Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelainan refraksi merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga


pembiasansinar tidak difokuskan pada retina (bintik kuning). Untuk memasukkan
sinar atau bayangan benda ke mata diperlukan suatu sistem optik. Diketahui bahwa
bola mata mempunyai panjang kira-kira 2.0 cm. Untuk memfokuskan sinar ke retina
diperlukan kekuatan 50.0 dioptri. Lensa berkekuatan 50.0 dioptri mempunyai titik api
pada titik 2.0 cm (Ilyas , 2006, p1).
Pada mata yang tidak memerlukan alat bantu penglihatan (biasa disebut mata
normal) terdapat 2 sistem yang membiaskan sinar yang menghasilkan kekuatan 50.0
dioptri. Kornea mata mempunyai kekuatan 80% atau 40 dioptri dan lensa mata
berkekuatan 20% atau 10 dioptri (Ilyas , 2006, p1).
Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan
tegas tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan
sistem optic pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata
normal kornea dan lensa membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral
retina.
Pada kelainan refraksi, sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang
tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan
astigmatisme.

B. TUJUAN PENULISAN
1.      Menjelaskan pengertian refraksi mata.
2.      Menjelaskan klasifikasi refraksi mata.
3.      Menjelaskan etiologi refraksi mata.
4.      Menjelaskan patofisiologi refraksi mata.
5.      Menjelaskan manifestasi klinis klien yang mengalami refraksi mata.
6.      Menjelaskan komplikasi refraksi mata.
7.      Menjelaskan pemeriksaan penunjang refraksi mata.
8.      Menjelaskan penatalaksanaan refraksi mata.
9.      Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan refraksi mata.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI

Kelainan refraksi adalah pembiasan sinar oleh media penglihatan yang


terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kara atau panjang bola mata,
sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di biaskan di daerah macula lutea
tanpa bantuan akomodasi , keadaan ini disebut Ametropia ( masjoer, A :1999: 72).
Kelainan refraksi adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring
dari suatau medium ke medium lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan
tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal
sebagai permukaan refraksi ( Dorland, 1996; 1591 ).
Gangguan refraksi adalah suatau keadaan dimana penglihatan terganggu
karena terlalu pendek atau terlalu panjang bola mata sehingga mencegah cahaya
terfokus dengan jelas pada retina ( Timby, Scherer dan Smith, 2000 )

2. ETIOLOGI

Penyebab kelainan refraksi menurut Ilyas, S. ( 1998 ). Timby, Scherer dan


smith. ( 2000 ) yaitu :

1. Myopia
a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b. Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
2. Hipermetropi
a. Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
3. Afakia
Tidak adanya lensa mata.

4. Astigmatisme
a. Kelainan kelengkungan permukaan kornea.
b. Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.
c. Infeksi kornea.
d. Truma distrofi.
5. Presbiopi
a. Kelemahan otot akomodasi.
a. Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis
lensa.

3. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi menurut Ilyas ( 1998 ).


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada
orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola
mata demikian seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea.
Mata normal disebut emetropia mata dengan kelainan refraksi mengakibatkan
sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Hal ini disebabkan oleh kornea
yang terlalu mendatar atau mencembung, bola mata lebih panjang atau pendek
lensa berubah kecembungannyaatau tidak ada lensa mengakibatkan Ametropi dan
bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang kurang atau kelemahan otot akomodasi
mengakibatkan presbiopi.
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan
atau lensa yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus
terletak didepan retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya
bila bola mata terlalu pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau
lensa kurang maka pembiasan tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan
mengakibatkan rabun dekat ( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat
mata tidak memiliki lensa ( Afakia ) apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea,
infeksi kornea, distrofi atau pembiasan lensa berbeda maka akan mengakibatkan
bayangan ireguler ( Astigmatisme ).
Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot
akomodasi mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang
mencembung dan pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus
menerus sehingga terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah,
dan mata berair jika menekan kelenjar air mata.
Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat
melihat. Hal ini mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata
juling ke dalam dan strabismus karena bola mata bersama-sama konvergensi, serta
glaucoma sekunder karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit
sudut bilik mata.
Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan
kebutaan dan hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi
karena digenari macula dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina
dan degennerasi saraf optik. Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi
karena neovaskularisasi sub retina akibat ruptur membran bruch.

4. MANIFESTASI KLINIK
1. Myopiaa
a. Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur ( rabun jauh ).
b. Sakit kepala sering disertai juling.
c. Celah kelopak yang sempit.
d. Astemopia konvergensi.
e. Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos
posterior fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik
akibat tidak tertutupnya sklera oleh koroid.
f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.
2. Hipermetropi
a. Penglihatan dekat dan jauh kabur.
b. Sakit kepala.
c. Silau
d. Diplopia atau penglihatan ganda.
e. Mata mudah lelah.
f. Sakit mata.
g. Astenopia akomodatif.
h. Ambiopia
i. Kelelahan setelah membaca.
j. Mata terasa pedas dan tertekan.
3. Afakia
a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibandingm ukuran
sebenarnya.
b. Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti
melengkung.
c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan
tepi kabur.
4. Astigmatisme
a. Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.
b. Tidak teraturnya lekukan kornea.
5. Presbiopi
a. Kelelahan mata.
b. Mata berair.
c. Sering terasa pedas pada mata.

5. PENATALAKSANAAN (MEDIS DAN KEPERAWATAN)

Penatalaksanaan refraksi menurut Satino, Ariani dan Lestari ( 2000 ).

1. Non bedah.
Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada
retina. Perbaikan ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang
digunakan tergantung dari jenis kelainan refraksi.

a. Myopia menggunakan lencsa konkaf atau negatif.


b. Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.
c. Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika
pasien tidak dapat melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks
atau lensa ganda.
d. Astigmatisma menggunakan lensa silinder.
Lensa tersebut dapat digunakan dengan menggunakan kaca mata atau lensa
kontak.

a. Kaca mata.
Keuntungan :
1) Mudah dugunakan
2) Harganya lebih murah dan tahan lama.
Kerugian:

1) Perubahan penampilan fisik


2) Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan
periperal karena penglihatan dapat menjadi baik jika pasien melihat
melalui pusat lensa.
b. Contact lense atau lensa kontak.
Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk
mengistirahatkan kornea mata dan dipasang dibawah mata. Contak lense
dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea dan kekuatan refraksi atau
pembiasan yang diinginkan.

Kerugian:

1) Sulit dalam perawatan.


2) Harga lebih mahal.
3) Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).
Keuntungan:

1) Model lebih simple.


2) Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.
3) Bisa berfungsi sebagai estetika.
2. Bedah
Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi.
Radial keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia
sedang 8 – 16 insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea.
contac cornea tidak di insisi sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi
pada kornea yang mana menurunkan panjang antereposterior mata dan
membantu gambaran terfokus pada retina. Komplikasi pada pembedahan ini
diantaranya luka atau scar pada kornea jika insisi terlalu dalam dan kegagalan
untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu dangkal.

3. Prosedur bedah
Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai
kelainan refraksi yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan
kornea untuk klien kita yang mengalami kelainan refraksi akan tetapi dalam
hal ini jaringan donor yang digunakan untuk prosedur ini tidak semua pasien
dapat menerima transplantasi korne dari donor.

6. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada kelainan refraksi menurut ilyas ( 1998 ) dan
Ilyas, Tamzil, Salamun dan Ashar ( 1981 ) yaitu:

a. Strabismus.
b. Juling atau esotropia.
c. Perdarahan badan kaca.
d. Ablasi retina.
e. Glaukoma sekunder.
f. Kebutaan .
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Wawancara
Pada wawancara adalah sebagai berikut :

a. Menurut Burnner dan Suddath ( 2000 ), informasi yang perlu didapatkan


Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab dan waktu mulai
terjadinya gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik
mokular edema misalnya tipe tertentu mempunyai ketajaman
penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular degenerasi mempunyai
pusat masalah ketajaman.
b. Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang
periperal dimana pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat
mobilisasi sehingga ketergantungan aktifitas hidup sehari-hari
(Medication Segmen ) menjadi sebuah kebiasaan ( seperti merokok ).
c. Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui
penggunaan fisual harus diidentifikasi pula mengenai pengharapan
realistic darlowvition.
b) dasar sata pengkajian pasien.
a. Aktifitas istirahat.
Gejala: perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila
membaca.

b. Neurosensori.
Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang
menyebabkan silau.

Tanda: bilik mata dalam, pupil lebar.

c. Nyeri atau kenyamanan.


Gejala: Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing

c) Pemeriksaan fisik
Ispeksi:

a. Celah kelopak mata sempit


b. Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.
c. Tidak teraturnya lekukan kornea.
d. Mata beair.
e. Juling.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina.
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata.
3) Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN (TUJUAN, KRITERIA HASIL,


TINDAKAN KEPERAWATAN, DAN RASIONAL)

1) Dx : Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan


memfokuskan sinar pada retina.
Tujuan:
Stimulus penglihatan yang di terima dapat sesuai dengan kenyataan.
KH :
a. Menunjukkan pemahaman secara verbal maupun tulisan
b. Wajah dan tubuh dalam kondisi relaks
c. Mampu menjelaskan rencana untuk memodifikasi gaya hidup untuk
mengkompensasi adanya gangguan penglihatan
d. Terhindar dari cedera akibat penurunan kemampuan penglihatan

Intervensi :
a. Kaji derajat dan durasi gangguan visual
b. Orientasikan klien pada lingkungan yang baru
c. Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang gangguan penglihatan
d. Lakukan tindakan untuk membantu klien menangani gangguan
penglihatannya
Rasional :
a. Meningkatkan pemahaman perawat tentang kondisi klien
b. Memberikan peningkatan kenyamanan, kekeluargaan serta
kepercayaan klien-perawat
c. Meningkatkan kepercayaan klien-perawat dan penerimaan diri
d. Menurunkan kemungkinan bahaya yang akan tejadi sehubungan
dengan gangguan penglihatan

2) Dx : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata.


Tujuan : Rasa nyama klien terpenuhi.
KH :
a. Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotophobia)
berkurang/hilang.
b. Klien mengenai gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi
tehadap perubahan yang terjadi.

Intervensi :
a. Jelaskan penyebab pusing , mata lelah, berair dan fotofobia.
b. Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas
membaca terus menerus.
c. Gunakan lampu/penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat
membaca.
d. Kolaborasi pemberian kacamata untuk meningkatkan ketajaman
penglihatan klien.

Rasional :
a. Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga
klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
b. Mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
c. Mengurangi silau dan akomodasi yang berlebihan.
3) Dx : Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
Tujuan : Tidak terjadi cedera.

KH :
a. Klien terbebas dari cidera
b. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
c. Mampu mengenali perubahan status kesehatan.

Intervensi :
a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
c. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
d. Memasang side rail tempat tidur
e. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

Rasional :

a. Menghindarkan pasien dari cidera


b. Menyesuaikan pengamanan sesuai kondisi pasien
c. Menghilangkan faktor bahaya bagi pasien
d. Pengaman untuk pasien
e. Menjaga pasien dari cidera

4. EVALUASI
1) Dx : Gangguan sensori persepsi berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina.
a. Menunjukkan pemahaman secara verbal maupun tulisan
b. Wajah dan tubuh dalam kondisi relaks
c. Mampu menjelaskan rencana untuk memodifikasi gaya hidup untuk
mengkompensasi adanya gangguan penglihatan
d. Terhindar dari cedera akibat penurunan kemampuan penglihatan
2) Dx : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan pemfokusan mata.
a. Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotophobia) berkurang/hilang.
b. Klien mengenai gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi tehadap
perubahan yang terjadi.

3) Dx : Risiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan


a. Klien terbebas dari cidera
b. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
c. Mampu mengenali perubahan status kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat
secara miring dari suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya.
Penyimpangan tersebut terjadi pada permukaan pembatas kedua medium
tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi (Dorland, 1996; 1591 ).
Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi. Ametropia
dibagi lagi menjadi 4 macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan
astigmatisme. Etiologi dan manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata
tergantung dari jenis refrakasi mata itu sendiri. Adapun komplikasi dari
gangguan refraksi mata antara lain Strabismus, Juling atau esotropia,
perdarahan badan kaca, ablasi retina, glaukoma sekunder, kebutaan. Terdapat
3 penatalaksanaan untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non
bedah, bedah dan prosedur bedah.

B. SARAN
Mencegah lebih baik daripada mengobati, salah satunya adalah menjaga
kondisi mata kita agar tetap dalam keadaan yang sehat, sering makan buah dan
sayuran segar terutama yang mengandug vitamin A. Jika sudah terlanjur, maka
sebaiknya segera periksakan dan obati agar tidak menjadi semakin parah
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. McCloskey, Joanne C. (2000). Nursing intervention project.


USA : Mosby.

Corwin, Elizabeth J. ( 2000 ). Buku saku patfisiologi. Jakarta : EGC.

Dorland. ( 1996 ). Kamus kedokteran droland edisi 26. Jakarta : EGC.

Ilyas,S. ( 1998 ). Ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUI

Ilyas, S, Muzakir, T. Salamun dan Zaenal, A. ( 1981 ). Sari ilmu penyakit mata.
Jakarta : FK UI.

Johnson, Marion. Maas, Merideah. Moorhead, Sue. ( 2000 ). Nursing outcomes


classification. USA : Mosby

Masjoer, Arif. ( 1999 ). Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Panduan diagnosa keperawatan NANDA 2015-2017

Reeves, J. Charlene. ( 2001 ). Keperawatan medikal bedah. Buku satu. Jakarta :


Salemba Medika.

Satino, Rita , Henya, A. & siti,L. ( 2000 ) Surgical medical nursing I. Semarang
Departemen Of Health Central Java.

Smeltzer,S.C.& Bare, B.G. ( 2000 ) Bruner & sudarts tex book of medical surgical
nursing. Phildelphia: Lippincctt William & Wilkins.

Timby, B. K. Jeanne. S. & nancy. F.S. ( 2000 ) introductory medical surgical nursing.
Sevent edition : Phildelphia: Lippincctt
Tucker,S.M.Canabbia,M.M. Paquette, E.V. Wells,M.F.( 1992 ). Patient care standards
nursing process diagnosis and outcome.5th edition, Mosby Year Book Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai