“GANGGUAN REFRAKSI”
Oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas izin dan rahmatnya yang telah diberikan kepada
penulis, sehingga akhirnya penulis diberikan kekuatan kelancaran untuk menyelesaikan
makalah ini. Penulis sadar atas segala kekurangan yang ada, baik dalam teknis pembahasan ,
penyajian, maupun isi dan bobotnya. Oleh karena itu dengan lapang hati penulis bersedia
menerima kritik dan saran yang membangun. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang terlibat khususnya kepada dosen bidang studi atas bimbingan dan
arahan dalam pembuatan makalah ini.
Ungaran, 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gangguan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada gangguan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
gangguan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau di belakang makula. Gangguan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,hipermetropia,
dan astigmatisma.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian gangguan refraksi ?
2. Apa media pada refraksi ?
3. Apa saja klasifikasi dalam gangguan refraksi ?
4. Apa saja etiologi dalam gangguan refraksi ?
5. Bagaimana patofisiologi dalam gangguan refraksi ?
6. Apa manifestasi klinis klien yang mengalami gangguan refraksi ?
7. Apa saja komplikasi pada klien gangguan refraksi ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada gangguan refraksi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan gangguan refraksi ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan refraksi ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari gangguan refraksi.
2. Untuk mengetahui media dari refraksi.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dalam gangguan refraksi.
4. Untuk mengetahui etiologi gangguan refraksi.
5. Untuk mengetahui patofisiologi gangguan refraksi.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis klien pada gangguan refraksi.
7. Untuk mengetahui komplikasi gangguan refraksi.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ganguan refraksi.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaa pada gangguan refraksi.
10. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien gangguan refraksi.
BAB II
PEMBAHASAN
B. MEDIA REFRAKSI
Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous (cairan bilik
mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).
1. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan
diameternya sekitar11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5
lapisan yang berbeda-beda :
a. Lapisan Epitel (yang bersambungan dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris) : mempunyai lima atau enam lapis sel.
b. Lapisan Bowman : lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma
yang berubah.
c. Stroma : tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1
µm yang salin menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea.
d. Membran Descemet : adalah sebuah membran elastik yang jernig yang
tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan
membran basalis dari endotel kornea.
e. Lapisan Endotel : hanya mempunyai satu lapis sel
2. Humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera
oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi
anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior.Humor
aqueous difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh
badan siliaris di camera oculi posterior.
3. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskkular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan
siliare. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih
permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit
masuk.
4. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran
hialoisnya-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut :
a. Kapsula lensa posterior
b. Serat-serat zonula
c. Pars plana lapisan epitel
d. Retina
e. Caput nervi optici
C. KLASIFIKASI
Berikut adalah kelainan-kelainan refraksi pada mata menurut Guyton and Hall (2007) :
1. Hipermetropia
Hipermetropia atau dikenal sebagai “Penglihatan Jauh”, biasanya akibat bola mata
terlalu pendek, atau kadang-kadang karena sistem lensa terlalu lemah. Pada keadaan ini,
dimana sinar yang sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam
keadaan istirahat di biaskan di belakang retina.
2. Miopia
Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya
akibat bola mata terlalu panjang, tapi dapat pula disebabkan oleh daya bias sistem lensa
yang terlalu kuat.
3. Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata yang menyebabkan bayangan pada
satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bidang yang tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Hal ini paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea
pada salah satu bidang mata. Contoh lensa astigmatis adalah permukaan lensa seperti
telur yang terletak pada sisi datangnya cahaya. Derajat kelengkungan bidang yang
melalui sumbu panjang telur tidak sama besar dengan derajat kelengkungan pada bidang
yang melalui sumbu pendek.
D. ETIOLOGIGANGGUAN REFRAKSI
1. Myopia
a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b.Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
2. Hipermetropi
a.Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.
3. Afakia
4. Astigmatisme
c.Infeksi kornea.
d.Truma distrofi.
5. Presbiopi
b.Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis lensa.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada orangn normal
susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian
seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata normal disebut
emetropia mata dengan kelainan refraksi mengakibatkan sinar normal tidak dapat
terfokus pada macula. Hal ini disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau
mencembung, bola mata lebih panjang atau pendek lensa berubah kecembungannyaatau
tidak ada lensa mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang
Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau lensa
yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak didepan
retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu
pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan
tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat
( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa ( Afakia )
apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea, distrofi atau pembiasan
pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus menerus sehingga
terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan mata berair jika
Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat melihat. Hal ini
mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling ke dalam dan
strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta glaucoma sekunder
karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit sudut bilik mata.
Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan kebutaan dan
hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena digenari macula
dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan degennerasi saraf optik.
Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat
b.Sakit kepala.
c.Silau
f.Sakit mata.
g.Astenopia akomodatif.
h.Ambiopia
3. Afakia
a.Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding ukuran sebenarnya.
b.Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti melengkung.
c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi kabur.
4.Astigmatisme
5. Presbiopi
a.Kelelahan mata.
b.Mata berair.
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :
a.Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata tertutup satu
b.Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari yang paling
atas ke bawah dan tentukan baris terakhir yang bisa di baca seluruhnya dengan benar.
c.Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji
d.Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat dikurangi 1 m
e.Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1 m.
f.Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji dengan arah sinar.
Penilaian :
a. Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh hurup dalam
b. Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam penglihatan
6/30, berarti dia hanya bisa melihat pada jarak 6m yang oleh orang normal huruf
c. Bila dalam uji hitung pasien hganya dapat melihat atau menentukan dari jumlah
jari yang diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1m berarti tajam
e. Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian tangan
maka dikatakan sebagai 1/~ orang normal dapat melihat cahaya pada jarak yang
tak terhingga.
Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata kanan
Caranya :
b. Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris
2) Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah secara
f. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif, bila
menjadi lebih jelas bearti pasien mengalami myopia. Ukuran lensa koreksi adalah
g. Apabila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak bertambah
baik atau tidak maksimal (penglihatan tidak mencapai 6/6 ) maka akan dilakukan
ujipinhole. Letakan pinhole didepan mata yang sedang diuji dan meminta
membaca baris terakhir yang masih dapat dilihat atau dibaca sebelumnya bila :
1) Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat dikoreksi
lebih lanjut karena media penglihatan keruh terdapat kelainan pada retina
h. Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa potsitif untuk
i. Pasien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang paling jelas
j. Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan - lahan
k. Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan garis terkabur
m. Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang diberikan
terlalu
berat harus dikurangi perlahan – lahan atau ditambah lensa negatif perlahan-
lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. derajat astigmat adalah ukuran lensa
silinder negatif yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat terlihat sama jelas.
3. Pemeriksaan presbiopia.
presbiopia caranya :
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
1. Non bedah.
Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina. Perbaikan
ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan tergantung dari jenis
kelainan refraksi.
c.Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak dapat
melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa ganda.
1) Kaca mata.
Keuntungan :
a)Mudah dugunakan
b)Harganya lebih murah dan tahan lama.
Kerugian :
pusat lensa.
Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk
Kerugian :
Keuntungan :
2. Bedah
insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea. contac cornea tidak di insisi
sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi pada kornea yang mana menurunkan
Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau scar pada kornea jika insisi
terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu
dangkal.
3. Prosedur bedah
Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan refraksi
yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk klien kita yang
mengalami kelainan refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan donor yang digunakan
untuk prosedur ini tidak semua pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.
WAWANCARA
gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular edema misalnya tipe
pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat mobilisasi sehingga ketergantungan
aktifitas hidup sehari – hari (Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan (seperti
merokok).
c. Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan fisual harus
PEMERIKSAAN FISIK
1.5. TANDA – TANDA VITAL
TD : Normal ( 110-130 mmHg )
Nadi : Normal ( 60-100 x/menit )
Suhu : Normal ( 36.5 – 37.5 celcius )
RR : Normal ( 16-24 x/menit )
2. DIAGNOSAKEPERAWATAN
1 2 3 4 5 jika di perlukan
-Hubungan Sosial -Modifikasi lingkungan
1 2 3 4 5 terhadap terjadinya
mengomunikasikan keselamatan
1 2 3 4 5 melakukan perpindahan ke
(misalnya,rujukan untuk
tangga)
2
Gangguan Citra Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Citra Tubuh
1 2 3 4 5 tahap perkembangan
mengidentifikasi tindakan-
meningkatkan penampilan
3 Resiko cedera
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Identifikasi Risiko
dengan gangguan
mekanisme keperawatan selama 3x 24
DefiDefinisi : Analisis faktor
pertahan primer
jam diharapkan pasien risiko
1 2 3 4 5 keperawatan serta
1 2 3 4 5 membantu menurunkan
1 2 3 4 5 pemenuhan kebutuhan
panjang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari
suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada
permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi (Dorland,
1996; 1591 ). Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi. Ametropia
dibagi lagi menjadi 4 macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan astigmatisme. Etiologi dan
manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata tergantung dari jenis refrakasi mata itu sendiri.
Adapun komplikasi dari gangguan refraksi mata antara lain Strabismus, Juling atau
penatalaksanaan untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non bedah, bedah dan
prosedur bedah.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Jual. 2007. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan. Alih Bahasa
lyas S, Hifema. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ilyas,Sidarta. Muzakkir Tanzil. Salamun. Zainal Azhar. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit
Timby, Scherer, Smith. 1999. Introductory Medical Surgical Nursing. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott