Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN PADA GERONTIK

DENGAN PRESBIKUSIS (GANGGUAN PENDENGARAN)


DI DUSUN JATISARI DESA PESANGGRAHAN
KECAMATAN KUTOREJO
MOJOKERTO

DISUSUN OLEH:
ERNA NUR JUHROTUL LAILI (201903032)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Teori Lansia


1.1 Definisi
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik
dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu.
Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua
merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Diamana seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap
(Ma’rifatul, 2011).
Menurut Reimer et al, Stanley and Beare (2007) mendefinisikan
lanjut usia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap
bahwa orang yang telah tua menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban,
kerutan kulit dan hilangnya gigi. Dalam peran masyarakat tidak bisa
melaksanakan lagi fungsi peran orang dewasa, seperti pria yang tidak lagi
berkaitan dengan kegiatan ekonomi produktif, dan wanita tidak dapat
memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria simbolik seseorang dianggap tua
ketika cucu pertamanya lahir.
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho, 2000).

1.2 Klasifikasi Lansia


Menurut WHO klasifikasi lanjut usia bisa dibedakan menjadi:
 Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia 45-59 tahun
 Usia lanjut (elderly) antara 60-70 tahun
 Usia lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
 Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
Menurut Setyonegoro (dalam Azizah, 2011) usia dikelompokkan menjadi:
 Usia dewasa muda (elderly adulthood), 18 atau 19-25 tahun
 Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25-60 tahun atau
65 tahun
 Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan 70-75 tahun (young old), lebih dari 80 tahun
(very old)

1.3 Proses Menjadi Tua (Menua)


Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinendes, 1994 dalam Darmojo, 2004).
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Mubarak, 2009).
Teori-teori penuaan menurut para ahli.
1) Teori Biologis
Pada tahun 1993, Mary Ann Christ el al. (dalam Mubarak, 2009)
menyatakan bahwa “penuaan merupakan proses berangsur-angsur yang
mengakibatakan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan
yang berakhir dengan kematian”. Penuaan menurut teori biologis diantara
adalah :
2) Teori stress
Menurut teori ini, penuaan terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
digunakan tubuh jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha, dan stress menyebabkan sel-sel
tubuh lelah terpakai.
3) Teori rantai silang
Menurut teori ini, penuaan terjadi sebagai akibat adanya reaksi kimia
sel-sel yang tua atau yang telah usang menghasilkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan jaringan menjadi
kurang elastis, kaku, dan hilangnya fungsi.
4) Teori program
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena kemampuan organisme untuk
menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
5) Teori psikologis
Teori-teori psikologis dipengaruhi juga oleh teori biologi dan sosiologi
atau salah satu teori yang ada.Teori tugas perkembangan yang
diungkapkan oleh Hanghurst (1972, dalam Mubarak, 2009) adalah “setiap
individu harus memerhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap
tahap kehidupan yang akan memberikan perasaan bahagia dan suksses”.
Tugas perkembangan yang spesifik ini bergantung pada maturasi fisik,
pengharapan kultural masyarakat, dan nilai aspirasi individu. Tugas
perkembangan pada dewasa tua meliputi : penerimaan adanya penurunan
kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan
pendapatan, respon penerimaan adanya kematian pasangan atau orang-
orang yang berarti bagi dirinya, mempertahankan hubungan dengan
kelompok seusia, adopsi dan adaptasi dengan peran sosisal secra fleksibel,
serta mempertahankan kehidupan secara memuaskan (Mubarak, 2009).
6) Teori kesalahan genetic
Menurut dr. Afgel bahwa “proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan
gen genetik DNA dimana sel genetik memperbanyak diri (ada yang
memperbanyak diri sebelum pembelahan sel), sehingga mengakibatkan
kesalahan-kesalahan yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan
sel berikutnya, sehingga mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel
mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua”.
7) Teori rusaknya sistem imun tubuh
Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem
untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga
mengakibtakan kelainan pada sel karena dianggap sebagai yang membuat
hancurnya kekebalan tubuh.
8) Teori penuaan akibat metabolisme
Teori akibat metabolisme menjelaskan bagaimana proses menua terjadi:
 Datang dengan sendirinya, merupakan “karunia” yang tidak bisa
dihindari/ditolak,
 Usaha yang memperlambat menjadi awet muda.

1.4 Tugas Perkembangan pada Lanjut Usia.


Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan
khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside (1979), Duval (1977) dan
Havighurst (1953). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia
meliputi:
1) Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
2) Menyesuaikan terhadap masa pension dan penurunan pendapatan
3) Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
4) Menerima diri sendiri sebagai kelompok
5) Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
6) Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
7) Menetukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
1.5 Tipe-Tipe Lansia
1) Tipe arif dan bijaksana
2) Tipe mandiri
3) Tipe tidak puas
4) Tipe bingung
Menurut Kuntjoro 2002 tipe kepribadian lanjut usia biasanya sifat-sifat
stereotip para lansia sesuai dengan pembawaannya pada waktu muda.
Berikut tipe kepribadian lanjut usia:
1) Tipe kepribadian konstruktif
2) Tipe kepribadian mandiri
3) Tipe kepribadian tergantung
4) Tipe kepribadian bermusuhan
5) Tipe kepribadian defensive
6) Tipe kepribadian kritik diri
1.6 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia.
1.6.1 Perubahan-perubahan Fisik
1) Sel.
 Lebih sedikit jumlahnya.
 Lebih besar ukurannya.
 Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intraseluler.
 Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
 Jumlah sel otak menurun.
 Terganggunya mekanisme perbaikan sel.
 Otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-10%.
2) Sistem Persarafan.
 Berat otak menurun 10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya).
 Cepatnya menurun hubungan persarafan.
 Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan
stres.
 Mengecilnya saraf panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin. Kurang sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem Pendengaran.
 Presbiakusis ( gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata,
50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
 Otosklerosis akibat atrofi membran tympani .
 Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
 Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami
ketegangan jiwa/stres.
4) Sistem Penglihatan.
 Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
 Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
 Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak.
 Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.
 Hilangnya daya akomodasi.
 Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangannya.
 Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
5) Sistem Kardiovaskuler.
 Elastisitas dinding aorta menurun.
 Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
 Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini
menyebabakan menurunnya kontraksi dan volumenya.
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan posisi dari
tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan
darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak.
 Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
6) Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
 Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis akibat
metabolisme yang menurun.
 Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
akibatnya aktivitas otot menurun
7) Sistem Respirasi
 Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
 Menurunnya aktivitas dari silia.
 Paru-paru kehilangan elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas
pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun.
 Alveoli ukuranya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
 Kemampuan untuk batuk berkurang.
 Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan
pertambahan usia.
8) Sistem Gastrointestinal.
 Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk
dan gizi yang buruk.
 Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di
lidah terhadap rasa manis, asin, asam, dan pahit.
 Eosephagus melebar.
 Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
 Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
 Daya absorbsi melemah.
9) Sistem Reproduksi.
 Menciutnya ovari dan uterus.
 Atrofi payudara.
 Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur.
 Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal
kondisi kesehatan baik.
 Selaput lendir vagina menurun.
10) Sistem Perkemihan.
 Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui
urin, darah yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus (nefron).
Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ke ginjal menurun sampai
50%.
 Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil
meningkat dan terkadang menyebabkan retensi urin pada pria.
11) Sistem Endokrin.
 Produksi semua hormon menurun.
 Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic
Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
 Menurunnya produksi aldosteron.
 Menurunya sekresi hormon kelamin misalnya, progesteron, estrogen,
dan testosteron.
12) Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
 Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
 Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis.
 Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
 Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
 Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunya cairan dan
vaskularisasi.
 Pertumbuhan kuku lebih lambat.
 Kuku jari menjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
 Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
13) Sistem Muskuloskletal
 Tulang kehilangan density ( cairan ) dan makin rapuh.
 Kifosis
 Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas.
 Persendiaan membesar dan menjadi kaku.
 Tendon mengerut dan mengalami skelerosis.
 Atrofi serabut otot ( otot-otot serabut mengecil ).Otot-otot serabut
mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram
dan menjadi tremor.
 Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
1.6.2 Perubahan-perubahan Mental.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (Hereditas)
e) Lingkungan
f) Kenangan (Memory)
 Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu mencakup beberapa perubahan.
 Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan
buruk.
g) IQ (Inteligentia Quantion).
 Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal.
 Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor,
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.
1.6.3 Perubahan-perubahan Psikososial.
a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain:
 Kehilangan finansial (income berkurang).
 Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
 Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
 Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality)
c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan.
f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
h) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-
teman dan family.
j) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.
1.6.4 Perkembangan Spritual.
a) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan
(Maslow,1970)
b) Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat
dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).
c) Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978),
Universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
keadilan.
1.7 Masalah Umum yang Unik Bagi Lanjut Usia.
1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada
orang lain.
2) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk
melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
3) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi
dan kondisi fisik
4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau isteri yang telah
meninggal atau pergi jauh atau cacat
5) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin
bertambah
6) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang
dewasa
7) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa
8) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang
berusia lanjut dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan yang lebih
cocok
9) Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat dan kriminalitas
karena mereka tidak sanggup lagi untuk mempertahankan diri

1.8 Penyakit Lanjut Usia Di Indonesia.


1) Penyakit sistem paru dan kardiovaskuler.
 Paru-paru
Fungsi paru-paru mengalami kemunduran disebabkan
berkurangnya elastisitas jaringan paru-paru dan dinding dada,
berkurangnya kekuatan kontraksi otot pernafasan sehingga menyebabkan
sulit bernafas. Infeksi sering diderita pada lanjut usia diantaranya
pneumonia, kematian cukup tinggi sampai 40 % yang terjadi karena daya
tahan tubuh yang menurun. Tuberkulosis pada lansia diperkirakan masih
cukup tinggi.
 Jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
Pada orang lanjut usia, umumnya besar jantung akan sedikit
menurun. Yang paling banyak mengalami penurunan adalah rongga bilik
kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas dan juga mengalami
penurunan adalah besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan
menurunnya kekuatan otot jantung. Pada lansia, tekanan darah meningkat
secara bertahap. Elastisitas jantung pada orang berusia 70 tahun menurun
sekitar 50 % dibanding orang berusia 20 tahun. Tekanan darah pada
wanita tua mencapai 170/90 mmHg dan pada pria tua mencapai 160/100
mmHg masih dianggap normal.
Pada lansia banyak dijumpai penyakit jantung koroner yang
disebut jantung iskemi. Perubahan-perubahan yang dapat dijumpai pada
penderita jantung iskemi adalah pada pembuluh darah jantung akibat
arteriosklerosis serta faktor pencetusnya bisa karena banyak merokok,
kadar kolesterol tinggi, penderita diabetes mellitus dan berat badan
berlebihan serta kurang berolah raga.
Masalah lain pada lansia adalah hipertensi yang sering ditemukan
dan menjadi faktor utama penyebab stroke dan penyakit jantung koroner.
2) Penyakit pencernaan makanan.
Penyakit yang sering terjadi pada saluran pencernaan lansia antara
lain gastritis dan ulkus peptikum, dengan gejala yang biasanya tidak
spesifik, penurunan berat badan, mual-mual, perut terasa tidak enak.
Namun keluhan seperti kembung, perut terasa tidak enak seringkali akibat
ketidakmampuan mencerna makanan karena menurunnya fungsi kelenjar
pencernaan. Sembelit/konstipasi kurang nafsu makan juga sering dijumpai.
3) Penyakit sistem urogenital.
Pada pria berusia lebih dari 50 tahun bisa terjadi pembesaran
kelenjar prostat (hipertrofi prostat), yang mengakibatkan gangguan buang
air kecil, sedang pria lanjut usia banyak dijumpai kanker pada kelenjar
prostat.
Pada wanita bisa dijumpai peradangan kandung kemih sampai
peradangan ginjal akibat gangguan buang air kecil. Keadaan ini
disebabkan berkurangnya tonus kandung kemih dan adanya tumor yang
menyumbat saluran kemih.
4) Penyakit gangguan endokrin (metabolik).
Dalam sistem endokrin , ada hormon yang diproduksi dalam
jumlah besar di saat stress dan berperan penting dalam reaksi mengatasi
stress. Oleh karena itu, dengan mundurnya produksi hormon inilah lanjut
usia kurang mampu menghadapi stress. Menurunnya hormon tiroid juga
menyebabkan lansia tampak lesu dan kurang bergairah. Kemunduran
fungsi kelenjar endokrin lainnya seperti adanya menopause pada wanita,
sedang pada pria terjadi penurunan sekresi kelenjar testis. Penyakit
metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetas melitus dan osteoporosis.
5) Penyakit pada persendian tulang.
Penyakit pada sendi ini adalah akibat degenerasi atau kerusakan
pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak dijumpai pada lansia.
Lansia sering mengeluhkan linu-linu, pegal, dan kadang-kadang terasa
nyeri. Biasanya yang terkena adalah persendian pada jari-jari, tulang
punggung, sendi-sendi lutut dan panggul. Gangguan metabolisme asam
urat dalam tubuh (gout) menyebabkan nyeri yang sifatnya akut.
Terjadinya osteoporosis menjadi menyebab tulang-tulang lanjut
usia mudah patah. Biasanya patah tulang terjadi karena lanjut usia tersebut
jatuh, akibat kekuatan otot berkurang, koordinasi anggota badan menurun,
mendadak pusing, penglihatan yang kurang baik, dan bisa karena cahaya
kurang terang dan lantai yang licin.
6) Penyakit yang disebabkan proses keganasan.
Penyebab pasti belum diketahui, hanya nampak makin tua
seseorang makin mudah dihinggapi penyakit kanker. Pada wanita, kanker
banyak dijumpai pada rahim, payudara dan saluran pencernaan, yang
biasanya dimulai pada usia 50 tahun. Kanker pada pria paling banyak
dijumpai pada paru-paru, saluran pencernaan dan kelenjar prostat.
7) Penyakit-penyakit lain.
Penyakit saraf yang terpenting adalah akibat kerusakan pembuluh
darah otak yang dapat mengakibatkan perdarahan otak atau menimbulkan
kepikunan (senilis).
2. Konsep Teori Presbikusis (Gangguan Pendengaran)
2.1 Definisi
Presbikusis adalah tuli saraf sensorineoral frekuensi tinggi, terjadi
pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan disebabkan proses degenerasi di
telinga dalam (Arif Mansjoer, dkk, 2000). Presbiakusis adalah hilangnya
pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan
suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnnya usia. (Boedhi &
Hadi, 2009). Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineoral pada
individu yang lebih tua, presbikusis ini menyebabkan gangguan
pendengaran bilateral terhadap frekuaensi tinggi yang dihubungkan
dengan kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan
terhadap pusat pengolah informasi pada saraf audiotorik (Reni Yuli
Aspiani, 2014:345).
Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerative pada satu
atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut dan membrane
basilaris) maupun serabut saraf auditori, presbikusis ini merupakan hasil
interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal sperti
pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik
(Sri Artinawati, 2014).
Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi,
umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan. Presbikusis
dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih. Berdasarkan pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa Presbikusis adalah gangguan
pendengaran/tuli sensorineural yang berhubungan dengan proses penuaan.

2.2 Etiologi
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan
faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh
faktor-faktor tersebut diatas.
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan
pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih
cepat dibandingkan dengan perempuan (Reni Yuli, 2014).
Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu :
1) Internal
Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ
corti penurunan vascularisasi dari reseptor neuro sensorik mungkin
juga mengalami gangguan.Sehingga baik jalur auditorik dan lobus
temporalis otak sering terganggu akibat lanjutnya usia. Bisa juga ter
jadi akibat proses degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian dalam,
dan juga yang berhubungan dengan faktor-paktor herediter.
2) Eksternal
Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi
paska radang.
2.3 Klasifikasi
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Menurut Reni
Yuli Aspiani (2014) terdapat beberapa tipe presbikusis yaitu :
a. Presbikusis sensorik
Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neoral di ganglion
spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neoral akan menentukan
apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas
frekuensi pembicaraan atau pendengaran kata-kata.
b. Presbikusis Strial
Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah
dari koklea. Presbikusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih
muda dibandingkan dengan jenis lain.
c. Presbikusis Konduktif Kohlear
Akibat perubahan mekanik pada membran basalis koklea sebagai
akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.
Menurut Sri Artinawati (2014) Presbikusis terbagi menjadi dua yaitu :
a. Presbikusis Perifer
Dimana lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat
bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk
menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat
ketidaknyamanan di telinga.
b. Presbikusis Sentral
Dimana lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kalimat,
sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu,
percakapan dengan para lansia harus sedikit lebih lambat tanpa
mengakibatkan irama dan intonasi.
2.4 Patofisiologi
Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan
Nervus vestibulocochlearis (VIII). Pada koklea perubahan yang mencolok
ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti.
Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria
vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya
jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga
pada myelin akson saraf (Reni Yuli Aspiani, 2014 : 346).
Tuli sensori ini biasanya mula-mula hilang adalah patologi sel-sel
rambut. Hal ini kemudian akan mengakibatkan gangguan neuron-neuron
kokhlea. Biasanya melibatkan hilangnya sel-sel rambut pada gelang basal
kokhlea dan mengakibatkan ketulian nada tinggi. Gangguan telinga paling
umum disebabkan oleh serumen yang terganggu. Walaupun saluran telinga
membersihkan sendiri, serumen bisa menjadi terganggu karena gangguan
atau pembersihkan yang tidak teratur. Orang-orang tua lebih rentan
terhadap gangguan serumen karena bulu di dalam telinga menjadi kesat
karena usia dan menjerat lilin. Beberapa orang menghasilkan lebih banyak
serumen di dalam saluran telinga dan memerlukan kebiasaan yang teratur
untuk meng-eliminir penambahan lilin yang berlebihan di dalam saluran
telinga. Selipan korek kuping/pembersih telinga atau cooton bud ke dalam
saluran telinga dapat menciptakan gangguan lilin telinga lebih jauh bahkan
membuat luka saluran telinga atau merusak gendang telinga.
Infeksi, banyak infeksi dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran.
Sebuah infeksi telinga bagian dalam, disebut labyrinthitis yaitu inflamasi
telinga dalam dan dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Infeksi
berkembang ketelinga dalam melalui kanalis auditorius internus atau
aquaduct koklear.Infeksi bakteri dapat memasuki telinga tengah dengan
menembus merman jendela bulat atau oval. Labirintitis viral merupakan
diagnosis medis yang sering, namun hanya sedikit yang dikeahi mengenai
kelainan ini, yang mempengaruhi aik keseimbangan maup pendengaran.
Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan,
bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu
dan mungkin tinnitus.
Gangguan telinga dapat juga disebabkan oleh adanya benda-benda
asing yang pas/muat ke dalam saluran telinga dan menghalangi konduksi
gelombang-gelombang suara. Benda-benda asing paling umum yang
ditemukan di telinga orang dewasa ataupun lansia adalah potongan-
potongan bahan (cotton) dan serangga. Benda-benda asing yang umumnya
tampak pada anak-anak berupa mainan yang berukuran kecil, butiran-
butiran, serangga, dan makanan, misalnya biji-bijian atau jagung.
Otosclerosis, atau pengerasan telinga bagian dalam, adalah gangguan
genetik. Otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan oleh
pembentukan bau tulang spongius yang abnormal, khusunya sekitar
jendela ovalis, yang mengakibatkan fiksasi stapes. Gangguan ini terjadi
dua kali sebagaimana seringnya pada wanita dan biasanya bersifat
herediter dan dapat memberat karena kehamilan. Efisiensi transmisi suara
menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan mengantarkan
suara yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Kondisi ini
dapat mengenai satu atau kedua telinga dan muncul sebagai kehilangan
pendengran konduksi atau campuran yang progresif. Gangguan tersebut
adalah dominan secara autosomal dengan penembusan vaiabel dan oleh
karena itu dapat ditransmisikan ke keturunan jika hanya satu orang tua
menderita gangguan tersebut.
Berbagai obat diketahui mempunyai efek buruk terhadap koklea,
apparatus vestibularis, atau saraf kranial VIII. Hanya sedikit, seperti
toksisitas aspirin yang dapat menyebabkan tinnitus. Obat intravena,
khususnya aminoglikosida, adalah yang paling sering menyebabkan
ototoksisitas dan secara jelas menghancurkan sel rambut pada organ corti.
Kehilangan Pendengaran Noise-Induced adalah tipe kehilangan
pendengaran sensorineural tertentu yang paling sering terjadi dari waktu
ke waktu dari trauma acoustic (penyerapan bunyi) hari suara yang keras.
Sebab-sebab utamanya adalah suara industri, penggunaan senjata api, dan
mendengar musik yang keras, misalnya, suara tiupan, juga dapat
mengakibatkan kehilangan pendengaran noise-induced.
Kehilangan pendengaran sensorineural, bagaimanapun, akibat dari
penyakit atau trauma pada organ Corti atau jalan syaraf pendengaran dari
telinga bagian dalam yang menuju tangkai otak. Penerimaan dan transmisi
gelombang suara normal terganggu. Suara dirubah dan sayup-sayup.
Kehilangan pendengaran sensorineural biasanya permanen dan umumnya
tidak dapat diperbaiki dengan perawatan medis atau pembedahan (Boedhi
& Hadi, 2009).
2.5 WOC

Genetic
Serumen/
(otosklorosis) Benda asing Infeksi Obat-obatan pembersih
(labirintitis)
an tidak
teratur
Menghalangi ototoksisitas
1.
Pembentukan baru Menembus jendela
konduksi
tulang spongius
2. gelombang suara bulat da oval
yang abnormal
disekitar3.jendel oval Menghancurkan
4. sel rambut pada
Infeksi berkembang ke organ corti
5. stapes
Fiksasi telinga dalam melali kanali
auditorius internus/koklear
MK : Nyeri
Stapes 6.
tidak dapat
bergetar7.dan Penurunan fungsi
menghantarkan suara pendengaran
8.

Efisiensi transmisi
9.
suara menjadi PRESBIKUSIS
terhambat
10.

11. 1
Mengenai Bila intensitas suara Suara terdengar
atau ke Menarik diri seperti
12.2 ditinggikan akan
bergumam dan
telinga Penurunan dari timbul rasa nyeri
13. nervus VII lingkungan ditelinga berdenging
14.
Berkurangnya
15. secara Tidak mau mengikuti Sulit mengerti
pendengaran
aktivitas diluar rumah pembicaraan
perlahan dan
16. maupun di mayarakat
progresif
17.
MK : Lebih banyak di MK :
Gangguan dalam rumah gangguan
persepsi komnikasi
sensori verbal
MK : harga
diri rendah
2.6 Manifestasi Klinik
Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan
dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya. Keluhan
utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan
progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.
Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging (tinnitus). Pasien dapat
mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama
bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh (cocktail
party deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila
intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini
disebabkan oleh faktor kelelahan (recruitment).
Menurut Reni Yuli Aspiani (2014) tanda dan gejala Presbikusis adalah :
1) Berkurangnya pendengaran suara secara perlahan dan progresif
perlahan pada kedua telinga dan tidak disadari oleh penderita.
2) Suara-suara terdengar sepeeti bergumam, sehingga sulit untuk mengerti
pembicaraan.
3) Sulit mendengar pembicaraan disekitar, terutama jika berada di tempat
dengan latar belakang sura yang ramai.
4) Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih muda di dengar
daripada suara berfrekuensi tinggi.
5) Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga.
Telinga terdengar berdenging (Tinitus). Tinnitus, menemani paling
banyak kehilangan pendengaran sensorineural dan mengganggu.
Tinnitus secara literatur artinya “berdering” tapi sebetulnya dapat
bersuara seperti mengaum, mengerik seperti jangkrik, atau musik pada
umumnya.
Tanda dan Gejala Presbikusis Menurut Mansjoer (2000) adalah
pendengaran berkurang secara perlahan-lahan, progresif, dan simetris pada
kedua telinga, telinga berdenging. Pasien dapat mendengar suara
percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila cepat dan latarnya
riuh. Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri, dapat disertai
dengan tinitus dan vertigo, pada pemeriksaan otoskop tampak membran
timpani suram dan mobilitasnya berkurang.
2.7 Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Audiometri
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya
pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada
tinggi, bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan
yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas
pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini
sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis
metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap
berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis
presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang
lebih rendah. Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya
gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination). Keadaan ini
jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear (Reni Yuli
Aspiani, 2014).
Alat audiometri menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi
melalui aerphon. Pada setiap frekuensi ditentukan intensitas ambang
dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran
normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian
dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
Audiometri nada murni, Pemeriksaan audiometri nada murni
menunjukan tuli saraf nada tinggi dimana pemeriksaan nada murni
adalah suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai
frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur
intensitasnya dalam satuan (dB).
Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan
vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya.
Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui
hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai
ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan
derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata
sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-
29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekuensi 20-20.000 Hz. Frekuensi dari 500-2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Pemeriksaan ini
menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus
nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-
beda.Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada
diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan
dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone
conduction).Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya
CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction
menggambarkan SNHL.
Audiometri tutur, Audiometri tutur adalah system uji pendengaran
yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan
melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa
aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama
dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji
pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada
penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri
tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang
diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada
piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan
disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk
menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-
kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin
dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa
mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap
denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu
diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang
didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag
diturunkan dengan benar.
Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan
pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah
kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan
benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan
dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap
satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang
dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan
pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja.
Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada
audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada
tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata
yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai
50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
2.8 Penatalaksanaan
 Rehabilitasi
Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran
dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid).
Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila
dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan
latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut
dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist).
Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas
pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program
rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian
menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta
kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan
oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang
melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman
dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat
Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen
tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk
memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali
beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan
pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara
mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan
yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi,
pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan
perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.
Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam
kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila
dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi
kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat
dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun
pengajaran. Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran
terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut
dapat membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan
bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu
pada pembicara.
Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami
cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang
diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-
petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek
rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi
lebih efektif dengan lingkungannya.
3. Konsep Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,
alamat, dan lain sebagainya.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan sistem pendengaran (Presbikusis) adalah susah mendengar
pesan atau rangsangan suara/penurunan kemampuan mendengar suara
dengan frekuensi tinggi.
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang/saat ini berupa uraian mengenai
penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan, dan
apakah pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, serta
pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya.
Klien dengan Presbikus akan susah mendengar pesan atau rangsangan
berupa suara. Ketika berbicara dengan orang lain klien tidak mengerti
terhadap pembicaraan. Untuk lebih mengerti, klien sering meminta untuk
mengulangi pembicaraan.
 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti gangguan sistem pendengaran
sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan
adanya riwayat gangguan sistem pendengaran, penggunaan obat-obatan,
konsumsi alkohol, dan merokok. Dikaji apakah klien mengalami penyakit
akut maupun kronis. Sejak kapan gangguan pendengaran mulai dirasakan
klien? biasanya prebikusis sering muncul pada umur 60 tahun keatas.
Apakah klien pernah mengalami cedera kepala dan mengalami alergi
terhadap berbagai makanan dan minuman. Bagaimana gaya hidup klien,
apakah klien seorang perokok berat atau tidak. Apakah Klien sering
terpajan dengan suara bising?
 Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga klien yang mengalami penyakit pada sistem
pendengaran/penyakit yang samakarena faktor genetik/keturunan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan sistem pendengaran
biasanya lemah.
2) Kesadaran
Kesadaran klien biasanya Composmentis
3) Tanda-Tanda Vital
 Suhu normal atau meningkat (>370C)
 Nadi dalam batas normal (70-82x/i)
 Tekanan darah normal atau meningkat
 Pernapasan normal atau meningkat
4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
 Sistem Pernapasan (B1 Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi napas atau masih dalam batas
normal
 Sistem Sirkulasi (B2 Bleeding)
Frekuensi nadi normal kadang meningkat, akral hangat, kulit hangat
 Sistem Persyarafan
Kesadaran Composmentis, tidak ada gangguan orientasi, tidak ada
gangguan gerakan, kehilangan sensasi, tidak ada spasme otot, kaji ada
hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilangnya
fungsi. Terdapat penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran,
penciuman.
Pengkajian Daun telinga
Inspeksi: 
Kesimetrisan daun telinga (simetris kiri dan kanan), posisi telinga
normal yaitu sebanding dengan titik puncak, penempatan pada lipatan
luar mata (masih terdapat/tampak atau tidak), terdapat pembengkakan
pada Auditorius eksternal atau tidak.
Palpasi: 
Apakan terdapat nyeri raba, apakah ada pembengkakan
 Sistem perkemihan ( B4 Bleder)
Tidak ada perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, disuria,
distensi kandung kemih, warna dan bau urin.
 Sistem Pencernaan (B5 Bowel)
Tidak ada konstipasi, konsistensi feses lunak, frekuensi eliminasi
normal, auskultasi bising usus normal, tidak ada anoreksia, tidak ada
distensi abdomen dan nyeri tekan abdomen.
 Sistem MuskuloSkletal (B6 Bone)
Tidak terdapat adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada
area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot,
laserasi kulit dan perubahan warna.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus
eksternus dan membran timpani dengan cara inspeksi: 
Hasil: 
Serumen berwarna kuning, konsistensi kental, dinding liang telinga
berwarna merah muda
2) Tes ketajaman pendengaran
 Tes penyaringan sederhana 
Hasil:
Biasanya klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang
disebutkan, klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada
jarak 1–2 inchi. 
 Uji rinne 
Hasil
Biasanya klien tidak mendengarkan adanya getaran garpu tala dan
tidak jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi telinga dalam
2) Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan degenerasi telinga
bagian dalam.
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan dengan kesulitan
mengerti pembicaraan
4) Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengan
3.3 Nursing Care Planning
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan

1. Gangguan rasa Setelah dilakukan  Rasa Nyeri Mandiri


nyaman nyeri asuhan keperawatan berkurang/hilang
berhubungan 2×24 jam nyeri  Pantau tanda-tanda vital  Mengenal dan memudahkan
 Tanda-tanda vital
dengan infeksi berkurang/hilang skala nyeri dalam melakukan tindakan
dalam batas normal
telinga dalam keperawatan
 Anjurkan klien istirahat  Pasien biasa merasa pusing
di tempat tidur dan berkurang ketika tidur
 Atur pasien senyaman  Posisi yang tepat dan
mungkin mencegah ketegangan otot
serta mengurangi nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi  Relaksasi mengurangi
dan napas dalam ketegangan dan membuat
perasaan lebih nyaman
Kolaborasi :
 untuk pemberian  Analgetik berguna untuk
analgetik mengurangi nyeri sehingga
menjadi lebih nyaman.

Gangguan persepsi
sensori  Klien dapat Mandiri
Setelah dilakukan  Kebutuhan individu dan
berhubungan menginterpretasikan  Tentukan ketajaman
intervensi pilihan intervensi bervariasi
2. dengan degenerasi ide yang pendengaran, catat apakah
keperawatan selama sebab kehilangan pendengaran
telinga bagian  dikomunikasikan oleh satu atau kedua telinga
3x24 jam diharapkan terjadi lambat dan progresif
dalam orang lain secara terlibat.
klien dapat  Memberikan peningkatan
benar  Orientasikan pasien kenyamanan dan kekeluargaan
memperlihatkan
 Klien mampu terhadap lingkungan, menurunkan cemas, dan
persepsi
mengenal gangguan orang lain di areanya. disorientasi
pendengaran yang
sensori dan  Keterbatasan pendengaran
baik.
berkompensasi  Observasi tanda – tanda dapat mengakibakan bingung
terhadap perubahan dan gejala-gejala pada orang tua
disorientasi  Memberikan rangsangan
 Klien  Pendekatan dengan sensori tepat terhadap isolasi
mengkompensasi berbicara dan menyentuh dan menurunkan bingung
defisit sensori dengan pasien dengan ramah
memaksimalkan  Perhatikan tentang  Gangguan pendengaran atau
indera yang tidak pendengaran berkurang iritasi dapat berakhir 1-2 jam
mengalami gangguan dan iritasi pendengaran setelah tetesan telinga tetapi
 Mengidentifikasi dimana dapat terjadi bila secara bertahap menurun
/memperbaiki menggunakan tetes dengan penggunaan
potensial bahaya telinga.
dalam lingkungan

3. Gangguan Setelah dilakukan  Menunjukan Mandiri:


komunikasi verbal intervensi selama kemampuan  Kaji tipe/derajat  Membantu menentukan daerah
berhubungan 3x24 jam di komunikasi yang di disfungsi. Seperti pasien dan derajat kerusakan serebral
dengan kesulitan harapkan buktikan dengan tidak tampak memahami yang terjadi dan kesulitan
mengerti kemampuan indicator ganguan kata atau mengalami pasien dalam beberapa atau
pembicaraan menerima pesan sebagai berikut kesulitan berbicara atau seluruh tahap proses
verbal atau non (dengan ketentuan 1- membuat pengertian komunikasi.
verbal dapat 5: ekstrem, berat, sendiri.
tercapai. sedang, ringan, atau  Perhatikan kesalahan  Pasien mungkin kehilangan
tidak). dalam komunikasi dan kemampuan untuk memantau
 Klien dapat mengerti berikan umpan balik ucapan yang keluar dan
apa yang memberikan kesempatan
diungkapkan untuk mengklarifikasikan
 Klien dapat isi/makna yang terkandung
menerima pesan dalam ucapannya.
melalui metode  Berikan metode  Memberikan komunikasi
alternatif komunikasi alternative, tentang kebutuhan
seperti menulis di papan berdasarkan keadaan/defisit
tulis, gambar. Berikan yang mendasarinya.
petunjuk visual (gerakan
tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan,
demonstrasi).
 Bicaralah dengan nada  Meninggikan suara dapat
normal dan hindari menimbulkan marah
percakapan yang cepat. pasien/menyebabkan
Berikan pasien jarak kepedihan.
waktu untuk berespons.
Bicaralah tanpa sebuah
tekanan terhadap respon.
Kolaborasi:
 Konsultasikan  Pengkajian secara individual
dengan/rujuk kepada ahli kemampuan bicara dan
terapi wicara. sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk
mengidentifikasi
kekurangan/kebutuhan terapi.
4. Harga diri rendah Setelah di lakukan  Klien mampu Mandiri
berhungan dengan intervensi mengenal perasaan  Temukan kesulitan  Selama fase akut dari
penurunan fungsi keperawatan selama yang menyebabkan dalam menentukan trauma, efek jangka panjang
pendengaran 3x24 jam di perilaku menarik diri ketidakmampuan secara tidak diketahui, yang dapat
harapkan pasien  Klien berhubungan fungsional dan/ atau menunda kemampuan pasien
dapat menerima sosial dengan orang perubahan penurunan untuk mengintegrasikan
keadaan dirinya lain kembali. fungsi. keadaan ke dalam konsep
 Membina hubungan diri.
saling percaya  Dengarkan keluhan-  Memberikan petunjuk-
dengan perawat. keluhan dan tanggapan petunjuk bagi pasien dalam
pasien mengenai memandang dirinya, adanya
penyakit yang dialami. perubahan peran dan
kebutuhan dan berguna
untuk memberikan informasi
pada saat tahap penerimaan.
 Kaji dinamika pasien  Peran pasien dalam keluarga
dan juga orang terdekat dimasa lampau yang
dengan pasien (contoh: terggangu berdayadan
peran pasien dalam perasaan tidak berguna dan
keluarga, faktor budaya dapat pula memberikan
dan sebagainya). kesempatan pada orang
terdekat untuk
meningkatkan kesejahteraan
pasien.
 Anjurkan kepada orang  Melibatkan pasien dalam
terdekat untuk lingkungan mengurangi
memperlakukan pasien perasaan-perasaan terisolasi
senormal mungkin. dari lingkungan sosial, tidak
berdaya dan perasaan tidak
berguna dan dapat pula
memberikan kesempatan
pada orang terdekat untuk
meningkatkan kesejahteraan
pasien.
 Berikan informasi yang  Fokus informasi harus
akurat. Diskusikan diberikan pada kebutuhan-
tentang pengobatan dan kebutuhan sekarang dan
prognosa dengan jujur segera lebih dulu dan di
jika pasien sudah masukkan dalam tujuan
berada pada fase rehabiltasi jangka panjang.
menerima Informasi harus di ulang
sampai pasien dapat mencari
atau mengintegrasikan
informasi. Menambah
kesulitan dalam
mengintegrasikan konsep
diri selain itu, masalah
kemandirian/
ketergantungan perlu pula
dapat perhatian.
DAFTAR PUSTAKA

Artinawati, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor : In Media


Boedhi & Hadi, 2009. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing
intervention classification 5th ed. E Elsevier: St. Louis, Missouri.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2014). Nursing diagnoses: Definitions&
ClassifiCation 2015–2017 10th ed. Oxford: Wiley Blackwell.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Miller, C, A. (2012). Nursing for wellness in older adults, 6th edition. China:
Lippincott Williams & Wilkins
Reny Yuli Aspiani. 2014. Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta : CV. Trans
info media
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological nursing 3rd edition. United States of
America: Pearson

Anda mungkin juga menyukai