Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PATOFISIOLOGI

TENTANG PENYAKIT GUILLAIN BARRE SYINDROME


Dosen : Ns. Roshinta S. A., M.Kep

Di Susun Oleh :

M.Ridwan (14.401.17.055)

M. Taufik H (14.401.17.056)

M.Y. Bayumadani (14.401.17.057)

Mahmudah (14.401.17.058)

Wisnu Catur S (14.401.17.089)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

KRIKILAN, GLENMORE,

TAHUN AJARAN 2017-2018


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini
dengan penuh kemudahan. tanpa pertolongan dia mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang patofisiologi yang
kami sajikan berdasarkan pengamatan berbagai sumber.makalah ini di susun oleh penyusun
dengan berbagai rintangan.baik itu yang datang dari penyusun maupun yang datang dari luar.

Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari tuhan akirnya
makalah ini dapat terselesaikan.

semoga makalah ini dapat memberi wawasan yang lebih luas kepada pembaca
walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan,penyusun mohon untuk saran dan
kritiknya.

terimakasih

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................... i

Daftar Isi ................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit GBS ............................................................................................... 3


2.2 Etiologi Penyakit GBS ............................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi Penyakit GBS .......................................................................................... 4
2.4 Patofisiologi Penyakit GBS ....................................................................................... 4
2.5 Manifestasi Klinis Penyakit GBS ..............................................................................5
2.6 Komplikasi dari Penyakit GBS ..................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan Penyakit GBS .................................................................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................9


3.2 Saran .......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang perlu dijaga, termasuk juga kesehatan di Indonesia.
Terlepas dari berbagi macam penyakit yang ada di dunia, Indonesia juga memiliki potensi
yang tidak kalah besar dapat terserang. Di Indonesia saat ini mulai banyak penyakit-penyakit
baru yang menyerang, salah satunya Guillain Barre Syndrome.

Syndrome ini terjadi karena adanya kerusakan myelin di saraf tepi . Guillain Barre
Syndrome ditandai dengan paralisis motorik yang biasanya menyerang ektremitas bawah
kemudian berkembang ke bagian atas. Penyakit ini menyerang di seluruh dunia baik laki-laki
maupun perempuan dengan perbandingan pria dan wanita = 1,5:1. Insidennya sekitar 1-4
orang per 100.000/tahun di seluruh dunia terserang penyakit ini. Sindrom ini banyak
ditemukan pada bangsa Euro-Amerika dan Australia. Kejadian tersering terjadi pada pria usia
15-35 tahun (gejala awal) dan > 70 tahun pada kasus terparah (Prevotz & Sutter, 1997;
McKhann, et al., 1993; Jiang, et al., 1996; Evans & Vedanarayanan, 1997)

Dalam satu setengah sampai dua per tiga dari kasus ini, didahului dengan infeksi
saluran pernapasan atas atau saluran pencernaan 1-4 minggu. Dari fenomena ini, penulis
ingin memberikan infomasi kesehatan tentang Guillain Barre Syndrome bagi pembaca.
Penulis mengangkat judul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Guillain Barre Syndrom
pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana definisi dari penyakit Guillain Barre Syndrome (GBS) ?
2. Bagaimana etiologi penyakit GBS ?
3. Bagaimana klasifikasi penyakit GBS ?
4. Bagaiman patofiologi penyakit GBS ?
5. Bagaiman manifestasi klinis penyakit GBS ?
6. Apa saja komplikasi dari penyakit GBS ?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit GBS ?

1
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum

Tujuan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui penyakit


Guillian Barre Syndrome (GBS) agar kita sebagai calon perawat akan menjadi
perawat professional di masa depan dan memiliki pengetahuan yang luas.

2. Tujuan khusus

Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit Guillain Barre Syndrome


(GBS) dalam keperawatan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Guillain Barre Syndrom (GBS)

Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.

2.2 Etiologi Guillain Barre Syndrom (GBS)

Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini sering disebut idiopathic. Nama lain dari sindrom ini adalah
polyneuropathy/idiopathic polyneuropathy. Namun ada beberapa factor resiko yang dapat
menjadi factor penyebab perkembangan Guillain-Barre Syndrome. (Ignatavicius &
Workman, 2010).

1. Bakteri atau virus, misalnya Campylobacter jejuni


2. Penyakit autoimun : HIV/AIDS, Systemic Lupus Erythematosus
3. Penyakit akut seperti ISPA dan Gastrointestinal illness.
4. Virus : Cytomegalovirus dan Epstein-Barr Virus (EBV)

Dalam kebanyakan kasus GBS, penyebabnya diketahui adalah invasi bakteri


Campylobacter jejuni. Bakteri ini biasanya ditemukan pada ayam atau sapi sehat. Bakteri ini
dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui daging ayam atau sapi yang mentah atau tanpa
melalui proses pemasakan yang matang sempurna. Bakteri ini terdapat dalam feses ayam/sapi
yang berpotensi mencemari daging. Hal ini sama halnya dengan bakteri Salmonella. Selain
itu, air yang tidak berklorin juga merupakan salah satu tempat berkembangnya bakteri ini.
(EVANS, et al., 1998 dalam Rosyidi, et al., 2012)

3
2.3 Klasifikasi Penyakit GBS

Menurut McCance & Huether, 2010, GBS memiliki beberapa tipe, yaitu :

1. Acute inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP, kasus yang paling sering


terjadi). Menyerang selaput sel sachwan, terjadi klemahan progresif hiporefier
perubahan sensori ringan (penurunan sensibilitas yang ringan).
2. Acute motor axonal neuropathy (AMAN). Menyerang aksoplasma saraf perifer dan
menyerang fungsi sensorik dengan kerusakan akson yang berat.
3. Acute motor and sensory axonal neuropathy (AMSAN). Menyerang aksoplasma saraf
perifer, biasanya pada anak-anak dan kelemahan progresif yang cepat.
4. Fisher syndrome (FS) (5% of cases of GBS).

2.4 Manifestasi Klinis GBS

Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang
berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih
kembali.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:

1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai
gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan
progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa
berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu
yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi
menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.
Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak
didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun
derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan
terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang
masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi,
keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini.
Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta
fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta

4
kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan
dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai
fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase
plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan
perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf
mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk
otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta
mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih
didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali
dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu
yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi

2.5 Patofisiologi GBS

Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki
sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel
limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi
autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi, yang pertama
adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh
mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang.
Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga
dapat terjadi destruksi pada axon.

Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh
karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan
terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut.

Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan
signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari
otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.

5
Pathways

Proses autoimun

Menghancurkan myelin yang mengelilingi akson

konduksi salsatori tidak terjadi dan tidak ada tranmisi impuls saraf

CBS

Gangguan fungsi sarae Gangguan saraf perifer dan


Disfungsi otonom
kranial : III, IV,V,VI,VIII, neuromuskular
IX dan XI

Paralisis pada okular, Parestesia (kesemutan) Kurang beraksinya sistem


Paralise lengkap, oto
wajah dan otot dan kelemahan oto saraf simpatis dan
pernafasan terkena,
orofaring, kesulitan kaki, yang dapat parasimpatis, perubahan
mengakibatka
berbicara, mengunyah berkembang ke sensoris
insufisiensi pernafasan
dan nelan ektremitas atas, batang
tubuh dan oto wajah

Gangguan pemenuhan Gangguan frekuensi


nutrisi dan cairan Kelemahan fisik Penurunan
jantung dan ritme
umum, paralis otot kemampuan batuk,
perubahan tekanan
wajah peringatan sekresi
Dx : Perubahan nutrisi mukus
kurang dari kebutuhan Penurunan curah
b/d kesulitan Penurunan tonus otot
jantung
mengunyah dan seluruh tubuh
menelan perubahann perubahan
estetika wajah Dx : Tidak efektifnya pola nafas b/d
kelemahan otot pernafasan atau paralisis

Dx : -Kelemahan mobilitas fisik b/d kelemahan


otot, paralis dan ataksia Dx : Tidak efektifnya jalan nafas b/d
penurunan kelemahan batuk, peningkatan
-Body emage b/d perubahan estetika wajah sekresi.

1. Otak : Stroke
Pneumonia Sekresi mukus lebih kebawah jalan COP menurun
nafas 2. Ginjal : gagal
Ginjal
Dx : Gangguan perfusi
Gagal fungsi Resiko tinggi infeksi saluran nafas 3. Jantung : gagal jaringan b/d COP
pernafasan bawah dan parenkin paru jantung jaringan menurun

6
2.6 Komplikasi GBS

Komplikasi GBS yang paling berat adalah kematian, akibat kelemahan atau paralisis
pada otot-otot pernafasan. Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu
pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat
di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya menderita
gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti halnya kesemutan
atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih
serius dan permanen, sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko
mengalami relaps.

Dengan penatalaksanaan respirasi yang lebih modern, komplikasi yang lebih sering
terjadi lebih diakibatkan oleh paralisis jangka panjang, antara lain sebagai berikut:

1. Paralisis otot persisten


2. Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
3. Aspirasi
4. Retensi urin
5. Masalah psikiatrik, seperti depresi dan ansietas
6. Nefropati, pada penderita anak
7. Hipo ataupun hipertensi
8. Tromboemboli, pneumonia, ulkus
9. Aritmia jantung
10. Ileus

2.7 Penatalaksanaan

Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan
observasi tanda tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab paralisa yang
terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan
darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan.

Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan
medikamentosa.

Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa steroid. Namun
ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun

7
juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi
maupun mempercepat penyembuhan.

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya


paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk
melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri
dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.
Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi
dari PE.

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi


autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga
dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau
bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2
minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE
dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan
hanya memberikan PE atau IVIg.

Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot
setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya trombosis.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif.

Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini sering disebut idiopathic.

Dalam kebanyakan kasus GBS, penyebabnya diketahui adalah invasi bakteri


Campylobacter jejuni. Bakteri ini biasanya ditemukan pada ayam atau sapi sehat.

3.2 Saran

Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit Guillain Barre Syndrom ini,
di harapkan bagi pembaca dapat mengerti bahwa pwnyakit ini cukup berbahaya. Sehingga
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan apabila menemui orang dengan gejala yang telah
dijabarkan

9
DAFTAR PUSTAKA

Caepenito, Lynda Juall. 1999. Rencana & Dokumentasi Keperawatan. Ed 2. Jakarta : EGC

Robin dan Kumar. 1995. Patologi 2. Ed 4. Jakarta : EGC

Http//www.Perawatpsikiatri.blogspot.com

10

Anda mungkin juga menyukai