Di Susun Oleh :
M.Ridwan (14.401.17.055)
M. Taufik H (14.401.17.056)
Mahmudah (14.401.17.058)
KRIKILAN, GLENMORE,
Segala puji bagi tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. tanpa pertolongan dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang patofisiologi yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan berbagai sumber.makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan.baik itu yang datang dari penyusun maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
semoga makalah ini dapat memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca
walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan,penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya.
terimakasih
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang perlu dijaga, termasuk juga kesehatan di Indonesia.
Terlepas dari berbagi macam penyakit yang ada di dunia, Indonesia juga memiliki potensi
yang tidak kalah besar dapat terserang. Di Indonesia saat ini mulai banyak penyakit-penyakit
baru yang menyerang, salah satunya Guillain Barre Syndrome.
Syndrome ini terjadi karena adanya kerusakan myelin di saraf tepi . Guillain Barre
Syndrome ditandai dengan paralisis motorik yang biasanya menyerang ektremitas bawah
kemudian berkembang ke bagian atas. Penyakit ini menyerang di seluruh dunia baik laki-laki
maupun perempuan dengan perbandingan pria dan wanita = 1,5:1. Insidennya sekitar 1-4
orang per 100.000/tahun di seluruh dunia terserang penyakit ini. Sindrom ini banyak
ditemukan pada bangsa Euro-Amerika dan Australia. Kejadian tersering terjadi pada pria usia
15-35 tahun (gejala awal) dan > 70 tahun pada kasus terparah (Prevotz & Sutter, 1997;
McKhann, et al., 1993; Jiang, et al., 1996; Evans & Vedanarayanan, 1997)
Dalam satu setengah sampai dua per tiga dari kasus ini, didahului dengan infeksi
saluran pernapasan atas atau saluran pencernaan 1-4 minggu. Dari fenomena ini, penulis
ingin memberikan infomasi kesehatan tentang Guillain Barre Syndrome bagi pembaca.
Penulis mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Guillain Barre Syndrom
pada makalah ini.
1
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.
Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini sering disebut idiopathic. Nama lain dari sindrom ini adalah
polyneuropathy/idiopathic polyneuropathy. Namun ada beberapa factor resiko yang dapat
menjadi factor penyebab perkembangan Guillain-Barre Syndrome. (Ignatavicius &
Workman, 2010).
3
2.3 Klasifikasi Penyakit GBS
Menurut McCance & Huether, 2010, GBS memiliki beberapa tipe, yaitu :
Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang
berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih
kembali.
1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai
gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan
progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa
berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu
yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi
menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.
Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak
didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun
derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan
terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang
masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta
fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta
4
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan
dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai
fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase
plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan
perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk
otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih
didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali
dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu
yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi
Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki
sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel
limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi
autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi, yang pertama
adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh
mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang.
Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga
dapat terjadi destruksi pada axon.
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh
karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan
terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan
signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari
otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.
5
Pathways
Proses autoimun
konduksi salsatori tidak terjadi dan tidak ada tranmisi impuls saraf
CBS
1. Otak : Stroke
Pneumonia Sekresi mukus lebih kebawah jalan COP menurun
nafas 2. Ginjal : gagal
Ginjal
Dx : Gangguan perfusi
Gagal fungsi Resiko tinggi infeksi saluran nafas 3. Jantung : gagal jaringan b/d COP
pernafasan bawah dan parenkin paru jantung jaringan menurun
6
2.6 Komplikasi GBS
Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis
pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu
pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat
di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita
gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan
atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih
serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko
mengalami relaps.
Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering
terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:
2.7 Penatalaksanaan
Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan
observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang
terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan
darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan.
Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan
medikamentosa.
Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. Namun
ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun
7
juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi
maupun mempercepat penyembuhan.
Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot
setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif.
Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini sering disebut idiopathic.
3.2 Saran
Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit Guillain Barre Syndrom ini,
di harapkan bagi pembaca dapat mengerti bahwa pwnyakit ini cukup berbahaya. Sehingga
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila menemui orang dengan gejala yang telah
dijabarkan
9
DAFTAR PUSTAKA
Caepenito, Lynda Juall. 1999. Rencana & Dokumentasi Keperawatan. Ed 2. Jakarta : EGC
Http//www.Perawatpsikiatri.blogspot.com
10