Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN REFRESHING

Disusun oleh:

Rinto Pradhana Putra

2015730113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RSUD R. SYAMSUDIN, S.H., SUKABUMI

2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa karena atas
segala limpahan rahmat dan karunya-Nya saya dapat menyelesaikan penilisan laporan
Refreshing yang berjudul Neuritis Optik.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
seebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya laporan ini khususnya kepada pembimbing kami yang telah membantu dan
memberi arahan untuk laporan ini.
Kami menyadari dalam proses penulisan laporan refreshing ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah
hari dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan guna
menyempurnakan laporan ini.
Kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Trauma yang terjadi okuli menyebabkan cidera pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan atau gangguan pada bola mata, kelopak mata, saraf
mata dan rongga orbita, kerusakan dapat mengganggu fungsi mata sebagai
indra penglihat. Trauma pada okuli merupakan penyebab yang paling sering
menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena
kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.1,2

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
perforansi dan trauma okuli non perforansi. Ada beberapa Klasifikasi trauma
okuli berdasarkan mekanisme terjadinya trauma terbagi atas trauma mekanik
(trauma yang diakibatkan oleh benda tumpul dan trauma yang di akibatkan
oleh benda tajam), trauma akibat paparan radiasi (sinar inframerah, sinar
ultraviolet, dan sinar X) dan trauma akibat terkena atau terpapar oleh kimia
(bahan asam dan basa). Trauma pada okuli merupakan kedaruratan mutlak di
bidang ocular emergency. Komplikasi yang sering terjadi akibat trauma okuli
yaitu erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa, luksasi
lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi retina,
ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.1,2,3
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada mata
anterior dapat terjadi akibat trauma tumpul yang terkena pada mata. Darah
berasal dari iris atau badan siliar yang robek akibat trauma. Hifema dapat juga
disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, kanker, atau
kelainan vaskuler lain.1,2,3,4

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam mata
anterior, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat
trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan
bercampur dengan cairan mata yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik
mata anterior biasanya terlihat dengan mata pada pemeriksaan. Walaupun
darah yang terdapat di anterior chamber sedikit, tetap dapat menurunkan
penglihatan. Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar.
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan
blefarospasme. Pengihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah anterior chamber, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang anterior chamber. Kadang-kadang terlihat
iridoplegia dan iridodialisis.1,2,3,5,6

2.2. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:1,3,4,5,6
 Hifema traumatika adalah perdarahan yang terjadi pada anterior
chamber yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan
silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
 Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan pada prosedur
operasi mata)
 hifema akibat inflamasi pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh
darah pecah
 Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah
 hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma)

4
b. Berdasarkan onset atau waktu perdarahannya, hifema dibagi menjadi:
o hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
o hifema sekunder terjadi sekitar 2-5 hari setelah trauma pada mata

c. Berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi:


o makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang
o mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop

d. Berdasarkan adanya darah dianterior chamber, hifema dapat dibagi


menjadi:
 Grade 1, darah mengisi < 1/3 anterior chamber
 Grade 2, darah mengisi 1/3-1/2 anterior chamber
 Grade 3, darah mengisis 1/2 – < seluruh anterior chamber
 Grade 4, darah mengisi seluruh anterior chamber, dikenal dengan total
hyphema, blackball atau 8-ball hyphema

5
2.3. Etiologi
Hifema biasanya disebabkan oleh trauma benda tumpul pada mata bila
terkena bola mata, batu atau krikil, peluru senapan angin, dan benda- benda
asing lainnya. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan pada
prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun
kasusnya jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya
retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).5,6
Hifema yang terjadi karena akibat trauma tumpul pada mata dapat
diakibatkan oleh kerusakan atau gangguan jaringan bagian dalam bola mata,
terdapat robekan tipis pada jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan
tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan
perdarahan. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari kumpulan arteri
utama dan cabang dari badan ciliar, arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh
darah iris pada sisi pupil. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada
di bagian terendah.5,6,7

2.4. Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema.
Mekanisme pertama adalah mekanisme dimana kekuatan trauma
menyebabkan kontusi sehinga terjadi robekan pada pembuluh darah di iris dan
badan silier yang rentan rusak.
Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan intraokuler akut sehingga menyebabkan terjadinya rupture pembuluh
darah pada iris dan badan silier.

6
Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Inflamasi pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker dapat
menyebabkan perdarahan pada COA (Camera Okuli Anterior). Trauma
tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut COA (Camera
Okuli Anterior). Namun dapat terjadi secara spontan atau pada secara patologi
vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang COA (Camera Okuli
Anterior), mengotori permukaan dalam kornea.1,5,6,7
Perdarahan pada anterior chamber mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular,
spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme
pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini
dapat meluas dari anterior chamber ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini
biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Lalu akan menyebabkan fibrinolisis.
Setelah terjadi bekuan darah pada anterior chamber, maka plasminogen akan
diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan
memecah fibrin, menyebabkan bekuan darah yang sudah terjadi mengalami
disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah
merah dan debris peradangan, keluar dari anterior chamber menuju jalinan
trabekular dan aliran uveaskleral.1,5,6,7
Perdarahan primer dapat terjadi ketika trauma dan menyebabkan
adanya darah dengan volume sedikit maupun banyak. Perdarahan sekunder

7
biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih
hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus
dirawat inap sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi
karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh
darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.5,6,7
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA (Camera
Okuli Anterior) dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA (Camera
Okuli Anterior) menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi
melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim
fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat
masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat
ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya
oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.5,6,7,8
Adanya darah pada anterior chamber memiliki beberapa temuan klinis
yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari
otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan
berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis
traumatik, dengan sel-sel radang pada anterior chamber, dapat ditemukan pada
pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun
darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari
abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan
midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan
adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur
zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan
vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid.
Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular. 5,6,7

8
2.5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;
visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan
retina.
b. Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler
okuler, glaukoma.
c. Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.
d. Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan
iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
e. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

2.6. Penatalaksanaan

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak


berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya adalah:
a. Menghentikan perdarahan.
b. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
c. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat
absorbsi.
d. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang
lain.
e. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita


dengan traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu
perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai
dengan tindakan operasi.

9
a. Non- Farmakologi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi
kepala diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o
(posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah
baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila
menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari
hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi
perdarahan sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5
hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar
dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus
diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan
dengan sabar.

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian
pendapat di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang
terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

3. Farmakologi
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema
tidaklah mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan,
mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk
maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral
maupun parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan

10
perdarahan, Misalnya: Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin,
vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi
obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/
transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat diserap dan
pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan
sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya
kira-kira 5 hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat
timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya
glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa
pengukuran tekanan intra okular.

 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat
golongan midriatika atau miotika, karena masing-masing obat
mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika
memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan
midriatika akan mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika
dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis. Akhirnya
beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali
sehari akan mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian
salah satu obat saja.

 Ocular Hypotensive Drug


Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide
(Diamox) secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya
kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna
menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin
untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan bahwa
cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan

11
intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila
tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea
Bila tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus
diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra
okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga
parasentesa.

 Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan
mengurangi komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding
dengan antibiotika.

2.7. Komplikasi
1. Perdarahan sekunder
Perdarahan ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini
timbul karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan
dari perdarahan primernya.
2. Glaukoma sekunder
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah.
Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh
karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga
terjadinya glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi
badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi
gangguan pengaliran cairan mata.
3. Hemosiderosis kornea
Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder
disertai kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena

12
hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi kadang-kadang dapat kembali
jernih dalam waktu yang lama (2 tahun). Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di
dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.
4. Sinekia Posterior
Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema. Komplikasi
ini akibat dari iritis atau iridocyclitis. Komplikasi ini jarang pada pasien
yang mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada
pasien dengan evakuasi bedah pada hifema.
5. Atrofi optic
Disebbakan karena peningkatan tekanan intraokuler

2.8. Prognosis
Prognosis pada hifema tergantung pada banyak atau sedikitnya darah
yang ada pada kamera okuli anterior. Pada umumnya hifema dengan darah
yang sedikit dan tidak disertai dengan keluhan glukoma makan prognosisnya
adalah baik (Bonam), karena drah yang ada akan diserap kembali dan hilang
secara sempurna dalam beberapa hari. Namun berbeda dengan hifema yang
terdapat keluhan adanya glukoma, prognosisnya tergantung pada seberapa
besar glukoma tersebut menumbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila
ketajaman penglihatan 1/60 atau lebih rendah maka prognosisnya adalah
buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.

13
Daftar Pustaka

1. Rizky G. Hifema.Medicinesia.2013. available at URL: www.

Medicinesia.com

2. .Ilyas, S.Hifema. Dalam : Kedaruratan dalam Ilmu penyakit Mata. Edisi 3.

FKUI: Jakarta. 2005

3. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata.Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005

4. Balatay A, Ibrahim H. Traumatic Hyphema. Dohuk Medical Journal 2008.

Available at URL: www.uod.ac

5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. General ophthalmology.16 th

ed.USA:McGraw-Hill

6. Kuhn F, Pieramici D. Mechanical Globe Injuri: Anterior Chamber. Dalam:

Ocular trauma principles and practice. New York:Thieme.2002.

7. Kuhn F. Anterior Chamber. Dalam: Ocular Traumatology USA:

Springer.2008.

8. Sheppard JD. Hyphema. Available at URLL: //medicine.medscape.com

9. Behbehani A, Abdelmoaty S, Aljazaf A. Traumatic Hyphema. Dalam Studi

Journal og Ophtalmology, Volume 3, No. 3 July-September.2006

10. Sumarsono, Contusio Oculi. Available at:

http://www.portalkalbe/kalbe_ContusioOculi.html.

14
15

Anda mungkin juga menyukai