Anda di halaman 1dari 29

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

HIPERBILIRUBINEMIA

DISUSUN OLEH

Kelompok 5

May Dilla Firdayanti :14.401.17.059

Nafi’ah Darmawati : 14.401.17.062

Nelin Rosa Sena : 14.401.17.063

Sabilillah : 14.401.17.076

Sri Kanti : 14.401.17.081

Taufiqur Rahman : 14.401.17.082

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt atas segala limpahan rahmat serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul” laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak dengan Hiperbilirubinemia tepat pada
waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Kami menyadarai bahwa makalah ini tidak luput dari kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi
penyempurnaan dan perbaikan makalah.

Krikilan, 20 September 2019

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN ....................................................................................................................iii
A. Latar Belakang ..............................................................................................................iii
B. Tujuan ...........................................................................................................................iii
C. Manfaat .........................................................................................................................iv
BAB II....................................................................................................................................... 1
KONSEP PENYAKIT .............................................................................................................. 1
A. DEFINISI ...................................................................................................................... 1
B. ETIOLOGI .................................................................................................................... 1
C. MANIFESTASI KLINIK ............................................................................................. 2
D. KLASIFIKASI .............................................................................................................. 3
E. PASTOFISIOLOGI ...................................................................................................... 3
Pathway ...................................................................................Error! Bookmark not defined.
F. KOMPLIKASI .............................................................................................................. 6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................................. 7
H. PENATALAKSANAAN MEDIS ................................................................................. 9
BAB III ................................................................................................................................... 11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................ 11
A. PENGKAJIAN ............................................................................................................ 11
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN ................................................................................ 14
C. NURSING CARE PLAN ............................................................................................ 17
D. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling
sering ditemukan pada bayi baru lahir. Sekitar 85% bayi cukup bulan kembali
dirawat dalam minggu pertama kehiudpan disebakan oleh keadaan ini. Bayi
dengan hiperbilirubinemia akan tampak kuning akibat akumulasi pigen
bilirubin yang berwarna kuning pada sclera dan kulit ( Mathindas, 2013, p. 4).
Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% bayi cukup
bulan dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan (premature)
mencapai 58%. Rumah Sakit Dr. Sarditjo melaporkan kejadian ikterus
neonatorum pada bayi cukup bulan sebanyak 85% yang mana memiliki kadar
bilirubin di atas 5 mg/dl dan 23,80% memiliki kadar bilirubin di atas 13
mg/dl. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang
melaporkan bahwa insiden ikterus fisiologis paling sering terjadi jika
dibandingkan ikterus patologis dengan angka kematian terkait hiperbilirubin
sebesar 13,10%. Insiden ikterus neonatorum di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya sebesar 13% dan 30% (Hafizah & Imelda, 2013). Penelitian di
RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung oleh Putri & Rositawati (2016) angka
kejadian bayi ikterus neonaotum tahun 2013 yaitu 4,77%. Angka kejadian
ikterus neonatorum tahun 2014 yaitu 11,87% (Puspita, 2018, p. 175).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan
asuhan keperawatan pada anak dengan hiperbilirubinemia.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan mahasiswa dapat
melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi hiperbilirubinemia pada anak.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien anak yang
menderita hiperbilirubinemia dengan diagnosa keperawatan, dan
intervensi keperawatan.
C. Manfaat
Bagi institusi : untuk menambah refrensi tentang hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir.
Mahasiswa : menambah wawasan serta pengetahuan tentang
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Pembaca : menambah pengetahuan bagi pembaca supaya mengerti apa
yang dimaksud dengan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

iv
BAB II

KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI
Menurut (Hidayat, 2009, p. 192), hiperbilirubinemia adalah keadaan
pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10% mg
pada minggu pertama kelahiran dengan ditandai dengan ikterus, keadaan ini
terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut sebagai ikterus neonatorum
yang bersifat patologis.
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan meningkatnya kadar bilirubin
di dalam jaringan vaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan
berwarna kuning yang berpotensi besar menjadi kern ikterus yang merupakan
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak (Hidayat,
2009, p. 192).
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku. Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi
baru lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan
dengan fototerapi dan transfusi tukar (Fauziah & Sudarti, 2013, p. 97).
Jadi hiperbilirubnemia merupakan kondisi ketika kadar bilirubin
dalam tubuh bayi meningkat.
B. ETIOLOGI
Menurut (Fauziah & Sudarti, 2013, p. 97) penyebab hiperbilirubinemia adalah
sebagai berikut:
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya
pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas AB0, golongan
darah lain, defisiensi enzim G-6-PD.
b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,
akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
1
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan
lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar
hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Fauziah & Sudarti, 2013, p. 97) manifestasi klinis hiperbilirubin
adalah:
a. Timbul warna kuning.
b. Nafsu makan menurun.
c. Warna tinja akolik.
d. Urin kuning tua.
e. Riwayat ibu hepatits akut.
f. Perbesaran lien dan hepar.
g. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama.
h. Peningkatan bilirubin serum 10 mg% atau lebih pada 24 jam pertama.
i. Konsenterasi bilirubin serum 10 mg% pada neonates cukup bulan 12,5
mg% pada neonates kurang bulan.
j. Ikterus disertasi dengan proses hemolisis.
k. Keadaan berat badna lahir kurang dari 200 gram.
Pada permulaan tidak jelas, tampak mata berputar-putar, letargi
(lemas), kejang, tidak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku
dan akhirnya epistotonus. Jika bayi hidup pada umur yang lebih lanjut

2
dapat terjadi spasme otot. Dapat pula terjadi ketulian, gangguan bicara dan
retardasi mental. Perut buncit, pembesaran dihati, feses berwarna seperti
dempul, bayi tidak mau minum
D. KLASIFIKASI
Menurut (Dompas & Ester, 2013, p. 75), klasifikasi ikterik dibagi menjadi:
1. Ikterus fisiologis.
a. Ikterik pada 24 jam pertama tidak tampak.
b. Bilirubin meningkat perlahan dan mencapai puncaknya pada hari ke-3
dan ke-4 kehidupan.
c. Puncak bilirubin total adalah < 13 mg/dl.
d. Kadar bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
e. Kadar bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
f. Hasil uji laboratorium menunjukkan bilirubin indirek/tak terkonjungsi
lebih banyak.
g. Menghilang pada hari ke 7 , (bayi kurang bulan menghilang pada hari
ke 14)
2. Ikterus patologis.
a. Ikterik tampak pada 24 jam pertama.
b. Bilirubin meningkat cepat > 5 mg/dl/24 jam.
c. Bilirubin total > 13 mg/dl.
d. Ikterik terjadi lebih dari 1 minggu kehidupan.
e. Ikterus yang disertai dengan berat badan 2000 gram, masa gestasi <36
minggu, keadaan infeksi, trauma jalan lahir.
E. PASTOFISIOLOGI
Defisiensi enzim G6PD ( glukosa-6-phospate dehidrogenase) dan
inkompatibiltas darah golongan A, B, . merupakan salah satu sebbab utama
ikterus neonatorum akibat hemolisis eritrosit sebelum waktunya. Sehingga
hepar tidak mampu melakukan konjugasi. Pada bayi baru lahir, jumlah bakteri
metabolisme bilirubin masih belum mencukupi sehingga ditemukan produksi
bilirubin yang berlebih. Begitu pula dengan usus bayi terdapat enzim
glukoronil transferase yang mampu mengubah bilirubin dan menyerap
kembali bilirubin kedalam darah, sehingga makin memperparah akumulasi

3
bilirubin dalam badanya, akibat pigmen tersebut akan disimpan dibawah kulit,
sehingga kulit bayi menjadi kuning. Biasanya dimulai dari wajah, dada,
tungkai, dan kaki menjadi kuning. Kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa
disebabkan oleh pembentukan yang berlebihan atau gangguan pembuangan
bilirubin (Fauziah & Sudarti, 2013, p. 98).
Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial sebagai produk
akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi.
Karena sifat hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma,
terikat erat pada albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam
hepatosit, terikat dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus
melalui empedu, bilirubin direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh
mikroba di usus besar. Bilirubin tak terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke
dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan bilirubin plasma total. Bilirubin
mengalami peningkatan pada beberapa keadaan. Kondisi yang sering
ditemukan ialah meningkatnya beban berlebih pada sel hepar, yang mana
sering ditemukan bahwa sel hepar tersebut belum berfungsi sempurna. Hal ini
dapat ditemukan apabila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,
polisitemia, pendeknya umur eritrosit pada janin atau bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, dan atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit
yang telah rusak. Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke
hepar dengan cara berikatan dengan albumin. Bilirubin direk (terkonjugasi)
kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki usus
yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang
kemudian ikut masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi
(Jaya & Atikah, 2015, p. 65).

4
Pathway Prematuritas Hemolisis Kerusakan sel Defisiensi protein
Sel darah merah darah merah “Y”
rusak
Imaturitas hepar Uptake bilirubin
hemoglobin Peningkatan
inkompatibiltas ke sel hepar gagal

Produksi darah ABO


Fungsi hepar
heme globin bilirubin
terganggu Bilirubin akan
terus bersirkulasi

Biliverdin Gagal melakukan


konjugasi Hiperbilirubinemia
Hepar
Gangguan
konjugasi Bilirubin gagal
bilirubin dipecah
Ikterik neonatus

Pemecahan
bilirubin berlebih
Ikterus pada sklera
dan leher,
Suplai bilirubin peningkatan
melebihi bilirubin
kemampuan

Peningkatan
Hepar gagal Bilirubin bersirkulasi Bilirubin gagal Sebagian bilirubin
berkonjugasi kembali dipecah masuk ke unconjugated
iklus dalam darah
enterohepatik
5
Gangguan fungsi Kadar bilirubin >12 kadar bilirubin >20
tubuh mg/dl mg/dl

Indikasi fototerapi
Sistem System System
Indikasi tranfusi
pencernaan integumen integumen
tukar

Sinar intensitas
tinggi
Refleks hisap Bilirubin indirek Kelebihan
menurun terus bersirkulasi bilirubin Resiko infeksi
ke jaringan indirek Gangguan suhu
perifer tubuh
Bayi malas
menyusui Ikterik Akumulasi
neonatus bilirubin Hipertermi
dalam darah
Resiko tidak di
kekurangan ekskresikan Resiko kerusakan
volume cairan integritas kulit

Menumpuk
Resiko Cidera
Resiko dan melekat
tumbuh disel otak
kembang

Kern ikterus (Fauziah & Sudarti, 2013, p. 100); (Jaya & Atikah, 2015, p. 65)

Kejang dan penurunan kesadaran 6


F. KOMPLIKASI
Menurut (Hidayat, 2009, p. 194), hiperbilirubinemia dapat menimbulkan
komplikasi jika tidak segera ditangani yaitu:
a. Bilirubin Encephalopathy (komplikasi serius).
Hal ini terjadi akibat terikatnya asam bilirubin bebas dengan lipid dinding
sel neuron di ganglia basal, batang otak dan serebelum yang menyebabkan
kematian.
b. Retardasi Mental (kerusakan neurologis).
Efek hiperbiliruninemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf,
meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat
menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesi DNA.
Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi sraf
terutama pada nervus auditorius sehingga m enimbulkan gejala sisa
berupa tuli saraf.
c. Gangguan pendengaran dan penglihatan.
d. Asfiksia.
e. Hipoglikemi.
f. Terjadi kern icterus.
Merupakan kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak.
g. Kematian.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui terjadinya icterus pada neonatus, menurut (Dompas &
Ester, 2013, p. 76), dapat dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Secara Visual.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pencahayaan yang cukup karena
ikterus bisa terlihat lebih parah apabila dengan pencahayaan yang kurang.
Tekan kulit bayi menggunakan jari dengan lembut untuk mengetahui
warna dibawah kulit dan jaringan subkutan. Temukan keparahan ikterus
berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.

7
2) Pemeriksaaan Laboratorium.
a) Tes comb pada tali pusat BBL.
Hasil positif tes comb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-
Positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Sedangkan hasil positif dari
test comb direk menandakan adanya sensitasi (Rh-Positif, anti-A, anti-
B) SDM dari neonatus.
b) Golongan darah bayi dan ibu
Mengidentifikasi inkompatibilitas A, B, O.
c) Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dl
yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak
terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5mg/dl dalam 24 jam atau tidak
boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi perterm tergantung pada berat badan.
d) Protein Serum Total.
Kadar protein serum kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan
kapasitas ikatan terutama pada bayi preterm.
e) Hitung darah lengkap.
Dapat terjadi penurunan Hb <14 gr/dl karena hemolysis. Hematokrit
mungkin meningkat >65% pada polisetemia, penurunan < 45% dengan
hemolysis dan anemia berlebihan.
f) Glukosa
g) Meter Ikterik Transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penetuan bilirubin serum.
h) Pemeriksaan Bilirubin Serum.
Apabila nilainya >10 mg/dl tidak fisiologis. Pada bayi prematur kadar
bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir.

8
3) Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan karena pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma.
a) Ultrasonografi.
Digunakan untuk membedakan anatra kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
b) Biopsy Hati.
Digunakan untuk memastikan diagnose terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic atau intra
hepatic. Selain itu untuk memastikan keadaan seperti sepsis hepatis,
serosis hepatis, hepatoma.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berdasarkan penyebabnya, maka menejemen bayi dengan
hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah terjadinya deficit volume caian
dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.
1) Pemberian ASI (kolostrum) sedini dan sesering mungkin.
Table 1 Daily Fluid requirement during first week of life (ml/kg/day)
Birth Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5 Day 6 Day 7
Weight
<1000
80 100 120 130 140 150 160
gram
1000-
1500 80 95 110 120 130 140 150
gram
>1500 60 75 90 105 120 135 150
Sumber : Protap Ruang Perinotologi RSD dr. Soebandi Jember.
Feed Volumes:
Bayi aterm cairan awal 60cc/kgBB/hari, sedangkan bayi premature cairan
awal 80cc/kgBB/hari. Pada bayi aterm maksimal 150cc/kgBB/hari pada hari
ke-7, sedangkan untuk bayi premature 160cc/kgBB/hari.
9
2) Menurunkan serum bilirubin.
Sedangkan menurut (Kosim, 2012, p. 82), metode terapi
hiperbilirubinemia meliputi:
1) Fototherapi.
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan tranfusi
tukar untuk menurunkan bilirubin.
Teknik Fototerapi:
a) Bayi telanjang dalam box atau incubator.
b) Mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya.
c) Atur jarak bayi dengan lampu yaitu 35-45 cm.
d) Posisi bayi diubah tiap 2 sampai 3 jam.
e) Bagian bawah unit fototerapi ditutup termoplastik setebal 0,25 inchi.
f) Waktu minum fototerapi distop dulu.
g) Selama penyinaran ijinkna ibu untuk kontak dengan bayi.
h) Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
i) Berikan ekstra minum 10-15 ml/kgBB.
j) Periksa kadar bilirubin tiap 12-24 jam.
k) Pantau suhu bayi dan ruangan tiap 3 jam.
l) Gunakan kain putih pada box atau incubator untuk memantukan sinar
sebanyak mungkin.
m) Hitung kebutuhan cairan bayi
(Fauziah & Sudarti, 2013, p. 100)
2) Transfusi Tukar.
Merupakan suatu rangkaian tindakan mengeluarkan darah bayi dengan
memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar bilirubin atau kadar
hematokrit yang tinggi atau mengurangi konsenterasi toksin-toksin dalam
aliran darah bayi serta untuk menghindari terjadinya kern icterus (Kosim,
2012, p. 82)

10
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Ikterus fisiologis terjadi pada usia anak 2-3 hari, kadang-kdang timbul hari
ke-4 sampai ke 5. Bila sebelum usia 2 hari timbul kita perlu curiga
terjadinya ikterus patologis. Untuk bayi premature kadar bilirubin normal
10 mg/dl, sementara untuk bayi cukup bulan kadar bilirubin normal 12
mg/dl (Susilaningrum dkk, 2013, p. 50).
2. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Tampak warna kekuningan pada tubuh bayi. Untuk memastikan
bahwa anak mengalami ikterus, dapat dilihat pada feses yang tampak
kuning dan kulit dengan cara meregangkan kulit dengan kedua jari.
Bila kuning tetap tampak pada kulit yang teregang, berarti anak
mengalami ikterus (Susilaningrum dkk, 2013, p. 50).
2) Alasan masuk rumah sakit
Biasanya pasien masuk rumah sakit karena adanya kekuning-kuningan
pada tubuhnya.
3) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya ibu pasien terutama dalam persalinan terdapat penyakit
penyerta seperti hepatitis B.
4) Anamneses Ibu.
a) Riwayat Kehamilan.
Kurangnya atenatal care yang baik, usia kehamilan 35-36 minggu
(pre-term) atau usia kehamilan 37-38 minggu (aterm), penggunaan
obat-batan yang meningkatkan ikterus seperti Salisilat Sulkaturosic
Oxitosin yang dapat mempercepat proses konjugasi sebelum ibu
mengalami persalinan, riwayat iibu hepatitis (Susilaningrum dkk,
2013, p. 50).

11
b) Riwayat Persalinan.
Lahir premature atau lahir cukup bulan, riwayat trauma persalinan
(Susilaningrum dkk, 2013, p. 50).
c) Riwayat Postnatal.
Bayi afiksia, hipoksia (Susilaningrum dkk, 2013, p. 50).
3. Pemeriksaan Fisik.
1) Keadaan Umum
Bayi malas minum warna kulit kuning (Susilaningrum dkk, 2013, p.
51).
2) Kesadaran
Pada bayi dengan hiperbilirubin biasanya kesadaran seperti bayi sehat
lainya (Susilaningrum dkk, 2013, p. 51).
3) Tanda-tanda Vital
Denyut jantung : 120-150 x/menit.
Suhu : 36,50C – 37,50C.
Pernafasan : 40-50 x/menit (Susilaningrum dkk, 2013, p.
51).
4. Head To Toe
a. Kepala
I : kepala tidak ada kelaianan, normalcephal.
P : lingkar kepala 33 cm, ubun-ubun dan sutura belum menutup
sempurna (Hidayat, 2009, p. 190).
b. Mata
I : sclera tampak kekuningan, konjungtiva pucat, mukosa
kuning.
P : masih lemas (Hidayat, 2009, p. 190).
c. Hidung
I : pusat pengaturan pernapasan belum sempurna, oto pernafasan
masih lemas pad bayi dengan berat badan lahir rendah.
P : tidak terdapat penyakit hialan membrane (Hidayat, 2009, p.
190)

12
d. Mulut
I : reflex hisap atau menelan terutama pada bayi premature.
P : mukosa bibir kering (Susilaningrum dkk, 2013, p. 51).
e. Telinga
I : sedikit lanugo, sekresi minimal
P : daun telinga lunak (Hidayat, 2009, p. 190).
f. Leher
I : leher tampak lemah.
P : reflek menelan masih lemah (Hidayat, 2009, p. 190).
g. Dada
I : simetris antara kanan dan kiri, tidak ada pembesaran dada.
P : frekuensi pernapasan 45-50 x/menit (Susilaningrum dkk,
2013, p. 51).
h. Kulit
I : ditemukan warna kuning pada tubuh bayi, dibuktikan dengan
penilaian derajat kremer.
P : kulit tipis (Hidayat, 2009, p. 190)
i. Abdomen
I : tampak datar pada area kuning
P : terdapat pembesaran hepar (Hidayat, 2009, p. 190).
j. Genetalia
I : pada wanita labia mayora dan minor belum tertutup, dan pada
laki-laki skrotum belum turun (Hidayat, 2009, p. 190).
k. Ekstremitas
I : tulang rawan imatur dan pergerakan tangan lemah.
P :paha abduksi, lutut kakki fleksi lurus (Hidayat, 2009, p. 190).
4) Antropometri .
a. BB : 2500 - 4000 gram.
b. PB : 25 – 45 cm.
c. Lila : 30-33 cm.
d. Lida : 30-33cm.

13
5) Reflex
Biasanya bayi dengan hiperbilirubin reflek primitive yang terdiri dari
reflek morrow, reflek tonick neek, reflek suching dan reflek rooting
lemah diakibatkan dari system syaraf yang belum sempurna (Hidayat,
2009, p. 191)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang muncul pada bayi dengan hiperbilirubinemia adalah:
a. Ikterik neonatus b.d hiperbilirubinemia (PPNI, 2016, p. 66).
Definisi: kulit dan membran mukosa neonatus menguning setelah 24 jam
kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk kedalam sirkulasi.
Penyebab:
a. Penurunan berat badan abnormal (> 7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusu ASI, >15 % pada bayi cukup bulan.
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik.
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ektra uterin.
d. Usia kurang dari 7 hari.
e. Keterlambatan pengeluaran feses (mekonium).
Gejalan dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >2 mg/dl,
bilirubin serum total dalam rentang resiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu).
b. Membran mukosa kuning.
c. Kulit kuning.
d. Sklera kuning.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)

14
Objektif
(tidak tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
1. Neonatus.
2. Bayi prematur.

b. Hipertermi b.d indikasi fototerapi (PPNI, 2016, p. 284).


Definisi : suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh.
Penyebab:
1. Dehidrasi.
2. Terpapar lingkungan panas.
3. Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker).
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.
5. Peningkatan laju metabolisme.
6. Respon trauma.
7. Aktivitas berlebihan.
8. Penggunaan inkubator.
Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Suhu tubuh diatas nilai normal.
Tanda dan Gejala Minor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
a. Kulit merah.
b. Kejang.
c. Takipnea.
d. Takikardi.
e. Kulit terasa hangat.

15
Kondisi Klinis Terkait
a. Dehidrasi.
b. Prematuritas.
c. Resiko kekurangan volume cairan b.d hipertemi dan efek foto terapi
(PPNI, 2016, p. 85).
Definisi: beresiko mengalami penurunan cairan intravascular, interstisial,
dan atau intraseluler.
Factor Resiko:
1. Kehilangan cairan secara aktif.
2. Gangguan absorbs cairan.
3. Kelebihan berat badan.
4. Kegagalan mekanisme regulasi.
5. Evaporasi.
6. Kekurangan intakae cairan.
7. Efek agen farmakologis.
Kondisi Klinis Terkait
1. Diare

d. Resiko Gangguan tumbuh kembang b.d penumpukan bilirubin dalam sel


otak (PPNI, 2016, p. 234).
Definisi: beresiko mengalami gangguan untuk berkembang sesuai dengan
kelompok usianya.
Faktor Resiko:
1. Ketidakadekuatan nutrisi.
2. Prematuritas.
3. Kelaian genetik/kongenital
4. Penyakit kronis.
5. Infeksi.
6. Efek samping terapi ( mis. Kemoterapi, terapi radiasi, agen
farmakologis).

16
Kondisi Klinis Terkait
a. Leukemia.
b. Kelainan jantung bawaan.
c. Penyakit kronis.

e. Resiko kerusakan integritas kulit b.d indikasi terapi (PPNI, 2016, p. 300).
Definisi: beresiko mengalami kerusakan integritas kulit (dermis dan atau
epidermis) atau jaringan (membarn mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan atau ligament).
Factor Resiko
1. Terapi radiasi.
2. Suhu lingkungan yang ekstrem.
3. Perubahan pigmentasi.
4. Kekurangan/kelebihan volume cairan.

C. NURSING CARE PLAN


Intervensi keperawatan untuk bayi dengan hiperbilirubinemia menurut
(Wilkinson, 2016) adalah:
1. Ikterik neonatus b.d hiperbilirubinemia (Wilkinson, 2016, p. 245).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan:
1) Tujuan:
a. Respon adaptif terhadap lingkungan ekstrauterin oleh bayi baru
lahir yang matur secara psikologis selama 28 hari pertama.
b. Adaptasi bayi baru lahir yang dibuktikan dengan indikator kadar
bilirubin normal, eliminasi feses, warna kulit tidak ikterik, refleks
mengisap, berat badan normal.
2) Kriteria Hasil:
a. Bayi tidak mengalami ikterik neonatus yang ditunjukkan dengan
adaptasi. Ikterik sembuh dan kadar bilirubin menurun dengan
fototerapi.

17
b. Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan:
1. Kaji tigkat nutrisi prenatal ibu khususnya yang berkaitan
dengan asupan protein.
2. Observasi tanda hipoglikemia.
3. Kaji keberhasilan pemberian ASI.
4. Observasi palor dan edema.
5. Observasi kulit, sklera, dan mukosa oral untuk ikterik pada
cahaya alami.
6. Kaji usia neonatus pada awitan ikterik.
7. Periksa hasil laboratorium (bilirubin serum total dan albumin,
hemoglobin/hematokrit, dan retikulosit).
8. Observasi perubahan perilaku yang dapat mengindikasikan
toksisitas bilirubin (mis. Letargi, pemberian makanan yang
buruk, refleks berkurang atau tidak ada, menangis dengan nada
tinggi, kedutan, demam kejang).
9. Evaluasi asupan dan haluaran.
10. Observasi tanda dehidrasi.
11. Observasi suhu tubuh.
12. Observasi penurunan berat badan.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Motivasi pemberian ASI dalam 4 hingga 6 jam setelah lahir.
2. Motivasi ibu untuk menyusui bayi 8 hingga 12 kali sehari.
3. Ajarkan orang tua/pengasuh untuk tidak memberikan lotion
atau minyak ke kulit neonatus yang menerima fototerapi.
Aktivitas Kolaboratif
1. Mulai dan kelola fototerapi sesuai protokol atau program
penyedia asuhan primer.
2. Pasang penutup mata selama fototerapi untuk mencegah cedera
retina. Lepas untuk pemberian ASI dan aktivtas lain.

18
3. Siapkan tranfusi pertukaran jika diperlukan.
4. Atur untuk fototerapi dirumah jika diperlukan.
5. Buat pengaturan untuk tindak lanjut pemeriksaan bilirubin
serum jika diperlukan.
Aktivitas Lain
1. Pertahankan neonatus tetap hangat dan kering.
2. Berikan orang tua/pengasuh nama dan nomor telepon
seseorang jika ikterik meningkat atau gejala lain ditemukan.

2. Hipertermi b.d indikasi fototerapi (Wilkinson, 2016, p. 216).


1) Tujuan:
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam:
Pasien akan menunjukkan termoregulasi yang dibuktikan oleh
indicator peningkatan suhu tubuh,
2) Kriteria Hasil:
a. Bayi tidak mengalami gawat napas, gelisah, atau letargi.
b. Bayi menggunakan sikap tubuh Yang dapat mengurangi tubuh.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a. Kaji aktivitas kejang.
b. Observasi hidrasi dengan melihat turgor kulit, kelembapan
membran mukosa).
c. Observasi tanda-tanda vital.
Regulasi Suhu
a. Observasi suhu minimal tiap dua jam sesuai dengan kebutuhan.
b. Pasang alat pantau suhu inti tubuh kontinu jika perlu.
c. Observasi warna kulit dan suhu.
Perawatan Bayi Baru Lahir
Lakukan perawatan neonatus selama transisi dari kehidupan diluar
rahim dalam 24 jam pertama.
Pemanatuan Bayi Baru Lahir

19
Ukur status fisiologis bayi baru lahir dalam 24 jam pertama setelah
persalinan.
Penyuluhan untuk Keluarga
Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan, jika perlu.
Aktivitas Kolaboratif
Konsultasi dengan tim medis untuk pemberian obat antipiretik.
Aktivias Lain
a. Lepas pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut
saja.
b. Gunakan washlap dinging di aksila, kening, tengkuk dan lipat
paha.
c. Anjurkan asupan cairan oral ASI untuk bayi.

3. Resiko kekurangan volume cairan b.d hipertemi dan efek foto terapi
(Wilkinson, 2016, p. 183).
1) Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam :
Kekurangan cairan dapat dicegah dibuktikan dengan keseimbangan
cairan, hidrasi, dan nutrisi.
2) Kriteria Hasil:
c. Intake dan output seimbang dalam 24 jam
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a. Monitor berat badan pasien.
b. Timbang popok untuk mengeathui haluaran cairan urin.
c. Pertahankan intake dan output yang akurat.
d. Monitor tanda-tanda vital pasien.
e. Dorong masukan oral.
f. Observasi status hidrasi ( kelembapan membrane mukosa, nadi
adekuat, dan tekanan ortostatik).

20
g. Monitor warna dan kuantitas banyaknya keluaran urin.
h. Berikan cairan yang sesuai.
i. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.
j. Monitor berat badan pasien.
4. Resiko Gangguan tumbuh kembang b.d penumpukan bilirubin dalam sel
otak (Wilkinson, 2016).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ..x24 jam diharapkan:
1) Tujuan:
Bayi tidak mengalami ganguan pertumbuhan dan perkembangan.
2) Kriteria Hasil:
a. Pertumbuhan dan perkembangan klien tidak terganggu dan tidak
mengalami perlambatan sesuai dengan tahap perkembanga.
3) Intervensi (NIC)
a. Memberikan diet/nutrisi terutama ASI untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan bayi.
b. Memberikan stimulus atau rangsangan untuk perkembangan anak
(asah).
c. Observasi nutrisi yang dikonsumsi oleh anak.

5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d indikasi terapi (Wilkinson, 2016, p.


399).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan:
1) Tujuan :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
hidrasi, keutuhan kulit)
2) Kriteria Hasil:
d. Pasien memiliki suhu tubuh dan warna kulit normal.
3) Intervensi (NIC)
Aktifitas Keperawatan
a. Kaji adanya factor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan
kulit.

21
b. Observasi kulit dan membaran mukosa terhadap ruam, lecet, warna
dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, area yang
kemerahan dan rusak.
Aktifitas Kolaboratif
a. Rujuk keperawat ahli terapi enterostoma untuk mendapatkan
bantuan dalam pencegahan, pengkajian, dan penanganan
kerusakan kulit.

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar bilirubin
yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan timbulnya ikterus,
yang mana ditandai dengan timbulnya warna kuning pada kulit, sklera dan
kuku.
Penyebab dari hiperbilirubinemia pada bayi disebabkan karena
Produksi yang berlebihan, gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi
hepar, gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin
kemudian diangkat ke hepar, gangguan dalam ekskresi.
Penatalaksanaan untuk hiperbilirubinemia adalah dengan pemberian
ASI eksklusif, fototerapi dan tranfusi tukar.

3.2 Saran
Apabila bayi mengalami kekuningan pada kulit, sclera mata, kuku
segera diperiksaan ke petugas kesehatan untuk mendapatkan penanganan
lebih lanjut, dan tetapi menjaga kesehatan terutama ibu hamil supaya janin
bisa lahir dengan sehat dan tidak mengalami kelainan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Mathindas. (2013). Jurnal Biomedik Hiperbilirubinemia pada Neonatus Vol. 5.


Manado: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi.

Dompas & Ester. (2013). Ilmu Kesehatan Anak: Buku Saku Kebidanan. Jakarta:
EGC.

Fauziah & Sudarti. (2013). Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Hidayat. (2009). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Jaya & Atikah. (2015). Buku Ajar Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan Balita.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.

Kosim. (2012). Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter
Indonesia.

PPNI. (2016). Standar Diganosa Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat


PPNI.

Puspita. (2018). Jurnal Berkala Epidemiologi: Pengaruh BBLR Terhadap Kejadian


Ikterus Neonatorum di Sidoarjo. Surabaya: Departemen Epidemiologi FKM
Universitas Airlangga.

Susilaningrum dkk. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak ( Untuk Perawat
dan Bidan) Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai