Anda di halaman 1dari 42

ABLASIO RETINA

OLEH :

KELOMPOK II

7. Husnul Khatimah (NH0220035)


1. Andika I. Sujono (NH0220005)
8. Abednego Bakay (NH0220001)
2. Sarwin Mahmud (NH0220045)
9. Arifuddin (NH0220006)
3. Jausmira Sudirman (NH0220019)
10. Zulfatma (NH0220033)
4. Diana Setiawati (NH0220012)
11. Pebrianti (NH0220026)
5. Muh. Amin Sidiq (NH0220024)
12. Fausiah Puspa Ningrum (NH0220015)
6. Juliana (NH0220037)
13. Irma Mursidi (NH0220018)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Ablasio Retina.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal, terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan, Ablasio Retina ini dapat
memberi manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 17 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian............................................................................................3
2. Etioligi.................................................................................................3
3. Anatomi retina.....................................................................................4
4. Patofisioligi..........................................................................................8
5. Manifestasi klinis.................................................................................9
6. Klasifikasi............................................................................................9
7. Komplikasi..........................................................................................10
8. Penatalaksanaan...................................................................................12
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian...........................................................................................13
2. Diagnosis.............................................................................................14
3. Intervensi.............................................................................................14
4. Implementasi.......................................................................................16
5. Evaluasi...............................................................................................17
6. Tinjaun Kasus Ablasio retina..............................................................18

ii
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................30
B. Saran..........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retina pada mata seperti lapisan film pada kamera tempat obyek yang dilihat
oleh mata, merupakan strukturyang sangat terorganisasi, dengan kemampuan
untuk memulai pengolahan informasi penglihatan sebelum informasi tersebut
ditransmisikan melalui nervus opticus ke korteks visual. Begitu pentingnya fungsi
retina, sehingga jika terdapat gangguan atau kelainan pada retina dapat terjadi
gangguan penglihatan dimana pasien dapat mengalami penurunan baik pada visus
maupun lapang pandangnya.
Penglihatan turun mendadak tanpa disertai adanya radang ekstraokular dapat
disebabkan oleh beberapa kelainan. Kelainan ini dapat ditemui pada neuritis
optik, obstruksi vena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, perdarahan badan
kaca, ambliopia toksik, histeria, retinopati serosa sentral, amaurosis fugaks dan
koroiditis. Di samping hal tersebut perlu pula dipikirkan adanya ablatio retina.
Ablasio retina merupakan suatu keadaan dimana sel kerucut dan sel batang
retina dari sel epitel pigmen retina terpisah. Pada keadaan ini sel epitel pigmen
masih melekat erat dengan membran Bruch. Sebenarnya, tidak terdapat perlekatan
struktural antara sel kerucut dan sel batang retina dengan koroid ataupun epitel
pigmen retina, sehingga merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara
embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan sel batang dari epitel pigmen retina akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap. Dikenal 3
bentuk ablasi retina, antara lain : Ablasi retina regmatogenosa, ablasi retina
eksudatif ablasi retina traksi.
Pada ablasio retina ini bila tidak segera dilakukan tindakan akan
mengakibatkan cacat penglihatan atau kebutaan. Oleh karena itu, makalah ini

1
membahas lebih lanjut mengenai ablasio retina sehingga kelainan mata ini dapat
dideteksi secara dini dan kecacatan maupun kebutaan akibat penyakit ini dapat
dihindarkan.

B. Rumusan Maslah
1. Jelaskan pengertian ablasi retina.?
2. Jelaskan etiologi ablasi retina.?
3. Jelaskan anatomi retina.?
4. Jelaskan patofisiologi ablasi retina.?
5. Jelaskan manifestasi klinis ablasi retina.?
6. Jelaskan klasifikasi ablasi retina.?
7. Jelaskan komplikasi ablasi retina.?
8. Jelaskan penatalaksanaan ablasi retina.?
9. Jelaskan asuhan keperawatan ablasi retina.?

C. Tujuan
1. Untuk mngetahui pengertian ablasi retina
2. Untuk mngetahui etiologi ablasi retina
C. Untuk mngetahui anatomi retina
D. Untuk mngetahui patofisiologi ablasi retina
E. Untuk mngetahui manifestasi klinis ablasi retina
F. Untuk mngetahui klasifikasi ablasi retina
G. Untuk mngetahui komplikasi ablasi retina
H. Untuk mngetahui penatalaksanaan ablasi retina
I. Untuk mngetahui asuhan keperawatan ablasi retina

2
BAB II

TINJAU PUSTAKA

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Pengertian
Ablasi retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensore dari lapisan
epitel berpigmen gretina dibawahnya karena retina neurosensory, bagian
retina yang mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktifitas
fungsi visualnya dan berakibat hilangnya penglihatan (Sriwidyastuti, 2020).
Ablasi retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensory dari lapisan
epitel berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensory, bagian retina
yang mengandung batang dan kerucut terkelupas dari epitel berpigmen
pemberi nutrisi, maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas
fungsi visualnya dan berakibat hilnagnya penglihatan (Hastutik dkk, 2016).
2. Etiologi
a. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat
adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel
pigmen epitel dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca
cair (fluid vitreous) yang masuk melalui robekan atau lubang pada retina
ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid. Ablasio retina lebih besar kemungkinannya terjadi
pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang orang
yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Proses penuaan yang normal dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan
kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan

3
robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih
seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah bola mata. Korpus vitreum
melekat erat pada beberapa lokasi. Bila korpus vitreum menyusut, maka ia
dapat menarik sebagian retina ditempatnya melekat sehingga
menimbulkan robekan atau lubang pada retina.
b. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan
fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus proliferatif, trauma dan
perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
c. Ablasio retina eksudatif
Etiologi dari ablasio eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan,
dengan trauma, uveitis, tumor, skleritis, DM, koroiditis, idiopatik, CVD,
Vogt-Koyanagi-Harada syndrome, kongenital, ARMD, sifilis, reumatoid
artritis, atau kelainan vaskular ditandai dengan adalanya akumulasi cairan
pada ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina dan traksi. Asal
cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini
dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina,
epitel berpigmen, dan koroid dimana cairan bocor keluar pembuluh darah
dan terakumulasi di bawah retina (Yunanto, 2014).
3. Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan,
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata
berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7
mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk

4
dengan membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina
dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablsio retina. Tetapi pada diskus optikus
dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat
sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini
berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan
sklera yang meluas ke sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas
melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan
epitel permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen retina.
Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.

Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
a. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari
satu lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris
dengan inti di basal. Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari
koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina, yang berperan
pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung jawab untuk
fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
b. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan ocipital. Fotoreseptor
tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut meningkat di di pusat makula
(fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Pigmen
fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut

5
iodopsin yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna
(merah,hijau,biru) untuk penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk
penglihatan siang hari (fotopik). Subgrup sel kerucut responsif terhadap
panjang gelombang pendek, menengah, dan panjang (biru, hijau merah).
Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam (skotopik). Dengan bentuk
penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abu-abu, tetapi
warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh
kombinasi sel kerucut dan batang.
c. Membrana limitans externa yang merupakan membran ilusi
d. Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut.
e. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
f. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
g. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan –
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
h. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion
(urutan kedua neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.
i. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang
berjalan menuju ke nervus optikus.
j. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan
memisahkan retina dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi
terminal dari serat yang Muller, dan pada dasarnya adalah
dasar membran.

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis
makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang
disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara

6
histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang
secara klinis jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan
pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens.
Secara histologi, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak
adanya lapisan – lapisan parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor
(lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan
retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian
paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian
retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya
kosong potensial paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan
penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal
sekali.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada
tepat diluar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk
lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel
pigmen retina serta cabang – cabang dari arteri sentralis retinae yang
mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel
pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak
setinggi lapisan epitel pigmen retina.

7
4. Patofisiologi
Patofisiologi ablatio retina (retinal detachment) adalah terjadinya
pemisahan antara lapisan neurosensori retina dengan lapisan terluarnya, yakni
lapisan epitel pigmen retina dan juga koroid.  Ruangan potensial terisi cairan
pada kasus ablatio retina ini disebut subretina. Koroid adalah lapisan kaya
pembuluh darah antara retina dan sklera, yang bertanggung jawab
memberikan asupan nutrisi dan oksigen ke lapisan retina outer
segment fotoreseptor. Terpisahnya lapisan neurosensori dengan lapisan epitel
pigmen menyebabkan sirkulasi nutrisi ke retina terganggu. Retina merupakan
lapisan tipis yang terdiri dari jaringan saraf (fotoreseptor) yang berperan
penting dalam proses penglihatan. Retina melapisi permukaan dalam 2/3
bagian posterior bola mata dan berakhir secara sirkumferensial di bagian
anterior  ora serata. Retina terdiri dari 10 lapisan, dengan lapisan terluar yakni
lapisan epitel pigmen retina dan lapisan bagian yang dalam terdiri dari
lapisan-lapisan sel neurosensori. Lapisan epitel pigmen retina melekat pada
koroid.
Pada daerah makula yang tidak memiliki cabang pembuluh darah dari
retina dan tergantung sepenuhnya pada pembuluh darah koroid, ablatio yang
terjadi akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang drastis, dan
dapat menyebabkan kerusakan permanen pada fotoreseptor (sel batang dan
kerucut). Sedangkan gangguan metabolisme pada lapisan neurosensori selain
makula, apabila berlangsung lama, juga dapat menyebabkan kerusakan
fotoreseptor yang permanen dan tidak bisa diperbaiki, walaupun tindakan
pembedahan sudah memperbaiki letak lapisan tersebut secara anatomi.
Ablatio retina terjadi melalui 3 mekanisme, yang membedakan ablatio
retina menjadi tipe regmatogen, traksional, dan eksudatif :

a. Ablatio Retina Regmatogen

8
Pada ablatio retina regmatogen terjadi break (robekan)
atau hole (lubang) pada lapisan retina neurosensori. Akibatnya cairan dari
vitreous masuk melalui robekan tersebut dan mengumpul di ruang
subretina, sehingga menyebabkan lapisan tersebut terpisah dengan lapisan
epitel pigmen retina. Ablatio retina rhegma ini paling banyak ditemukan.
b. Ablatio Retina Traksional
Ablatio retina traksional terjadi karena suatu proses pembentukan
membran fibrosa pembuluh darah pada permukaan retina, atau
pembentukan jaringan parut yang menyebabkan penarikan retina ke arah
vitreous.
c. Ablatio Retina Eksudatif / Serosa
Mekanisme terjadinya ablatio retina adalah akumulasi cairan
akumulasi cairan di ruangan subretina, cairan bisa berupa eksudat, serosa,
ataupun darah/hemoragik), sehingga terjadi pemisahan lapisan epitel
pigmen retina dengan lapisan retina neurosensori tanpa terjadi break di
retina. Ablatio retina eksudatif dapat terjadi akibat kelainan
vaskulitis, hipertensi berat, oklusi vena sentral, uveitis, neoplasma, atau
idiopatik.
5. Manifestasi Klinis
a. melihat benda mengapung atau pendaran cahaya atau keduanya
b. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
c. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang
pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
d. Gangguan lapang pandang (visus menurun) (Monika Yuke Lusiani, 2019).
6. Klasifikasi
Menurut (Hastuti dkk, 2016). Ablasio retina dapat di klasifikasikan secara
alamiah menurut cara terbentuknya yaitu :
a. Ablasio retina Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau
robekan dalam retina yang menenmbus sampai badan mata masuk ke

9
ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat
menyebabkan retina terlepas.

b. Ablatio karena tarikan/ traksi : Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina
terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan
mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
c. Ablasio eksudatif : terjadi karea adanya penumpukan cairan dalam ruang
retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakitnya sistemik atau
oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisn sensoris akan
terlepas dari lapisan epitel pigmen.
7. Komplikasi
a. Komplikasi awal setelah pembedahan yaitu
1) Glaukoma
2) Infeksi
3) Kegagalan perekatan retina
4) Ablasio retina berulang
b. Komplikasi Lanjut
1) Infeksi
2) Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola
mata
3) Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)

Komplikasi pembedahan pada ablasio retina akan menimbulkan


perubahan fibrotic pada jviterous (vitreoretinapati proliferative/ PVR), PVR
dapat menyebakan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap
Gerakan tangan atau persepsi cahaya (light perception) adalah komplikasi
yang sering dari ablasio retina jika melibatkan macula (Hastutik dkk, 2016).

10
8. Pemeriksaan Penunjang
Setiap klinik atau rumah sakit mata umumnya memiliki opsi prosedur
diagnosis serupa untuk mendeteksi gejala ablasio retina. Boleh jadi hanya
peralatan dan pelayanan yang berbeda-beda. Diagnosis ablasio retina bisa
terdiri atas beberapa prosedur. Setiap prosedur memiliki fungsinya sendiri-
sendiri, termasuk dalam kaitannya dengan penyebab ablasio retina yang
dialami pasien.
a. Visus (Tajam Penglihatan) Dan Lapang Pandang
Pemeriksaan pertama dan paling penting dalam pemeriksaan mata
adalah  pemeriksaan tajam penglihatan. Dari pemeriksaan ini dapat
diketahui apakah kelainan mata terjadi di badan kaca atau pada saraf
mata. Apabila terjadi penurunan tajam penglihatan karena kekeruhan
badan kaca, maka penurunan tajam penglihatan masih dapat dikoreksi.
Apabila terdapat kelainan di saraf mata salah satunya adalah ablasio
retina, maka penurunan tajam penglihatan tidak dapat dikoreksi.
Pemeriksaan lapang pandang berguna untuk melihat retina bagian
manakah yang lepas. 
b. Funduskopi
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan wajib dan paling penting
dilakukan apabila terjadi penurunan tajam penglihatan. Apakah penurunan
tajam penglihatan disebabkan karena keruhnya badan kaca di bagian
depan, atau karena kelainan retina. Diagnosis dengan metode funduskopi
dijalankan dengan alat bernama funduskop atau oftalmoskop. Dalam
pemeriksaan ini, dokter bisa memantau kondisi fundus (bagian depan dan
belakang mata) untuk mengetahui ada tidaknya tanda ablasio retina.
Funduskopi juga bisa menemukan adanya masalah pada pembuluh darah

11
di mata. Masalah ini bisa menjadi salah satu penyebab ablasio retina,
terutama bila pasien menderita diabetes atau tekanan darah tinggi

c. Optos
Diagnosis penunjang Dalam diagnosis penunjang, bisa diterapkan
sejumlah pemeriksaan untuk mendeteksi gejala ablasio retina. Untuk lebih
memperjelas retina bagian mana yang lepas, dapat dilakukan foto fundus
dan atau USG B-Scan apabila funduskopi tidak dapat dilakukan. Untuk
foto retina, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan alat
OPTOS. OPTOS adalah alat fotografi diagnostik untuk retina yang dapat
menghasilkan gambar retina hingga 82% atau 200 derajat dalam satu kali
foto, yang disebut sebagai “optomap.” Kemampuan untuk menghasilkan
gambar ultra-widefield dengan resolusi tinggi ini adalah satu-satunya di
dunia, alias hanya dimiliki OPTOS. Kemampuan OPTOS untuk
mengambil gambar seluas itu membuat kelainan retina di bagian perifer
(bagian tepi) jadi dapat terdeteksi. Kelainan-kelainan seperti robekan
retina, tumor, retinopati diabetik, dan sebagainya, kadang kala dapat
muncul di bagian perifer dulu sebelum menyebar ke bagian tengah
belakang mata. (Monika Yuke Lusiani, 2019).
9. Penatalaksanaan
a. Prosedur laser
Untuk menangani ablasio retina eksudatif/serosa sehubungan dengan
proses yang berhubungan dengan tumor atau inflamasi yang menimbulkan
cairan subretina yang tanpa robekan retina. Tujuannya untuk membentuk
jaringan parut pada retina sehingga melekatkannya ke epitel berpigmen.
b. Pembedahan
Retinopati diabetika /trauma dengan perdarahan vitreus memerlukan
pembedahan vitreus untuk mengurangi gaya tarik pada retina yang

12
ditimbulkan. Pelipatan (buckling) sklera merupakan prosedur bedah
primer untuk melekatkan kembali retina.

c. Krioterapi transkleral
Dilakukan pada sekitar tiap robekan retina menghasilkan adhesi
korioretina yang melipat robekan sehingga cairan vitreus tak mampu lagi
memasuki rongga subretina. Sebuah/ beberapa silikon (pengunci)
dijahitkan dan dilipatkan ke dalam skler, secara fisik akan
mengindensi/melipat sklera, koroid, danlapisan fotosensitif ke epitel
berpigmen, menahan robekan ketika retina dapat melekat kembali ke
jaringan pendukung dibawahnya, maka fungsi fisiologisnya ormalnya
dapat dikembalikan.
B. Konsep Keperawatan Ablasio Retina
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan meliputi :
a. Identitas pasien
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, alamat, agama, suku
bangsa, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b. Keluhan utama
1) Riwayat melihat benda mengapung
2) Pasien melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak di lapang
pandang, mengakibatkan pandangan kabur dan kehilangan lapang
pandang.
3) Penurunan ketajaman pandangan sentral atau hilangnya pandangan
sentral.
c. Riwayat penyakit sekarang

13
Adanya keluhan pada penglihatan seperti penurunan penglihatan,
adanya kilat cahaya dalam lapang pandang, adanya tirai hitam yang
menutupi penglihatan.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Sebelum pasien menderita penyakit ablasio retina biasanya pasien
pernah mengalami miopi, retinopati serta klien pernah mengalami tauma.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien ablasio retina
yaitu:
a. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman dan kejelasan penglihatan.
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan
c. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan penglihatan
d. Nyeri akut b.d luka post op
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d penurunan ketajaman dan
kejelasan penglihatan.
1) Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam
gangguan persepsi penglihatan dapat diatasi, dengan kriteria hasil:
a) Klien dapat menggambarkan objek yang dilihat sesuai dengan
yang sebenarnya.
b) Klien mengungkapkan tidak ada keluhan dalam penglihatan lebih
lanjut.
2) Intervensi dan rasional :
1. Kunjungi klien untuk memenuhi kebutuhannya terutama pada
malam hari.

14
Rasional: mengunjungi klien diharapkan dapat membantu
kebutuhan dan mengurangi resiko cedera terutama pada malam
hari.
2. Anjurkan klien untuk bedrest total.
Rasional: agar lapisan saraf yang terlepas tidak bertambah parah.
3. Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepla,
menyisir, batuk, bersin.
Rasional : mencegah bertambah parahnya lapisan saraf retina yang
lepas.
4. Jaga kebersihan mata.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi.
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat tetes mata dan obat oral.
Rasional : Diharapkan dengan pemberian obat-obatan kondisi
penglihatan dapat dipertahankan atau dicegah agar tidak bertambah
parah.
b. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan.
1) Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam kecemasan berkurang/hilang, dengan kriteria hasil:
a) Klien tidak tampak gelisah, wajah murung dan pandangan kosong.
b) Klien tampak tenang.
2) Intervensi dan rasional
a) Kaji tingkat ansietas.
Rasional: Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien
sehingga memudahkan penanganan/pemberian tindakan
selanjutnya.
b) Berikan kenyamanan pada klien.
Rasional: Agar klien tidak terlalu khawatir mengenai penyakitnya
sehingga dapat kooperatif pada saat dilakukan tindakan
keperawatan.

15
c) Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan, perjalanan
penyakit dan prognosisnya.
Rasional: Agar klien memahami bahwa penyakit yang dideritanya
perlu perawatan.
d) Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ ketegangan.
Rasional: agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas
karena sesuai dengan kemampuan dan keinginannya, tidak merasa
terbebani dan bertentangan dengan program perawatan.
e) Berikan/ tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau klien.
Rasional: agar klien merasa aman saat memerlukan bantuan.
c. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan penglihatan.
1) Tujuan dan kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam cedera tidak terjadi, dengan kriteria hasil: Tidak
terjadi kehilangan penglihatan lebih lanjut.
2) Intervensi dan rasional
a) Pertahankan posisi klien.
Rasional: dengan posisi terlentang akan mencegah lepasnya retina
dan terjadinya perlukaan.
b) Anjurkan klien untuk bedrest dan menghindari aktivitas yang
berlebihan.
Rasinal: Dengan bedrest akan mencegah retina menjadi lebih
parah.
c) Bantu keperluan klien.
Rasional: Memberikan bantuan kepada klien dapat mengurangi
terjadinya cedera.
d) Letakkan alat yang diperlukan di dekat klien.
Rasional: Memudahkan klien untuk mengambil peralatan yang
diperlukan dan mengurangi terjadinya cedera.
d. Nyeri akut b.d luka post

16
1) Kaji skala nyeri (PQRST)
Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang di ala Rasional : mengetahui
seberapa nyeri yang di alami klien mi klien
2) Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : agar klien merasa nyaman Rasional : agar klien merasa nyaman
3) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : menurunkan nyeri klien Rasional
menurunkan nyeri klien
4) Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional : analgesic menghilangkan nyeri.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini
muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang
dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah
dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda,
disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling
dirasakan oleh klien (Debora, 2019).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjasi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan
untuk mengukur dan memonitor kondisi klien (Debora, 2019).

17
C. TINJAUAN KASUS
1. Asuhan Keperawatan Ablasio Retina Pada Klien Ny. S
a. Identitas Klien
1) Nama : Ny. S
2) Usia : 52 tahun
3) Alamat : Jl. Budaya Batu Ampar, Jakarta Timur
4) Pekerjaan : swasta
5) Pendidikan : tamat SD
6) Agama : Islam
7) Suku : Jawa
b. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan mendadak buram sejak 5 hari SMRS.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada 5 hari SMRS, mata kanan pasien mendadak buram, tidak merah
dan tidak nyeri. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien merasa
pandangan menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di
matanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya
pinggir sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang.
Tidak terdapat Riwayat penglihatan kabur sesaat yang hilang timbul
sebelumnya. Pasien berobat ke dokter mata lalu diperiksa dan dibilang ada
masalah di retina kanan dan perlu dioperasi. Pasien kemudian dirujuk ke
RSCM. Pasien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri) di kedua mata
sejak 10 tahun lalu. Pasien tidak mengeluh ada gangguan pada mata
sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (+) sejak 10 tahun yang lalu, namun pasien tidak
berobat teratur. Riwayat Diabetes Mellitus disangkal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga

18
Tidak terdapat anggota keluarga dengan keluhan serupa dengan
pasien.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : pasien tampak sakit sedang
2) Kesadaran : compos mentis
3) Tanda Vital
4) Tekanan darah : 140/80 mmHg
5) Frekuensi nadi : 84 x/menit
6) Frekuensi nafas : 16 x/ menit
7) Suhu : 36oC
8) Lain-lain : dalam batas normal

2. Pola Fungsional Menurut Gordon


a. Pola persepsi kesehatan manajemen Kesehatan
Yang perlu dikaji : bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, dan
apakah dalam melaksanakan talaksana hidup sehat penderita
membutuhkan bantuan orang lain atau tidak.
Berdasarkan Kasus : Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga
terjadi perubahan pemeliharaan kesehatan.
b. Pola nutrisi metabolic
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola makan dan minum
klien selama ini?, Kaji apakah klien alergi terhadap makanan
tertentu?, Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh
rumah sakit?, Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan
atau sebaliknya?
Biasanya klien dengan ablasio retina ini tidak mengalami perubahan
nutrisi dan metabolisme.
c. Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien
selama ini?, Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?, Kaji
konsistensi BAB dan BAK klien.
Biasanya klien dengan ablasio retina ini tidak mengalami gangguan
dan perubahan eliminasi.
d. Pola aktivas Latihan

19
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah perubahan pola aktivitas
klien?, Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri, Kaji
tingkat ketergantungan klien.
Berdasarkan kasus : Biasanya pada pola ini pasien mengalami
ketidakaktifan diri dan ganguankarena disini penglihatan klien mulai
buram.
e. Pola istirahat tidur      
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah pola tidur klien ?, Kaji
frekuensi dan lama tidur klien, Apakah klien mengalami gangguan
tidur?, Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?, Apakah klien
memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?. Biasanya pola tidur klien
berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur klien.
f.  Pola kognitif persepsi
Pada pola ini kita mengkaji: Kaji tingkat kesadaran
klien, Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?, Bagaimanakah fungsi
kognitif dan komunikasi klien?.
Berdasarkan Kasus : Pengelihatan klien buram, Pasien merasa pandangan
menjadi gelap seperti ada rambut atau asap berterbangan di matanya.
Lama kelamaan semakin gelap hingga yang kelihatan hanya pinggir
sebelah kanan. Pasien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang.
g. Pola persepsi diri dan konsep diri
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah klien memandang dirinya
terhadap penyakit yang dialaminya?, Apakah klien mengalami perubahan
citra pada diri klien?, Apakah klien merasa rendah diri?
Biasanya klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
h. Pola peran hubugan
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah peran klien di dalam
keluarganya?, Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga
klien?, Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat
sekitarnya?.
Biasanya hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga
dalam melaksanakan perannya.

20
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji: Bagaimanakah status reproduksi klien?
 Biasanya pola ini tidak mengalami gangguan.
j. Pola koping dan toleransi stress
Pada pola ini kita mengkaji: Apakah klien mengalami stress terhadap
kondisinya saat ini?,Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang
dialaminya?, Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?.
Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan
merasa cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Pada pola ini kita mengakaji: Kaji agama dan kepercayaan yang dianut
klien, Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

21
1. Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif

22
1. Klien mengatakan pandangannya terasa 1. Klien nampak
kabur kesulitan dalam
2. Klien mengatakan tidak dapat melihat mengenal objek yang
objek denagan jelas dilihat
3. Klien mengatakan melihat bayangan 2. klien nampak cemas
berkembang atau tirai bergerak dilapang 3. Tekanan darah
pandang. : 140/80 mmHg
4. Pasien merasa cemas dengan penyakitnya 4. Frekuensi nadi
5. Pasien mengeluh dengan penglihatannya : 84 x/menit
5. Frekuensi nafas
: 16 x/ menit
6. Suhu
: 36oC

23
2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervesnsi Rasional


kriteria hasil
1 Gangguan persepsi sensori penglihatan Tujuan dan kriteria 1. Kunjungi klien Rasional:
mengunjungi klien
b.d penurunan ketajaman dan kejelasan hasil : untuk memenuhi
diharapkan dapat
penglihatan. Setelah dilakukan kebutuhannya membantu kebutuhan
dan mengurangi resiko
tindakan terutama pada
cedera terutama pada
keperawatan malam hari. malam hari.
selama ....x 24 jam
Rasional: agar lapisan
gangguan persepsi
saraf yang terlepas
penglihatan dapat
tidak bertambah parah.
diatasi, dengan
kriteria hasil: 2. Anjurkan klien
Rasional: mencegah
a. Klien dapat untuk bedrest
bertambah parahnya
menggambarkan total.
lapisan saraf retina
objek yang
yang lepas.
dilihat sesuai
dengan yang 3. Hindari
sebenarnya. pergerakan yang
Rasional : Diharapkan
b. Klien mendadak, dengan pemberian

24
mengungkapkan menghentakkan obat-obatan kondisi
penglihatan dapat
tidak ada kepla, menyisir,
dipertahankan atau
keluhan dalam batuk, bersin. dicegah agar tidak
bertambah parah.
penglihatan 4. Kolaborasi
lebih lanjut. dengan dokter
pemberian obat
tetes mata dan
obat oral.

2 Ansietasa berhubungan dengan ancaman Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat ansietas Rasional: Untuk
kehilangan penglihatan Tindakan
mengetahui sejauh
keperawatan selama
24 jam kecemasan mana tingkat
berkurang/ hilang
kecemasan klien
dengan kriteria hasil
: sehingga memudahkan
a. Klien tidak 2. Berikan kenyamanan
penanganan/pemberian
tampak gelisah kepada klien
wajah murung tindakan selanjutnya
dan pandangan
kosong
b. Klien tampak Rasional: Agar klien
tenang
tidak terlalu khawatir
mengenai penyakitnya

25
3. Berikan penjelasan sehingga dapat
mengenai prosedur
kooperatif pada saat
perawatan,
perjalanan penyakit dilakukan tindakan
dan prognosisnya.
keperawatan.
4. Berikan aktivitas Rasional: Agar klien
yang dapat
memahami bahwa
menurunkan
kecemasan/ penyakit yang
ketenangan
dideritanya perlu
perawatan.

Rasional: agar klien


dengan senang hati
melakukan aktivitas
karena sesuai dengan
kemampuan dan
keinginannya, tidak
merasa terbebani dan
bertentangan dengan
program perawatan.

26
Implementasi
ND Hari/Tangg Jam Implementasi Evaluasi
X al
1. Senin,07 08.00 1. Mengunjungi klien Jam : 12.30
desember untuk memenuhi S:
2020 kebutuhannya 1. Klien mengatakan
pandangannya terasa
terutama pada malam
kabur
hari. 2. Klien mengatakan
tidak dapat melihat
Hasil :
objek denagan jelas
Klien Nampak rilex 3. Klien mengatakan
melihat bayangan
08.30
berkembang atau tirai
2. Menganjurkan klien bergerak dilapang
pandang.
untuk bedrest total.

O:
Hasil :
1. Klien nampak
Klien istrahat dengan kesulitan dalam
mengenal objek yang
nyaman
dilihat.
10.00 2. Tekanan darah
: 140/80 mmHg
3. Menghindari
3. Frekuensi nadi
pergerakan yang : 84 x/menit
4. Frekuensi nafas
mendadak,menghentak
: 16 x/ menit
kan kepla, menyisir, 5. Suhu
: 36oC
batuk, bersin.

Hasil :
Batasi Gerakan klien A : Masalah Gangguan
dengan bantal di persepsi sensori penglihatan
samping klien P:
1. Mengunjungi klien

27
12.00 4. Kolaborasi dengan untuk memenuhi
dokter pemberian obat kebutuhannya
tetes mata dan obat terutama pada malam
oral. hari.
2. Menganjurkan klien
Hasil : untuk bedrest total.
Klien di berikan obat 3. Menghindari
sesuai instruksi dokter pergerakan yang
mendadak,menghentak
kan kepla, menyisir,
batuk, bersin.
4. Kolaborasi dengan
dokter pemberian obat
tetes mata dan obat
oral.

2 Senin,07 08.0 1. Mengkaji tingkat Jam : 12.40


desember 5 ansietas
2020 S:
Hasil : 1. Klien merasa
terganggu

28
08.3 2. Memberikan pendengarannya
5 kenyamanan kepada 2. Klien merasa
klien telinganya
berdenging
Hasil : 3. Klien mengatakan
tidak nyaman
3. Memberikan dengan perubahan
10.1 penjelasan mengenai fisik yang terjadi
5 prosedur perawatan, karena kondisinya
perjalanan penyakit 4. Klien mengatakan
dan prognosisnya. tidak nyaman saat
berinteraksi akibat
Hasil : cairan
O:
1. Klien masih nampak
4. Memberikan aktivitas mengalami
yang dapat gangguan
12.30 menurunkan Pendengaran
kecemasan/ 2. Masih Nampak
ketenangan Keluar cairan dari
telinga
Hasil : 3. Uji weber
didapatkan suara
lebih jelas terdengar
di telinga sebelah
kanan ( telinga yang
sakit )

29
A:
Masalah Gangguan citra
tubuh teratasi sebagian

P:
1. Mengidentifikasi
dampak dan budaya
pasien, agama, ras,
Janis kelamin, dan
usia terkait dengan
citra tubuh

2. Memonitor apakah
pasien bisa melihat
bagian tubuh yang
berubah

3. Menentukan apakah
citra tubuh
berkontribusi pada
peningkatan isolasi
social

4. Mengidentifikasi
cara untuk
menurunkan
dampak dari adanya
perubahan bentuk

30
melalui pakaian
(Hoodie)

3 Senin,07 08.15 1. Memonitor adanya Jam : 13.00


desember tanda dan gejala S:-
2020 infeksi sistemik dan
local.

Hasil : O:
Adanya tanda dan 1. pemeriksaan otoscope
gejala di bagian dalam tuba eustachius tampak
telinga yang bengkak, merah, dan
menimbulkan suram
08.40 keluarnya cairan dari 2. Klien mengalami otore
liang telinga yang menimbulkan
bau busuk
2. Memberikan
perawatan yang tepat A:
untuk area (yang Masalah Resiko Infeksi
mengalami) edema teratasi sebagian
P:
Hasil : 1. Memonitor adanya
Memberikan terapi tanda dan gejala
yang sesuai dari infeksi sistemik
10.20 intruksi dokter dengan dan local.
pemberian antibiotik
topikal (tetes atau 2. Memberikan
salep) perawatan yang

31
tepat untuk area
(yang mengalami)
3. Mengajarkan pasien edema
dan keluarga tentang
tanda dan gejala 3. Mengajarkan
infeksi dan kapan pasien dan
harus melaporkannya keluarga tentang
kepada tenaga tanda dan gejala
kesehatan infeksi dan kapan
harus
Hasil : melaporkannya
Memberikan kepada tenaga
penyuluhan kepada Kesehatan
12.35 pasien dan keluarga
tentang tanda dan
gejala gejala infeksi 4. Menjaga
dan di harpkan pasien penggunaan
dan keluarga bisa antibiotic dengan
paham dan bisa bijaksana
mengimplementasikan
nya

4. Menjaga penggunaan
antibiotic dengan
bijaksana

Hasil :

32
Penggunaan
antibiotik yang terlalu
sering atau tidak sesuai
dosisnya dapat
menyebabkan kuman
mengalami resistensi
atau kekebalan.

33
1. Persiapan Yang Dilakukan Oleh Perawat Sebelum Dan Sesudah
Dilakukan Operasi
a. Persiapan penderita sebelum operasi
1. Mengatasi kecemasan
2. Membatasi aktivitas
3. Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi
pergerakan bola mata
4. Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah
akomodasi dan kontriksi.
b. Persiapan penderita setelah operasi
1. Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.
2. Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
3. Evaluasi penutup mata
4. Bantu semua kebutuhan ADL
5. Perawatan dan pengobatan sesuai program
5. Pendidikan Kesehatan Yang Diberikan Pada Klien Dengan Ablasio
Retina
Pada klien ablasio retina baik sebelum pembedahan maupun setelah
pembedahan, perlu diberikan pendidikan kesehatan dalam merawat matanya,
antara lain :
a. Diberikan pengetahuan mengenai perawatan diri setelah dioperasi
b. Dianjurkan untuk menjaga kebersihan mata

34
c. Setelah pembedahan retina perawat menekankan untuk menjaga posisi
yang benar untuk memfasilitasi perekatan kembali lapisan retina.
d.  Menkonsumsi anti oksidan (Vit C, Vit A, Vit E, Zinc, Cooper dan Lutein)
menjaga agar dapat mencegah komplikasi lebih lanjut.
e. Hindari ekspose berlebih terhadap sinar ultraviolet misalnya dengan
menggunakan kaca mata hitam agar mata tidak berkontak langsung
dengan sinar matahari.
f. Pemeriksaan berkala dengan Amsler Grid
Amsler Grid adalah cara pemeriksaan yang dapat dilakukan penderita
untuk memeantau progresitifitas penyakit.
Menberikan penguatan psikologi kalau usaha operasi dapat
mengembalikan fungsi penglihatan.
g. Preoperasi, Perawat perlu memberikan informasi secara akurat dan
tenangkan hati klien untuk mengurangi kecemasan klien.
h.  Post Operasi, Hindari gerakan menghentakkan kepala (menyisir rambut,
membungkuk, mengejan, bersin, batuk, muntah) dan batasi aktivitas yang
berlebihan hingga tercapai penyembuhan. Perawat perlu membantu
aktivitas sehari-hari klien untuk mencegah hentakan atau pergerakan
kepala yang berlebihan.

35
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ablasio retina adalah suatu robekan retina yang dapat mengakibatkan
pengumpulan cairan retina antara lapisan basilus (sel batang) dan komus (sel
kerucut) dengan sel-sel epitelium pigmen retina. Ablasio retina dapat terjadi
karena lapisan luar retina (sel epitel pigmen) dan lapisan dalam (pars optika)
terletak dalam posisi tanpa membentuk perlekatan kecuali di sekitar diskus
optikus dan pada tepinya yang bergelombang yang disebut ora serata.
Penyakit ini dapat terjadi secara spontan  atau sekunder setelah trauma.
Biasanya pasien merasakan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun
secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena. Pengobatan pada ablasio
retina adalah dengan tindakan pembedahan atau operasi.
B. Saran
Apabila diagnosis ablasio retina telah ditegakkan maka pasien harus
dipersiapkan untuk menjalani pengobatan seperti pembedahan, prosedur laser,
krioterapi transkleral.

36
DAFTAR PUSTAKA

Alma Sriwidyastuti (2020). Laporan Pendahuluan Ablasi Retina, Universitas


Muhammdiayah Ponogoro.
Debora, Oda. 2019. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Hastuti dkk (2016) Ablasio Retina Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Monika Yuke Lusiani (2019). https://www.klinikmatanusantara.co/id/ketahui-lebih-
lanjut/info-kesehatan-mata-dari-kmn-eyecare/artikel/ablasio-retina-penyebab-
gejala-dan-penanganannya0/
Rismawan Adi Yunanto (2014) Konsep Materi Dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Ablasio Retina .
Saniaty Tuankotta (2012). Ablasio Retina Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Tamsuri, A. 2011. Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Mdikal
Bedah. Jakarta: EGC

37
38

Anda mungkin juga menyukai