Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihatan. Trauma okuli merupakan salah satu
penyebab tersering dari kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena
kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa
muda merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli.
Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah,
kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas.1,3
Prevalensi kebutaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui
dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Penglihatan dan Pendengaran pada
tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab
kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang
berkisar 1,5%. 2
Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli
perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli
berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan
trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah,sinar ultraviolet dan sinar X) dan
trauma kimia (bahan asam dan basa). Trauma okuli merupakan kedaruratan
mutlak di bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi
akibat trauma okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis,
subluksasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema reina dan
koroid, ablasi retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.3,4
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata
depan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari
iris atau badan siliar yang robek. Hifema disebabkan oleh robekan pada segmen
anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan
diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut hifema primer. Apabila karena suatu

1
sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka akan timbul
perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat
karena perdarahan lebih sukar hilang.
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan
intraokuler, adanya darah pada kornea, pembentukan sinekia posterior atau
anterior, dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan
penglihatan yang signifikan maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis,
evaluasi dan tatalaksana yang tepat bagi hifema untuk mencegah komplikasi yang
lebih serius. Corneal blood staining/hemosiderosis merupakan komplikasi yang
jarang pada contusion injury pada hifema yang terjadi pada jangka watu yang
lama dan dapat meningkatkan tekanan intraokular. Hal ini tidak selalu pada terjadi
penetrating injuries, dimana biasanya tekanan intraokular nya rendah, dan dapat
dihubungkan dengan adanya haemorrhagic glaucoma, oklusi pada vena retina
central, dan tumor intraokular. 1,4

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi
Kejadian hemosiderosis sangat bergantung pada tingkat trauma mata yang
menjadi awal terjadinya hifema, karena hemosiderosis merupakan komplikasi dari
hifema. Jadi semakin tinggi angka trauma maka akan semakin tinggi pula
insidensi terjadinya hemosiderosis. Prevalensi kebutaan akibat trauma okuli
secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan
Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma
okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari
jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
prevalensi tersebut sangat berpengaruh pada tingkat prevalensi dari
hemosiderosis.

2.2 Definisi
Hemosiderosis merupakan kelainan pada kornea berupa pewarnaan kuning.
Hemosiderosis ini merupakan komplikasi paling sering dari hifema yang diawali
oleh adanya trauma pada mata dengan tekanan intraokular yang tinggi.

2.3 Patofisiologi
Trauma tumpul dapat menyebabkan perdarahan ke dalam bilik mata
anterior dimana perdarahan ini berkumpul dengan batas cairan (hifema). Trauma
tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan dari iris atau lensa. Rupturnya akar pembuluh darah iris atau iris robek
dari insersinya pada korpus siliaris (dialisis iris) menyebabkan pupil yang
10
berbentuk D. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan
berhubungan dengan kerusakan jaringan pada bilik mata. Perdarahan biasanya

3
terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan
cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar. 3,4

Gambar 2.6 Mekanisme Perdarahan Akibat Trauma Tumpul Mata7

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker
mungkin juga menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek
pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat pula terjadi secara
spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang
COA, mengotori permukaan dalam kornea. 1
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya
mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokuler, spasme
pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan
darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari
bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung
4-7 hari. Setelah itu fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada
bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang
sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama
dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan
menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan
primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

4
biasanya timbul pada hari ke-5 setelah trauma. Perdarahan sekunder biasanya
lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu sesorang dengan hifema harus
dirawat sedikitya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi
dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tidak mendapat
waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.

Gambar 2.9 Hemosiderosis atau imbisio kornea8

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel
darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlemm sedangkan sisanya akan
diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya
enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam
bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk
ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning dan
disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan
keratoplasti. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh
disertai glaukoma. 11
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis
yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot
siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85% pasien hifema dan berkaitan

5
dengan timbulnya glaukoma sekunder dikemudian hari. Iritis traumatik, dengan
sel-sel radang dengan bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema.
Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah
dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel
kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat
ditemukan pada 10% kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis,
iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan
pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema,
perdarahan dan robekan), dan ruptur koroid. Atropi papil dapat terjadi akibat
peninggian tekanan intraokular. 11

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam


bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan
sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat
dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan
setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari
hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea
menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang
hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat
terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan
timbul bila ada perdarahan/ perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan
intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi
kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).
Insidensinya 10%. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis
bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ptisis bulbi dan kebutaan.

2.4 Tanda dan Gejala Klinis


Pasien dengan hemosiderosis memiliki gejala penununan visus yang tidak
menetap, visus dapat kembali tetapi dalam waktu yang lama yaitu sekitar 2 tahun.
Selain itu hemosiderosis kadang dijumpai dengan peningkatan tekanan
intraokular, hal ini dikarenakan hemosiderosis biasanya disertai glaukoma sudut
terbuka. Hemosiderosis biasanya berupa hifema yang lebih besar, terjadinya

6
perdarahan berulang, pembentukan clot yang berkepanjangan, dan biasanya
pasien denga hemosiderosis memiliki kelainan pada sel darah merah pasien.

Anda mungkin juga menyukai