melalui
metabolisme anaerob(McGowen, 2003).
13
perubahan pada asam amino serum, berperan pada perubahan metabolik yang
terjadi pada IDM .
Setelah lahir, konsentrasi glukosa darah yang tinggi sudah tidak ada, tetapi
kondisi hiperinsulinemia menetap, sehingga mengakibatkan rasio
insulin:glucagon tinggi pada postnatal. Akibatnya, glikogenolisis dan lipolysis
terhambat, enzim glukoneogenik tidak terinduksi, dan glukosa hepatik tetap pada
kadar yang rendah dalam kondisi glukosa darah yang rendah. Insulin juga
meningkatkan penggunaan glukosa perifer pada jaringa-jaringan sensitif insulin,
seperti otot rangka, yang berkontribusi pada penurunan glukosa secara cepat.
Kombinasi efek dari peningkatan penggunaan glukosa dan terbatasnya produksi
glukosa hepatik mengakibatkan hipoglikemia, yang dapat menetap selama 24-72
jam sebelum pola sekresi insulin ternormalisasi (McGowen, 2003).
4. Hiperinsulinisme
Hipoglikemia yang menetap lebih dari 5-7 hari jarang terjadi dan paling
sering disebabkan oleh hiperinsulinisme. Beberpa neonatus yang IUGR atau
14
asfiksia akan mengalami hiperinsulinemia yang menetap selama 4 minggu, tetapi
kasus seprti ini relatif jarang terjadi. Beberapa tipe hiperinsulinisme kongenital
disebutkan merupakan penyebab utama hipoglikemia yang menetap sampai
melebihi 1 minggu pertama kehidupan.
Bentuk autosomal resesif dari hiperinsulinisme kongenital dihubungkan
pada adanya defek reseptor sulfonylurea atau kanal K +-ATP. Sebuah mutasi pada
lengan pendek kromosom 11 banyak terjadi populasi Yahudi Ashkenazi, tetapi
kasus yang sama pada kelompok etnis yang lain juga dilaporkan disertai oleh
adanya mutasi pada lokasi yang sama. Telah dilaporkan juga adanya bentuk
autosomal dominan dari hiperinsulinisme. Mutasi yang menyebabkan terjadinya
bentuk autosomal dominan dari hiperinsulinisme belum dapat diidentifikasi, tetapi
kelainan ini berbeda dengan bentuk autosomal resesif yang dicurigai merupakan
akibat dari abnormalitas fungsi reseptor sulfonylurea. Sindrom hiperinsulinemia
kongenital dan hiperammonemiadisertai dengan adanya mutasi gen glutamat
dehydrogenase. Sindrom Beckwith-Weidemann disertai dengan adanya hyperplasia
organ multipel., termasuk pancreas, dengan konsekuensi dari peningkatan sekresi
insulin. Jarang terjadi hiperinsulinemia yang merupakan akibat suatu adenoma lokal
sel pulau pancreas pada pancreas yang normal (McGowen, 2003).
15
glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai, sedangkan
Bayi lebih bulan fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai
berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin
menggunakan cadangan glikogennya. Setelahbayi lahir, glikogen tinggal
sedikit, sehingga bayi mudah mengalami hipoglikemia.
Komplikasi kehamilan: Kelainan ari–ari, Ibu dengan DM, ibu
dengan penyakit ginjal, Toxemia gravidarum, perdarahan antepartum,
malnutrisi, anemia, Hidramnion, KPD, Inkompatibilitas darah ibu dan
janin (rhesus), Kelainan fungsi plasenta (ari-ari) selama bayi berada dalam
kandungan (Sarwono, 2008).
Bayi yang ibunya menderita diabetes seringkali memiliki kadar
insulin yang tinggi karena ibunya memiliki kadar gula darah yang tinggi;
sejumlah besar gula darah ini melewati plasenta dan sampai ke janin
selama masa kehamilan. Akibatnya, janin menghasilkan sejumlah besar
insulin.Peningkatan kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang
menderita penyakit hemolitik berat. Kadar insulin yang tinggi
menyebabkan kadar gula darah menurun dengan cepat pada jam-jam
pertama kehidupan bayi setelah dilahirkan, dimana aliran gula dari
plasenta secara tiba-tiba terhenti (Sarwono, 2008).
Ibu dengan penyakit ginjal, retinal atau jantung mempunyai
kecenderungan melahirkan bayi kecil untuk masa kehamilan atau
prematur, melahirkan bayi dengan kondisi yang buruk, gawat janin atau
kematian janin.
b) Riwayat Intranatal
(1) Persalinan dengan SC
Dapat menyebabkan kelainan kardiorespiratori sehingga menyebabkan
penyakit membran hyaline (HMD) yang dampaknya bayi akan mengalami
hipoglikemia (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005).
(2) Bayi dengan Asfiksia
Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak sekali
memakai persediaan glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1 gram glukosa
hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1 gram glukosa
bisa menghasilkan 38 ATP.
16
c) Riwayat Postnatal
(1) BB bayi Lahir : BBLR
Gutberlet dan Cornblath melaporkan frekuensi hipoglikemia 4,4 per 1000
BBLR (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
(2) Makrosomia
(3) Gemelli
(4) Cacat bawaan
(5) Kelaianan kromosom
(6) Infeksi misal: rubella,sifilis,toksoplasmosis
17
2. Infus glukosa 20% sesuai kebutuhan rawatan.
3. Periksa kadar glukosa darah 1 jam setelah bolus glukosa dan kemudian 3 jam
sekali
4. Jika kadar glukosa darah masih <25 mg/dl (1,1 mmol/l) ulangi pemberian air
gula dan lanjutkan pemberian infus.
5. Jika kadar glukosa darah 24-25 mg/dl (1,1-2,6 mmol/l) lanjutkan infus dan
ulangi pemeriksaan kadar glukosa setiap 3 jam sampai kadar glukosa 45 mg/dl
(2,6 mmol/l) atau lebih.
6. Jika kadar gluosa darah 45 mg/dl (2,6 mmol/l) atau lebih dalam dua kali
pemberian berturut-turut lanjutkan infus glukosa.
7. Anjurkan ibu menyusui, bila bayi tidak menyusu berikan ASI peras dengan
menggunakan sendok.
8. Bila kemampuan minum bayi meningkat, turunkan pemberian cairan infus
setiap hari secara bertahap, jangan menghentikaninfus glukosa secara tiba-tiba.
18
2) Hipoglikemia simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma
< 20-25 mg/dL atau < 1,1 – 1,4 mmol/L.
a) Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 ml tiap kilogram
berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa
10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg
tiap kilogram berat badan tiap menit.
b) Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik,pertahankan kadar
glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5 mmol/L.
c) Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang
didapat.
d) Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi
hipoglikemia menghilang.
e) Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat
penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning)
sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa
intra vena. Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah
hipoglikemia berulang.
f) Lakukan pencatatan manifasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining
glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi
klinik (misal respon dari terapi yang diberikan).
19
d. Pemeriksaan penunjang lanjutan
1) Darah –glukosa ,insulin ,kortisol , pH, laktat ,keton ,hormone pertumbuhan,
hormone adrenokotropik (ACTH ),profil asilkarnitin .Hal ini dapat di peroleh
dengan mengumpulkan darah dalam jumlah erikut dalam tabung yang di
indikasikan warna tabung specimen darah akan berbeda beda antar rumah sakit
selalu di periksa .
Tipe specimen Warna tabung
Darah beku 3 mL Tutup merah
EDTA 1 mL Tutup merah muda
Heparin 2 mL Tutup hijau
2) Urine –asam amino dan organik – kumpulkan urine pertama yang keluar
setelah episode hipoglikemi .urine tersebut harus dikirim segar ke lab
secepatnya setelah pengumpulan .Jangan di bekukan ( Mark W, 2011).
3) Laboratorium : gula darah dari tali pusat untuk BBL, Gula darah dari perifer/
vena untuk bayi lanjut dan anak , urine gula, SE,BGA
4) Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran
kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).
Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum pembedahan
20
Pengembangan data dasar, interpretasi data, menentukan diagnosa. Ada
beberapa masalah tidak dapat diidentifikasi atau ditetapkan sebagai dianosa,
tetapi perlu dipertimbangkan untuk pengembangan rencana pelayanan
komprehensif.
Langkah ke III (ketiga): Identifikasi masalah-masalah potensial atau
diagnosa lain
Identifikasi masalah-masalah potensial atau diagnosa lain. Tahapan ini penting
untuk mengantisipasi masalah, pencegahan bila memungkinkan guna
keamanan pelayanan. Kemudianmenentukan tindakan pencegahan dan
persiapan kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan.
Langkah ke IV (ke empat): Evaluasi kebutuhan intervensi segera/
identifikasi kebutuhan segera
Gambaran proses manajemen berlanjut tidak hanya selama kunjungan prenatal
tetapi tetap berlangsung sampai ketika pada masa nifas. Pengkajian untuk
mendapatkan data baru dan pemantauan kegiatan harus tetap dilakukan.
Langkah ke V (lima): Perencanaan
Rencana pelayanan komprehensif ditentukan berdasarkan tahapan terdahulu
(langkah pertama, kedua, ketiga, dan keempat) untuk mengantisipasi masalah
serta diagnosa. Selain itu perlu untuk mendapatkan data yang belum diperoleh
atau tambahan informasi data dasar.
Langkah ke VI (keenam): Implementasi
Implementasi rencana asuhan yang telah dirumuskan. Rencana yang telah
dirumuskan mungkin semuanya dapat dilaksanakan oleh bidan secara mandiri
atau sebagian dilaksanakan oleh ibu atau tim kesehatan lainnya.
Langkah ke VII (ketujuh): Mengevaluasi
Evaluasi merupakan suatu penganalisaan hasil implementasi asuhan yang telah
dilaksanakan dalam periode untuk menilai keberhasilannya apakah benar-benar
memenuhi kebutuhan untuk dibantu.Tujuan dari evaluasi atau penilaian adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan implementasi asuhan berdasarkan analisa.
21
Keluhan utama adalah proses pengkajian kondisi pasien pada saat datang. Pada
bayi dengan hipoglikemia keluhan dapat berupa bayi menangis tidak normal,
rewel, sulit untuk minum/sulit menghisap, tremor (jitternes), pucat , sehingga
timbul kecemasan pada orang tuanya (Sihombing, 2013).
22
Mata : Tampak mata berputar-putar/nistagmus, conjunctiva
pucat, sklera tidak tampak kuning, pupil tampak normal
Tanda – tanda bayi dengan hipoglikemia antara lain nistagmus
(Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Telinga : Simetris, tidak terdapat sekret, tidak tampak kelainan
Hidung : Tampak Apnea, nafas cepat irreguler, terdapat pernafasan
cuping hidung (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Mulut : Tampak Parestisia pada bibir, sianosis, mukosa bibir
kering, tidak tampak labio skiziz, maupun labiopalato skiziz
(Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Leher : Tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar
tiroid, vena jugularis, tidak tampak peradangan pada faring
Dada : Tampak pergerakan dada yang cepat, terdapat
tarikan/retraks dinding dada (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Abdomen: Tampak simetris, tidak membusung, pusat infeksi, tidak
tampak perdarahan tali pusat, terdapat 2 arteri 1 vena pada tali pusat dan
tidak ada kelainan
Penyebab hipoglikemia salah satunya ialah karena infeksi neonatorum
(Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Punggung : Tidak tampak spina bifida
Genetalia eksterna :
- Pada perempuan : Tampak labia mayora yang belum menutupi
labia minora
- Pada Laki-laki : Testis belum turun pada skrotum
Bayi prematur merupakan faktor resiko terjadinya hipoglikemia pada
bayi (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
Kulit : Warna kulit tampak pucat, tampak lanogo didaerah
punggung, tampak verniks didaerah lipatan
Ekstremitas : Tampak Sianosis, tremor, paristisia pada jari
Tanda gejala dari hipoglikemia adalah sianosis, tremor, paristisia pada
jari (Cunningham, F. Gary, dkk, 2005)
b. Palpasi
- Kepala : Teraba datar kadang cekung
- Wajah : Tidak teraba oedema
- Mata : Tidak teraba oedema
- Telinga : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
- Hidung : Tidak teraba pembesaran polip
23
- Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar
tiroid, dan vena jugularis
- Abdomen : Teraba lembek, tidak ada massa maupun tumor, turgor
kulit kembali > 2 detik
- Genetalia eksterna : Tidak teraba benjolan, massa, maupun tumor
- Anus : Teraba lubang anus, tidak ada atresia ani
- Ekstremitas : Teraba dingin, tidak oedema
Teraba dingin karena bayi mengalami hipotermia (Cunningham, F.
Gary, dkk, 2005)
c. Auskultasi
- Dada
Jantung : Mur – mur (-), BJ 1/BJ 2 normal, teratur
Paru : Wheezing (-), ronchi (-), krekels (-)
Abdomen : Bising usus (+)
d. Perkusi
- Dada : Terdengar Sonor
- Abdomen : Tidak terdengar hipertimpani
3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks :
a. Refleks Morro : Positif, terkejut saat ada suara (Asuhan Persalinan
Normal,2008)
b. Refleks Rooting : Positif, membuka mulut jika ada yang menyentuh
bibir (Asuhan Persalinan Normal,2008)
c. Refleks Sucking : Berkurang, kadang Negatif (-)
Pada bayi normal : Positif, dapat menghisap putting susu
d. Refleks Swallowing : Negatif (-)
Pada bayi normal : Positif, dapat menelan (JNPK-KR,2008)
e. Refleks Babinsky : Positif, jari kaki menekuk ke bawah
f. Refleks Graft : Negatif (-)
Pada bayi normal : Positif, dapat menggenggam dengan baik (Sitiava,
2012)
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboraturium :
1) Kadar glukosa serum
Diperiksa dengan dextrostix pada saat persalinan dan pada usia ½, 1,
2, 4, 8, 12, 24, 36, dan 48 jam. Pengukuran <45 mg/dL dengan
dextrostix harus diverifikasi oleh pengukuran serum glukosa
24
2) Kadar serum kalsium
Pada usia 6, 24 dan 48 jam : Jika kadar serum kalsium rendah, kadar
serum magnesium harus diukur
3) Hematokrit
Pada saat lahir dan pada usia 24 jam
4) Kadar serum bilirubin
5) Tes lain
a) Kadar gas darah arteri
b) Hitungan sel darah lengkap (CBC), kultur dan pewarnaan gram
dilakukan sesuai indikasi klinis
c. A : Analisis
Langkah ini merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi
(kesimpulan) dari data subjektif dan objektif.
Analisis pada neonatus hipoglikemia :
Neonatus lebih bulan 4 jam dengan hipoglikemia asimtomatik
d.P : Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada neonatus dengan hipoglikemia asimtomatik (tanpa
manifestasi klinis) :
1) Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa
darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml
ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor
atau susu formula).
2) Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya
sampai kadarnya normal dan stabil.
3) Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya,
hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa intra
vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang
seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif.
4) Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum,mulailah terapi
glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah.
5) ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan
konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah.
6) Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,
konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya
respon dari terapi yang diberikan).
25
e. Bagan Alur Berfikir Varney dan Pendokumentasian Secara SOAP
STANDAR
DOKUMENTASI
VARNEY ASUHAN
Akuntabilitas
Kerangka Fikir KEBIDANAN
Profesi
(How to think) Kerangka Kerja
(How to write)
(How to do)
S : Subyektif data
Pengkajian Pengkajian
O : Obyektif data
Rumusan Tindakan
Antisipasi
Perencanaan
P : Penatalaksanaan
Komprehensif
Intervensi Implementasi
Evaluasi Evaluasi
BAB III
26
TINJAUAN KASUS
A. DATA SUBYEKTIF
BIODATA
Identitas Bayi Baru Lahir
Nama : By. F
Tanggal lahir : 23 Februari 2021 jam 23.00
Jenis Kelamin : Laki-laki
Anak ke : Pertama
27
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Penghasilan : 3.000.000 / bulan
Alamat Rumah : Jln. Argo Wilis No. 01 Kecamatan Semen Kabupaten Kediri
A. ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Keluarga mengatakan warna kulit bayinya biru, pernapasan tidak teratur, gemetar,
keringat dingin, kejang, kesadaran menurun, menangis tidak normal.
B. DATA OBYEKTIF
28
1. Ketuban :
Jam : 21.00 Warna : keruh
Jumlah : 1300 ml Bau : tidak berbau
2. Plasenta : plasenta lahir lengkap
3. Keadaan Umum :
a. Suhu Tubuh : 34,5 O C
b. Berat lahir : 4200 gram
c. Panjang badan : 55 cm
d. BAB :segera setelah bayi lahir BAK :+
4. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala : Lingkar kepala: 34 cm
b. Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 2 mm, reflek pupil cepat, konjungtiva pucat
c. Wajah : tampak lemas, pucat, gelisah, tidak oedema
d. Telinga : simetris, tidak dapat secret, tidak tampak kelainan
e. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering tidak tampak labio skiziz, maupun
labiopalato skiziz
f. Dada : tampak pergerakan dada cepat, terdapat tarikan/retraksi dada
g. Punggung : tidak tambak spina bifida
h. Abdomen : tampak simetris, tidak membusung, tidak tampak perdarahan tali pusat,
tidak ada kelainan
Bentuk : normal, tidak ada kelainan
Tali pusar : normal, terdiri dari 3 saluran yaitu 2 arteri dan satu vena
i. Genetalia :
Labia :-
Scrotum : Testis sudah turun, rugae tampak jelas
j. Anus : teraba lubang anus,tidak ada atresia ani
k. Ekstremitas : Tampak Sianosis, tremor, paristisia pada jari
5. Pemeriksaan palpasi
Kepala : Teraba datar kadang cekung
Wajah : Tidak teraba oedema
Mata : Tidak teraba oedema
Telinga : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Hidung : Tidak teraba pembesaran polip
Leher : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kelenjar tiroid, dan vena
jugularis
Abdomen : Teraba lembek, tidak ada massa maupun tumor, turgor kulit
kembali > 2 detik
Genetalia eksterna : Tidak teraba benjolan, massa, maupun tumor
29
Anus : Teraba lubang anus, tidak ada atresia ani
Ekstremitas : Teraba dingin, tidak oedema
6. Pemeriksaan Auskultasi
Dada
Jantung : Mur – mur (-), BJ 1/BJ 2 normal, teratur
Paru : Wheezing (-), ronchi (-), krekels (-)
Abdomen : Bising usus (+)
Perkusi :
Dada : Terdengar Sonor
Abdomen : Tidak terdengar hipertimpani
7. Pemeriksaan Neurologis/Refleks :
a. Refleks Morro : Positif, terkejut saat ada suara
b. Refleks Rooting : Positif, membuka mulut jika ada yang menyentuh bibir
c. Refleks Sucking : Berkurang, kadang Negatif (-)
d. Refleks Swallowing : Negatif (-)
e. Refleks Babinsky : Positif, jari kaki menekuk ke bawah
f. Refleks Graft : Negatif (-)
8. Pemeriksaan Penunjang
GDA : 39 mg/dL
C. ANALISIS :
Neonatus lebih bulan 4 jam dengan hipoglikemi
D. PENATALAKSANAAN :
1. 23. 00 :Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa
Paraf
darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah
tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula).
2. 00.00 : Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya
Paraf
sampai kadarnya normal dan stabil.
3. 03.00 :Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya, hindari
pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada Paraf
beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan
evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif.
30
4. 03.15 : Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum,mulailah terapi
Paraf
glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah.
5. 03.30 : ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan
Paraf
konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah.
6. 03.35 : Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah,
konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya respon Paraf
Kediri, ……………………..
Pembimbing Klinik, Mahasiswa,
….………………………….
………………………………. NIM.
NIP.
Dosen Pembimbing
….……………………………..
NIP.
31
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama : By. F
Umur : 4 jam
No. Reg. :
Tgl SUBYEKTIF OBYEKTIF ANALISIS PENATALAKSANAAN TTD
25 By. A dengan Keadaan Umum : Bayi dengan 1. Pemberian ASI
Februari Hipoglikemia Suhu Tubuh : 34,5 O Hipoglikemia sedini mungkin dan
2021 asimtomatis C sering akan
Berat lahir: 4200 gram menstabilkan kadar
Panjang badan: 55 cm glukosa darah.
BAB :segera setelah Teruskan menyusui
bayi lahir BAK : + bayi (kira-kira setiap
Pernapasan tidak 1-2 jam) atau beri 3-
teratur, sianosis, warna 10 ml ASI perah tiap
kulit kebiruan kg berat badan bayi,
atau berikan (Paraf)
suplementasi (ASI
donor atau susu
formula).
32
pemberian minum,
dan mulailah
pemberian glukosa
intra vena. Pada
beberapa bayi yang
tidak
normal,diperlukan
pemeriksaan yang
seksama dan
lakukan evaluasi
untuk mendapatkan
terapi yang intensif.
5. ASI diteruskan
selama terapi
glukosa intra vena.
Turunkan jumlah
dan konsentrasi
glukosa intra vena
sesuai dengan kadar
glukosa darah.
6. Catat manifestasi
klinis, pemeriksaan
33
fisis, kadar skrining
glukosa darah,
konfirmasi
laboratorium, terapi
dan perubahan
kondisi klinik bayi
(misalnya respon (Paraf)
dari terapi yang
diberikan).
(Paraf)
34
(Paraf)
BAB IV
PEMBAHASAN
35
Ny. A G1P000 melahirkan bayinya di kamar operasi RSUD pada tanggal 24 Februari
2021 pukul 23.00. Pada anamnesis didapatkan bahwa keluarga mengatakan warna kulit
bayinya biru, pernapasan tidak teratur, gemetar, keringat dingin, kejang, kesadaran menurun,
menangis tidak normal.
Riwayat Persalinan : Proses persalinan di kamar operasi RSUD. Usia Kehamilan 43
minggu. Bayi lahir SC atas indikasi CPD dan bayi besar pada tanggal 24 Februari 2021,
23.00 WIB. Sisa ketuban keruh.
Hasil dari pemeriksaan terdapat ketuban : Jam: 21.00, warna : keruh, jumlah : 1300
ml, bau : tidak berbau, plasenta : plasenta lahir lengkap. Keadaan Umum bayi : Suhu Tubuh:
34,5 O C, Berat lahir: 4200 gram, Panjang badan: 55 cm. BAB : segera setelah bayi lahir BAK
: +, Pemeriksaan Head to Toe, Kepala: Lingkar kepala 34 cm. Mata : Pupil bulat, diameter 2
mm, reflek pupil cepat, conjungtiva pucat. Wajah : tampak lemas, pucat, gelisah, tidak
oedema. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering. Dada : tampak pergerakan dada cepat,
terdapat tarikan/retraksi dada.
Pembahasan asuhan kebidanan dalam kasus neonatus dengan hipoglikemi dilakukan
setelah melaksanakan penerapan teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan
manajemen kebidanan. Dari hasil tersebut dapat diambil adanya suatu persamaan atau
perbedaan antara teori dan praktik. Dalam pengkajian yang telah dilakukan, penulis akan
membahas sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian dan pengumpulan data dasar yang merupakan tahap awal dari
manajemen kebidanan dilaksanakan dengan cara pengkajian data subyektif, data
obyektif dan data penunjang. Berdasarkan pengkajian didapatkan bahwa Keluarga
mengatakan warna kulit bayinya biru, pernapasan tidak teratur, gemetar, keringat dingin,
kejang, kesadaran menurun, menangis tidak normal. Riwayat Persalinan : Proses
persalinan di kamar operasi RSUD. Usia Kehamilan 43 minggu. Bayi lahir SC atas
indikasi CPD dan bayi besar pada tanggal 23 Februari 2021, 23.00 WIB. Sisa ketuban
keruh.
Hasil dari pemeriksaan terdapat ketuban : Jam: 21.00, warna : keruh, jumlah : 1300
ml, bau : tidak berbau, plasenta : plasenta lahir lengkap. Keadaan Umum bayi : Suhu
Tubuh: 34,5 O C, Berat lahir: 4200 gram, Panjang badan: 55 cm. BAB : segera setelah bayi
lahir BAK : +, Pemeriksaan Head to Toe, Kepala: Lingkar kepala 34 cm. Mata : Pupil
bulat, diameter 2 mm, reflek pupil cepat, conjungtiva pucat. Wajah : tampak lemas, pucat,
36
gelisah, tidak oedema. Mulut : sianosis, mukosa bibir kering. Dada: tampak pergerakan
dada cepat, terdapat tarikan/retraksi dada.
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami Ny.A menunjukkan antara teori dan
praktek tidak ada kesenjangan.
2. Analisa Data
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, maka penulis menarik identifikasi
diagnosa dari kasus yang ada ditemukan satu diagnosa yaitu Neonatus lebih bulan 4 jam
dengan hipoglikemi asimtomatis. Hal ini menunjukkan kasus tersebut sesuai dengan teori
yang ada.
37
oleh petugas kesehatan. Ibu dapat mengikuti beberapa hal yang dijelaskan oleh petugas
kesehatan.
38
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menurut Oktiawati & Julianti (2017) hipotermia adalah suhu tubuh
kurang dari 35,5 derajat celcius pada pengukuran suhu melalui aksila,
pengukuran suhu di aksila lebih rendah 0,50C dari pengukuran suhu di oral
sedangkan suhu inti tubuh 10C. Menurut Debora (2017) hipotermia
merupakan suhu tubuh dibawah 350C karena paparan suhu lingkungan yang
dingin atau karena induksi artifisial. Hipotermia ditandai dengan penurunan
metabolisme yang menyebabkan gangguan mental, penurunan nadi, respirasi,
tekanan darah dan dapat menyebabkan gagal jantung jika tidak ditangani.
Hipotermia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi baru
lahir di negara berkembang. Penurunan suhu tubuh secara progresif
menyebabkan efek yang dapat merugikan mulai dari gangguan metabolik
hingga kematian.
Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara signifikan
lebih rendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia postnatal yang
sesuai. Walaupun hipoglikemia dapat terjadi dengan gejala neurologis, seperti
letargi, koma, apnea, seizure atau simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi,
diaforesis, yang merupakan manifestasi dari respon terhadap glukosa, banyak
neonatus dengan serum glukosa rendah menunjukkan tanda hipoglikemia
nonspesifik (Kliegman et al, 2011).
Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana
glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama
kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya
(Cranmer,2013). Estimasi rata-rata kadar glukosa darah pada fetus adalah 15
mg/dL lebih rendah daripada konsentrasi glukosa maternal. Konsentrasi
glukosa akan kemudian berangsur-angsur menurun pada periode postnatal.
Konsentrasi di bawah 45 mg/dL didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dalam 3
jam, konsentrasi glukosa pada bayi aterm normal akan stabil, berada di antara
50-80 mg/dL. Terdapat dua kelompok neonatus dengan risiko tinggi
mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir dari ibu diabetik (IDM) dan bayi
IUGR (Hay et al, 2007).
39
5.2 Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Budiati, I. (2016). Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kematian Neonatal Dini Usia
0 Sampai 7 Hari. 1–70.
Diah Widyatun, S. S. (2012). Hipotermi Pada Bayi Baru Lahir dan Neonatus. Jurnal Bidan
Diah.
Diba Faisal, A., Serudji, J., & Ali, H. (2019). Pelaksanaan Program Inisiasi Menyusu Dini Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kecamatan Koto Tangah. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(4), 1–9.
Jamil, siti nurhasiyah, Sukma, F., & Hamidah. (2017). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. In Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada
Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
JNPKR. (2016). Asuhan Persalinan Normal Asuhan Esensial Bagi Ibu Bersalin Dan Bayi
Baru Lahir Serta Penatalaksanaan Koplikasi Segera Pasca Persalinan.
Kaban, N. B. (2017). Inisiasi Menyusu Dini. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 15(2), 35–46.
Karyuni, P. eko, & Meiliya, E. (Eds.). (2019). Buku saku manajemen masalah bayi baru
lahir (Vol. 4, Issue 1). BUKU KEDOKTERAN EGC.
41
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensi.
Listyawardhani, Y., Sukowati, F., & Ulfiana, E. (2018). Hubungan antara pengetahuan dan
sikap ibu tentang hipotermi dalam mencegah hipotermi pada bayi usia 0 sampai 28 hari
di wilayah kerja Puskesmas Magersari Kota Magelang. Journal of Health Science and
Prevention, 2(1), 37.
Mirtha, L., Soegiharto, B., Endyarni, B., Harmoniati, E., Soesanti, F., Gunardi, H.,
Soetomenggolo, H., Kaswandani, N., & Susanti, N. (2016). Kiat membuat anak sehat,
tinggi, dan cerdas. In Gaya hidup aktif sebagai modal optimalisasi kesehatan, tumbuh
kembang, dan kecerdasan anak.
Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Reyani, A. A. (2019). Perbedaan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir Antara Bayi Yang Berhasil
Melakukan Inisiasi Menyusu Dini Dan Bayi Yang Tidak Berhasil Melakukan Inisiasi
Menyusu Dini. J-HESTECH (Journal Of Health Educational Science And Technology),
2(2), 133.
Rodgers, C. (2013). Why Kangaroo Mother Care Should Be Standard for All Newborns.
Journal of Midwifery and Women’s Health, 58(3), 249–252.
Sperling, Mark. A, 20011. Hypoglycemia. Nelson Pediatrics 19th edition. Elsevier Saunders :
Philadelphia.
42