ABLASIO RETINA
Disusun Oleh:
Dosen Pembimbing:
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagaimana
mestinya makalah ini yang merupakan salah satu syarat mengikuti mata kuliah Keperawatan
Perioperatif. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan terima kasih yang
sebesar– besarnya kepada tim penulis, semua rekan-rekan yang ikut membantu demi
terwujudnya makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
khususnya bagi penulis sendiri. Saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan
penulisan ini sangat kami harapkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang................................................................................................................. 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 1
F. Penatalaksanaan ............................................................................................................. 17
G. Kompilkasi .................................................................................................................... 20
H. Patofisiologi ................................................................................................................... 21
A. Pengkajian ............................................................................................................... 23
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 27
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Ablasio retina dapat menyebabkan cacat penglihatan atau kebutaan
yang menetap.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Sesungguhnya antar kedua
lapisan ini tidak terdapat pelengketan sehingga merupakan titik lemah yang potensial.
1. Penimbunan cairan subretina; sebagai akibat keluarnya cairan pembuluh darah retina
dan koroid (extra vasation)
2. Tarikan oleh jaringan fibrotik di dalam badan kaca
3. Pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vireous) yang masuk melalui hole, yaitu
masuknya badan kaca cair melalui lobang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina yang terlepas dari epitel pigmen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi fisiologi retina ?
2. Apa definisi Ablasio Retina ?
3. Apa klasifikasi Ablasio retina ?
4. Bagaimana gejala klinis dari Ablasio Retina ?
5. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang dari Ablasio Retina ?
6. Apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Ablasio Retina ?
7. Apa saja komplikasi pada penderita Ablasio Retina ?
8. Bagaimana patofisiologi dari Ablasio Retina
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Ablasio Retina ?
C. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi Retina
2. Mengetahui definisi Ablasio Retina
3. Dapat menjelaskan klasifikasi Ablasio Retina
1
4. Dapat memahami Bagaimana gejala klinis dari Ablasio Retina
5. Mampu menjelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang pada penderita Ablasio Retina
6. Mengetahui apa saja penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita pasien
Ablasio Retina
7. Mampu menyebutkan komplikasi Ablasio Retina
8. Mampu menjelaskan patofisiologi Ablasio Retina
9. Dapat memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada
penderita Ablasio Retina
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Retina
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan
(kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2
kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga jaringan yaitu sklera, jaringan
uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membrane neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optic dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga
yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang
disebut ablasi retina.
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang
semitransparan, dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding
bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan
akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi
nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan
sklera. Retina menpunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula. Di tengah makula terdapat fovea yang
secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan
3
oftalmoskop. Retina berbatas dengan koroid dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas
lapisan:
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada tepat
di luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan
pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta
cabang-cabang dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam
4
Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan
serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital.
Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk
penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat
hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang
keluar, dan hal ini menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang
lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan
untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk
penglihatan perifer dan malam (skotopik).
a. Definisi
5
epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus)
yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio
regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh pelepasan korpus
vitreum posterior.
b. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, dibagi menjadi, (1) oral, berlokasi pada vitreous base, (2)
post oral, berlokasi di antara batas posterior dari vitreous base dan eguator, (3)
eguatorial, (4) post eguatorial: di belakang eguator (S5) macular, di fovea.
c. Patogenesis
Ablasio jenis ini terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina
sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina.
Pada tipe ini, gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang
mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan
retina, antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transpor aktif. Hal yang
mempertahankan perlekatan retina yaitu (1) Tekanan intraokuar memiliki tekanan
hidrostatk yang lebih tinggi pada vitreus dibandingkan koroid. (2) Koroid memiliki
tekanan onkotik yang lebih tinggi karena mengandung substansi yang lebih
6
dissolved dibandingkan vitreus. (3) Pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif
mentranspor larutan dari ruang subretina ke koroid. Robekan retina terjadi sebagai
akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina
perifer dengan faktor predisposisi nya yaitu degenerasi. synchysis, yaitu pada traksi
vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vireus yang akan berkembang
menjadi lubang pada korteks vitreus posterior yang tipis pada fovea. Cairan
synchytic masuk melalu lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan
permukaan vitreus posterior dari lapisan sensori retina. Badan vitreus akan menjadi
kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini
dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD). Selain itu juga
dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi akut PVD (posterior vitreal
detachment). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk huruf U,
berlokasi di superior fundus dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreus
sebagai hasil dari ruptur pembuluh darah retina perifer.
Degenerasi lattice
Degenerasi snailtrack
7
Degenerasi retinoschisis
Pada degenerasi ini terjadi pemisahan antara lapisan sensori retina menjadi 2
lapisan, yaitu lapisan koroidal dan lapisan vitreus. Kejadian ini banyak
berhubungan dengan hipermetrop.
“White-with-pressure”, “White-without-pressure”.
d. Gejala Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan adalah fotopsia akibat stimulasi mekanik pada
retina. Fotopsia muncul dalam kurun waktu 24-48 jam setelah terjadinya robekan
retina. Fotopsia dapat diinduksi oleh gerakan bola mata. Pasien akan merasa dapat
melihat lebih jelas pada malam hari. Biasanya fotopsia terdapat di bagian temporal
perifer dari lapangan penglihatan. Pada ablasio bagian supratemporal yang
menyebabkan terangkatnya macula, maka akan terjadi penurunan tajam penglihatan
yang mendadak. Keluhan lain yang khas adalah, Sloater, adanya bayangan gelap
pada vitreous akibat retina yang robek, darah dan sel epitel pigmen retina yang
masuk ke badan vitreus. Kekeruhan vitreus ini terbagi atas 3 tipe, yaitu, (1) Wess
ring, floater yang soliter terdri dari annulus yang terlepas dari vitreus. (2) Cobwebs,
disebabkan oleh kondensasi serat kolagen di korteks vitreus yang kolaps. (3)
Pancaran seketika berupa titik hitam atau merah yang biasanya mengindikasikan
perdarahan vitreus akibat robekan pembuluh darah retina. Black curtain, defek
lapang penglihatan dirasakan oleh pasien mulai dari perifer yang lama-lama hingga
ke sentral. Keluhan ini dapat saja tidak muncul di pagi hari karena cairan subretina
diabsorbsi secara spontan pada saat malam hari. Arah munculnya defek membantu
dalam menentukan lokasi dari robekan retina. Hilangnya penglihatan sentral
mungkin dikarenakan keterlibatan fovea. Selanjutnya melalui pemeriksaan
8
oftalmologis dapat ditemukan adanya Marcus Gunn pupil, tekanan intraokular yang
menurun, iritis ringan, adanya gambaran tobacco dust atau Schaffer sign, robekan
retina pada funduskopi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya
robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang
terlepas bergoyang.
e. Tatalaksana
f. Faktor Predisposisi
Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 – 60 tahun. Namun, usia
tidak menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi
Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki – laki dengan
perbandingan laki : perempuan adalah 3 : 2.
9
Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada yang
fakia.
Senile posterior vitreous detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio
retina dalam banyak kasus.
Berbagai factor resiko akan menyebabkan terjadinya robekan pada retina, yang
menyebabkan cairan vitreous dapat masuk ke ruang subretina melalui robekan
tersebut dan akan memisahkan retina dari epitel pigmen retina.
Ablasi retina akan memberikan gejala prodromal berupa gangguan penglihatan
yang kadang–kadang terlihat sebagai adanya tabir yang menutupi di depan mata
(floaters) akibat dari degenerasi vitreous secara cepat dan terdapat riwayat fotopsia
(seperti melihat kilasan cahaya) pada lapangan penglihatan karena iritasi retina oleh
pergerakan vitreous.
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya
retina mengenai makula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina
yang terangkat berwarna pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat
adanya robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina
yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen didalam badan
kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler
glaucoma pada ablasi yang telah lama.
10
2. Ablasio Retina Non Regmatogenosa
a. Ablasio Retina Eksudatif
1) Definisi
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan
eksudat di bawah retina (subretina) dan mengangkat retina hingga terlepas.
Penimbunan cairan subretina terjadi akibat ekstravasasi cairan dari
pembuluh retina dan koroid. Penyebab ablasio retina eksudatif yaitu
penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum, hipertensi renalis,
poliartritis nodos dan karena penyakit mata yang meliputi inflamasi (skleritis
posterior, selulitis orbita), penyakit vaskular (central serous retinophaty, and
exudative retinophaty of coats), neoplasma (melanoma maligna pada koroid
dan retinoblastoma), perforasi bola mata pada operasi intraokuler.
Ablasio retina eksudatif dapat dibedakan dengan ablasio retina
regmatogenosa dengan:
Tidak adanya photopsia, lubang/sobekan, lipatan dan undulasi
Ablasio retina eksudatif halus dan konveks. Bagian atasnya biasa bulat
dan bisa menunjukkan gangguan pigmentari
Kadang-kadang, pola pembuluh darah retina mungkin terganggu akibat
adanya neovaskularisasi.
Pergeseran cairan ditandai dengan perubahan posisi daerah terpisah
karena pengaruh gravitasi merupakan ciri khas yang dari ablasio retina
eksudatif.
Pada tes transilluminasi, ablasio retina regmatogenosa nampak
transparan sedangkan ablasio retina eksudatif lebih opak.
11
2) Etiologi
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan
trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD, Vogt-
Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid artritis,
atau kelainan vaskular. Ditandai dengan adalanya akumulasi cairan pada
ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal cairan
ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat
terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina, epitel
berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah dan
terakumulasi di bawah retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa
cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang
subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan teteapi, jika proses
berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen normal terganggu, atau jika
aktivitas epitel berpigmen berkurang karena hilangnya epitel berpigmen atau
penurunan suplai metabolik (seperti iskemia), kemudian cairan mulai
berakumulasi dan terjadi ablasio retina. Tipe ablasio retina ini dapat juga
disebabkan oleh akumulasi darah pada ruang subretina (ablasio retina
hemoragika. Penyakit radang dapat menyebabkan ablasio retina serosa
termasuk skleritis posterior, oftalmia simatetik, penyakit Harada, pars
planitis, penyakit pembuluh darah vaskular. Penyakit vaskular adalah
hipertensi maligna, toksemia gravidarum, oklusi vena retina, penyakit Coat,
penyakit angiomatosa retina, dan pembentukan neovaskularisasi koroid.
3) Patogenesis
Terjadi akibat akumulasi cairan subretinal dengan tanpa adanya robekan
retina ataupun traks pada retina. Pada penyakit vaskular, radang, atau
neoplasma retina, epitel pigmen, dan koroid, maka dapat terjadi kebocoran
pembuluh darah sehingga berkumpul di bawah retina. Hal ini terjadi
terutama bila pompa epitel terganggu akibat berbagai hal.
4) Gejala Klinis
Fotopsia tidak ditemukan. Floater dapat ditemukan pada vitritis. Defek
lapang pandang terjadi cepat. Pada pemeriksaan oftalmologi, ablatio retinae
eksudatif memiliki bentukan yang konveks dengan permukaan yang halus
dan berombak. Retina yang terlepas bersifat mobile sehingga menimbulkan
fenomena shifting fluid. Leopard spots yaitu area subretinal yang mendatar
setelah terjadi ablatio retinae.
12
5) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi yang mendasarinya. Pada
kondisi yang disebabkan oleh inflamasi seperti pada penyakit Harada dan
Skleritis posterior maka pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan. Jika
disebabkan oleh keganasan, maka terapi radasi dapat dilakukan. Pada
korioretinopati bulosa sentral serosa dapat dilakukan laser fotokoagulasi
argon. Pada infeksi diberikan antibiotik." Kelainan vaskular dapat diterapi
dengan laser, krioterapi, aviterktomi.
6) Komplikasi
Dapat terjadi glukoma neovaskular dengan ptisis bulbi.
b. Ablasio Retina Traksi
1) Definisi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan
diabetes mellitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat
bedah atau infeksi
Ablasio retina traksi dihubungkan dengan kondisi-kondisi seperti,
retraksi jaringan parut post trauma terutama akibat trauma penetrasi,
retinopati diabetik proliferatif, retinitis proliferans post hemoragik,
retinopati prematuritas, retinopati sel sabit.
Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina
regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama
akan membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR). Pada PVR juga dapat
terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada
PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam
maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk membran.
Kontraksi dari membran tersebut akan menyebabkan retina tertarik ataupun
menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau
berkembang menjadi ablasio retina traksi.
13
Gambar 9. Ablasio Retina Traksi
2) Etiologi
Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu retinopati diabetes
proliferative, retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy.
3) Patogenesis
Terjadi pembentukan yang dapat berisi fibroblas, sel glia, atau sel epitel
pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan
epitel di sepanjang daerah vascular yang kemudian dapat menyebar ke bagian
retina midperifer dan makuh. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan
lebih konkaf dan sifatnya lebih terlokalisasi tidak mencapai ke ora serata.
Pada mata diabetes terjadi perlekatan yang kuat antara vitreus ke area
proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi
progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang
apabila menyebabkan traksi pembuluh darah baru akan menimbulkan
perdarahan vitreus.
4) Gejala Klinis
Fotopsia dan floater sering kali tidak ditemukan. Sedangkan defek lapang
pandang biasanya timbul lambat. Melalui pemeriksaan oftalmologis akan
14
didapati bentukan yang konkaf dengan tanpa adanya robekan, dengan elevasi
retina tertinggi di daerah traksi vitreoretinal. Pompa oleh retina akan menurun
sehingga tidak terjadi turn over cairan.
5) Terapi
Tipe campuran ini merupakan hasil traksi retina yang kemudian menyebabkan
robekan. Traksi fokal pada daerah proliferasi jaringan ikat atau fibrovaskular dapat
mengakibatkan robekan retina dan menyebabkan kombinasi ablatio retinae
regmatogenosa-traksional.
D. Gejala Klinis
Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien dengan
miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tiba-
tiba mengalami gejala “flashes dan floaters”, yang biasanya terjadi secara spontan atau
sesaat setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian secara lebih detail terhadap gejala
yang dialami.
1. Flashes (Photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang waktu, tetapi
paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama sebelum tidur
malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala
ini harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada migrain, yang biasanya muncul
sebelum nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada
tengah lapangan pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia
lanjut dengan defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain
fotopsia, yakni kilatan cahaya cenderung muncul hanya saat leher digerakkan setelah
membungkuk.
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang sering terjadi,
tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan cemas. Tetapi jika titik
15
hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini menjadi tanda signifikan
suatu keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering menggambarkan gejala
ini seperti berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin karena adanya kombinasi
gejala ini dan kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah
menarik retina, menghasilkan sensasi kilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi
akan terjadi perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan munculnya
bayangan bintik hitam. Ketika kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa
secara detail dan lengkap hingga ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang,
robekan kecil dapat menyebabkan perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan
kebutaan mendadak.
3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan medis dan
pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari pengobatan medis
atau bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang dalam beberapa saat
gejala akan berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari hingga tahunan akan
muncul bayangan hitam pada lapangan pandang perifer. Jika retina yang terlepas berada
pada bagian atas, maka bayangan akan terlihat pada lapangan pandang bagian bawah
dan dapat membaik secara spontan dengan tirah baring, terutama setelah tirah baring
pagi hari. Kehilangan penglihatan sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika fovea
ikut terlibat.
Penderita mengeluh penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang semakin lama
semakin luas. Pada keadaan yang tekah berlanjut, dapat terjadi penurunan tajam
penglihatan yang berat.
5. Ada semacam tirai tipis berbentuk parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian
bawah bola mata dan akhirnya menutup pandangan.
2. Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
16
3. Periksa ketajaman penglihatan
6. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat ada atau tidaknya pigmen pada vitreus (Shafer’s
sign)
8. Lakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi (pupil harus dalam keadaan dilatasi)
Pada oftalmoskopi, retina yang terlepas akan terlihat putih dan edema dan kehilangan
sifat transparansinya. Pada ablasio regmatogen, robekan retina berwarna merah terang dapat
terlihat. Biasanya muncul pada setengah bagian atas retina pada region degenerasi ekuator.
Pada ablasio tipe traksi, ablasio bullosa akan terlihat bersamaan dengan untaian retina
berwarna abu-abu. Pada tipe eksudatif akan terlihat adanya deposit lemak massif dan
biasanya disertai dengan perdarahan intraretina.
Pada pemeriksaan Ultrasound mata, jika retina tidak dapat tervisualisasi karena katarak
atau perdarahan, maka ultrasound A dan B-scan dapat membantu mendiagnosis ablasio
retina dan membedakannya dengan ablasio vitreus posterior. USG dapat membantu
membedakan regmatogen dari non regmatogen. Pemeriksaan ini sensitif dan spesifik untuk
ablasio retina tetapi tidak dapat membantu untuk menentukan lokasi robekan retina yang
tersembunyi.
F. Penatalaksanaan
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara
neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi. Berbagai
metode operasi yang akan dilakukan bergantung dari lokasi robekan, usia pasien, gambaran
fundus, dan pengalaman ahli bedah.
17
a. Scleral Buckling
18
Gambar 11. Prosedur Scleral Buckling
b. Pneumatic Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan cara ini, retina
akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas atau
koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelah perlekatan retina. Metode ini
sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian
atas perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2).
Dengan operasi menggunakan mikroskop, korpus vitreus dan semua traksi epiretina dan
subretina dapat disingkirkan. Retina kemudian dilekatkan kembali dengan
menggunakan cairan perfluorocarbon dan kemudain digantikan dengan minyak silikon
atau gas sebagai tamponade retina. Operasi kedua dibutuhkan untuk membuang minyak
silikon. Kelebihan dari teknik ini adalah mampu melokalisasi lubang retina secara tepat,
eliminasi kekeruhan media, dan terbukti dapat dikombinasikan dengan ekstraksi
katarak, penyembuhan langsung traksi vitreus, dan membuang serat-serat pada epiretina
19
dan subretina. Namun, teknik ini membutuhkan peralatan mahal dan tim yang
berpengalaman, membuat kekeruhan lensa secara perlahan, kemungkinan dilakukannya
operasi yang kedua untuk membuang minyak silikon, dan pemantauan segera setelah
operasi.
G. Kompilkasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan macula.
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR).
PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.”
a. Peningkatan TIO
b. Glaukoma
c. Infeksi
d. Ablasio koroid
20
e. Kegagalan pelekatan retina
2. Komplikasi lanjut
a. Infeksi
b. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
d. Diplopia
e. Kesalahan refraksi
f. Astigmatisme
H. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah . Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi
dapat memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi
kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah
retina tertentu, cedera, dan sebagainya.
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya
dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator,
yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia
21
10 sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan
kali lebih sering terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau
hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afakia, yang berarti
100 kali lebih sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu
dasawarsa lebih awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan
penurunan daya ikat air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca
mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca
posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang
mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel pigmen
lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan
vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah
sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak
intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan lebih kuat
lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup di bawah retina
sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam
yang beterbangan di ruang pandang.
Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara
tiba-tiba.
b. Data Obyektif
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operatif
Post Operatif
1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Kurang perawatan diri
23
C. INTERVENSI KEPERAWATAN PRE OP
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
24
Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang
penyakitnya. Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang
penyakitnya
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang Rasional : Memberikan
pengetahuan dasar dimana pasien dapat menbuat pilihan berdasarkan informasi.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
POST OP
1. Nyeri akut b.d luka post op
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
Intervensi:
Kaji skala nyeri Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang di alami klien
Berikan posisi relaks pada pasien. Rasional : agar klien merasa nyaman
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. Rasional : menurunkan nyeri klien
25
Kolaborasi pemberian analgesic. Raional : analgesic menghilangkan nyeri
Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan selama 3X24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
Intervensi:
Kriteria Hasil :
Intervensi :
26
BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Ablasio retina adalah suatu keadaan terpisahnya lapisan sensoris retina dari
lapisan epitel pigmen retina. Dapat dibagi dalam 3 klasifikasi yaitu ablatio
rhegmatogen, ablatio oleh karena tarikan dan ablatio eksudatif. Ablasio retina
terjadinya karena adanya robekan retina atau lubang retina, miopia, usia lanjut, dan
mata afakia.Gejala terjadi dengan penurunan drastis pandangan dan bayangan benda
dapat terlihat seperti titik-titik membentuk jaring laba-laba.Permasalahan ini dapat di
atasi dengan penatalaksanaan medis yaitu prosedur laser, pembedahan dan Krioterapi
transkleral.
27
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Sidarta I,. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
FKUL. 2002.
https://www.slideshare.net/mobile/noraariski/asuhan-keperawatan-ablasio-
retina. (20
Agustus 2019).
https://www.slideshare.net/mobile/latarissatomarala/tugas-
epidemiologi-ablasio-
28