Anda di halaman 1dari 13

Referat

Episkleritis

Oleh:

Muhammad Zen Faris 04084821921116

Pembimbing:
dr.

DEPARTEMENILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2019
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat:
Episkleritis

Pembimbing,

dr.

Oleh:

Fitria Febriana 04084821921116

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu tugas inidividu di Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 20 Januari 2020 s.d .24 Februari 2020.

Palembang, Januari 2020


iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................iii
DAFTAR ISI ..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sklera merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan
pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan
proteoglikan dengan berbagai ukuran. Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih
bola mata, merupakan kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak
tembus cahaya, kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. 1
Permukaan anterior sklera dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastis halus,
episklera merupakan bagian sklera yang mengandung banyak pembuluh darah
terbungkus oleh konjungtiva. Episklera mempunyai dua cabang pembuluh darah,
yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah tersusun melingkar, dan yang
satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh darah yang melekat pada sklera.1
Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara
konjungtiva dan permukaan sclera. Radang episklera dan sclera mungkin disebabkan
reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberculosis, rheumatoid
artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau
merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan
idiopatik.2
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak
berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74 % kasus
terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia ≥40 tahun. Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa,
30 % kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit
inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit sistemik
biasanya jarang pada anak-anak.2,3
5

Tujuan referat ini disusun untuk mengetahui dan mempelajari serta menambah
pemahaman lebih lanjut mengenai episkleritis baik dalam hal etiologi, patogenesis,
pemeriksaan diagnostic, tatalaksana serta prinsip pemilihan pembedahan yang sesuai.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI EPISKLERA


Episklera merupakan jaringan elastik halus yang membungkus permukaan luas
sklera anterior. Episklera mengandung banyak pembuluh darah yang menyediakan
nutrisi untuk sklera dan permeabel terhadap air, glukosa dan protein. Episklera juga
berfungsi sebagai lapisan pelicin bagi jaringan kolagen dan elastis dari sklera dan
akan bereaksi hebat jika terjadi inflamasi pada sklera.
Jaringan fibroelastis dari episklera mempunyai dua lapisan yaitu lapisan viseral
yang lebih dekat ke sklera dan lapisan parietal yang bergabung dengan fasia dari otot
dan konjungtiva dekat limbus.

Gambar 4. Anatomi Mata


Pleksus episklera posterior berasal dari siliari posterior , sementara itu di
episklera anterior berhubungan dengan pleksus konjungtiva, pleksus episklera
superfisial dan pleksus episkera profunda.11

2.2 EPISKLERITIS
7

2.2.1. DEFINISI
Episkleritis adalah suatu reaksi inflamasi pada jaringan episklera yang terletak
di antara konjungtiva dan sklera, bersifat ringan, dapat sembuh sendiri, dan bersifat
rekurensi Episkleritis adalah penyakit pada episklera yang sering, ringan, dapat
sembuh sendiri dan biasanya mengenai orang dewasa dan berhubungan dengan
penyakit sistemik penyertanya tetapi tidak dapat berkembang menjadi skleritis.10
2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian pasti tidak diketahui karena banyaknya pasien yang tidak
berobat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, namun terdapat laporan 74% kasus
terjadi pada perempuan dan sering terjadi pada usia dekade 4-5. Pada anak-anak
episkleritis biasanya menghilang dalam 7-10 hari dan jarang rekuren. Pada dewasa,
30% kasus berhubungan dengan penyakit jaringan ikat penyertanya, penyakit
inflamasi saluran cerna, infeksi herpes, gout, dan vaskulitis. Penyakit sistemik
biasanya jarang pada anak-anak.11
2.2.3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi belum diketahui secara pasti namun ditemukan respon inflamasi
yang terlokalisir pada superficial episcleral vascular network, patologinya
menunjukkan inflamasi nongranulomatous dengan dilatasi vascular dan infiltrasi
perivascular. Penyebab tidak diketahui, paling banyak bersifat idiopatik namun
sepertiga kasus berhubungan dengan penyakit sistemik dan reaksi hipersensitivitas
mungkin berperan. Penyakit-penyakit sistemik tertentu misalnya
a. Collagen vascular disease;
Polyarteritis nodosa, seronegative spondyloarthropathies-Ankylosing spondylitis,
inflamatory bowel disease, Reiter syndrome, psoriatic arthritis, artritis rematoid
b. Infectious disease;
Bacteria including tuberculosis, Lyme disease dan syphilis, viruses termasuk
herpes, fungi, parasites.
c. Miscellaneous
Gout, Atopy, Foreign bodies, Chemicals
d. Penyebab lain/yang berhubungan (jarang);
8

T-cell leukemia, Paraproteinemia, Paraneoplastic syndromes-Sweet syndrome,


dermatomyositis, Wiskott-Aldrich syndrome, Adrenal cortical insufficiency,
Necrobiotic xanthogranuloma, Progressive hemifacial atrophy, Insect bite
granuloma, Malpositioned Jones tube, following transscleral fixation of posterior
chamber intraocular lens.9
Hubungan yang paling signifikan adalah dengan hiperurisemia dan gout.9
2.2.4. KLASIFIKASI
Terdapat dua tipe klinik dari episkleritis yaitu episkleritis sederhana dan
episkleritis noduler.
1. Episkleritis sederhana (Simple episcleritis)
Tipe yang paling sering dijumpai adalah episkleritis sederhana (80%), merupakan
penyakit inflamasi moderate hingga severe yang sering berulang dengan interval
1-3 bulan, terdapat kemerahan yang bersifat sektoral atau dapat bersifat diffuse
(jarang), dan edema episklera. Tiap serangan berlangsung 7-10 hari dan paling
banyak sembuh spontan dalam 1-2 atau 2-3 minggu. Dapat lebih lama terjadi pada
pasien dengan penyakit sistemik. Pada anak kecil jarang kambuh dan jarang
berhubungan dengan penyakit sistemik. Beberapa pasien melaporkan serangan
lebih sering terjadi saat musim hujan atau semi. Faktor presipitasi jarang
ditemukan namun serangan dapat dihubungkan dengan stress dan perubahan
hormonal.10,11
9

Gambar 5. Episkleritis Sederhana

2. Episkleritis noduler (Nodular episcleritis)


Pasien dengan episkleritis noduler mengalami serangan yang lebih lama,
berhubungan dengan penyakit sistemik (30% kasus, 5% berhubungan dengan
artritis rematoid, 7% berhubungan dengan herpes zoster ophthalmicus atau herpes
simplex dan 3% dengan gout atau atopy) dan lebih nyeri dibandingkan tipe
sederhana. Episkleritis noduler (20%) terlokalisasi pada satu area, membentuk
nodul dengan injeksi sekelilingnya.10,11
10

Gambar 6. Episkleritis Noduler


2.2.5 PENEGAKAN DIAGNOSIS 7
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Hasil Anamnesis( Subjective)
1. Mata merah merupakan gejala utama atau satu-satunya
2. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan
3. Keluhan penyerta lain, misalnya: rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair.
Keluhan- keluhan tersebut bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari.
Bila keluhan dirasakan amat parah, maka perlu dipikirkan diagnosis lain
4. Keluhan biasanya mengenai satu mata dan dapat berulang pada mata yang sama atau
bergantian
5. Keluhan biasanya bersifat akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu
hingga beberapa bulan
6. Dapat ditemukan gejala-gejala terkait penyakit dasar di antaranya: tuberculosis,
rheumatoid arthritis, SLE, alergi (missal: eritema nodosum) atau dermatitis kontak.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana ( Objective). Episkleritis


terbagi menjadi dua tipe, yaitu nodular dan simple. Secara umum, tanda dari
episkleritis adalah:
11

1. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran
dengan senter, tampak warna pink sedangkan pada skleritis warnanya lebih gelap dan
keunguan
2. Kemerahanpada episkleritis disebabkan oleh kongesti pleksus episklera superficial
dan konjungtival, yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sclera dan pleksus
episklera profunda di dalamnya. Dengan demikian, pada episkleritis, penetesan Fenil
Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan; sesuatu yang
tidak terjadi pada skleritis
3. Pada episkleritis nodular, ditemukan nodul kemerahan berbatas tegas di bawah
konjungtiva. Nodul dapat digerakkan. Bila nodul ditekan dengan kapas atau melalui
kelopak mata yang dipejamkan di atasnya, akan timbul rasa sakit yang menjalar ke
sekitar mata
4. Hasil pemeriksaan visus dalam batas normal
5. Dapat ditemukan mata yang berair, dengan secret yang jernih dan encer. Bila secret
tebal, kental dan berair, perlu dipikirkan diagnosis lain
6. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tanda-tanda penyakit
sistemik yang mungkin mendasari timbulnya episkleritis seperti tuberculosis,
rheumatoid arthritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Keluhan sistemik
umumnya lebih sering menimbulan episkleritis nodular daripada simple.
7. Cara membedakan episkleritis dengan skleritis adalah dengan melakukan tes Fenil
Efrin 2,5% (tetes mata), yang merupakan vasokonstriktor. Pada episkleritis, penetesan
Fenil Efrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan mengurangi kemerahan (blanching/
memucat); sedangkan pada skleritis kemerahan menetap.

Pemeriksaan penunjang8
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan histopatologi

2.2.6. DIAGNOSIS BANDING4


1. Konjungtivitis
12

2. Skleritis

2.2.7 TATALAKSANA5,6
Episkleritis biasanya akan hilang sendiri dalam waktu sekitar 10 hari dan
biasanya tidak memerlukan pengobatan apapun. Air mata buatan dapat berguna dalam
menghilangkan gejala mata kering.
Jika gejala semakin parah atau bertahan lama, dokter mungkin akan
meresepkan beberapa obat berikut:
1. Non-steroidal anti-inflammatory drug (NSAID), seperti flurbiprofen untuk
membantu meredakan nyeri dan bengkak dan mengurangi peradangan.
2. Steroid eye drops, seperti dexamethasone untuk membantu mengurangi
peradangan dan mempercepat pemulihan.

2.2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Sekitar 1 dari 10
orang dengan episkleritis akan berkembang kea rah iritis ringan.5

2.2.9. PROGNOSIS
Prognosis akhirnya baik karena biasanya akan sembuh dengan sendirinya dalam
1-2 minggu dan tidak akan mempengaruhi visus.5
Ad vitam: Bonam
Ad functionam: Bonam
Ad sanationam: Dubia ad bonam
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 5th
Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. ButterworthHeinemann.
2. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170- 171.
Jakarta. 2000. Widya Medika
3. Ilyas, Sidarta Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta, 2005
: 147-58.
4. Galor,A & Jeng, B.H., 2008. Red Eye for the Internist: When to treat, when to refer.
Cleveland Clinic Journal ofMedicine, 75(2), pp.137-44. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18290357.
5. Ilyas, S.,2005. Ilmu Penyakit Mata 3rd ed, Jakarta: Balai penerbit FKUI
6. Sims, J., 2012. Scleritis: Presentations, Disease Associations and Management.
Postgraduate Medical Journal,88(10460, pp.713-8
7. Watson,P.,Hayreh, S& Awdry, ,1968. Episcleritis and Scleritis. British Journal
Ophthalmolgy, 52, pp.278-279
8. Foster CS, Maza MS. The Sclera. Springer-Verlag; 1994.96-102
9. Roy Hampton, Episcleritis in Http://www.emedicine.com/oph/topic641.htm
10. Kanski J. Jack, Disorders of the Cornea and Sclera in Clinical Ophthalmology 5 th
Edition pp. 151-2. Great Britain. 2003. Butterworth-Heinemann.
11. Pavan-Langston, Cornea and External Disease in Manual of Ocular Diagnosis and
Therapy 5th Edition pp. 125-126. Philadelphia. 2002. Lippincott Williams & Wilkins
12. Riordan Paul-Eva, Episkleritis dalam Oftalmologi Umum edisi 14 hal.170-171.
Jakarta. 2000. Widya Medika.

Anda mungkin juga menyukai