OLEH KELOMPOK 7 :
1. Fransiskus Hayon (9103015057)
2. Mutiara Citra Raya (9103015037)
3. Yelsi Natalia Peka (9103015064)
4. Elisabeth Amanda R. (9103015031)
5. Anggi Siska Mega S. (9103015039)
6. Wahida Al-Munadiah (9103015053)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi
gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka
kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun
jauh di Amerika Srikat berkisar 3% antara usia 5 – 7 tahun, 8% antara usia 8 – 10 thaun,
14% antara usia 11- 12 tahun, dan 25% antara usia 12 -17 tahun. Pada etnis tertentu,
peningkatan angka kejadian juga terjadi walaupun persentase tiap usia berbeda. Etnis
Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan
menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84% pada usia 16 – 18
tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang. (Ilyas, 2006).
Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga
pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan sinar
atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa bola mata
mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina diperlukan
kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0
cm (Ilyas, 2006).
Untuk mengetahui tentang Konsep Medis dan Asuhan Keperawatan tentang Ametropia.
TINJAUAN PUSTAKA
1.3.1 Definisi
a. Ametropia Aksial
Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang, atau lebih pendek
sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia
aksial fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang dan pada
hipermetropia aksial fokus bayangan terletak di belakang retina.
b. Ametropia retraktif
Ametropia akibat kelaianan sistem pembiasan sinar di dalam mata. Bila daya bias
kuat maka bayangan benda terletak di depan retina (miopia) atau bila daya bias
kurang maka bayangan benda akan terletak di belakang retina (hipermetropia
retraktif).
Kausa ametropia
Ametropia dapat disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal
(ametropia kurvatur) atau index bias abnormal di dalam mata (ametropia indeks) panjang
bola mata normal.
1.3.3 Etiologi
1. Miopi
a. Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin), alergi, penyakit
mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata, pasca operasi atau pasca
trauma atau kecelakaan), herediter atau faktor genetik (perkembangan yang
menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran),
kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat
(Israr, 2010),
b. Kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah,
pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game), sumbuatau bola mata
yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra okuler selama
konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama
dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari
lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan
(Nasrulbintang, 2008).
2. Hipermetropia
a. Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang
retina. (Ilyas, 2006).
3. Astigmatisme
a. Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir,
jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006)
1.3.4 Patofisiologi
1. Miopia
Akibat dari bola mata yang terlalu panjang, menyebabkan bayangan jatuh di
depan retina (Wong, 2008).
2. Hipermetropia
Akibat dari bola mata yang terlalu pendek, yang menyebabkan bayangan
terfokus di belakang retina (Wong, 2008).
3. Astigmatisme
Akibat dari kurvatura yang tidak sama pada kornea atau lensa yang
menyebabkan sinar melengkung dalam arah yang berbeda (Wong, 2008).
1.3.7 Penatalaksanaan
Berbagai cara dan alat untuk memperbaiki tajam penglihatan untuk membiaskan sinar
sehingga sehingga terfokus pada bintik kuning yaitu:
a. Kaca Mata
sesungguhnya. Sebaliknya memakai lensa konveks atau plus pada mata hipermetropia
akan memberikan kesan lebih besar. Penderita astigmatisme akan mendapatkan perasaan
tidak enak bila memakai kaca mata. Keluhan memakai kaca mata yaitu kaca mata tidak selalu
bersih, mengurangi kecerahan warna yang dilihat, mengganggu gaya hidup, mudah turun dari
pangkal hidung, dan sakit pada telinga. Keuntungan dan kerugian kaca mata kaca dibanding
plastik yakni kaca mata kaca mudah berembun dibandingkan kaca Kaca mata merupakan alat
koreksi yang paling banyak dipergunakan kerena mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca
mata pada mata adalah minus kuat di perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan
kesan pada lensa benda yang dilihat menjadi lebih kecil dari ukuran yang mata plastik, kaca
mata kaca lebih mudah pecah dibandingkan dengan kaca mata plastik, kaca mata kaca lebih
berat dibandingkan kaca mata plastik, dan kaca mata kaca lebih tipis dibandingkan kaca mata
plastik. Kerugian memakai kaca mata yaitu menghalangi penglihatan perifer, pemakaian
dengan waktu tertentu, membatasi kegiatan tertentu, spt olah raga, dan kaca mata mudah
rusak (Ilyas, 2006).
b. Lensa Kontak
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran depan kornea untuk
memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Keuntungan pakai lensa kontak yaitu
pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dengan bayangan normal, lapang pandang
menjadi lebih luas, tidak membatasi kegiatandan lain-lain, keluhan memakai lensa kontak
yaitu sukar dibersihkan, sukar merawat, mata dapat merah dan infeksi, sukar dipakai di
lapangan berdebu, dan terbatasnya waktu pemakaiannya, serta kerugian memakai lensa
kontak adalah harus bersih, tidak dapat dipergunakan pada silinder berat, alergi, mudah
hilang,dan tidak dapat dipakai di daerah berdebu.
c. Bedah refraksi.
Bedah dengan sinar laser, radial keratotomy, karatektomi dan karatoplasti lamelar
automated (ALK) (Ilyas, 2006).
Subjektif: Pemeriksaan ini dilakukan satu mata bergantian dan biasanya pemeriksaan
refraksi dimulai dengan mata kanan kemudian mata kiri, kartuSnellen di letakkan di depan
pasien, pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter, dan satu mata ditutup
biasanya mulai dengan menutup mata kiri untuk menguji mata kanan, dengan mata yang
terbuka pasien diminta membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca, kemudian diletakkan
lensa positif + 0,50 untuk menghilangkan akomodasi saat pemeriksaan di depan mata yang
dibuka, bila penglihatan tidak tambah baik, berarti pasien tidak hipermetropia, bila bertambah
jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah berlahan-lahan bertambah baik, berarti pasien
menderia hipermetropia. Lensa positif yang terkuat yang masih memberikan ketajaman
terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata tersebut, bila penglihatan tidak
bertambah baik, maka diletakkan lensa negatif. Bila menjadi jelas, berarti pasien menderita
miopia. Ukuran lensa koreksi adalah lensa negatif teringan yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal, bila penglihatan tidak maksimal pada kedua pemeriksaan untuk
hipermetropia dan miopia dimana penglihatan tidak mencapai 6/6 atau 20/20 maka lakukan
uji pinhole (Ilyas, 2006).
Subjektif: Letakkan pinhole di depan mata yang sedang diuji kemudian diminta membaca
huruf terakhir yang masih dapat dibaca sebelumnya, bila tidak terjadi perbaikan penglihatan
maka mata tidak dapat dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh atau terdapat
kelainan pada retina atau saraf optik, bila terjadi perbaikan penglihatan maka ini berarti
terdapat astigmatisme atau silinder pada mata tersebut yang belum dapat koreksi mata.
Refraksionometer merupakan alat pengukur anomali refraksi mata atau refraktor automatik
yang dikenal pada masyarakat alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi. Alat yang
diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata, retinoskopi adalah
pemeriksaan yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif untuk pemeriksaan
refraksi biasa. Retinoskopi merupakan alat untuk melakukan retinoskopi, guna menentukan
kelainan refraksi seseorang secara objektif. Retinoskopi dimasukkan ke dalam mata atau
pupil pasien. Pada keadaan ini terlihat pantulan sinar dari dalam mata, dan dikenal 2 cara
retinoskopi yaitu Spot retinoscopy dengan memakai berkas sinar yang dapat difokuskan dan
Streak retinoscopy dengan memakai berkas sinar denagn bentuk celah atau slit (Ilyas, 2006).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1.4.1 Pengkajian
a. Data Demografi
Usia pada miopi dan hipermetropia terjadi pada semua umur, sedangkan Presbiopia mulai
umur 40 tahun. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan
penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan cahaya yang terlalu
lama.
Pandangan kabur atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, pusing , sering
lelah dan mengantuk.
Pada miopia mungkin terdapat retinitis sentralis, sedangkan pada astigmatisma didapatkan
riwayat keratokonus, keratoglobus dan keratektasia.
1.4.2 Pengkajian Data
Biodata
Nama : Tn. Y
Usia : 22 Tahun
Agama : Katolik
Pekerjaan : Mahasiswa
Keluhan Utama : Pasien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan
jelas pada jarak dekat.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan ibu pasien mengalami hal yang
sama seperti yang dialami pasien.
Riwayat Kebiasaan : Pasien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang
sangat dekat dan dalam keadaan tidak terlalu terang.
a. Aktifitas istirahat.
Gejala : perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila
membaca.
b. Neurosensori.
Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang
menyebabkan silau.
Tanda : bilik mata dalam, pupil lebar.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan pasien menarik diri dari lingkungan ditandai
dengan pasien mengatakan kurang percaya diri apabila bersosialisasi dengan lingkungan
karena menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata).
Carpenito, Lynda Jual. 2007. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan. Alih Bahasa
Monika Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta.
lyas S, Hifema. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.