Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


DIFTERI

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. M. Taufik Hidayatullah (14.401.17.056)


2. Mahmudah (14.401.17.058)
3. Okie Purnomo Hadi (14.401.17.069)
4. Reni Anggrayani (14.401.17.072)
5. Tia Dwi Anggraini (14.401.17.083)
6. Tyas Prissilia Elsita (14.401.17.084)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2019

23
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara
hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak
hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan
sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.Selama permulaan
pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak
- anak muda.Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat
sanitasi rendah.Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan
dalam menunjang kesehatan kita.
B. Tujuan
1.Tujuan Umum
Makalah ini dimaksudkan agar mahasiswa/i dapat memahami asuhan keperawatan
pada klien (anak) dengan gangguan difteri
2.Tujuan Khusus
a) Dapat memahami pengertian difteri
b) Dapat memahami etiologi difteri
c) Dapat memahami patofisiologi difteri
d) Dapat memahami manifestasi klinis dari difteri
e) Dapat memahami pemeriksaan medis dari difteri
f) Dapat memahami penatalaksanaan medis dari difteri
g) Dapat memahami komplikasi dari difteri
h) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperawatan anak dengan gangguan
difteri
3. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini diharapkan bagi pendidikan bisa menambah
referensi dan pengetahuan, bagi tenaga medis khususnya keperawatan bisa memahami
dan menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan difteri.
BAB II

KONSEP PENYAKIT

I. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Difteri adalah suatu penyakit yang bersifat toxsin mediated disease dan
disebabkan oleh cuman Corinebacterium dipheteria. Nama kuman ini berasal dari
bahasa yunani, dipthera yang berarti leather hide.
Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman
corynebacterium difteria. Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang
sangat menula, yang di sebabkan oleh corynebacterium diphtheriae dengan ditandai
pembentukan pseudomembran pada kulit atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorokan dan paling
sering pada bulan bulan dingin pada daerah beriklim sedang.
Difteri adalah suatu infeksi akut yang mudah menular dan yang sering
diserang adalah saluran pernapasan bagian atas dengan tanda khas timbulnya
pseudomembran..
B. Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan
melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri ini
berkembangbiak pada atau disekitar selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan.Pewarnaan sediaan langsung dapat dilakukan dengan biru
metilen atau biru toluidin.Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari
lesi.
Sifat basil polimorf, gram positif, tidak bergerak dan tidak membentuk spora,
mati pada pemanasan 60°C selama 10 menit, tahan sampai beberapa minggu dalam
es, air susu, dan lendir yang telah mengering.
C. Patofisiologi
Kuman masuk melalui mukosa/ kulit, melekat serta berbiak pada permukaan
mukosa saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes
ke sekeliling serta selanjutnya menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh limfe
dan darah. Setelah melalui masa inkubasi 2-4 hari kuman difteri membentuk racun
atau toksin yang mengakibatkan timbulnya panas dan sakit tenggorokan.
Kemudian berlanjut dengan terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan
meninmbulkan gagal napas, kerusakan jantung dan saraf. Difteri ini akan berlanjut
pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih mata, vagina. Komplikasi lain adalah
kerusakan otot jantung dan ginjal (sudoyo,2009).
. Kematian pasien difteria pada umumnya disebabkan oleh terjadinya
sumbatan jalan nafas akibat pseudomembran pada laring dan trakea, gagal jantung
karena miokardititis, atau gagal nafas akibat terjadinya bronkopneumonia.
Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tetapi
dapat juga melalui perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman
difteria.Penyakit dapat mengenai bayi tapi kebayakan pada anak usia balita.
Penyakit Difteria dapat berat atau ringan bergantung dari virulensi, banyaknya
basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan hanya berupa keluhan sakit menelan
dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya
tahan tubuhnya baik.
D. Pathway

Imunisasi tidak
Faktor Pencetus Bacteria Masuk melalui mukosa dan mulut
lengkap, Faktor
lingkungan, difteriae
Daerah epidemik
bakteri Berkembangbiak pada permukaan
Memproduksi toksin mukosa saluran nafas bagian atas

Toksin Seluruh tubuh Resiko Infeksi

Sel mati respon


Menghambat
pembentukan Inflasi lokal Jantung Syaraf Ginjal
protein dalam sel

Pseudomembrane Nekrosistoksis dan Nekrosistoksis dg Tampak perdarahan


(eksudat fibrin sel degenerasi hialin degenerasi lemah adrenal dan nekrosis
Toksin pada selaput
radang eritrosit, tubular
nekrosis sel-sel mielin
epitel Proteinuria
Miokarditis
Paralisis
Obstruksi saluran Menyumbat jalan dipalatomeole
pernafasan nafas Edema kongesti ototmata, Inkontinensia urin
infiltrasi sel morte ektremitas inferior aliran berlebih
nuclear pada serat otot
Ketidak efektipan pola nafas dan sistem konduksi

Ansietas Gangguan
Penurunan curah jantung menelan
Kelebihan volume cairan

Hambatan komunikasi verbal


E. Manifestasi Klinis
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9 derjat Celcius,
2. Batuk dan pilek yang ringan.
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala.
5. Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu abuan
kotor.
6. Kaku leher
7. Nyeri menelan
F. Komplikasi
Racun difteri dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal
ataupun organ lainnya (Mansjoer,2007).
1. Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
2. Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu.
3. Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
4. Kerusakan ginjal (nefritis)
G. Pemeriksaan Penunjang
a) Schick test
Tes kulit ini untuk menentukan status imunitas penderita. Tes ini tidak berguna
untuk diagnosis dini karena baru dapat dibaca beberapa hari kemudian. Untuk
pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED.
b) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositasi
polimorfonukleus, penurunan jumlah eritorsit dan kadar albumin. Pada urin
terdapat albumin ringan
c) Pemeriksaan diagnostik
Pada pemeriksan darah terdapat penurunan kadarhemoglobin dan leukositosis,
penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin
H. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG
yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu
berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan
spesifik.Pengobatan spesifik untuk difteri :
1. ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan
sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
a. TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
Diberikan 0,05 CC  intracutan Tunggu 15 menit  indurasi dengan garis
tengah 1 cm  (+)
b. CARA PEMBERIAN
Test Positif  BESREDKA
Test Negatif  secara DRIP/IV
c. Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan.
Diberikan selama 4 sampai 6 jam  observasi gejala cardinal.
2. Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas
demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol
75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
3. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang
sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama
3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan
untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi
paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100
mg tiap hari selama 10 hari.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

II. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Difteri


A. Pengkajian
1. Biodata
a) Umur:Biasanya terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun dan jarang
ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada orang dewasa
diatas 15 tahun
b) Suku bangsa:Dapat terjadi diseluruh dunia terutama di negara-negara miskin
c) Tempat tinggal: Biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas
kesehatan yang kurang
2. Keluhan Utama
Klien marasakan demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia, lemah
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, sakit kepala,
anoreksia
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya keluarga yang mengalami difteri
4.Pemeriksaan fisik
a) Pada diptheria tonsil – faring
1. Malaise
2. Suhu tubuh < 38,9 º c
3. Pseudomembran ( putih kelabu ) melekat dan menutup tonsil dan
4. dinding faring
5. Bulneck
b) Diptheriae laring
1. Stridor
2. Suara parau
3. Batuk kering
4. Pada obstruksi laring yang berat terdpt retraksi suprasternal, sub costal dan
supraclavicular
c) Diptheriae hidung
1. Ringan
2. Sekret hidung serosanguinus  mukopurulen
3. Lecet pada nares dan bibir atas
4. Membran putih pada septum nasi
B. Diagnosa keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan difteri pada anak yang muncul
antaralain :
a. Pola napas tidak efektif
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab :
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas(mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otao pernapasan)
c) Deformitas dinding dada
d) Deformitas tulang dada
e) Gangguan neuromuskular
f) Gangguan neurologis(mis. Elektroensefalogram [EKG] positif, cedera kepala,
gangguan kejang)
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energi
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
Subjektif :

a) Dispnea

Objektif

a) Penggunaan otot bantu pernapasan


b) Fase ekspirasi memanjang
c) Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)

Subjektif :

a) Ortopnea
Objektif :
a) Pemapasan pursed-lip
b) Pemapasan cuping hidung
c) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
d) Ventilasi semenit menurun
e) Kapasitas vital menurun
f) Tekanan ekspirasi menurun
g) Tekanan inspirasi menurun
h) Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait :
a) Depresi sistem saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma thoraks
d) Gullian barre sindrome
e) Multiple sclerosis
f) Myasthenia gravis
g) Stroke
h) Kuadriplegia
i) Intoksikasi alkohol (PPNI, 2016, hal. 26)
b. Penurunan curah jantung :
Definisi :
Beresiko pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Penyebab
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
1. Perubahan irama jantung
a. Palpitasi
2. Perubahan preload
a. Lelah
3. Perubahan afterload
a. Dispnea
4. Perubahan kontraktilitas
a. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
b. Ortopnea
c. Batuk
Objektif :
1. Perubahan irama jantung
a. Beraki kardia atau takikardia
b. Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi
2. Gangguan preload
7. Edema
8. Distensi vena jugularis
9. Central venous presure (CVP) meningkat atau menurun
10. Hepatomegali
3. Gangguan afterload
a. Tekanan darah meningkat/menurun
b. Nadi periver teraba lemah
c. Cavillary refill time >3 detik
d. Oliguria
e. Warna kulit pucat dan/atau sianosis
4. Perubahan kontaktilitas
a. Terdengar suara jantung S3 dan/atau S4
b. Ejection fraction (EF) menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Perubahan preload
(tidak tersedia)
2. Perubahan afterload
(tidak tersedia)
3. Perubahan kontraktilitas
(tidak tersedia)
4. Perilaku/emosi
a. Cemas
b. Gelisah
Objektif
1. Perubahan preload
1) Murmur jantung
2) Berat badan bertambah
3) Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
1) Pulmonary vaskular resistence (PRV) meningkat/menurun
2) Systemic vascular resitance (SVR)
3. Perubahan kontraktilitas
1) Cardiac index (CI) menurun
2) Left ventricular stroke work index (LVDWI) menurun
3) Stroke volume index (SVI) menurun
4. Perilaku/emosional
(tidak tersedia)
Kondisi klinis terkait
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrome koroner akut
3. Stenosis mitra
4. Regurditasi mitra
5. Stenosis orta
6. Regurditasi aorta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmunal
10. Regurgitasipulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan
c. Volume Cairan, Kelebihan
Definisi : peningkatan retensi cairan isotonik
Batasan karakteristik
Subjektif :
a) Ansietas
b) Dispnea
c) Gelisah
Objektif :
a) suara napas tidak normal
b) anasarka
c) azotemia
d) perubahan tekanan darah
e) perubahan status mental
f) perubahan pola pernapasan
g) ketidak seimbangan elektrolit
h) oliguria
i) ortopnea
j) efusi pleura
k) kongesti paru
l) perubahan jenis urine
faktor yang berhubungan
a) gangguan mekanisme pengaturan
b) asupan cairan yang berlebihan
c) asupan natrium yang berlebihan (ketidak cukupan asupan cairan sekunder
akibat hiperglikemia, pengobatan dorongan kompulsif untuk minum air, dan
aktivitas lainnya)
d) ketidak cukupan protein sekunder akibat penurunan asupan atau peningkatan
kehulangan]
e) Disfungsi ginjal, gagal jantung,retensi natrium, imobilitas, dan aktivitas
laiinya ](Wilkinson, 2016, hal. 180)
d. Gangguan Komunikasi Verbal
Definisi :
penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk menerima memproses,
mengirim, atau menggunakan sistem simbol.
Penyebab :
a) Penurunan sirkulasi serebral
b) Gangguan neuromuskular
c) Gangguan pendengaran
d) Gangguan muskoluskeletal
e) Kelainan palatum
f) Hambatan fisik (mis. Terpasang tyrakheostomi, intubasi, krikotiroidekotomi)
g) Hambatan individu (mis. Ketakutan, kecemasan, merasa malu, emosional
kurang prifasi)
h) Hambatan psikologis (mis. Gangguan psikotik, gangguan konsep diri,
HDR,gangguan emosi)
i) Hambatan lingkungan (mis. Ketidak cukupan informasi, ketiadaan orang
terdekat,ketidak sesuain budaya,bahasa asing)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
a) Tidak mampu berbicara atau mendengar
b) Menunjukkan respon tidak sesuai
Subjektif
(tidak tersedia)
a) Afasia
b) Disfasia
c) Apraksia
d) Disleksia
e) Disartria
f) Afonia
g) Dislalia
h) Pelo
i) Gagap
j) Tidak ada kontak mata
k) Sulit memahami komikasi
l) Sulit mempertahankan komunikasi
m) Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
n) Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b) Trauma wajah
c) Cedera kepala
d) Peningkatan tekanan intrakanial
e) Hipoksia kronis
f) Tumor
g) Miastenia grafis
h) Sklerosis multiple
i) Distropi muskuler
j) Penyakit alzhaimer
k) Kuadriplegia (PPNI, 2016, hal. 264)
e. Gangguan menelan
Definisi
Fungsi menelan abnormal akibat defisit struktur atau fungsi oral, faring atau
esophagus
1. Penyebab
a. Gangguan serebrovaskular
b. Gangguan saraf kranialis
c. Paralisis serebral
d. Akalasia
e. Abnormalitas laring
f. Abnormalitas orofaring
g. Anomali jalan napas atas
h. Defek anatomik congenital
i. Defek laring
j. Defek nasal
k. Defek rongga nasofaring
l. Defek trakea
m. Refluk gastroesofagus
n. Obstruksi mekanis
o. Prematuritas
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Mengeluh sulit menelan
Objektif
a. Batuk sebelum menelan
b. Batuk setelah makan atau minum
c. Tersedak
d. Makanan tertinggal di rongga mulut
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Oral : (tidak tersedia)
Objektif
Oral : bolus masuk terlalu cepat, refluks nasal, tidak mampu membersihkan
rongga mulut, makanan jatuh dari mulut, makanan terdorong ke luar dari mulut,
sulit mengunyah, muntah sebelum menelan, bolus terbentuk lama, waktu makan
lama, porsi makanan tidak habis, fase oral abnormal, mengiler

Kondisi klinis terkait

a. Stroke
b. Distrofi muskuler
c. Poliomyelitis
d. Cerebral palsy
e. Penyakit Parkinson
f. Guillain barre syindrome
g. Myasthenia gravis
h. Amyotropic lateral scelerosis
i. Neoplasma otak
j. Paralisis pita suara
k. Kerusakan saraf kranialis V, Vll, IX, X, XI
l. Esofagitis
3. Intervensi
a. POLA NAFAS, KETIDAK EFEKTIFAN
Tujuan
a. Menunjukkan pola nafas efektif, yang dibuktikan oleh status pernafasan:
status ventilasi dan pernafasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan nafas,
dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
b. Menunjukkan status pernafasan: ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan
oleh indikator gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim,
barat, sedang, ringan, tidak ada gangguan) :
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas
Ekspansi dada simetris
c. Menunjukkan tidak adanya gangguan status pernafasan: ventilasi, yang
dibuktikan oleh indikator berikut (sebutkan 1-5 :gangguan ekstrim, barat,
sedang, ringan, tidak ada gangguan).
Pengguanaan otot aksesorius
Suara nafas tambahan
Pendek nafas
(Wilkinson, 2016, hal. 61)
Kriteria hasil
a. Menunjukkan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis.
b. Mempunyai kecepatan dan irama pernafasan da;am batas normal.
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
e. Mampu menjelaskan rencana untuk perawatan dirumah
f. Mengidentifikasi faktor (mis., alergi) yang memicu ketidakefektifan pola
napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk dianosis ini berfokus pada
pengkajian penyebab ketidakefektifan Pernapasan, pemantauan status
pernapasan, penyuluhan mengenai penatalaksanaan mandiri terhadap energi,
membimbing pasien untuk memperlambat pernapasan dan mengendalikan
respons dirinya, membantu pasien menjalani pengobatan pernapasan, dan
menenangkan pasien selama periode dispnea dan sesak napas.
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan : uraian teknik Diskusikan perencanaan
untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan, peralatan pendukung, tanda
dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan, sumber – sumber komunitas.
b. Diskusikan cara menghindari alergen, sebagai contoh :
Memeriksa rumah untuk adanya jamur didinding rumah
Tidak menggunakan karpet dilantai
Menggunakan filter elektronik pada alat perapian dan AC
c. Ajarkan batuk efektif
d. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok di
dalam ruangan
e. Intruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberi tahu
perawat pada saat terjadi keefektifan pola pernapasan.
Aktivitas Kolaboratif
a. Kolaborasikan dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan fungsi
ventilator mekanis
b. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan, nilai GDA,
sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
c. Berikan obat (mis., bronkodilator) sesuai dengan program atau protokol
d. Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang
dilembapkan sesuai program atau protokol institusi
e. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan, uraikan jadwal
Aktivitas Lain
a. Hubungan dan dokumentasikan sesuai data hasil pengkajian (mis., sensori,
suara napas, pola pernapasan, nilai GDA, sputum, dan efek obat pada
pasien)
b. Bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif, jika perlu
c. Terangkan pasien selama periodegawat napas
d. Anjurkan berlatih napas dalam melalui abdomen selama periode gawat
napas
e. Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan, bimbiing pasien
menggunakan teknik pernapasan bibir mencucu dan pernapasan terkontrol
f. Lakukan penghisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan secret
g. Perintahkan pasien untuk mengubah posisi, batuk dan napas dalam
h. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk menurunkan
ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
i. Berikan oksigen dengan aliran rendah menggunakan kanula nasal, masker
atau sungkup. Uraikan untuk mengoptimalkan pernapasan, uraikan posisi
j. Sinkronisasikan antara pola pernapasan klien dan kecepatan
ventilasi.(Wilkinson, 2016, hal. 61-63)
b. Penurunan curah jantung(Wilkinson & Ahern, 2013, pp. 105-111)
Tujuan :
Tidak senditif sensitif terhadap isu keperawatan. Oleh sebab itu perawat
sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk melakukannya; upaya kolaboratif
perlu dan penting dilakukan.
Kreteria hasil :
Klien mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal, klien
mempunyai haluran urine dalam batas normal, klien menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktivitas fisik (misalnya, tidak mengalami dispnea, nyeri dada
atau sinkope), menggambarkan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan,
mengidentifikasi tanda dan gejala pemburukan kondisi yang dapat dilaporkan
Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan dan status mental
b) Pantau tanda dan kelebihan cairan (misalnya edema dependen kenaikan
berat badan)
c) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatiakan adanya awitan
napas pendek, nyeri, palpitasi
d) Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen
e) Kaji kerusakan kognitif
Regulasi hemodinamik (NIC)
a) Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu serta warna
ekstremitas
b) Pantauasupandanhaluaran urine
c) Auskultasi suara paru terhadap bunyi cracle atau suara napas tambahan
lainnya
d) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama dan andi
Aktivutas kolaboratif
a) Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemebrian atau
pengehentian obat tekanan darah
b) Berikan dan tirasikan obat antiaritmia inotropik (dobutamin), nitrogliserin
dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, peload, dan
afterload, seusai dengan program medis
c) Berikan antikoagulan (heparin) untuk mencegah pembentukan trombhus
parifer, sesuai dengan protokol.
c. Kelebihan volume cairan
Tujuan:
a) Kelebihan cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keparahan overload cairan minimal dan indikator fungsi ginjal yang
adekuat.
b) Keseimbangan cairan tidak akan terganggu (kelebihan) yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut :
 Keseimbangan asupan dan haluaran dalam 24 jam
 Berat badan stabil, Berat jenis urine dalam batas normal
c) Keseimbangan cairan tidak akan terganggu ( kelebihan) yang dibuktikan
oleh indikator berikut :
 Suara napas tambahan, Ansietas, distensi vena leher, dan edema perifer
Kriteria hasil :
a) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan dan diet
b) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang di programkan
c) Mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal untuk pasien.
d) Tidak mengakami pendek napas
e) Hematokrit dalam batas normal.
Aktivitas keperawatan
a) Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral, dan periorbital pada
skala 1-4
b) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskular yang diindikasikan dengan
meninggkatkan tanda gawat napas, peningkatan frekuensi nadi, tekanan
darah, bunyi jantunhg tidak normal, suara napas tidak normal
c) Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan
sirkulasi dan integritas kulit
d) Kaji efek pengobatan (mis, esteroid, diuretik, dan litium) pada edema
e) Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstremitas
f) Menajemen cairan (NIC)
Tambah berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema; cara
pembatasan diet, dan penggunaan dosis, dan efeksamping obat yang di
programkan
b) Manejemen cairan (NIC): anjurkan pasien untuk puasa sesuai dengan
kebutuhan
Aktivitas kolaboratif
a) Melakukan dialisis, jika di indikasikan
b) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai
penggunaan stoking anti emboli atau balutan Ace
c) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan
protein yang adekuat dan pembatasan natrium
d) Menejemen cairan (NIC):
Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk berikan diuretik, jika perlu(Wilkinson, 2016, hal.
182)
d. Hambatan Komunikasi Verbal
Tujuan:
a) Menunjukkan komunikasi yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai
berikut (gangguan ekstrim, berat, sedang, ringan, atau tidak mengalami
gangguan)
 Menggunakan bahasa tertulis, lisan atau nonverbal
 Menggunakan bahasa isyarat
 Menggunakan gambar dan foto
 Pengenalan terhadap pesan yang diterima
 Bertukar pesan secara akurat dengan orang lain
Kriteria hasil :
a) Mengomunikasikan kebutuhan kepada staf dan keluarga dengan frustasi
minimal
b) Mengomunikasikan kepuasan dengan cara komunikasi alternatif
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga :
a) Jelaskan pada pasien mengapa tidak dapat berbicara dan memahami
b) Jelaskan kepada pasien yang mengalami penurunan pendengaran bahwa
suara akan terdengar berbeda bila menggunakan alat bantu dengar
c) Peningkatan komunikasi : defisit wicara (NIC)
Beri anjuran kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan alat bantu
bicara(mis. Prostesis trakeoesofagus dan laring buatan )
Ajarkan bicara dari esofagus jika perlu

Aktivitas kolaboratif :

a) Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan terapi wicara


b) Bantuan pasien atau keluarga untuk mencari sumber bantuan untuk
memperoleh alat bantu dengar
c) Konsultasikan dengan patologis wicara dan profesional lain
d) Penimngkatan komunikasi : defisit wicara (NIC)
Gunakan penerjemah, sesuai kebutuhan, beri penguatan terhadap kebutuhan
tindak lanjut dengan ahli patologi wicara setelah pulang dari rumah sakit
Aktifitas lain :

a) Bantu pasien menemukan telepon khusus untuk mereka yang mengalami


gangguan pendengaran
b) Anjurkan kehadiran pada oertemuan kelompok untuk melakukan kontak
interpesonal, sebutkan kelompok
c) Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberi stimulasi
komunikasi
d) Dorong pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan untuk mengulagi
permintaan
e) Berikan penguatan positif dengan sering atas upaya pasien untuk
berkomunikasi
f) Anjurkan ekspresi diri dengan cara lain dalam menyampaikan informasi
kepada staf dan keluarga
g) Bina kontak satu persatu dengan pasien
h) Gunakan kartu bicara, kertas, pensil,bahasa tubuh, gambar,daftar kosakata
bahasa asing, komputer, dan lain lain untuk memfasilitasi komunikasi dua
arah yang optimal
i) Bicara perlahan, jelas dan tenang, menghadap kearah pasien
j) Berikan perawatan dengan sikap yang rileks, tidak terburu buru, dan tidak
menghakimi,
k) Berikan kontinuitas dalam melaksanakan tugas keperawatan untuk
memelihara kepercayaan dan mengurangi frustasi (Wilkinson J. M., 2016,
hal. 85-86)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Difteri
adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik
(racun) Corynebacterium diphteriae.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa/i
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam
memberikan pelayanan keperawatan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Bagi petugas Kesehatan
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan
kita untuk memberikan health education untuk mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2000
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas
Jakarta: 2005

Anda mungkin juga menyukai