Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga


pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk
memasukkan sinar atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik.
Diketahui bahwa bola mata mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk
memfokuskan sinar ke retina diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa
berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api pada titik 2.0 cm (Ilyas , 2006, p1).

Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata
normal)   terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan
kekuatan 50.0 dioptri.    Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri
dan lensa mata berkekuatan 20% atau 10 dioptri (Ilyas , 2006, p1).

Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi
ketidakseimbangan sistem optic pada mata sehingga menghasilkan bayangan
yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik
fokus yang tepat pada sentral retina.

Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat
di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang
tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan
astigmatisme.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah


sebagai berikut :

1. Apa pengertian refraksi mata?


2. Apa saja klasifikasi refraksi mata?
3. Apa saja etiologi refraksi mata?
4. Bagaimana patofisiologi refraksi mata?
5. Apa manifestasi klinis klien yang mengalami refraksi mata?
6. Apa saja komplikasi refraksi mata?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang refraksi mata?
8. Bagaimana penatalaksanaan refraksi mata?
9. Bagaimana Demografi Kasus refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan?

1
C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, kami dapat mengambil tujuan sebagai


berikut :

1. Menjelaskan pengertian refraksi mata.


2. Menjelaskan klasifikasi refraksi mata.
3. Menjelaskan etiologi refraksi mata.
4. Menjelaskan patofisiologi refraksi mata.
5. Menjelaskan manifestasi klinis klien yang mengalami refraksi mata.
6. Menjelaskan komplikasi refraksi mata.
7. Menjelaskan pemeriksaan penunjang refraksi mata.
8. Menjelaskan penatalaksanaan refraksi mata.
9. Menjelaskan Demografi kasus refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Gangguan refraksi mata adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang


terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang  bola mata,
sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula
lutea tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia ( masjoer,
A :1999 : 72 )

Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring


dari suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan
tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal
sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ).

Gangguan refraksi mata adalah suatau keadaan dimana penglihatan


terganggu  karena terlalu pendek  atau terlalu panjang bola mata sehingga
mencegah cahaya terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith,
2000 )

B. Klasifikasi

Klasifikasi kelainan refleks menurut ilyas, S. ( 1998 ), Tinaby, Scherer dan Smith,
E. (2000). Ada 2 yaitu :

1. Ametropia

Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) berasal dari bahasa Yunani;


ametros, yang berarti tidak seimbang/sebanding, dan opsis, adalah
penglihatan. Jadi ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan
refraksi dimana  mata yang dalam keadaan tanpa akomodasi atau istirahat
memberikan bayangan sinar sejajar pada fokus yang tidak terletak pada
retina. Ametropia dibedakan menjadi 4 yaitu:

a. Ametropi oksial: Ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata
lebih panjang atau pendek.
b. Ametropia refraktif: Ametropia akibat kelainan system pembiasan sinar di
dalam mata.
c. Ametropia kurvatur: Ametropia akibat kelengkungan kornea atau lensa
yang tidak normal.
d. Ametropia indeks: Ametropia karena indeks bias abnormal di dalam mata.

Ametropia dapat ditemukan empat bentuk kelainan yaitu :

3
a. Myopia

Myopia adalah mata denga daya lensa positif yang lebih kuat sehingga
sinar yang sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan
retina. Myopia dibedakan berdasarkan :

1) Menurut bentuknya myopia dibedakan menjadi 2 yaitu :


a) Myopia refraktif

Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi


pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat.

b) Myopia aksial

Myopia akibat panjanganya sumbu bola mata, dengan


kelengkungan lenssa mata dan kornea yang normal.

2) Menurut derajat beratnya myopia dibedakan dalam :


a) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri.
b) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.
c) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.
3) Menurut perjalanan myopia dikenal bentuk :
a) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa.
b) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada
usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
c) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan
myopia pernisiosa ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak
lahir.
b. Hipermetropi

Merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar


sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titim fokusnya terletak
dibelakang retina, hipermetropi dikenal dalam bentuk :

1) Hipermetropi manifestasi

Ialah hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif


maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang normal.

2) Hipermetropi laten

Ialah dimana kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau dengan


obat yang melemahkan akomodasi ) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi.

4
3) Hipermetropi total

Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia


( obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak, pemberian diberikan
selama 3 hari untuk mengetahui kelainan refraksi ).

c. Afakia

Adalah suatau keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga


mata tersebut menjadi hipermetropi tinggi.

d. Astigmatisme

Adalah kelainan kelengkungan kornea mata. Astigmatisme dikenal dalam


bentuk:

1) Astigmatisme reguler

Adalah Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan


bertambah atau berkurang perlahan – lahan secara terataur dari
satau meredian ke meredian berikutnya.

2) Astigmatisme irreguler

Adalah astigmatisme yang terjadi tidak mempunyai 2 meredian yang


tegak lurus.

2. Presbiopi

Adalah gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dpat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi, lensa meta tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sclerosis lensa.

C. Etiologi

Penyebab kelainan refraksi menurut Ilyas, S. (1998). Timby, Scherer dan smith.
(2000) yaitu :

1. Myopia
a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b. Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
2. Hipermetropi
a. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
3. Afakia
Tidak adanya lensa mata.

5
4. Astigmatisme
a. Kelainan kelengkungan permukaan kornea.
b. Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.
c. Infeksi kornea.
d. Truma distrofi.
5. Presbiopi
a. Kelemahan otot akomodasi.
b. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis
lensa.

D. Patofisiologi

Patofisiologi menurut Ilyas ( 1998 ).

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri
atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada
orangn normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula
lutea. Mata normal disebut emetropia mata dengan kelainan refraksi
mengakibatkan sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini
disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau mencembung, bola mata
lebih panjang atau pendek lensa berubah kecembungannyaatau tidak ada lensa
mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang kurang
atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan presbiopi.

Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan
atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga
fokus terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh
( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau
kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan tidak cukup sehingga
fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat ( hipermetropi ).
Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa ( Afakia ) apabila
terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea, distrofi atau pembiasan
lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan ireguler (Astigmatisme).

Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot akomodasi


mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang mencembung
dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus menerus
sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan
mata berair jika menekan kelenjar air mata.

Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat
melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata
juling ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi,
6
serta glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar
mempersempit sudut bilik mata.

Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan kebutaan
dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena
digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan
degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena
neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran bruch.

E. Manifestasi Klinis
1. Myopia
a. Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur ( rabun jauh ).
b. Sakit kepala sering disertai juling.
c. Celah kelopak yang sempit.
d. Astemopia konvergensi.
e. Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos
posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik
akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.
2. Hipermetropi
a. Penglihatan dekat dan jauh kabur.
b. Sakit kepala.
c. Silau
d. Diplopia atau penglihatan ganda.
e. Mata mudah lelah.
f. Sakit mata.
g. Astenopia akomodatif.
h. Ambiopia
i. Kelelahan setelah membaca.
j. Mata terasa pedas dan tertekan.
3. Afakia
a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran
sebenarnya.
b. Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti
melengkung.
c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan
tepi kabur.
4. Astigmatisme
a. Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.
b. Tidak teraturnya lekukan kornea.
5. Presbiopi
a. Kelelahan mata.

7
b. Mata berair.
c. Sering terasa pedas pada mata.

F. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi pada kelainan refraksi menurut ilyas ( 1998 ) dan Ilyas,
Tamzil, Salamun dan Ashar ( 1981 ) yaitu :

1. Strabismus.
2. Juling atau esotropia.
3. Perdarahan badan kaca.
4. Ablasi retina.
5. Glaukoma sekunder.
6. Kebutaan

G. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer ( 1999 ) :

1. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :

a. Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata
tertutup satu
b. Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari
yang paling atas ke bawah dan  tentukan baris terakhir yang bisa di
baca seluruhnya dengan benar.
c. Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka
dilakukan uji hitung dengan uji hitung jarak 6m.
d. Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat
dikurangi 1 m sampai jarak maksimal penguji dengan pasien 1m.
e. Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari
jarak 1 m.
f. Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji
dengan arah sinar.
g. Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka
dikatakan penglihatannya adalah 0 ( nol ) buta total.

Penilaian :

a. Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh


hurup dalam kartu snellen dengan benar.

8
b. Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam
penglihatan 6/30, berarti dia hanya bisa melihat pada jarak 6m yang
oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30m.
c. Bila dalam uji hitung pasien hganya dapat melihat atau menentukan dari
jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan tajam
penglihatan 3/60. jari terpisah dapat terlihat orang normal pada jarak
60m.
d. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak
300m bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1m
berarti tajam penglihatan adalah 1/300.
e. Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat
lambaian tangan maka dikatakan sebagai 1/~ orang normal dapat
melihat cahaya pada jarak yang tak terhingga.

2. Pemeriksaan kelainan refraksi.

Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata
kanan kemudian mata kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan diperiksa
dan diketahui adanya kelainan refraksi.

Caranya :

a. Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.


b. Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca
baris yang terkecil yang masih dapat dibaca.
c. Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan
akomodasi pada saat pemeriksaan.
d. Kemudian diletakan lensa positif tambahan, dikaji :
1) Bila penglihatan tidak bertambah baik berarti pasien tidak
hipermetropi.
2) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah
secara perlahah  - lahan bertambah baik berarti pasien mengalami
hipermetropi, lensa positif terkuat yang masih memberikan
ketajaman terbaik merupakan ukuran lensa koreksi untuk mata
hipermetropia tersebut.
e. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif, bila
menjadi lebih jelas bearti pasien mengalami myopia. Ukuran lensa
koreksi adalah lensa negatif teingan yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal.
f. Bila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak
bertambah baik atau tidak maksimal ( penglihatan tidak mencapai 6/6 )
maka akan dilakukan ujipinhole. Letakan pinhole didepan mata yang

9
sedang diuji dan meminta membaca baris terakhir yang masih dapat
dilihat atau dibaca sebelumnya bila :
1) Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat
dikoreksi lebih lanjut karena media penglihatan keruh terdapat
kelainan pada retina atau syaraf optik.
2) Terjadi perbaikan penglihatan, berarti terdapat astigmatisma atau
silinder pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi.
g. Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa
potsitif untuk membuat pasien menderita kelainan refraksi
astigmatismus miopikus.
h. Pasien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang paling
jelas terlihat pada kartu  kipas astigma.
i. Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan  -
lahan hingga pasien melihat garis yang paling jelas dan kabur.
j. Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan garis
terkabur pada kipas astigma.
k. Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit  pada sumbu
tersebut sehingga sama jelasnya dengan garis lainya.
l. Bila sudah sampai jelasnya dilakukan tes kartu snellen kembali.
m. Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang
diberikan terlalu berat harus dikurangi perlahan – lahan atau ditambah
lensa negatif perlahan – lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6.
derajat astigmat adalah ukuran lensa silinder negatif yang dipakai
sehingga gambar kipas astigmat terlihat sama jelas.

3. Pemeriksaan presbiopia.

Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan pemeriksaan


presbiopia caranya :

a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan


refraksi bila terdapat myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai
prosedur diatas.
b. Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 – 40 cm.
c. Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai
terbaca  huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini
ditentukan.
d. Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu.

10
H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan refraksi menurut Satino, Ariani dan Lestari (2000).

1. Non bedah.

Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina.
Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan
tergantung dari jenis kelainan refraksi.

a. Myopia menggunakan lencsa konkaf atau negatif.


b. Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.
c. Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak
dapat melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa
ganda.
d. Astigmatisma menggunakan lensa silinder.Lensa tersebut dapat
digunakan dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak.
1) Kaca mata.
Keuntungan :
a) Mudah dugunakan
b) Harganya lebih murah dan tahan lama.
Kerugian :
a) Perubahan penampilan fisik
b) Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan periperal
karena penglihatan dapat menjadi baik jika pasien melihat melalui
pusat lensa.

2) Contact lense atau lensa kontak.

Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk
mengistirahatkan kornea mata dan dipasang dibawah mata. Contak
lense dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea dan kekuatan
refraksi atau pembiasan yang diinginkan.

Kerugian :

a) Sulit dalam perawatan.


b) Harga lebih mahal.
c) Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).

Keuntungan :

a) Model lebih simple.


b) Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.
c) Bisa berfungsi sebagai estetika.

11
2. Bedah

Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi.


Radial keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia
sedang 8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea.
contac cornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi
pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan
membantu gambaran terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini
diantaranya luka atau scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan
untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu dangkal.

3. Prosedur bedah

Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan
refraksi yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk
klien kita yang mengalami kelainan refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan
donor yang digunakan untuk prosedur ini tidak semua pasien dapat menerima
transplantasi korne dari donor.

I. Demografi Kasus Gangguan Refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan


Kasus gangguan refraksi merupakan salah satu penyakit terbanyak pada rawat
jalan di RSUD Puri Husada Tembilahan, dibawah akan dibahas beberapa
klasifikasi pasien dengan gangguan refraksi sesuai dengan Distribusi Frekuensi
yang didapat di RSUD Puri Husada Tembilahan. kasus refraksi setiap tahunnya
mengalami peningkatan kunjungan di RSUD Puri Husada Tembilahan,
peningkatan kunjungan dapat dilihat pada tabel dibawah

Tabel 2.1
kunjungan kasus refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan Tahun 2013-2016

1800 1654
1600
1400
1200
1000
805
800
600
400 262
200
0
2014 2015 2016

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2014 s/d 2016 kunjungan
pasien gangguan refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan mengalami

12
peningkatan.dibawah akan diuraikan distribusi frekwensi jenis kelamin, umur
pasien dengan refraksi dari tahun 2014 s/d 2016.

1. Distribusi frekwensi menurut Jenis Kelamin

Tabel 2.2
Distribusi frekwensi menurut jenis kelamin dan umur Tahun 2014

laki-laki perempuan
56

47 47

25

16
10
6 4 4
1
5-14 th 15-24 th 25-44 th 45-64 th ˃ 65 th

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa di Tahun 2014 pada penderita
gangguan refraksi lebih dominan pada perempuan dari pada laki-laki
kunjungan Rawat Jalan di RSUD Puri Husada Tembilahan atau sekitar atau
perempuan 58 % dari kunjungan dengan gangguan refraksi Tahun 2014
kemudian terjadi peningkatan jumlah kunjungan perempuan pada rentang
umur 25-44 Tahun pada usia produktif.

Tabel 2.3
Distribusi frekwensi menurut jenis kelamin dan umur Tahun 2015
laki-laki perempuan
160
141
102
75
45 43 45 43
30 25

5-14 th 15-24 th 25-44 th 45-64 th ˃ 65 th

13
Pada grafik diatas dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih dominan terkena
gangguan refraksi yaitu sekitar 59 % dari jumlah kunjungan rawat jalan
dengan kasus gangguan refraksi di RSUD Puri Husada Tembilahan, terjadi
peningkatan kunjungan pada rentang usia 25-44 Tahun atau pada masa usia
produktif.

Tabel 2.4
Distribusi frekwensi menurut jenis kelamin dan umur Tahun 2016
laki-laki perempuan

246
219
204

134
86

23 36 34 32 35
0 1 2 3
0-6 hr 1-4 th 5-14 th 15-24 th 25-44 th 45-64 th ˃ 65 th

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa distribusi frekwensi jenis dan
umur di Tahun 2016 lebih dominan pada perempuan yaitu 59 % dari jumlah
kunjungan rawat jalan dengan kasus gangguan refraksi di RSUD Puri Husada
Tembilahan, terjadi peningkatan kasus pada rentang usia 45-64 Tahun.

Dari data 2014 s/d 2016 kunjungan rawat jalan dengan kasus gangguan
refraksi lebih banyak terjadi pada perempuan hal ini terjadi karena
perempuan lebih memperhatikan kesehatannya sehingga cepat melakukan
pemeriksaan dan pengobatan dibanding laki-laki. Usia terbanyak terjadi pada
usia produktif atau rentang usia 25-44 Tahun hal ini dikarenakan gaya hidup

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring


dari suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan
tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal
sebagai permukaan refraksi (Dorland, 1996; 1591 ). Terdapat 2 gangguan
refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi. Ametropia dibagi lagi menjadi 4
macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan astigmatisme. Etiologi dan
manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata tergantung dari jenis refrakasi
mata itu sendiri. Adapun komplikasi dari gangguan refraksi mata antara lain
Strabismus, Juling atau esotropia, perdarahan badan kaca, ablasi retina,
glaukoma sekunder, kebutaan.Terdapat 3 penatalaksanaan untuk pasien dengan
gangguan refraksi mata yaitu non bedah, bedah dan prosedur bedah.

Dari data 2014 s/d 2016 kunjungan rawat jalan dengan kasus gangguan refraksi
lebih banyak terjadi pada perempuan hal ini terjadi karena perempuan lebih
memperhatikan kesehatannya sehingga cepat melakukan pemeriksaan dan
pengobatan dibanding laki-laki. Usia terbanyak terjadi pada usia produktif atau
rentang usia 25-44 Tahun hal ini dikarenakan gaya hidup

B. Saran
1. Pemerintah dan kalangan medis diharapkan dapat melakukan promosi
kesehatan untuk pemberdayaan masyarakat tentang pentingnya peran mata
sehat, penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan di masyarakat
secara dini, pemerataan pelayanan mata yang bermutu dan terjangkau
sehingga dapat menunjang program Global Vision 2020: The Right to Sight.
2. Masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kepedulian tentang pentingnya
penglihatan yang optimal serta mempertimbangkan pengendalian bahaya
pada kelompok usia, jenis kelamin dan pekerjaan dengan prevalensi tertinggi,
melakukan deteksi dini, dan koreksi tajam penglihatan.
3. Dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang data visus kelainan refraksi
secara keseluruhan dan penelitian lebih lanjut tentang faktor—faktor risiko
terjadinya kelainan refraksi.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. https://aanborneo.blogspot.co.id/2013/04/makalah-gangguan-refraksi-
mata_21.html dimuat tanggal 03 Januari 2018 Jam 10.40 Wib.

2. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan republik indonesia. Situasi


gangguan penglihatan dan kebutaan. Jakarta: Infodatin dimuat tanggal 3
Januari 2018 Jam 22.16 Wib

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Mata sehat di segala usia untuk


peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. 11 Agu 2012 dimuat Tanggal
3 Januari 2018 Jam 22.16 Win Tersedia dari: http://www.depkes.go.id/article/p
rint/2082/mata-sehat-di-segalausia-untuk-peningkatan-kualitashidup-
masyarakat-indonesia.html 3. Rifati L, Rosita T, Hasanah N,

16

Anda mungkin juga menyukai