Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA REFRAKSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3

Dosen pengampu (Farida Aini,S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.KMB)

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. Ani Triyanti (010116A001)


2. Ahmad Hatim Ashshidiq (010116A004)
3. Amalia Putri Diana (010116A007)
4. Arina Addiba (010116A010)
5. Arintika Hesti Nur Aini (010116A011)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN PELAJARAN 2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta
hidayah-nya kepada kami. Sholawat serta salam marilah selalu kita hadirkan
keharibaan Rasulullah Muhammad SAW sebagai uswah al-hasanah yang
senantiasa di harapkan syafaatnya di hari kiamat.yang pada kesempatan kali ini
kami dapat membuat makalah dengan tema “Asuhan Keperawatan Pada Refraksi”
dan semoga dapat bermanfaat bagi penulis serta bermanfaat bagi pembaca.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Ibu Farida Aini selaku
dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3. Untuk ridho dan
barokah dari beliau sangat kami harapkan menuju jalan ilmu yang bermanfaat.
Terimah kasih juga atas semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
penulisan makalah ini.
Mengingat makalah ini jauh dari sempurna,kami sangat mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca sehingga ilmu dalam makalah ini dapat sempurna
dan bermanfaat bagi penulis, terlebih lagi bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Ungaran, 20 Mei 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................................

Kata Pengantar ......................................................................................................................

Daftar Isi................................................................................................................................

BAB I Pendahuluan .............................................................................................................

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................

1.2 Tujuan .............................................................................................................................

BAB II Pembahasan...............................................................................................................

2.1 Media refraksi..................................................................................................................

A. Anatomi refraksi...............................................................................................................

B. Fisiologi penglihatan.........................................................................................................

C. Kelainan refraksi...............................................................................................................

2.2 Anisometropia..................................................................................................................

2.3 Penglihatan binokular tunggal

2.4 Gangguan stereoskopis

2.5 Pemeriksaan stereoskopis

2.6 Asuhan keperawatan dari kelainan refraksi

BAB III Penutup ...................................................................................................................

3.1 Simpulan .........................................................................................................................

3.2 Saran................................................................................................................................

Daftar Pustaka

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk
membiaskan cahaya masuk ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk
membentuk sebuah gambar. Struktur mata yang berkontribusi dalam proses
refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous dan vitreous humor. Cahaya yang
masuk akan direfraksikan ke retina, yang akan dilanjutkan ke otak berupa
impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh otak. Kelainan refraksi ini
terjadi apabila fungsi refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan
sempurna. Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang
paling umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat
pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur.
Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk yaitu
miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi apabila
cahaya dibiaskan di depan retina; hipermetropia terjadi apabila cahaya
dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan
tidak terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya
daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan. Penyebab
kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau
kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial
atau sumbu mata. Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, lingkungan dan genetik.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk media refraksi (anatomi
refraksi, fisiologi penglihatan, kelainan refraksi)
2. Untuk mengetahui kelainan refraksi anisometropia

4
3. Untuk mengetahui apa itu gangguan penglihatan binokular tunggal,
gangguan stereoskopis dan pemeriksaannnya
4. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari kelainan refraksi

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Media Refraksi

A. Anatomi Media

Refraksi Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya yang diakibatkan


oleh media refrakta mata. Alat-alat refraksi mata terdiri dari permukaan kornea,
humor aqueous (cairan bilik mata), permukaan anterior dan posterior lensa, badan
kaca (corpus vitreum).

1) Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding


dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa
rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel

6
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan lapisan
endotel.

Kornea mata mempunyai kekuatan refraksi sebesar 40 dioptri. Sumber-sumber


nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aqueous,
dan air mata. Kornea superfisialis juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari
atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea didapat dari percabangan pertama dari
nervus cranialis V (trigeminus).

2) Humor Aqueous

Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah memasuki camera


oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan masuk ke camera oculi anterior
dan kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi anterior. 5,15 Humor
aqueous difiltrasi dari darah, dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh
badan siliaris di camera oculi posterior. Humor aqueous diproduksi dengan
kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250 μL serta
camera oculi posterior sebanyak 60 μL.

Humor aqueous mengalir di sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang


anterior. Sebagian air keluar mata melalui lorong-lorong dari trabecular
meshwork. Trabecular meshwork adalah saluran seperti saringan yang
mengelilingi tepi luar dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana
menyisipkan iris ke dalam badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke
dalam badan siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke
dalam pembuluh darah di sekitar bola mata.

3) Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa digantung di
belakang iris oleh zonula yang menghubungkannya dengan badan siliare. Di
anterior lensa terdapat humor aqueous, di sebelah posteriornya terdapat vitreus.
Kapsul lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeabel
daripada dinding kapiler) yang akan memungkinkan air dan elektrolit masuk.

7
Selapis epitel subskapular terdapat di depan. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa semakin lama menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang
panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan
lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk
{Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas
dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel
subkapsul.

Lensa difiksasi ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula


(zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan badan siliaris dan
menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air,
sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.5 Lensa memiliki
kekuatan refraksi 15-10D.

4) Vitreus

Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang membentuk
dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan yang dibatasi
oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus membran hialois-
normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut: kapsula lensa posterior,
serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina dan caput nervi optici. Basis
vitreus mempertahankan penempelan yang kuat sepanjang hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan
nervus optikus kuat pada awal kehidupan tetapi segera hilang.

B. Fisiologi Penglihatan

8
Mata dapat dianggap sebagai kamera, dimana sistem refraksinya
menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh
sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik (N II), ke
korteks serebri pusat penglihatan. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya
diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi
maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea hampir
sama dengan humor aqueous, sedang daya refraksi lensa hampir sama pula
dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini membentuk lensa yang
cembung dengan fokus 23 mm. Dengan demikian, pada mata yang emetrop dan
dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar yang datang di mata akan
dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea sentralis merupakan posterior
principal focus dari sistem refraksi mata ini, dimana cahaya yang datang sejajar,
setelah melalui sitem refraksi ini bertemu. Letaknya 23 mm di belakang kornea,
tepat dibagian dalam macula lutea.

Mata mempunyai kemampuan untuk memfokuskan benda dekat melalui


proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan Purkinje, yang
merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah
memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina.
Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan
lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.

C. Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi mata atau ametropia adalah suatu keadaan dimana


bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang
bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi
dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.

Berikut adalah kelainan-kelainan refraksi pada mata menurut Guyton and


Hall (2007):

1. Hipermetropia
a. Definisi

9
Merupakan kelainan refraksi, dimana sinar yang sejajar yang
datang dari jarak tak terhingga, oleh mata yang dalam keadaan istirahat
dibiaskan dibelakang retina. Hipermetropia atau dikenal sebagai
“Penglihatan Jauh”, biasanya akibat bola mata terlalu pendek, atau
kadang-kadang karena sistem lensa terlalu lemah.
Rabun dekat adalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang
tidak dapat melihat benda pada jarak dekat. Titik dekat penderita rabun
dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi mencapai jarak
tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat hanya dapat melihat
benda pada jarak yang jauh.
Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang
terlalu pipih atau tidak dapat mencembung dengan optimal, oleh sebab
itu bayangan yang dibentuk lensa mata jatuh di belakang retina. Rabun
dekat dapat tolong menggunakan kaca mata lensa cembung, yang
berfungsi untuk mengumpulkan sinar sebelum masuk mata, sehingga
terbentuk bayangan yang tepat jatuh di retina.
b. Etiologi
Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut :
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek
Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau
ablasio retina(lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik
fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus
humor, lensa dan vitreus humor. Gangguan yang dapat
menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada komposisi
kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan
perubahan pada komposisi aqueus humor dan viterus humor.
Misal pada penderita Diabetes Melitus terjadi hipermetopi jika
kadar gula darah di bawah normal.
3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat

10
Kelengkungan kornea ataupun lensa berkkurang sehingga
bayangan difokuskn di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa
Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior.
c. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara
obyektif klien susah melihat jarak dekat atau penglihatan klien akan
rabun dan tidak jelas. Sakit kepala frontal. Semakin memburuk pada
waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang penggunaan
mata dekat. Dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk
waktu yang lama.
2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level
tertentu dari ketegangan.
3. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh
penglihatan jauh kabur.
4. Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi
pada keadaan kelelahan, atau penerangan yang kurang.
5. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh
kegiatan melihat dekat jangka panjang. Jarang terjadi pada pagi
hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik
spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
6. Eyestrain
7. Sensitive terhadap cahaya
8. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti
penglihatan buram intermiten
d. Patofisiologi
Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura
kornea dan lensa yang lebih lemah, dan perubahan indeks refraktif
menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak jauh tak

11
terhingga di biaskan di belakang retina. Seperti pada gambar dibawah
ini :

e. Pencegahan
1. Duduk dengan posisi tegak ketika menulis.
2. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton TV,
komputer atau setelah membaca.
3. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm).
4. Gunakan penerangan yang cukup
5. Jangan membaca dengan posisi tidur

f. Penatalaksanaan
1. Koreksi Optikal
Hipermetropia dikoreksi dengan kacamata berlensa plus (konveks)
atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan kelainan berderajat
rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya,
tidak perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat
hipermetropianya berat dengan atau tanpa disertai mata juling
dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata
juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan
memakai kacamata berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini

12
amat bermanfaat untuk menurunkan rangsangan pada otot-otot yang
menarik bolamata juling ke dalam.
Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D)
daripada total fakultatif dan absolute hyperopia yang diberikan kepada
pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot ekstraokular. Jika ada
akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan.
Pada exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika
keseluruhan refraksi manifest kecil, misalnya 1 D atau kurang, koreksi
diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala.
2. Terapi Penglihatan
Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan
disfungsi binokuler akibat dari hipermetropia. Respon akomodasi
habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi respon
terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi
penglihatan untuk mengurangi gangguan akomodasi tersebut.
3. Terapi Medis
Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP)
dan echothiopate iodide (Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada
pasien dengan akomodasi eksotropia dan hipermetropia untuk
mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A).
4. Bedah Refraksi
Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan
Terapi pembedahan yang mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG
laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar Keratoplasty, Spiral
Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti
dengan Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang
digunakan sebagai terapi terhadap hipermetropia.

2. Miopia
a. Definisi

13
Miopia adalah kelainan refraksi pada mata dimana bayangan
jatuh di depan retina ketika mata tidak dalam keadaan berakomodasi.
Hal ini digambarkan dengan keadaan tanpa akomodasi, kondisi refraksi
dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk ke dalam mata
akan jatuh di depan retina.
Pada keadaan refraksi ini, retina terletak di belakang bidang
fokus sehingga lensa konkaf atau lensa negatif dibutuhkan untuk
memindahkan bidang fokus kembali terletak pada retina. Definisi miopia
bervariasi namun pada umumnya mata dianggap myopia bila memerlukan
lensa negative 0.50 dioptri untuk mengembalikan penglihatan normal
(Young, 2010).
b. Etiologi
Miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan dalam sinar didalam
mata untuk panjangnya bola mata akibat:
- Kornea terlau cembung
- Lensa mempunyai kecembungan yang kuat sehingga bayangan
dibiaskan kuat
- Bola mata terlalu panjang.
c. Manifestasi Klinis
Manifestasi miopia yaitu penglihatan yang kabur jika melihat
jauh atau istilah populernya adalah “nearsightedness” (AOA, 2006).
Keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang
sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya
untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek lubang kecil
d. Patofisiologi
Miopia terjadi akibat sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga yang masuk ke dalam mata, dibiaskan di depan retina dalam
keadaan mata tanpa akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata
untuk mengubah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar yang
menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga
bayangan pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus tepat di retina.

14
Penderita miopi tidak dapat melihat objek atau benda dengan jarak yang
jauh, namun akan terlihat jelas apabila objek atau benda tersebut berada
dalam jarak yang dekat (Suhardjo, 2007).
e. Penatalaksanaan
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa
negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan
disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya
bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya bias dapat
dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata
miopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula
meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang
lebih kuat atau lebih lemah sampaimemberikan tajam penglihatan yang
terbaik.
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam
penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka
sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik setelah dikoreksi.

15
Bagi orang-orang yang tidak nyaman menggunakan kacamata atau
kontak lensa dan memenuhi kriteria umur, derajat miopia dan kesehatan
secara umum dapat dilakukan operasi refraksi mata sebagai alternatif atau
pilihan ketiga untuk mengkoreksi miopia yang dideritanya. Pada saat ini
telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopia seperti keratotomi
radial (radial keratotomy - RK), keratektomi fotorefraktif (Photorefraktive
Keratectomy - PRK), dan laservasisted in situ interlamelar keratomilieusis
(Lasik).
Lasik merupakan metode terbaru dalam operasi mata. Lasik
direkomendasikan untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada
Lasik digunakan laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome
untuk memotong flap secara sirkuler pada kornea. Flap yang telah dibuat
dibuka sehingga terlihat lapisan dalam kornea. Kornea diperbaiki dengan
sianr laser untuk mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup
kembali.

3. Astigmatisma
a. Definisi
Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata yang menyebabkan
bayangan pada satu bidang difokuskan pada jarak yang berbeda dari
bidang yang tegak lurus terhadap bidang tersebut. Hal ini paling sering
disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea pada salah satu
bidang mata. Contoh lensa astigmatis adalah permukaan lensa seperti
telur yang terletak pada sisi datangnya cahaya. Derajat kelengkungan
bidang yang melalui sumbu panjang telur tidak sama besar dengan
derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu pendek.

16
b. Etiologi
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea.
Lensa kristalina juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma
(Vaughan,2009). Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu
besarnya lengkung kornea pada salah satu bidangnya (Guyton et al,
1997). Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan
terlalu erat (James et al,2003) (James B,2006) (Fitriani, 2002)
c. Manifestasi Klinis
Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan
kabur. Tapi terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi,
menyebabkan sakit kepala atau kelelahan mata, dan mengaburkan
pandangan ke segala arah. Pada anak-anak, keadaan ini sebagian besar
tidak diketahui, oleh karena mereka tidak menyadari dan tidak mau
mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka (Waluyo, 2007).
d. Patofisiologi
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur
akan memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma,
pembiasan sinar tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada
astigmatisma dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada
retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan. Sebagian sinar
dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain
difokuskan di belakang retina (American Academy of Opthalmology
Section 5, 2009-2010).
Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :
1. Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan
retina
2. Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di
belakang retina
3. Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing
jatuh di depan retina dan satunya tepat pada retina

17
4. Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing-
masing jatuh di belakang retina dan satunya tepat pada retina
5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan
retina dan belakang retina
e. Penatalaksanaan
Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris,
sering kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu
beradaptasi terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh
kelainan astigmatisma yang tidak terkoreksi (American Academy of
Opthalmology Section 5, 2009-2010).

2.2 Anisometropia

A. Definisi

Nama ini diambil dari empat komponen bahasa yunani: an- yang berarti tidak,
iso- yang berarti sama, metr- yang berarti ukuran dan ops yang berarti mata.
Secara harfiah anisometropia berarti ukuran mata yang tidak sama. Lebih
jelasnya, anisometropia adalah suatu kondisi dimana terdapat perbedaan refraksi
pada kedua mata. Adanya perbedaan tajam penglihatan antara mata kanan dan kiri
lebih sensitif mempengaruhi penglihatan binokular. Perbedaan yang signifikan
pada kelainan refraksi antara kedua mata lebih dari 1.00D di meridian manapun
cukup untuk dikategorikan sebagai anisometropia. Anisometropia dapat terjadi
apabila:

1. Mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia (antimetropia).


2. Mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma sedangkan
yang lain emetropia.
3. Mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia, dengan
derajat refraksi yang tidak sama.
4. Mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat refraksi
yang tidak sama.

18
5. Mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan
derajat yang tidak sama.

B. Etiologi

1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul


disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata.
2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia uniokular
setelah pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan oleh implantasi
lensa intra okuler dengan kekuatan yang salah.

C. Manifestasi Klinis

Anisometropia dapat memunculkan gejala asthenopia parah seperti :

1. Anisekonia
2. Pusing
3. Mual-mual
4. Melihat lantai bergelombang
5. Diplopia
6. Kehilangan penglihatan binokular

Menurut Friedenwald gejala anisometropia muncul apabila terdapat perbedaan


bayangan yang diterima pada kedua retina (aniseikonia). Gejala yang dialami
pasien berbeda-beda bergantung pada tingkat keparahan anisometropia yang
diderita.

D. Klasifikasi

1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal


(emetropia) dan mata yang lainnya miopia (simple myopic anisometropia)
atau hipermetropia (simple myopic anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia
(coumpound hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound
myopic anisometropia), tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi
lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.

19
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu lagi
hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan yang
lainnya baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata
merupakan astigmatism tetapi berbeda derajatnya.

Sloane 1979, membagi anisometopia menjadi beberapa tingkatan: pertama


perbedaan refraksi antara kedua mata kurang dari 1,5D dimana kedua mata
masih dapat dipakai bersama-sama dengan fusi yang baik dan stereoskopik,
kedua perbedaan refraksi antara kedua mata 1,5D sampai 3D (perbedaan
silinder lebih bermakna dibandingkan sferis) dan ketiga perbedaan refraksi
lebih dari 3D.

E. Penatalaksanaan

Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu suatu


keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi, sehingga
penatalaksanaan anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi kedua
mata. Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat maupun
tindakan, yaitu:

1. Kacamata
Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum perbedaan refraksi
kedua mata 4D. Lebih dari 4D koreksi dengan menggunakan kacamata
dapat menyebabkan munculnya diplopia.
2. Lensa kontak
Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk anisometropia yang
tingkatnya lebih berat.
3. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:
a. Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
b. Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang tinggi,
astigmata, dan hipermetropia

20
c. Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia unilateral yang
sangat tinggi.

2.3 Penglihatan Binokular Tunggal

A. Definisi

Istilah penglihatan binokular merujuk pada penglihatan normal


menggunakan kedua mata. Gambar yang diterima oleh masing-masing mata atau
rangsangan dari berbagai panjang gelombang dari spektrum yang terlihat, secara
simultan ditangkap oleh otak. Sistem visual adalah salah satu sistem sensorik yang
dipahami terbaik dan mungkin yang paling kompleks. Untuk penglihatan
binokular, tiga komponen yang berpartisipasi dalam indra penglihatan (optik, otot
dan saraf) harus berfungsi dengan baik. Jika hal ini tidak terjadi, setiap gambar
terbentuk pada setiap retina tidak akan difokuskan pada titik-titik yang sesuai, dan
mata tidak akan akan mampu menempatkan dan mempertahankan setiap gambar
retina pada fovea. Penglihatan binokular dikatakan normal jika bifoveal dan tidak
terdapat deviasi yang manifes. Penglihatan binokular dikatakan abnormal ketika
bayangan dari objek yang difiksasi diproyeksikan dari fovea satu mata dan suatu
area ekstrafovea mata yang lain.

B. Klasifikasi

Penglihatan binokular dibagi ke dalam 3 tingkat menurut klasifikasi Worth


yang berguna dalam mengidentifikasi derajat penglihatan binokular yang yaitu :

1. Persepsi Simultan

Kemampuan retina dari kedua mata untuk menerima 2 bayangan yang berbeda
secara simultan. Pada penglihatan binokular normal, kedua mata mempunyai titik
fiksasi yang sama, yang terletak pada fovea sentralis di tiap-tiap mata. Bayangan
dari suatu objek selalu terletak pada area retina yang identik, disebut sebagai titik-
titik yang berkorespondensi pada retina. Objek yang terletak pada suatu lingkaran
imajiner yang disebut horopter geometrik diproyeksikan ke titik-titik ini pada

21
retina. Bayangan dari kedua retina oleh karena itu akan identik pada penglihatan
binokular normal. Istilah persepsi simultan tidak selalu menunjukkan terdapatnya
fiksasi bifoveal karena juga terdapat pada korespondensi retina abnormal yaitu
suatu keadaan dimana fovea mata yang fiksasi memperoleh suatu arah visual
bersama yang abnormal dengan suatu elemen retina perifer pada mata yang
deviasi. Persepsi simultan hanya menunjukkan terdapat atau tidaknya suatu
supresi.

2. Fusi

Fusi diartikan sebagai sebagai penyatuan eksitasi visual dari bayangan retina yang
berkorespondensi menjadi suatu persepsi visual tunggal. Fusi mempunyai 2
komponen yaitu :

a. Fusi sensorik adalah kemampuan untuk menghargai dua gambar yang


sama, satu dengan setiap mata dan menafsirkannya sebagai satu gambar.
Citra visual tunggal adalah ciri khas dari korespondensi retina. Untuk fusi
sensorik terjadi, gambar tidak hanya harus terletak di daerah yang tepat
pada retina tetapi juga harus cukup serupa dalam ukuran, kecerahan dan
ketajaman untuk membuat fusi sensorik terjadi. Karenanya gambar yang
tidak sama pada kedua mata termasuk penghambat fusi.
b. Fusi motorik adalah kemampuan untuk menyelaraskan mata sedemikian
rupa sehingga fusi sensorik dapat dipertahankan. Stimulus untuk gerakan
mata fusional ini adalah disparitas retina di luar daerah Panum dan
pergerakan mata ke arah yang berlawanan (Vergence). Tidak seperti fusi
sensorik, fusi motorik adalah fungsi eksklusif dari pinggiran retina
extrafoveal. Fusi, baik sensorik ataupun motorik, selalu merupakan proses
sentral yang terjadi di korteks visual.
3. Stereopsis

Tingkat ketiga dan tertinggi dari fungsi penglihatan binokular adalah


stereopsis, yaitu persepsi kedalaman 3 dimensi binokular yang dihasilkan dari
proses neural akibat stimulasi elemen-elemen retina yang berbeda secara

22
horizontal oleh bayangan yang terletak di dalam area fusional Panum.
Stimulasi elemen-elemen retina yang berbeda secara vertikal tidak akan
menghasilkan stereopsis. Fusi sensoris merupakan hal yang esensial bagi
terbentuknya stereopsis derajat tertinggi, tapi stereopsis derajat rendah masih
dapat terjadi pada absennya fusi sensoris bahkan pada terdapatnya heterotropia
seperti mikrotropia dan esotropia sudut kecil. Terdapat batasan minimal dari
responsivitas terhadap stimulasi elemen elemen retina yang berbeda. Batasan
ini menentukan ketajaman stereoskopis seseorang. Secara umum, rentang 15
hingga 30 detik busur dianggap sebagai ketajaman stereoskopis yang sangat
baik. Ketajaman stereoskopis juga berhubungan dengan ketajaman visual
seseorang. Ketajaman stereoskopis dapat menurun jika ketajaman visual
menurun meskipun hal ini tidak berkorelasi secara linier.

2.4 Gangguan stereoskopis

Gangguan stereoskopis telah ditemukan terjadi pada beberapa kondisi.


Penelitian menunjukkan gangguan stereoskopis terjadi pada pasien Parkinson.
Selain itu penderita strabismus juga terbukti memiliki gangguan steresokopis
yang cukup berarti. Penyakit lain yang sering mengalami gangguan
stereoskopis adalah ambliopia atau mata malas. Penderita penyakit saraf
seperti Alzheimer dan demensia vaskuler juga terbukti memiliki gangguan
stereoskopis. Stereoskopis juga ditemukan menurun seiring bertambahnya
umur.

2.5 Pemeriksaan Stereoskopis

Pemeriksaan stereoskopis secara garis besar dibagi menjadi dua kategori


yaitu :

1. Stereogram titik acak


Pertama kali diperkenalkan oleh Julesz pada tahun 1960 dan
menggunakan teknik pemeriksaan tanpa menyajikan kontur yang
terlihat secara monokuler. Tidak adanya kontur berarti persepsi bentuk
tidak akan terjadi hingga disparitas horizontal dapat diproses pada

23
cortex visual. Proses ini disebut stereopsis global. Kontur yang terlihat
secara monokuler dapat ditemukan pada stereogram kontur sehingga
meniadakan kebutuhan stereopsis global. Sehingga pada stereogram
kontur hanya dibutuhkan stereopsis lokal. Adanya kontur yang terlihat
secara monokuler pada stereotest membantu mekanisme fusi sehingga
mengurangi kebutuhan kontrol motorik mata yang akurat. Akibatnya,
anak-anak yang memiliki kontrol okulomotor buruk lebih mungkin
untuk lulus tes yang mengandung kontur yang terlihat secara
monokuler. Sebaliknya, stereogram titik acak telah berulang kali
terbukti memerlukan fiksasi bifoveal akurat, bahkan pada tingkat
disparitas di atas ambang batas. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
adanya kontur yang terlihat secara monokuler di stereogram titik acak
membuat mereka lebih cocok untuk skrining visi keseluruhan. Ada
beberapa cara untuk menghasilkan disparitas pada stereotest baik
dengan ataupun tanpa kontur. Tes kedalaman nyata memberikan
disparitas dengan menghadirkan target pada jarak yang sedikit
berbeda, yang memungkinkan tes dilakukan pada ruang bebas tanpa
menggunakan filter. Kerugian utama dari teknik ini adalah banyaknya
perancu tes yang mungkin terdapat dalam ruang bebas. Oleh karena itu
kondisi pengujian harus dikontrol ketat sehingga ruang bebas dari
perancu.
2. Teknik kedua adalah vectography
Teknik ini menggunakan pelat uji terpolarisasi yang bekerja sama
dengan filter terpolarisasi untuk menyajikan disparitas. Susunan silang
polarisasi memungkinkan satu gambar yang disajikan ke mata berbeda
dengan dengan yang disajikan ke mata lainnya. Teknik anaglyph mirip
dengan metode vectography dengan memberikan cetakan dan filter
berwarna merah dan hijau untuk mengisolasi gambar untuk setiap
mata. Selain itu ada pula teknik panography yang menggunakan layar
silinder pada tesnya. Stereogram titik acak meliputi random Dot E
(Stereo Optical Co), TNO (Lameris Ootech), Frisby dan Lang

24
stereotest, sedangkan tes kontur stereogram yang paling banyak
digunakan mungkin adalah Titmus stereotest. Randot Stereotest terdiri
dari beberapa bagian, beberapa di antaranya memiliki format Random-
dot Stereotest dan beberapa di antaranya mengandung kontur yang
terlihat secara monokuler.
3. TNO Stereotest
TNO stereotest menggunakan teknik anaglyph dan pola titik acak
untuk menyajikan disparitas kasar (sekitar 2000 detik busur) pada tes
skrining dan disparitas lebih halus (480-15 detik busur) pada tes
stereoacuity. Tes skrining biasanya dilakukan pada orang yang sudah
memiliki gangguan stereopsis sementara tes stereoacuity dilakukan
pada orang dengan penglihatan stereoskopis normal untuk melihat
seberapa baik kemampuan stereopsisnya.36 Alat ini terdiri dari 7
halaman dengan instruksi dan fungsi yang berbeda setiap halamannya.
Cara menggunakan TNO stereotest adalah sebagai berikut :
1. Pasien duduk santai dengan jarak 40 cm dengan TNO stereotest.
2. Pasien diminta untuk menggunakan kacamata merah-hijau untuk
keperluan test.
3. Pada halaman pertama,pasien diminta untuk menyebutkan jumlah
dan letak kupu-kupu yang terlihat.
4. Pada halaman dua, pasien diminta untuk menyebutkan jumlah dan
mengurutkan ukuran lingkaran yang terlihat dari yang paling besar
hingga paling kecil.
5. Pada halaman tiga, pasien diminta untuk menyebutkan bentuk yang
terlihat beserta urutan lokasinya.
6. Pada halaman keempat, pasien diminta untuk menyebutkan jumlah
lingkaran serta warna yang terlihat.
7. Pada halaman lima hingga tujuh,pasien diminta untuk
menyebutkan sektor yang hilang pada setiap lingkaran.
8. Jika pasien gagal menyebutkan jawaban yang benar pada satu
halaman,maka tes tidak dilanjutkan.

25
Keuntungan penggunaan TNO stereotest ada beberapa yaitu :

1. Alatnya mudah digunakan


2. Merupakan stereogram titik acak sehingga yang diukur adalah
stereopsis global yang membutuhkan kerja sama kedua mata.
3. Memiliki gambar yang terlihat secara monokuler sehingga pasien
tidak akan mengetahui apabila dia gagal dalam melakukan tes.

Kerugian TNO stereotest adalah filter merah-hijau dapat


menyebabkan disosiasi binokuler lebih besar dibandingkan dengan
filter polarisasi, yang sering mengakibatkan hasil lebih buruk. 37
Selain itu TNO stereotest lebih jarang digunakan untuk pemeriksaan
karena lebih mahal dan susah didapatkan.

2.6 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Data Demografi
Umur, miopia dan hipermetropia dapat terjadi pada semua
umur sedangkan presbiopia timbul mulai umur 40 di tahun.
Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang
mmerlukan penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang
membutuhkan kontak dengan cahaya yang terlalu lama,
seperti operator komputer, preparasi jam.
b. Keluhan yang dirasakan
Pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan
pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk,
pada klien miopia terdapat astenopia astenovergen dan pada
hiprmetropi terjadi asternovergen dan pada hipermetropi
terjadi astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih
sering beristirahat.
c. Riwayat penyakit keluarga

26
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus
dan pada miopi aksialis di dapatkan faktor herediter.
Riwayat penyakit masa lalu. Pada miopi mungkin terdapat
retinitis sentralis dan ablasioretina, sedangkan pada
astigmatisma didapatkan riwayat keratokonus, keratoklobus
dan keratektasia. Kaji pula adanya defisit vitamin A yang
dapat mempengaruhi sel batang dan kerucut serta produksi
akueus tumor dan kejernihan kornea.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Hipermetropia : Refraksi subjektif, metode trial and error
dengan menggunakan kartu snellen, mata diperiksa satu per
satu ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa
dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sfesis positif.
Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan
astenopia akomodatif dikoreksi dengan sikloplegik.
Refraksi objektif, retinoskop dengan retina kerja S+2.00
pemeriksa mengawasi reaksi fundus yang bergerak
berlawanan dengan gerakan retinoskop (againts movement)
kemudian dikoreksi dengan sfesis positif sampai netralisasi,
autorefraktometer (komputer).
b. Miopia : Refraksi subjektif, metode trial and error dengan
menggunakan kartu snellen, mata di periksa satu per satu,
ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa dan
visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sfesis negatif,
refraksi objektif, retonoskop dengan lensa S+2.00
pemeriksa mengawasi reaksi fndus yang bergerak
berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement)
kemudian dikoreksi dengan lensa sfesis negatif sampai
tercapai netralisasi, autorefraktometer (komputer)
c. Astigmatisma : Dasar pemerikasaan astigmatisma dengan
tehnik fogging yaitu klien disuruh melihat gambaran kipas

27
dan ditanya manakah garis yang paling jelas terlihat. Garis
ini sesuai dengan meridian yang paling emetrop dan yang
harus dikoreksi adalah aksis tegak lurus, derajat bidang
meridian tersebut dilanjutkan dengan pemeriksaan kartu
snellen.
3. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
 Celah kelopak mata sempit
 Gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata
 Tidak teraturnya lekukan kornea
 Mata berair
 Juling

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Persepsi Sensori (Visual) (00122) (Domain 5 Persepsi
Kognitif Kelas 2 Sensasi/Persepsi (Visual))
2. Resiko Jatuh (00155) (Domain 11 Keamanan/Perlindungan Kelas 2
Cedera Fisik)
3. Keletihan (00093) (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 3
Keseimbangan Energi)
4. Gangguan Citra Tubuh (00118) (Domain 6 Persepsi Diri Kelas 3
Citra Tubuh)

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
. Hasil

1. Gangguan Persepsi NOC : NIC :


Sensori (00122) (Domain 1. Distorsi Kendali Pikir : Observasi :
5 Persepsi/Kognitif pembatasan diri 1. Mengumpulkan dan

28
Kelas 2 : Sensasi/Persepsi terhadap gangguan menganalisis data
(visual) persepsi, proses pikir pasien untuk mencegah
Definisi : dan isi pikir atau meminimalkan
Perubahan pada jumlah 2. Status Neurologis : komplikasi neurologis.
atau pola stimulus yang Fungsi Motorik Rasional : agar
diterima, yang disertai Sensorik/Kranial : meminimalkan
respons terhadap stimulus kemampuan saraf komplikasi yang terjadi
tersebut yang kranial untuk pada klien
dhilangkan,dilebihkan, mengenali impuls 2. Pantau dan
disimpankan atau sensorik dan motorik dokumentasikan
dirusakkan. 3. Fungsi Sensorik : perubahan status
Batasan karakteristik : Kutaneus : tingkat neurologis pasien
1. Perubahan perilaku stimulasi terhadap Rasional : Agar
2. Gelisah kulit dirasakan dengan meminimalisir
3. Ansietas tepat perubahan status yang
4. Perubahan ketajaman 4. Perilaku Kompensasi terjadi pada pasien
sensori Penglihatan : tindakan 3. Identifikasi faktor yang
Faktor yang pribadi untuk menimbulkan
berhubungan : mengompensasi Gangguan Persepsi
1. Stress psikologis gangguan penglihatan Sensori seperti deprivasi
tidur, ketergantungan
Tujuan : setelah zat kimia, medikasi,
dilakukan tindakan terapi,
keperawatan diharapkan ketidakseimbangan
gangguan sensori pada elektrolit, dan
pasien bisa diatasi. sebagainya
Rasional : Aga tidak
Kriteria hasil : menambah masalah
1. Ketajaman yang dialami pasien
penglihatan klien 4. Identifikasi kebutuhan
meningkat dengan

29
bantuan alat keamanan pasien
Rasional : Agar pasien
Klien mengenal gangguan
tidak mengalami jatuh
sensori yang terjadi dan
akibat cedera
melakukan kompensasi
Mandiri :
terhadap perubahan.
5. Yakinkan pasien dan
keluarga bahwa defisit
persepsi atau defisit
sensori hanya sementara
Rasional : agar tidak
terjadi ketidaktahuan
tentang masalah yang
dialami oleh pasien
Edukasi :
6. Membantu
pembelajaran dan
penerimaan metode
alternatif untuk
menjalani hidup dengan
penurunan fungsi
penglihatan.
Rasional : memberikan
pengetahuan alternatif
kepada pasien yang
mengalami penurunan
fungsi penglihatan
Kolaborasi :
7. Mulai perujukan
okupasi

Rasional : memberikan

30
pengetahuan dasar pada klien
dengan penurunan fungsi
penglihatan
2. Resiko Jatuh (00155) NOC : NIC :
(Domain 11 1. Keseimbangan : Observasi :
Keamanan/Perlindungan kemampuan untuk 1. Lakukan pengkajian
Kelas 2 Cedera Fisik) mempertahankan resiko jatuh pada setiap
Definisi : rentan terhadap ekuilibrium pasien yang masuk rumah
peningkatan resiko jatuh, 2. Gerakan koordinasi : sakit
yang dapat menyebabkan kemampuan otot untuk Rasional : untuk
bahaya fisik dan gangguan bekerja sama secara mengetahui penyebab
kesehatan volunter untuk cedera pada setiap pasien
melakukan gerakan 2. Identifikasi karakteristik
Faktor resiko : yang bertujuan lingkungan yang dapat
1. Gangguan visual 3. Perilaku pencegahan meningkatkan potensi
2. Mengantuk jatuh : tindakan jatuh
3. Kurang pencahayaan individu atau pemberi Rasional : memantau
asuhan untuk keadaan lingkungan yang
meminimalkan faktor dapat menyebabkan
resiko yang dapat resiko cedera
memicu jatuh di 3. Pantau cara berjalan,
lingkungan individu keseimbangan dan tingkat
4. Pengetahuan : keletihan pada saat
pencegahan jatuh : ambulasi
tingkat pemahaman Rasional : untuk
mengenai penceghagan mengurangi resiko jatuh
jatuh pada pasien

Mandiri :
Tujuan : Setelah
1. Bantu pasien saat
dilakukan tindakan
ambulasi
keperawatan selama

31
....x24 jam, diharapkan Rasional : Agar tidak
resiko jatuh pada pasien terjadi resiko cedera
dapat terpenuhi dengan 2. Jika pasien beresiko
kriteria hasil : jatuh, tempatkan pasien
1. Resiko jatuh akan diruangan dekat dengan
menurun atau terbatas, meja perawat
yang dibuktikan oleh Rasional : Agar perawat
keseimbangan, gerakan cepat menangani pasien
terkoordinasi, perilaku yang jatuh
pencegahan jatuh, 3. Sediakan alat bantu untuk
kejadian jatuh, dan berjalan
pengetahuan : Rasional : memudahkan
pencegahan jatuh pasien untuk berjalan
2. Mengidentifikasi 4. Gunakan alarm untuk
resiko yang menyadarkan pemberi
meningkatkan perawatan jika pasien
kerentanan terhadap bangun dari tempat tidur
terjatuh atau meninggalkan kamar
Rasional : Agar pasien
Menghindari cedera fisik
dapat pengawasan dan
akibat jatuh
mengurangi resiko jatuh
5. Singkirkan bahaya
lingkungan (mis.
Menyediakan penerangan
yang adekuat)
Rasional : Untuk
mengurangi resiko jatuh
Edukasi :
1. Ajarkan pasien
bagaimana posisi terjatuh
yang dapat

32
meminimalkan cedera
Rasional : Agar
memberikan pengetahuan
kepada pasien untuk
mengurangi cedera

2. Instruksikan pasien untuk


menggunaan kacamata
yang diresepkan, jika
perlu
Rasional : Untuk
meminimalisir resiko
jatuh dan penglihatan
pada pasien
Kolaborasi :
1. Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan
lain untuk meminimalkan
efek samping obat yang
dapat menyebabkan jatuh
Rasional : Agar pasien
tidak mengalami cedera
akibat efek samping dari
obat
2. Lakukan perujukan ke
ahli fisioterapi untuk
latihan cara berjalan dan
latihan fisik untuk
memperbaiki mobilitas,
keseimbangan, dan

33
kekuatan
Rasional : untuk
meningkatkan kualitas
fisik agar tidak
mengalami cedera akibat
jatuh

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling
umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada
retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur.
Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk
yaitu miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi
apabila cahaya dibiaskan di depan retina; hipermetropia terjadi apabila
cahaya dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar
yang dibiaskan tidak terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia
adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan.2 Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan

34
kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif,
dan kelainan aksial atau sumbu mata
3.2 Saran
Dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tenaga kesehatan
mengenai asuhan keperawatan kelainan pada refraksi pada mata,
diharapkan dapat diaplikasikan penanganannya dengan baik di dalam
pelayanan kesehatan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. Yuliati, dr. Sri Rahayu. 2011. Ilmu Penyakit Mata.
Edisi Keempat. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
Radjimin T,dkk. Ilmu Penyakit mata. Surabaya: Unair,1993:121-4
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. EGC:
Jakarta.
William, AL,et al, Basic and Clinical Science Course: Optics, Refraction, and
ContacLens Section 3, American Academy of Opftalmology, Lifelong
Education of theOphthalmologist, 2002-2003: 118 - 119

36

Anda mungkin juga menyukai