Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIENDENGAN GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORI

“GANGGUAN REFRAKSI”

Untuk Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Dosen Pengampu : Ns. Faridah Aini, M.Kep., Sp.KMB

Oleh :

1. Omega Alfionita (010117A074)


2. Rita Listiawati (010117A087)
3. Sismianita Astuti (010117A100)
4. Willi Ade Larasati (010117A116)
5. Sindy Mila Melinda (010117A122)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas izin dan rahmatnya yang telah diberikan kepada
penulis, sehingga akhirnya penulis diberikan kekuatan kelancaran untuk menyelesaikan
makalah ini. Penulis sadar atas segala kekurangan yang ada, baik dalam teknis pembahasan ,
penyajian, maupun isi dan bobotnya. Oleh karena itu dengan lapang hati penulis bersedia
menerima kritik dan saran yang membangun. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang terlibat khususnya kepada dosen bidang studi atas bimbingan dan
arahan dalam pembuatan makalah ini.

Ungaran, 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gangguan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada gangguan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
gangguan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau di belakang makula. Gangguan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,hipermetropia,
dan astigmatisma.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian gangguan refraksi ?
2. Apa media pada refraksi ?
3. Apa saja klasifikasi dalam gangguan refraksi ?
4. Apa saja etiologi dalam gangguan refraksi ?
5. Bagaimana patofisiologi dalam gangguan refraksi ?
6. Apa manifestasi klinis klien yang mengalami gangguan refraksi ?
7. Apa saja komplikasi pada klien gangguan refraksi ?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada gangguan refraksi ?
9. Bagaimana penatalaksanaan gangguan refraksi ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan refraksi ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari gangguan refraksi.
2. Untuk mengetahui media dari refraksi.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dalam gangguan refraksi.
4. Untuk mengetahui etiologi gangguan refraksi.
5. Untuk mengetahui patofisiologi gangguan refraksi.
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis klien pada gangguan refraksi.
7. Untuk mengetahui komplikasi gangguan refraksi.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang ganguan refraksi.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaa pada gangguan refraksi.
10. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada klien gangguan refraksi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GANGGUAN REFRAKSI


Gangguan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada gangguan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik
pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada
gangguan refraksi, sinar tidak di biaskan tepat pada makula lutea, tetapi dapat di depan
atau di belakang makula.
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata, sehingga sinar tidak
difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau di belakang bintik
kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik fokus (Hartanto & Inakawati, 2010).

B. MEDIA REFRAKSI
Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea, humor aqueous (cairan bilik
mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).
1. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan
diameternya sekitar11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5
lapisan yang berbeda-beda :
a. Lapisan Epitel (yang bersambungan dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris) : mempunyai lima atau enam lapis sel.
b. Lapisan Bowman : lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma
yang berubah.
c. Stroma : tersusun dari lamella fibril-fibril kolagen dengan lebar sekitar 1
µm yang salin menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea.
d. Membran Descemet : adalah sebuah membran elastik yang jernig yang
tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan merupakan
membran basalis dari endotel kornea.
e. Lapisan Endotel : hanya mempunyai satu lapis sel

Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah


limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan
oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari
percabangan pertama dari nervus cranialis V (trigeminus).

2. Humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera
oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi
anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior.Humor
aqueous difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh
badan siliaris di camera oculi posterior.
3. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskkular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
digantung di belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan
siliare. Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih
permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit
masuk.
4. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran
hialoisnya-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut :
a. Kapsula lensa posterior
b. Serat-serat zonula
c. Pars plana lapisan epitel
d. Retina
e. Caput nervi optici

C. KLASIFIKASI
Berikut adalah kelainan-kelainan refraksi pada mata menurut Guyton and Hall (2007) :
1. Hipermetropia
Hipermetropia atau dikenal sebagai “Penglihatan Jauh”, biasanya akibat bola mata
terlalu pendek, atau kadang-kadang karena sistem lensa terlalu lemah. Pada keadaan ini,
dimana sinar yang sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam
keadaan istirahat di biaskan di belakang retina.
2. Miopia
Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tak terhingga di fokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya
akibat bola mata terlalu panjang, tapi dapat pula disebabkan oleh daya bias sistem lensa
yang terlalu kuat.
3. Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata yang menyebabkan bayangan pada
satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari bidang yang tegak lurus terhadap
bidang tersebut. Hal ini paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea
pada salah satu bidang mata. Contoh lensa astigmatis adalah permukaan lensa seperti
telur yang terletak pada sisi datangnya cahaya. Derajat kelengkungan bidang yang
melalui sumbu panjang telur tidak sama besar dengan derajat kelengkungan pada bidang
yang melalui sumbu pendek.

D. ETIOLOGIGANGGUAN REFRAKSI
1. Myopia
a. Sumbu optik bola mata lebih panjang.
b.Pembiasan media penglihatan kornea lensa yang terlalu kuat.
2. Hipermetropi
a.Bola mata pendek atau sumbu anteropasterior yang pendek.
b. Kelengkungan kornea atau lensa kurang.
c. Indeks bias kurang pada sistem optik mata.

3.     Afakia

Tidak adanya lensa mata.

4.     Astigmatisme

a.Kelainan kelengkungan permukaan kornea.

b.Kelainan pembiasan pada miridian lensa yang berbeda.

c.Infeksi kornea.

d.Truma distrofi.

5.     Presbiopi

a. Kelemahan otot akomodasi.

b.Lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis lensa.

E. PATOFISIOLOGI GANGGUAN REFRAKSI

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada orangn normal

susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian

seimbang sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata normal disebut

emetropia mata dengan kelainan refraksi mengakibatkan sinar normal tidak dapat
terfokus pada macula. Hal ini disebabkan oleh kornea yang terlalu mendatar atau

mencembung, bola mata lebih panjang atau pendek lensa berubah kecembungannyaatau

tidak ada lensa mengakibatkan Ametropi dan bila di akibatkan oleh elastisitas lensa yang

kurang atau kelemahan otot akomodasi mengakibatkan presbiopi.

Pada Ametropi apabila bola mata lebih panjang pembiasan kornea berlebihan atau lensa

yang terlalu kuat mengakibatkan pembiasan terlalu kuat sehingga fokus terletak didepan

retina dan penderita mengalami rabun jauh ( myopia )sebaliknya bila bola mata terlalu

pendek, indeks bias kurangatau kelengkungan kornea atau lensa kurang maka pembiasan

tidak cukup sehingga fokus dibelakang retina dan mengakibatkan rabun dekat
( hipermetropi ). Hipermetropi tinggi terjadi akibat mata tidak memiliki lensa ( Afakia )

apabila terjadi kelainan kelengkungan kornea, infeksi kornea, distrofi atau pembiasan

lensa berbeda maka akan mengakibatkan bayangan ireguler (Astigmatisme).

Pada presbiopi elastisitas lensa yang berkurang atau kelemahan otot akomodasi

mengakibatkan daya akomodasi berkurang, sehingga lensa kurang mencembung dan

pembiasan kurang kuat. Untuk melihat mata berakomodasi terus menerus sehingga

terjadi ketegangan otot siliar yang mengakibatkan mata lelah, dan mata berair jika

menekan kelenjar air mata.

Pada ametropi akomodasi juga dilakukan terus menerus agar mata dapat melihat. Hal ini

mengakibatkan mata lelah atau sakit, mata esotropia atau mata juling ke dalam dan

strabismus karena bola mata bersama – sama konvergensi, serta glaucoma sekunder

karena hipertrofi otot siliar pada badan siliar mempersempit sudut bilik mata.

Rabun jauh atau myopia yang berjalan progresif akan mengakibatkan kebutaan dan

hiperplasi pigmen epitei dan perdarahan, kebutaan dapat terjadi karena digenari macula

dan retina perifer mengakibatkan atrofi lapis sensori retina dan degennerasi saraf optik.

Hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan terjadi karena neovaskularisasi sub retina akibat

ruptur membran bruch (Ilyas  : 1998).

F. MANIFESTASI KLINIS GANGGUAN REFRAKSI


1. Myopia
a.Melihat jelas bila dekat dan melihat jauh kabur (rabun jauh ).
b.Sakit kepala sering disertai juling.
c.Celah kelopak yang sempit.
d.Astemopia konvergensi.
e.Myopik kresen yaitu: gambaran bulan sabit yang terlihat pada polos posterior
fundus matamyopia yang terdapat pada daerah pupil saraf optik akibat tidak
tertutupnya sklera oleh koroid.
f. Degenerasi macula dan retina bagian perifer.
2.Hipermetropi

a.Penglihatan dekat dan jauh kabur.

b.Sakit kepala.

c.Silau

d.Diplopia atau penglihatan ganda.

e. Mata mudah lelah.

f.Sakit mata.

g.Astenopia akomodatif.

h.Ambiopia

i.Kelelahan setelah membaca.

j.Mata terasa pedas dan tertekan.

3. Afakia

a.Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding ukuran sebenarnya.

b.Terdapat efek prisma lensa tebal sehingga benda terlihat seperti melengkung.

c. Bagian yang jelas terlihat hanya bagian sentral sedangkan penglihatan tepi kabur.

4.Astigmatisme

a. Penurunan ketajaman mata baik jarak dekat maupun jauh.

b.Tidak teraturnya lekukan kornea.

5. Presbiopi

a.Kelelahan mata.

b.Mata berair.

c.Sering terasa pedas pada mata.

G. KOMPLIKASI GANGGUAN REFRAKSI.


1.        Strabismus.
2.        Juling atau esotropia.
3.        Perdarahan badan kaca.
4.        Ablasi retina.
5.        Glaukoma sekunder.
6.        Kebutaan

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG GANGUAN REFRAKSI.

1.Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan kartu snellen caranya :

a.Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari kartu snellen dengan mata tertutup satu

b.Pasien diminta membaca huruf yang terdapat pada kartu, mulai dari yang paling

atas ke bawah dan  tentukan baris terakhir yang bisa di baca seluruhnya dengan benar.

c.Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ) maka dilakukan uji

hitung dengan uji hitung jarak 6m.

d.Jika pasien tidak dapat menghitung jarak dari 6 m, maka jarak dapat dikurangi 1 m

sampai jarak maksimal penguji dengan pasien 1m.

e.Jika pasien tetap tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak 1 m.

f.Jika pasien tetap tidak dapat melihat lambaian tangan dilakukan uji dengan arah sinar.

g.Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinarmaka dikatakan

penglihatannya adalah 0 ( nol ) buta total.

Penilaian :

a. Tajam penglihatan adalah 6/6 berarti pasien dapat membaca seluruh hurup dalam

kartu snellen dengan benar.

b. Bila baris yang dibaca seluruhnya bertanda 30 maka dikatakan tajam penglihatan

6/30, berarti dia hanya bisa melihat pada jarak 6m yang oleh orang normal huruf

tersebut dapat dilihat pada jarak 30m.

c. Bila dalam uji hitung pasien hganya dapat melihat atau menentukan dari jumlah

jari yang diperlihatkan pada jarak 3m maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60.

jari terpisah dapat terlihat orang normal pada jarak 60m.


d. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300m bila

mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1m berarti tajam

penglihatan adalah 1/300.

e. Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian tangan

maka dikatakan sebagai 1/~ orang normal dapat melihat cahaya pada jarak yang

tak terhingga.

2.       Pemeriksaan kelainan refraksi.

Dilakukan pada satu mata secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata kanan

kemudian mata kiri, dilakukan setelah tajam pemeriksaan diperiksa dan diketahui

adanya kelainan refraksi.

Caranya :

a.     Pasien duduk dengan jarak 6m dari kartu snellen.

b.     Satu mata dututup dengan mata yang terbuka pasien diminta membaca baris

yang terkecil yang masih dapat dibaca.

c.      Pada mata yang terbuka diletakan lensa + 0,50 untuk menghilangkan

akomodasi pada saat pemeriksaan.

d.      Kemudian diletakan lensa positif tambahan, dikaji :

1)       Bila penglihatan tidak bertambah baik berarti pasien tidak hipermetropi.

2)       Bila bertambah jelas dan dengan kekuatan lensa yang ditambah secara

perlahan  - lahan bertambah baik berarti pasien mengalami hipermetropi,

f. Bila penglihatan tidak bertambah baik maka diletakan lensa negatif, bila

menjadi lebih jelas bearti pasien mengalami myopia. Ukuran lensa koreksi adalah

lensanegatif teingan yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

g. Apabila baik dengan lensa positif maupun negatif penglihatan tidak bertambah

baik  atau tidak maksimal (penglihatan tidak mencapai 6/6 ) maka akan dilakukan

ujipinhole. Letakan pinhole didepan mata yang sedang diuji dan meminta

membaca baris terakhir yang masih dapat dilihat atau dibaca sebelumnya bila :
1) Pinhole tidak memberikan perbaikan berarti mata tidak dapat dikoreksi

lebih lanjut karena media penglihatan keruh terdapat kelainan pada retina

atau syaraf optik.

2) Terjadi perbaikan penglihatan, berarti terdapat astigmatisma atau silinder

pada mata tersebut yang belum mendapat koreksi.

h. Bila pasien astigmatisma maka pada mata tersebut di pasang lensa potsitif untuk

membuat pasien menderita kelainan refraksi astigmatismus miopikus.

i. Pasien diminta melihat kartu kipas astigma dan ditanya garis yang paling jelas

terlihat pada kartu  kipas astigma.

j. Bila perbedaan tidak terlihat lensa positf diperlemah secara perlahan  - lahan

hingga pasien melihat garis yang paling jelas dan kabur.

k. Dipasang lensa silinder negatif dengan sumbu yang sesuai dengan garis terkabur

pada kipas astigma.

l. Lensa silinder negatif diperkuat sedikit demi sedikit  pada sumbu tersebut

sehingga sama jelasnya dengan garis lainya.

l.        Bila sudah sampai jelasnya dilakukan tes kartu snellen kembali.

m.      Bila tidak didapatkan hasil 6/6 maka mungkin lensa positif yang diberikan

terlalu

berat harus dikurangi perlahan – lahan atau ditambah lensa negatif perlahan-

lahan sampai tajam penglihatan menjadi 6/6. derajat astigmat adalah ukuran lensa

silinder negatif yang dipakai sehingga gambar kipas astigmat terlihat sama jelas.

3.       Pemeriksaan presbiopia.

Untuk lanjut usia dengan keluhan membaca dilanjutkan dengan pemeriksaan

presbiopia caranya :

a. Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan dilakukan koreksi kelainan refraksi

bila terdapat myopia hipermetropia, atau astigmatisma sesuai prosedur diatas.

b.       Pasien diminta membaca kartu pada jarak 30 – 40 cm.


c.       Diberikan lensa positif mulai +1 dinaikan perlahan 2x sampai terbaca  huruf

terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.

d.       Dilakukan pemeriksaan mata satu persatu. 

I. PENATALAKSANAAN PADA GANGGUAN REFRAKSI.

1.       Non bedah.

Gangguan refraksi harus diperbaiki agar cahaya adapat terfokus pada retina. Perbaikan

ini dapat menggunakan sebuah lensa. jenis lensa yang digunakan tergantung dari jenis

kelainan refraksi.

a. Myopia menggunakan lensa konkaf atau negatif.

b.Hipermetropia menggunakan lensa konveks atau positif.

c.Presbiopia dapat menggunakan lensa konveks tetapi jika pasien tidak dapat

melihat jarak jauh, menggunakan lensa konkaf konveks atau lensa ganda.

d. Astigmatisma menggunakan lensa silinder.Lensa tersebut dapat digunakan

dengan menggunakan kaca mata atau lensa kontak.

1)  Kaca mata.

Keuntungan :

a)Mudah dugunakan
b)Harganya lebih murah dan tahan lama.

Kerugian :

a)Perubahan penampilan fisik

b)Beratnya frame pada hidung dan penurunan penglihatan periperal

karena penglihatan dapat menjadi baik jika pasien melihat melalui

pusat lensa.

2)  Contact lense atau lensa kontak.

Merupakan diskus atau cakram bulat dari plastik yang di design untuk

mengistirahatkan kornea mata dan dipasang dibawah mata. Contak lense


dipasang sesuai dengan ukuran, bentuk kornea dan kekuatan refraksi atau

pembiasan yang diinginkan.

Kerugian :

a)Sulit dalam perawatan.

b)Harga lebih mahal.

c)Ada jangka waktu pemakaian ( tidak tahan lama ).

Keuntungan :

a)Model lebih simple.

b)Tidak menimbulkan gangguan penampilan peran.

c) Bisa berfungsi sebagai estetika.

2.      Bedah

Pembedahan dapat mejadi alternatif tindakan untuk kelainan refraksi.

Radial keratotomy merupakan tindakan bedah untuk mengatasi myopia sedang 8 – 16

insisi diagonal dibuat melalui 90% pada periperal kornea. contac cornea tidak di insisi

sehingga penglihatan tidak dipengaruhi insisi pada kornea yang mana menurunkan

panjang antereposterior mata dan membantu gambaran terfokus pada retina.

Komplikasi pada pembedahan ini diantaranya luka atau scar pada kornea jika insisi

terlalu dalam dan kegagalan untuk mencapai kecukupan perbaikan jika insisi terlalu

dangkal.

3.       Prosedur bedah

Prosedur bedah yang lain yang dapat dilakukan untuk memperbaikai kelainan refraksi

yaitu epikeratophakia pembedahan dari donor jaringan kornea untuk klien kita yang

mengalami kelainan refraksi akan tetapi dalam hal ini jaringan donor yang digunakan

untuk prosedur ini tidak semua pasien dapat menerima transplantasi korne dari donor.

J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN REFRAKSI.


1. PENGKAJIAN DATA
IDENTITAS KLIEN
Nama :-
Umur : Miopia, hipermetropia dan astigmatismadapat terjadi pada semua
umur sedangkan presbiopia timbul mulai umur 40 tahun keatas.
Jenis Kelamin : Pria dan wanita mempunyai resiko yang sama untuk terkena
gangguan refraksi
Suku / Bangsa :-
Agama :-
Pekerjaan : Pekerjaan yang memerlukan fokus mata jarak dekat dalam kurun
waktu yang lama, seperti pekerjaan yang berhubungan dengan
komputer seperti operator komputer.
Pendidikan :-
Alamat :-
No. Register :-
Diagnosa Medis : Gangguan Refraksi
RIWAYAT KEPERAWATAN ( NURSING HISTORY )
Keluhan utama :
Biasanya klien mengeluhkan salah satu tanda gejala berikut :
- penglihatan yang kabur saat melihat objek jauh, dekat, atau keduanya,
- sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi,
- mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas dan pegal pada bola mata.
1.1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang biasanya setelah beberapa minggu merasakan keluhan rasa tidak nyaman
pada kedua matanya. Penglihatan yang kabur saat melihat objek jauh, dekat, atau
keduanya, sehingga biasanya klien sering memaksakan mata untuk melihat dengan
lebih jelas. Hal ini menyebabkan terjadinya iritasi mata, mata gatal, mata lelah, sensasi
terdapat benda asing, dan kemerahan, selain itu kedua mata klien sering berair dan sakit
kepala turut dirasaka namun keluhan ini biasanya dirasakan hilang timbul.
1.2. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Pada klien kaji adanya riwayat diabetes mellitus, pasca bedah kornea, defisit vitamin A
dan tanyakan apakah sebelumnya klien sudah pernah memakai kacamata atau kontak
lensa.
1.3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada umumnya klien gangguan refraksi dengan miopi dan astigmatisma merupakan kelainan
karena faktor bawaan (keturunan atau genetik) selain itu adakah riwayat buta warna pada
keluarga.
1.4. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Keadaan rumah klien yang sempit dan lingkungan pekerjaan klien yang mempengaruhi
kerja mata.

          WAWANCARA

a. Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab  dan waktu mulai terjadinya

gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular edema misalnya tipe

tertentu mempunyai ketajaman penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular

degenerasi mempunyai pusat masalah ketajaman.

b. Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang periperal dimana

pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat mobilisasi sehingga ketergantungan

aktifitas hidup sehari – hari (Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan (seperti

merokok).

c. Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan fisual harus

diidentifikasi pula mengenai pengharapan realistic darlowvition.

PEMERIKSAAN FISIK
1.5. TANDA – TANDA VITAL
 TD : Normal ( 110-130 mmHg )
 Nadi : Normal ( 60-100 x/menit )
 Suhu : Normal ( 36.5 – 37.5 celcius )
 RR : Normal ( 16-24 x/menit )

1.6. PEMERIKSAAN PER SISTEM


A. Sistem Pernafasan
Anamnesa : tidak ada keluhan dan kelainan pada system pernafasan
Hidung
Inspeksi : tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada secret/ingus, tidak ada
pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat, tidak menggunakan alat bantu nafas ETT
Leher
Inspeksi : bentuk leher normal dan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer
tiroid
Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem
Area Dada
Inspeksi : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada simetris,
bentuk dada normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi : bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler

B. Kardiovaskuler Dan Limfe 


Anamnesa : tidak ada keluhan dan kelainan pada system kardiovaskuler dan limfe
Wajah
Inspeksi : wajah simetris dan konjungtiva merah muda
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris dan tidak ada pulsasi dada
Palpasi : tidak ada pembesaran ictus cordis
Perkusi : Terdengar suara pekak pada jantung
Auskultasi : Bunyi jantung I tunggal di ICS IV linea mid clavicula sinistra.
Bunyi jantung II tunggal di ICS II linea stenalis kanan ( aorta ).
Bunyi jantung III tunggal tidak terdengar.
Bunyi jantung IV tunggal tidak terdengar.
Ekstermitas atas
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger
Palpasi : suhu akral hangat
Ekstermitas bawah
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada varises, clubbing finger
Palpasi : suhu akral hangat
C. Persyarafan
Anamnesa : Sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi
Pemeriksaan nervus
 Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat di beri minyak wangi dan minyak kayu putih.
 Nervus II opticus (penglihatan)
a) Luas Lapang pandang
V = 1/60 (miopia)
V = 1/300 (hipermetropia)
b) Ketajaman Penglihatan
Penglihatan kabur saat melihat objek jauh, dekat, atau keduanya
 Nervus III oculomotorius
Pada miopia mata terkadang menonjol dan celah mata tertutup setengah sedangkan
pada hipermetropia terkadang bola mata relatif lebih kecil, begitu juga dengan
korneanya.
 Nervus IV toklearis
Pemeriksaan pupil : miosis pada hipermetropia, midriasis pada miopia.
 Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Bisa merasakan tusukan jarum tajam dan tumpul pada wajah.
 Nervus VI abdusen
Gerakan bola mata tidak sama saat bergerak, pada astigmatisma terdapat diplopia
(penglihatan ganda) pada satu atau kedua mata, bola mata menonjol
(exophthalamus)pada miopia
 Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis dengan mata
tertutup, bentukwajah simetris
 Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik  
 Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien baik dan dapat membedakan rasa pahit
 Nervus X vagus
Uvula klien simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan berkata“ah”.
 Nervus XI aksesorius
Klien tidak kesulitan untuk mengangkat bahu
 Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan menggerakkannya ke
segala arah
C. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa :Pada sistem perkemihan-eliminasi uri tidak ada gangguan pada
umumnya.
Genetalia Eksterna
Inspeksi : Tidak ada odem, tidak ada tanda – tanda infeksi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
D. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : Pada sistem pencernaan-eliminasi alvi tidak ada gangguan pada
umumnya.
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan edema.
Abdomen
Inspeksi : tidakterdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen), tidak ada
luka.
Auskultasi : peristaltic usus
Perkusi : hipertympani
Palpasi
Kuadran I
Hepar tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan
Kuadran II
Gaster tidak ada nyeri tekan abdomen dan tidak terdapat distensi abdomen
Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burne
E. Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen
Anamnesa : Pada sistem musculoskeletal dan integumen tidak ada gangguan
padaumumnya.
Warna Kulit
Warna kulit tidak terdapat kelainan dan turgor kulit baik
F. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Pada system endokrin dan eksokrin tidak ada gangguan pada
umumnya.
Kepala
Inspeksi : tidak terlihat moon face
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : tidak ada varises, oedem
G. Sistem Reproduksi
Anamnesa :Pada sistem reproduksi tidak ada gangguan pada umumnya.
Axilla
Inspeksi : tidak ada benjolan abnormal
Palpasi : tidak teraba adanya benjolan
Abdomen
Inspeksi : tidak terdapat pembesaran abdomen
Palpasi : tidak terdapat pembesaran (kontur,ukuran) tidak ada massa
H. Persepsi Sensori
Pemeriksaan
Presbiopia
Klien terlebih dulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode “trial and eror”
hingga visus 6/6, dengan menggunakan koreksi , jauhnya kemudian secara binokuler
ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu jaeger pada
jarak 30cm.
Miopia
Refraksi subjektif dengan menggunakan metode “trial and eror” dengan
menggunakan kartu snellen, mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-
masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negatif.
Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksaan mengawasi
reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (against
movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai
netralisasi, autorefraktometer (komputer).
Hipermetropia
Refraksi subjektif, metode “trial and eror” dngan menggunakan kartu snellen, mata
diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan visus
tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan remaja dengan
visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodatif dikoreksi dengan sikloplegik. Refraksi
objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksaan mengawasi reaksi
fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement)
kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi,
autorefraktometer (komputer).
Astigmatisme
Dasar pemeriksaan astigmatisme dengan teknik foging yaitu klien disuruh melihat
gambaran kipas dan ditanya manakah garis yang terlihat paling jelas. Garis ini sesuai
dengan meredian yang paling emetrop dan yang harus dikoreksi adalah aksis tegak
lurus, derajat bidang meredian tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan kartu snellen.
Anamnesa :Penglihatan yang kabur, sakit kepala, mata berair, mata terasa pedas,
pegal pada bola mata dan mata gatal. Terdapat penglihatan ganda (diplopia)
Mata
Inspeksi:
Pada miopia bentuk mata terkadang menonjol sedangkan pada hipermetropia
terkadang
bola mata relatif lebih kecil, presbiopi
Kornea : pada astigmatisma bentuk kornea oval seperti telur, pada hipermetropia
korneanya relatif lebih kecil
Iris dan pupil : uji reflek cahaya pupil miosis (hipermetropia). Pupil midriasis
(miopia)
Lensa: pada prepobia terjadi penurunan elastisitas kapsul lensa dan klerosis lensa
Sclera: putih
Palpasi:
Teraba lunak, tidak ada nyeri dan pembengkakan kelopak mata.
I. Aktifitas Istirahat.
Gejala : perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila membaca.

2. DIAGNOSAKEPERAWATAN

1.  Hambatan rasa aman nyaman berhubungan dengan kurang pengendalian lingkungan

2.  Gangguan Citra tubuh berhubungan perubahan persepsi diri

3.  Risiko cidera berhubungan dengan mekanisme pertahan primer

No Hari, Diagnosa Tujuan/kriteria hasil Intervensi (NIC) TT


tgl, Keperawatan (NOC) D
jam
1
Hambatan rasa setelah dilakukan tindakan
Beri Manajemen lingkungan :

nyaman keperawatan selama 3 x 24 Keselamatan

berhubungan jam diharapkan stimulus


Def Definisi :Memonitor dan

dengan kurang penglihatan  yang diterima memanipulasi lingkungan

pengendalian dapat sesuai dengan fisik untuk meningkatkan

lingkungan kenyataanya dengan keamanan.

kriteria hasil: -Identifikasi kebutuhan

-Kesejahteraan fisik keamanan pasien

1 2 3 4 5 berdasarkan fungsi fisik dan

-Kesejahteraan psikologis kognitif serta riwayat

1 2 3 4 5 perilaku dimasa lalu

-Dukungan sosial dari -Singkirkan bahan

keluarga berbahaya dari lungkungan

1 2 3 4 5 jika di perlukan
-Hubungan Sosial -Modifikasi lingkungan

1 2 3 4 5 untuk meminimalkan bahan

-Perawatan sesuai berbahaya dan beresiko

kebutuhan -Monitor lingkungan

1 2 3 4 5 terhadap terjadinya

-Mampu perubahan status

mengomunikasikan keselamatan

kebutuhan -Bantu pasien saat

1 2 3 4 5 melakukan perpindahan ke

lingkungan yang lebih aman

(misalnya,rujukan untuk

mempunyai asisten rumah

tangga)

2
Gangguan Citra Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Citra Tubuh

tubuh keperawatan selama 3x 24 Definisi : Meningkatkan

berhubungan jam diharapkan pasien persepsi dan sikap pasien

perubahan mampu mengotrol nyeri baik yang disadari maupun

persepsi diri dengan kriteria hasil : tidak disadari terhadap

Citra Tubuh tubuhnya.

-Gambaran internal –Tentukan harapan citra diri


diri pasien didasarkan pada

1 2 3 4 5 tahap perkembangan

-Deskripsi bagian tubuh –Gunakan bimbingan

yang terkena antisipasif menyiapkan

1 2 3 4 5 pasien terkait dengan

-Kepuasan dengan fungsi perubahan-perubahan cira

tubuh tubuh yang diprediksi

1 2 3 4 5 –Bantu pasien menentukan

-Penyesuaian terhadap keberlanjutan dari

perubahan fungsi tubuh perubahan-perubahan

1 2 3 4 5 actual dari tubuh atau

-Penyesuaian terhadap tingkat fungsinya

perubahan status kesehatan –Tentukan perubahan fisik

1 2 3 4 5 saat ini apakah

-Sikap terhadap berkontribusi pada citra diri

penggunaan strategi untuk pasien

meningkatkan –Monitor apakah pasien

fungsi(tubuh) bisa melihat bagian tubuh

1 2 3 4 5 mana yang berubah


–Bantu pasien untuk

mengidentifikasi tindakan-

tindakan yang akan

meningkatkan penampilan

3 Resiko cedera
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Identifikasi Risiko
dengan gangguan
mekanisme keperawatan selama 3x 24
DefiDefinisi : Analisis faktor
pertahan primer
jam diharapkan pasien risiko

dapat mengontrol factor potensial,pertimbangan

cidera kare keterbatasan risiko-risiko kesehatan dan

penglihatanya dengan memprioritaskan startegi

kriteria hasil : pengurangan risiko bagi

Adaptasi terhadap individu maupun kelompok.

Disabilitas Fisik Dkd- Kaji ulang riwayat

-Menyesuaikan secara lisan kesehatan masa lalu dan

kemampuan untuk dokumentasikan bukti yang

menyesuaikan terhadap menunjukan adanya

disabilitas penyakit medis, diagnose

1 2 3 4 5 keperawatan serta

-Menyampaikan secara lisa perawatannya.

penyesuaian terhadap --sk—Identifikasi adanya sumber-

disabilitas sumber agensi untuk

1 2 3 4 5 membantu menurunkan

-Mengidentifikasi cara-cara faktor risiko

untuk beradaptasi dengan--djj - Identifikasi strategi koping

perubahan hidup yang digunakan/ khas

1 2 3 4 5 -ikd - Pertimbangkan fungsi

-Menerima kebutuhan akan dimasa lalu dan saat ini

bantuan fisik d— - Pertimbangkan status

1 2 3 4 5 pemenuhan kebutuhan

-Mendapatkan bantuan dari sehari-hari

tenaga kesehatan - --- - Pertimbangkan


professional pemenuhan terhadap

1 2 3 4 5 perawatan dan medis dan

Melaporkan penurunan keperawatan

citra tubuh negative -wdj - Instruksikan faktor risiko

1 2 3 4 5 dan rencana untuk

mengurangi faktor risiko

----- -Rencanakan tindak lanjut

strategi dan aktivitas

pengurangan risiko jangka

panjang
BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Gangguan refraksi mata adalah penyimpangan cahaya yang lewat secara miring dari

suatau medium ke mediuGm lain yang berbeda densitasnya. Penyimpangan tersebut terjadi pada

permukaan pembatas kedua medium tersebut yang dikenal sebagai permukaan refraksi (Dorland,

1996; 1591 ). Terdapat 2 gangguan refraksi mata yaitu ametropia dan presbiopi. Ametropia

dibagi lagi menjadi 4 macam yaitu, miopi, hipermetropi, afakia, dan astigmatisme. Etiologi dan

manifestasi klinis dari gangguan refraksi mata tergantung dari jenis refrakasi mata itu sendiri.

Adapun komplikasi dari gangguan refraksi mata antara lain Strabismus, Juling atau

esotropia, perdarahan badan kaca, ablasi retina, glaukoma sekunder, kebutaan. Terdapat 3

penatalaksanaan untuk pasien dengan gangguan refraksi mata yaitu non bedah, bedah dan

prosedur bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Carpenito, Lynda Jual. 2007. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian Keperawatan. Alih Bahasa

Monika Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta.

Dorland. 1996. Kamus Kedokteran. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed. 3. EGC. Jakarta.

lyas S, Hifema. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

Ilyas,Sidarta. Muzakkir Tanzil. Salamun. Zainal Azhar. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta

Makalah Gangguan Refraksi. 2013. http://aanborneo.blogspot.com/2013/04/-makalah-gangguan-

refraksi-mata_21.html. Accessed 11 April 2014.


Mansjoer, Arif. Dkk (1999 dan 2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I dan II, Fakultas Kedokteran

UI : Media Aescullapius. Jakarta.

Timby, Scherer, Smith. 1999. Introductory Medical Surgical Nursing. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai