Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN REFERAT

Pembimbing:

dr. Jeffry Pattisahusiwa, Sp. A

Disusun oleh:

Rinto Pradhana Putra

2015730113

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


JAKARTA

RSUD R. SYAMSUDIN, S.H., SUKABUMI

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 1


Jakarta
MUMPS

I. PENDAHULAN

Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini
masih sering dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis
yang tersering. Saat ini sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis yang
disebabkan oleh mumps.1

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 2016, parotitis epidemika


merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di
negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000
kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan
dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di tempat kuliah atau tempat
kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya
parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 2005-2015 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya,
dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2001 dan 1-5 kasus/tahun setelah
tahun 20003. Selama tahun 2004 hanya didapatkan satu kasus parotitis
epidemika.2

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI

Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular


yang disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama
kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan
telinga.7

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 2


Jakarta
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang
disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan
remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa
nyeri kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang
subklinis.5

B. ETIOLOGI
Penyebab adalah virus mumps.7 Virus ini adalah anggota kelompok
paramiksovirus, yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit
Newcastle. Hanya deiketahui ada satu serotype. Biakan manusia atau sel ginjal
kera terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh sitopatik kadang-kadang
ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling sensitif.
Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain.3

Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan


percikan ludah, bahkan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui
hidung atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar
ke kelenjar getah bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan
berlangsung selama 12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan lokasi yang dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada
wanita atau testis (buah zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau
otak.8

C. EPIDEMIOLOGI
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan
periode sebelum tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC
(Centre of Disease Control) yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada
tahun 1993. Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta penderita parotitis yang
berobat di unit rawat jalan sejak tahun 1994 - 1998 adalah sebanyak 61 kasus,
sedangkan data Survai Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan parotitis sebagai

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 3


Jakarta
penyakit yang diteliti. Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps,
golongan paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang
memiliki kapsul Iipoprotein. Golongan umur 5-9 tahun adalah golongan yang
paling banyak diserang oleh penyakit ini. Komplikasi yang berat meliputi orkitis,
pankreatitis, meningoensefalitis, dan berbagai keterlibatan organ keIenjar
lainnya.2
Meskipun insiden menurun pada semua kelompok usia, penurunan
terbesar (> 50% pengurangan tingkat kejadian per 100.000 penduduk) terjadi pada
orang yang berusia 10 tahun atau lebih. Orang yang berusia 15 tahun atau lebih
tua menyumbang lebih dari sepertiga dari total yang dilaporkan pada tahun 1985-
1987, sedangkan pada periode 1967-1971, rata-rata hanya 8% dari kasus yang
dilaporkan terjadi pada populasi ini. Meskipun dilaporkan insiden mumps tetap
meningkat di semua kelompok usia dari tahun 1985-1987, peningkatan paling
dramatis adalah di kalangan remaja yang berusia 10-14 tahun (peningkatannya
hampir 7 kali lipat) dan dewasa muda yang berusia 15-19 tahun (peningkatannya
lebih dari 8 kali lipat).10

Karena virus ini ada di seluruh dunia, risiko terkena mumps di luar
Amerika Serikat mungkin tinggi. Di banyak negara di seluruh dunia, mumps tetap
endemik. Vaksin mumps digunakan di hanya 57% dari negara-negara yang
tergabung dalam Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian besar negara-
negara dengan ekonomi lebih berkembang.10

D. PATOGENESIS

Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus
dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain
yang paling rentan.3

Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan bereplikasi


secara lokal. Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan target seperti
kelenjar parotis. Sel nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi sel mononuklear

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 4


Jakarta
adalah respon jaringan, Kelenjar ludah edema dan terjadi deskuamasi sel epitel
yang melapisi sel nekrotik.10

E. MANIFESTASI KLINIK

Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia
lima sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih
terasa lagi bila menelan cairan asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan
yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga. Kelenjarkelenjar di bawah
dagu juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga merasa demam. Suhu
tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin terjadi pada anak
laki-laki pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada
penderita remaja perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara.
Komplikasi serius terjadi jika virus mumps menyerang otak dan susunan syarat.
Ini menyebabkan radang selaput otak dan jaringan selaput otak. Penularan
penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti persentuhan
dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara ketika penderita
bersin atau batuk.7

Gambar 1. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular.6

F. DIAGNOSIS

Masa inkubasi virus mumps adalah 16 sampai 18 hari. Gejala prodromal


meliputi demam ringan, anoreksia, sakit kepala, dan malaise. Dalam waktu 24 jam

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 5


Jakarta
dari gejala prodromal, pasien mungkin akan mengeluh sakit telinga dan nyeri pada
kelenjar parotis ipsilateral. Setelah pembengkakan parotis mencapai puncaknya,
rasa nyeri dan demam hilang dengan cepat, dengan kelenjar biasanya kembali ke
ukuran normal dalam waktu 7 sampai 10 hari.5

Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak


memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak
klasik untuk parotitis. Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri.
Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu
parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam. Pengobatan
dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu
pula dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat
penyembuhan.8

Diagnosis mumps didasarkan pada riwayat pajanan, dan pembengkakan


parotis dengan rasa nyeri. Penegasan laboratorium mumps yang khas menjadi
penting dalam suatu wabah dan dalam kasus-kasus dengan gejala subklinis. Tes
khusus meliputi isolasi virus dari cucian tenggorokan atau hidung, titer IgG
(hemaglutinasi inhibisi assay [HAI], fiksasi komplemen assay, enzyme
immunoassay), tes IgM, dan RT-PCR testing.5

Infeksi dikonfirmasi oleh isolasi virus atau asam nukleat dari spesimen
klinis. Pemeriksaan serologi menunjukkan peningkatan titer IgG yang signifikan
di antara spesimen akut dan konvalesen atau IgM antibodi mumps positif.5

Virus Parainfluenza 3 juga dapat menyebabkan parotitis dan dapat


menghasilkan respon antibodi heterolog yang dapat mempengaruhi tes mumps
HAI. Hal ini penting untuk menyingkirkan infeksi ini ketika menggunakan tes
HAI untuk mendiagnosa penyakit mumps.5

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 6


Jakarta
G. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Virus mumps satu-satunya penyebab epidemi parotitis. Parotitis terutama


kasus sporadis dapat berhubungan dengan virus selain dari mumps. Parotitis juga
dapat disebabkan oleh Epstein Barr virus, human herpesvirus B6 (penyebab
roseola) cytomegalovirus, parainfluenza virus tipe 1 dan 3, influenza A virus,
coxsackieviruses dan enteroviruses lainnya, lymphocytic choriomeningitis virus,
human immunodeficiency virus, Staphylococcus aureus, dan nontuberculous
Mycobacterium.9

H. PENGOBATAN

Pengobatan parotitis seluruhnya simtomatik. Tirah baring harus diatur


menurut kebutuhan penderita, tetapi tidak ada bukti statistic yang menunjukkan
bahwa tirah baring ini mencegah komplikasi. Diet harus disesuaikan dengan
kemampuan penderita untuk mengunyah. Orkitis harus diobati dengan dukungan
local dan tirah baring. Arthritis parotitis dapat berespon terhadap pemberian 2
minggu agen antiradang kortikosteroid atau nonsteroid. Salisilat tampak tidak
efektif.3

I. PROFILAKSIS
1. Passif

Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah


parotitis atau mengurangi komplikasi.3

2. Aktif

Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang


divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang dapat
dideteksi, tidak mengekskresi virus, dan tidak menular terhadap kontak yang
rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7-10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin
memicu antibodi pada sekitar 96% resipien seronegatif dan mempunyai
kemanjran protekstif sekitar 97% terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 7


Jakarta
tampak berakhir lama. Pada satu wabah parotitis, beberapa anak yang telah
diimunisasi dengan vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai
dengan demam, malaise, mal, dan ruam popular merah yang melibatkan badan
dan tungkai tetapi menyelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar
24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak ini, tetapi kenaikan titer antibody
parotitis ditnjukkan.3

J. KOMPLIKASI

Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik


(sel-sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi
tanpa gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku
kuduk) terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari.
Orang dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan
anak-anak, dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio
3:1). Parotitis mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak
adalah jarang (kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps).4

1. Meningioensefalitis

Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak.


Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf
sentral, seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan
lebih dari 65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih
dari 10% penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000
kasus; 10% dari kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka
mortalitas adaah sekitar 2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih
sering daripada wanita. Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis
aseptik yang paling sering.3

Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1)


infeksi primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada
tipe pertama parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada
tipe ke dua, ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin
Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 8
Jakarta
pada beberapa kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah
dihubungkan dengan infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam
tpai pada umur menyusui telah menghasilkan lesi yang serupa.3

Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari


meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis
lain biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari
500 sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya
hamper selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana
leukosit polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis
dapat diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.3

2. Orkitis, Epididimitis

Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum pada laki-


laki setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak 50% pada laki-laki
setelah masa pubertas, biasanya setelah parotitis, tapi penyakit ini mungkin
mendahuluinya, terjadi secara serempak, atau terjadi sendirian.4

Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi sering
(14-35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering terinfeksi dengan
atau tanpa epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi sendirian. Jarang ada
hidrokel. Orkitis biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis
dapat juga terjadi tanpa bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30%
penderita keda testis terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan
suhu, menggigil, nyeri kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan
terlibat, appendisitis dapat dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis
yang terkena menjadi nyeri dan bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan
merah. Rata-rata lamanya adalah hari. Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi.
Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar 13%, tetapi infertilitas absolut mungkin
jarang.3

3. Ooforitis
Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 9
Jakarta
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita
wanita pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas.3,4

4. Nefritis

Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa,


kelainan fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria
terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui.
Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.3

5. Prankreatitis

Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa parotitis; hyperglycemia


adalah temporer dan bersifat reversibel.4

6. Miokarditis

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi ringan


miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Rekaman
elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan, kebanyakan depresi segmen
ST, pada 13% orang dewasa pada satu seri. Keterlibatan demikian dapat
menjelaskan nyeri prekordium, bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang
ditemukan pada remaja dan orang dewasa dengan parotitis.3

7. Mastitis

Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.3

8. Ketulian

Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya


rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral.
Kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.3

9. Komplikasi Okuler

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 10


Jakarta
Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri,
biasanya bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan gejala-
gejaa bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan
penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan
fotofobia, keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam
20 hari; skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena
sentral.3

10. Artritis

Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi


merupakan komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna.3

11. Purpura Trombositopeni

Tanda ini tidak sering terjadi.3

12. Embriopati Parotitis

Tidak ada bukti yang kuat bahwa infeksi ibu mencederai janin;
kemungkinan hubungan endokardial fibroelastosis belum ditegakkan. Parotitis
pada awal kehamilan menambah peluang abortus.3

K. PROGNOSIS

Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat


baik. Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan
neurologis dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis
mumps sebesar 5 kasus per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae
permanen jarang terjadi, sedangkan laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-
rata 1,4%. Myelitis sementara atau polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua
pasien yang terinfeksi berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit
dibedakan dengan meningitis bakteri.10

DAFTAR PUSTAKA

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 11


Jakarta
1. Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. Orkitis pada Infeksi
Parotitis Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni
2009. p 47-51
2. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi
Mumps Anak Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3,
Desember 2004. p. 134-137
3. Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak; 2000. p.1075-1077
4. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine
Preventable Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012

5. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the


United States. The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume
118, Issue; 2006. p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org
/article/S0091-6749(06)01582-X/fulltext pada bulan April 2013
6. JEVUSKA. Mumps (Parotitis Epidemika). Dalam: Anak, Artikel
Kedokteran; 2007. Diakses dari http://www.jevuska.com
/2007/04/02/mumps-parotitis-epidemika pada bulan April 2013
7. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta: 2008. p.158
8. Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps
atau Parotitis). Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar.
Diakses dari http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis
pada bulan April 2013
9. California Department of Public Health – December 2012. Mumps: Case
and Outbreak Investigation: 2012
10. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor:
Medscape Reference: 2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com
pada bulan April 2013.

Rinto Pradhana Putra Fakultas Kedokteran Muhammadiyah 12


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai