Anda di halaman 1dari 13

Hifema merupakan adanya akumulasi darah di bilik mata depan.

Hal ini paling sering disebabkan  oleh trauma


tumpul kepada mata yang menyebabkan robeknya iris atau badan silier. 1 Hifema dapat juga disebabkan oleh
trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi, adanya kanker,atau kelainan vaskuler lain. 1Menurut satu studi
yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus
per 100.000 orang populasi.2 Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak,
yaitu sebesar 70%.2Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1. 1Kondisi
hifema sendiri dapat memicu berbagai komplikasi, seperti peningkatan tekanan intraokular yang berujung ke
glaukoma, corneal bloodstaining, sinekia anterior dan posterior, dan atrofi optik. 1Bila penanganan hifema tidak
tepat, dapat terjadi komplikasi tersebut dan akhirnya berujung kepada kebutaan.
Hifema merupakan kasus yang penanganannya dapat dibantu oleh seorang dokter umum untuk mencegah
pemburukannya, sehingga makalah ini mengangkat topik tersebut, lengkap hingga bagaimana cara
mengatasi hifema ini.

Definisi
Hifema merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi darah di bilik mata depan. Hal ini paling sering
disebabkan oleh trauma tumpul kepada mata. Trauma ini akan menginduksi  robeknya pembuluh darah pada
iris atau badan silier.1 Hifema dapat juga disebabkan oleh trauma intraoperasi, pecahnya neovaskularisasi,
adanya kanker, atau kelainan vaskuler lain.1
 Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama hifema traumatik,
diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi.2 Anak-anak dan remaja usia 10-20 tahun
memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu sebesar 70%.2Hifema lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.1
 Etiologi
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata yang telah dijelaskan sebelumnya. 1,3 Trauma
tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia luar tanpa perlindungan tulang
orbita.1Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil seperti bola kecil, paintball, batu kerikil, atau
peluruairgun merupakan penyebab trauma tersering yang dapat menimbulkan hifema. Akan tetapi, hal ini
tidak menutupi kemungkinan objek yang lebih besar dibandingkan tulang orbita untuk mengakibatkan
trauma pada mata selama memiliki elastisitas yang cukup untuk mengenai bagian yang terekspos tadi.1
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul tersebut diatas. Hifema dapat terjadi
sebagai komplikasi post-operasi intraokuli. Selain itu, dapat pula terjadihifema secara spontan, yangbiasanya
dapat disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada iris. Hifema spontan karena neovaskularisasi ini
dapat ditemukan pada pasien diabetes mellitus, sikatriks, uveitis, dan neoplasma okular seperti
retinoblastoma.1Dapat juga terjadi hifema karena anomali vaskuler dalam mata lain, seperti yang terjadi
padajuvenile xanthogranuloma. Bahkan, hifema idiopatik pun dapat terjadi tanpa penyebab jelas, meskipun
hal ini sangat jarang.1
Klasifikasi
Klasifikasi hifema dibedakan berdasarkan kepada onset perdarahannya, darah yang terlihat, serta pengisian
darah pada bilik mata depan. Berdasarkan onset perdarahan, hifema diklasifikasikan menjadi :

Hifema primer terjadi langsung sampai 2 hari setelah trauma pada mata
Hifema sekunder terjadi 2-5 hari setelah trauma pada mata
Sementara itu, berdasarkan darah yang terlihat, hifema diklasifikasikan menjadi :

Makrohifema, perdarahan terlihat dengan mata telanjang


Mikrohifema, perdarahan terlihat apabila menggunakan mikroskop
Dan apabila dibagi berdasarkan pemenuhan darah di bilik mata depan, hifema dibagi menjadi1,4:
 Grade 1, darah mengisi kurang dari 1/3 bilik mata depan, insidensi kasusnya 58%
 Grade 2, darah mengisi 1/3 – ½ bilik mata depan, dengan insidensi kasus 20%
 Grade 3, darah mengisi ½ – kurang dari seluruh bilik mata depan, insidensi kasusnya 14%
 Grade 4, darah mengisi seluruh bilik mata depan, dikenal dengan total hyphema,blackball atau 8-ball
hyphema, insidensi kasusnya 8%
Umumnya grading inilah yang dijadikan salah satu patokan dalam menentukan tatalaksana hifema. Pada
sekitar 50% kasus, hifema masih berbentuk cairan sehingga membentuk air fluid level, sementara 40% kasus
membentuk clot dan menempel pada iris. Sisa 10% dari kasus hifema membentuk clot berwarna gelap dan
kontak dengan endotelium.1Prognosis dari bentuk hifema yang ketiga cenderung lebih buruk dibandingkan
yang lainnya.1
Metode lain untuk menentukan grade hifema adalah dengan mengukur (dalam millimeter) tinggi darah dari
limbus inferior (arah jam 6). Metode ini membantu memonitoring perkembangan penyembuhan ataupun
kemungkinan berulangnya perdarahan.1
 Patofisiologi

Hifemamerupakan akumulasi darah pada bilik mata depan, sehingga perlu diketahui terlebih dahulu
mengenai anatomi mata, terutama yang berkaitan dengan bilik mata depan, iris dan badan silier untuk
memahami secara lebih jelas mengenai hifema.

Bilik mata depan merupakan suatu ruangan yang berisikan humor aquos, berada di anterior kornea dan
posterior iris.5 Humor aquos yang mengisi bilik mata depan berasal dari epitel badan silier yang
memproduksinya. Humor aquos ini akan mengalir melalui bilik mata belakang, melewati pupil, kemudian ke
bilik mata depan. Dari sini, humor aquos kemudian akan masuk ke sudut bilik mata depan, yaitu sudut yang
dibentuk oleh jaringan korneosklera dengan pangkal iris, dan memasuki trabecular meshwork menuju ke
kanal schlemm. Dari sini humor aquos dilanjutkan ke vena sklera dan episklera.5
Iris sendiri diperdarahi oleh kompleks antara 2 arteri siliar posterior dan 7 arteri siliar anterior. Arteri ini
akan bergabung membentukgreater arterial circle of iris dan kemudianmemperdarahi iris dan badan silier.6
 
Terdapat 2 mekanisme yang diduga menyebabkan terjadinya hifema. Mekanisme pertama adalah
mekanisme dimana kekuatan trauma menyebabkan kontusi sehingga terjadi robekan pada pembuluh darah
iris dan badan silier yang rentan rusak. Mekanisme kedua adalah trauma tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan intraokuler sesaat sehingga menyebabkan ruptur pembuluh darah pada iris dan badan silier.4
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pembedahan juga dapat menyebabkan hifema baik pada saat
intraoperatif maupun postoperatif. Mekanisme terjadinya hifema karena pembedahan dijelaskan sebagai
berikut1:
 Perdarahan intraoperatif disebabkan oleh trauma pada badan siliar atau iris. Dapat ditemukan pada
iridektomi perifer, ekstraksi katarak, siklodialisis dan prosedur filtrasi (iridektomi perifer laser khususnya
YAG laser).
 Hifema pada postoperatif awal karena dilatasi mendadak dari pembuluh darah uvea yang mengalami
trauma dari spasme sebelumnya, atau karena adanya perdarahan konjungtiva yang masuk ke bilik mata
depan karena adanya saluran baru postoperasi.
 Perdarahan pada masa postoperatif lanjutan berasal dari neovaskularisasi karena proses
penyembuhan setelah insisi pada korneasklera. Neovaskularisasi ini mudah rapuh karena trauma minor.
Erosi kronis pada iris juga dapat menjadi penyebab hifema.
Sementara itu, terjadinya hifema pada kasus tumor intraokular atau neovaskularisasiberkaitan dengan
kerapuhan pembuluh darah baru yang terbentuk karena iskemia yang memicu peningkatan pembentukannya.
Hifema pada kasus ini akan muncul secara spontan tanpa perlu menunggu adanya trauma, karena pembuluh
darah baru tersebut dapat pecah sewaktu-waktu dengan iritasi minimal.7
Tanda dan Gejala Penyerta
Seperti yang kita ketahui, bilik mata depan merupakan salah satu media refraksi pada mata. Oleh karena itu,
apabila terdapat darah pada bilik mata depan, refraksi cahay dari dunia luar akan terganggu dan secara
langusng ketajaman penglihatan seseorang pun akan menurun. Tingkat penurunan ini tergantung pada
banyaknya darah di dalam bola mata. Penurunan dapat bersifat ringan hingga tingkat hand
movementataupun light perception.1,7
Adanya darah yang mengisi bilik mata depan dapat meningkatkan tekanan intraokular secara langsung
karena adanya peningkatan volume cairan di dalam bilik mata depan, sehingga menyebabkan kondisi
glaukoma sekunder. Mekanisme lain terjadinyaglaukoma sekunder adalah karena adanya gumpalan darah,
eritrosit, atau fibrin yang menempel pada trabecular meshwork sehingga menghambat aliran masuk humor
aquos ke dalam saluran tersebut.1,7 Dapat juga terjadi trauma pada trabecular meshwork ini berkaitan
dengan trauma penyebab hifema sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular akut. 7 Gejala yang
berkaitan dengan peningkatan tekanan intraokular, seperti nyeri pada mata, nyeri kepala, atau fotofobia juga
dapat muncul.
Menurut suatu studi, peningkatan tekanan intraokular (TIO) lebih dari 21 mmHg terjadi pada 32%  pasien
dengan hifema.1Tekanan yang tinggi ini juga memilikikterkaitangrade hifema yang tinggi (3 atau 4). Pasien
yang sebelumnya sudah memiliki faktor predisposisi glaukoma akan semakin mudah mengalami glaukoma.1
Pengamatan TIO sangat penting untuk menentukan langkah tatalaksana lanjutan. Selama fase akut hifema,
seringkali ditemukan peningkatan TIO yang disebabkan oleh mekanisme diatas. Peningkatan TIO akut ini
dapat diikuti oleh periode TIO normal ataupun di bawah normal setelah 24 jam pertama kejadian  hingga
hari ke-6. Fenomena ini terjadi karena produksi humor aquos yang berkurang dan adanya uveitis. Hal ini
juga dapat meningkatkan kejadian perdarahan sekunder. Seiring dengan pulihnya badan siliar, TIO akan
kembali meningkat.1
Terdapat beberapa kondisi tertentu pada hifema yang tidak akan menyebabkan peningkatan TIO kedua,
seperti pada hifema lebih dari 75% bilik mata depan. Pada kondisi ini, onset peningkatan TIO terjadi
bersamaan dengan kemunculan hifema dan akan bertahan sampai hifema mengalami resolusi. Apabila
terdapat segmen di bagian bilik mata depan yang tidak dapat diperbaiki atau terbentuknya sinekia anterior
perifer, atau peningkatan TIO yang terus berlanjut hingga melebihi hari ke-6, pasien akan mengalami
glaukoma.1,7
Dapat pula ditemukan ghost cellpada glaukoma karena komplikasi hifema dengan perdarahan vitreus,
dengan peningkatan TIO yang bertahan sekitar 2 minggu sampai 3 bulan setelah trauma. Ghost
cellsmerupakan bentuk residu eritrosit yang kehilangan hemoglobin di vitreus setelah terjadinya
perdarahan.Hal ini disebabkanghost cellyang menghambat trabecular meshwork.1
Gejala penyerta lain yang dapat muncul pada hifema adalah kemunculan perdarahan sekunder. Perdarahan
sekunder mungkin disebabkan olehlisis dan retraksibekuan dan fibrin, yang berfungsi sebagai penyumbat
pembuluh darah yang mengalami ruptur di awal trauma. Perdarahan sekunder ini dapatmemicu oleh
peningkatan TIO dan pewarnaan kornea. Perdarahan sekunder terjadi pada 25% dari seluruh pasien hifema,
dengan insiden terjadinya perdarahan sekunder yang lebih tinggi pada hifema grade 3 dan 4.1
Perdarahan sekunder di bilik mata depan bisa dideteksi dengan melihat adanya peningkatan jumlah darah
secara nyata di bilik mata depan.Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada rentang waktu hari ke-2 hingga
hari ke-7 setelah trauma, dengan kemungkinan tersering terjadi pada hari ke-3 atau ke-4. Pada hifema grade
3 dan 4, dimana darah dari hifema berwarna gelap, akan muncul darah berwarna cerah di bagian perifer,
tersering pada hari ke-4 hingga ke-6. Akan tetapi, hal ini belum tentu merupakan perdarahan sekunder dapat
juga merupakan hasil dari disolusi clotting awal.1
Penegakkan Diagnosis
1 . Anamnesis
Pasien hifema umumnya akan datang dengan keluhan perdarahan atau adanya darah pada bagian tengah
mata. Keluhan tersebut dapat disertai dengan nyeri pada mata, gangguan penglihatan,dan sensitif terhadap
cahaya. Bila terdapat riwayat trauma, perlu ditanyakan mekanisme kejadian, jenis objek yang mengenai
mata, arah terjadinya benturan, dan penggunaan pelindung mata saat kejadian. Riwayat penyakit mata perlu
ditanyakan, terutama mengenai penyakit yang memengaruhi tekanan intraokuler. Riwayat indakan
embedahan atau laser pada mata juga harus ditanyakan untuk mengetahui kemungkinan hifema operatif.
Riwayat penyakit lain seperti diabetes, hemoglobinopati, atau sickle cell disease juga perlu untuk ditanyakan
untuk menentukan etiologi dan tatalaksana.1,7,8
 2. Pemeriksaan Fisis dan Pemeriksaan Oftamologis
Pemeriksaan oftamologis dilakukan secara menyeluruh, meliputi pemeriksaan visus, lapang pandang,
gerakan bola mata, mata bagian anterior dan posterior,serta TIO. Pemeriksaan dengan gonioskopi tidak
dianjurkan karena meningkatkan risiko perdarahan ulang. Pemeriksaan pada mata bagian anterior
diharapkan bisa memberikan assesment mengenai grading hifema.1,7,8
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan lebih untuk menemukan etiologi atau menyingkirkan diagnosis banding.
Yang akan dinilai meliputi kondisi mata bagian posterior, adneksamata, dan orbita. Pemeriksaan yang umum
dilakukan berupa ultrasonografi (USG) mata atau CT-scan untuk melihat adanya tumor intraokuler. Dapat
juga dilakukan angiografi pada iris untuk melihat adanya neovaskularisasi meskipun sangat jarang
dilakukan. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan, kecuali pemeriksaan darah untuk melihat
adanyasickle cell disease.1,7
4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang dapat memberikan gambaran seperti hifemaadalah7:
 Herpes simpleks keratitis
 Manifestasi sickle cell disesase
 Komplikasi glaukoma
 Xanthogranuloma juvenil
 Komplikasi
Komplikasi dari hifema traumatik berkaitan erat dengan retensi darah di bilik mata depan. Komplikasi yang
dapat terjadi antara lain sinekia posterior, sinekia anterior perifer, pewarnaan kornea (corneal
bloodstaining), dan atrofi optik.Komplikasi lainnya melibatkan kerusakan segmen posterior seperti ruptur
koroid, ablasio retino, perdarahan vitreus, dan dialisis zonular.1
1. Sinekia Posterior
Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada pasien dengan hifema traumatik karena
efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi ini jarang terjadi pada pasien yang
mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani
evakuasi lewat pembedahan.1
2. Sinekia Anterior Perifer
Sinekia anterior perifer, dimana iris menempel ke kornea, sering terjadi pada pasien dengan hifema yang
menetap pada periode yang panjang, biasanya mencapai 9 hari atau lebih. Hal ini disebabkanoleh adanya
iritis kronik akibat trauma awal atau adanya iritis kimiawikarena adanya darah di bilik mata depan.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah adanya bekuan di sudut bilik yang mengakibatkan
fibrosis trabecular meshwork sehingga menutup sudut tersebut.
3. Pewarnaan Kornea (Corneal Bloodstaining)
Pewarnaan kornea/corneal bloodstaining/hemosiderosis korneaterutama terjadi pada pasien dengan hifema
total dan terkait pula dengan peningkatan TIO. Kemungkinan kemunculan komplikasi ini berhubungan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi integritas endotel seperti1:
 Kondisi endotel kornea awal
 Trauma bedah pada endotel
 Banyaknya bekuan yang mengalami kontak dengan endotel
 Peningkatan TIO berkepanjangan
Pewarnaan kornea lebih sering terjadi pada pasien dengan hifema total yang bertahan selama minimal 6 hari
berturut-turut, diikuti dengan peningkatan TIO lebih dari 25mmHg. Komplikasi ini lebih jarang terjadi pada
hifema sebagian ataupun hifema dengan TIO normal, meskipun masih dapat terjadi pada kondisi hifema
pada pasien dengan kerusakan endotel.1
Proses penyembuhan pewarnaan kornea membutuhkan waktu beberapa bulan. Secara umum, pewarnaan
kornea dimulai dari sentral dan kemudian menyebar ke bagian perifer endotel kornea. Proses resolusi dari
komplikasi ini merupakan kebalikan dari proses inisiasi. Resolusi akan dimulai dari bagian perifer kemudian
menuju ke tengah.1

corneal blood staining


 

Atrofi optik
Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan TIO, baik akut maupun kronik. Atrofi optik nonglaukomatosa
yang terjadi pada pasien hifema dapat disebabkan oleh trauma inisial ataupun periode transien dari
peningkatan TIO.1
Tatalaksana Hifema
Hifema biasanya akan mengalami penyerapan secara spontan. 9 Umumnya hal ini terjadi setelah 5-7 hari dari
awal trauma.3 Oleh karena itu, tatalaksana hifema pada awal lebih menitikberatkan kepada elevasi
kepala,bed rest dengan rawat inap, patching, dan monitoring peningkatan TIO serta adanya perdarahan
sekunder. Dibawah akan dijelaskan secara lebih lanjut mengenai hal tersebut.
1. Terapi Medikamentosa
Meskipun pada hifema Tujuan pemberian obat-obatan pada pasien hifema adalah untuk1,3:
 Mengurangi angka perdarahan ulang
 Menghilangkan hifema
 Menangani lesi jaringan terkait
 Mengurangi gejala sekunder dari hifema
Tatalaksana secaramedikamentosameliputi1,3,7:
 Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia posterior. Pemberian
sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier, meningkatkan kenyamanan pasien, dan
memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan
dalam mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.
 Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada tingkatnyeri yang
dirasakan pasien
 Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah iritis/iridosiklitis
 Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproattopical dan/atau oral serta asam traneksamat oral
untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk asam aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4
jam, maksimal 30 gram/hari selama 5 hari. Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari
selama 6 hari. Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan.
 Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dosis tPA adalah 10
mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
 Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid atau beta-blocker
seperti timolol.
2. Terapi Non-medikamentosa
Selain dari elevasi kepala 30-450untuk membantu proses penyerapan darah, sesungguhnya secarau mumbed
rest, rawat inap, dan patching  tidak perlu dilakukan. Namun jika hifema terjadi pada pasien yang tidak
kooperatif, pada penderita sickle cell disease, atau terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non-
medikamentosa di atas perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi berikut. 7 Monitoring TIO,
pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan
komplikasi dan pemberian penatalaksanaan sesuai.3
3. TatalaksanaOperatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah1,3,7:
 Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat
 Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko perdarahan sekunder, seperti
hemoglobinopati atau sickle cell disease.
 Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg selama 7 hariatau>50 mmHg
selama 5 hari) dan adanya kemungkinan corneal blood staining.3
Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis.5Langkahnya adalah dengan membuat insisi
pada korneasepanjang 2 cm dari limbus kea rah kornea sejajar permukaan iris.Kemudian dilakukan
penekanan pada bibir luka sehingga koagulum/darah pada bilik mata depan keluar. Bila tetap tidak keluar
maka dapat dibilas/dilakukan irigasi dengan garam fisiologis. Luka insisi ini tidak perlu dijahit. 5
Prognosis
Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama, yaitu kerusakan organ
mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi komplikasi layaknya
glaukoma.1 Lebihdari 75% pasien dengan hifema memiliki visus akhir>20/40. 1 Besar hifema tidak
memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang sering dihubungkan dengan terjadinya peningkatan
tekanan intraokuler, blood staining, indikasioperasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya
penurunan visus pada pasien hifema lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior (terutama retina)
dibanding gangguan pada segmen anterior.1,7
Preventif
Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah dengan menggunakan peralatan pelindung mata seperti
googles. Walaupun trauma akibat pembedahan jarang terjadi, pencegahan dengan menggunakan
acetazolamid intravena dan manitol perlu dilakukan apabila terdapat peningkatan TIO atau pasien dengan
anestesia umum. Hal ini diharapkan bisa mencegah hifema intra dan post-operatif. Untuk menghindari
kemungkinan perdarahan ulang, perlu diberikan pengobatan antifibrinolitik dan steroid sistemik pada kasus-
kasus tertentu.

Hifema. Hifema adalah keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara
kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar
dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih.Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. 
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Umumnya
hifema diakibatkan oleh karena trauma tumpul yang terjadi pada mata.

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah
iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile xanthogranuloma.

5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya:
1. Grade I  : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV  : Darah memenuhi seluruh COA (8%)

Kesimpulan

Hifema adalah keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan. Berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi hifema traumatika, hifema akibat tindakan medis, hifema akibat inflamasi yang parah,
dan hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah. Sedangkan berdasarkan waktunya dapat
dibedakan menjadi hifema primer dan sekunder.

Usulan pemeriksaan penunjang :

1. Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler

2. USG untuk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasi retina

3. Skrining sickle cell

4. X-ray

5. CT-Scan orbita

Terapi

1. Tidur dengan elevasi kepala 450 , istirahat total di tempat tidur

2. Infus Manitol 20% 250 cc dalam 1 jam, 2 x sehari

3. Untuk maintenance RL infus sebagai diuresis menurunkan tekanan intracranial

4. Koagulansia : Adona inj 3 x 1 amp

5. Midriatik : Cendo tropin ed 3 x OS

6. Kombinasi antibiotik dan steroid : Cendo xytrol  ed 4 x OS

7. Beta-adrenergik antagonis : Glaucon 3 x 1

8. Kalium I-aspartat 1 x 300 mg (Aspar-K)

Diskusi
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
penatalaksanaan hifema ditujukan untuk : menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang,
mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mengendalikan tekanan bola mata, mencegah terjadinya imbibisi
kornea, mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini dan menemukan sedini mungkin penyulit yang
mungkin terjadi. Cara pengobatan penderita dengan traumatic hyphaema yaitu perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.

Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif yaitu :

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat(diberi alas bantal) kurang dari
600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi
jumlah perdarahannya. Bahkan Darr dan Rakusin menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna
absorbsi dari hyphaema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.

2. Bebat mata dengan tujuan untuk mengistirahat mata.

3. Pemakaian obat-obatan dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan
menekan komplikasi yang timbul.

Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti ;

 Koagulansia
 Midriatika Miotika
 Ocular Hypotensive Drug
 Kortikosteroid dan Antibiotika
 Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik au asetozalamid
bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri seperti
asetaminofen dengan atau tanpa kodein.

Retinoblastoma adalah kanker pada mata yang umumnya dialami oleh anak-anak, namun dapat juga dialami
oleh orang dewasa. Retinoblastoma menyerang selaput jala mata atau retina yang terletak pada dinding mata
sebelah dalam. Retinoblastoma dapat menyerang salah satu atau kedua mata. Kebanyakan penyakit ini
terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

Penyebab Retinoblastoma
Retina manusia dibentuk oleh sel-sel yang disebut retinoblas. Kanker terjadi karena adanya mutasi genetik
yang membuat retinoblas terus bereproduksi hingga tumor tumbuh pada retina. Kanker ini dapat tumbuh ke
seluruh bagian mata hingga menyebar ke bagian tubuh lain, seperti otak dan tulang belakang.

Faktor risiko Retinoblastoma


Terjadinya mutasi genetik pada penyakit Retinoblastoma tidak diketahui pada sebagian besar kasus, namun
ada kemungkinan bahwa seorang anak mengalami penyakit ini karena diturunkan dari orang tua.
Retinoblastoma yang diturunkan disebut retinoblastoma heresiter. Retinoblastoma jenis ini biasanya
mengenai kedua mata serta dapat berkembang bahkan sejak usia sangat muda.

Retinoblastoma yang tidak disebabkan oleh mutasi genetik umumnya terjadi secara kebetulan dan hanya
mengenai salah satu mata. Sementara retinoblastoma pada orang dewasa bisa juga dipicu oleh penyakit
diabetes atau terdapat sejarah penyakit mata lainnya di dalam riwayat kesehatan keluarga.

Gejala dan komplikasi Retinoblastoma


Gejala umum retinoblastoma dapat berupa leukokoria, yaitu terdapat warna putih pada pupil mata saat
disinari cahaya. Dapat juga terjadi juling, pembengkakan mata, dan mata merah. Segera temui dokter jika
kondisi mata anak memburuk, seperti mata merah yang tidak kunjung membaik.

Penyakit ini bisa menyebabkan kebutaan dan timbulnya kanker jenis lain pada anak-anak yang pernah
mengidap retinoblastoma. Kanker dapat timbul kembali di mata yang sehat atau di bagian tubuh lain.
Pengidap retinoblastoma akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara rutin,
sebelum dan sesudah perawatan untuk meminimalisasi retinoblastoma terulang kembali.

Diagnosis Retinoblastoma
Serangkaian tes perlu dilakukan sebelum seorang spesialis mata dapat memberikan diagnosis retinoblastoma
kepada pasien. Dokter akan menggunakan oftalmoskop khusus untuk melihat dengan jelas, apakah ada
tumor pada retina mata pasien. Pemeriksaan mata ini dapat dilakukan dengan obat anestesi untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Dokter juga bisa menyarankan tes pencitraan untuk mengetahui seberapa banyak sel kanker yang telah
menyebar dan apakah kanker sudah  meluas ke bagian tubuh lain. Tes pencitraan sel kanker yang disarankan
meliputi tes ultrasound, CT scan, dan MRI. Dokter mungkin akan merujuk kepada dokter spesialis kanker,
konsultan genetik, atau ahli bedah selama proses perawatan berjalan.
Jika Anda memiliki sejarah retinoblastoma, tanyakan kepada dokter mengenai kapan anak Anda sebaiknya
mulai menjalani pemeriksaan mata secara rutin. Bagaimanapun juga, anak pengidap retinoblastoma akan
lebih sering mengalami pemeriksaan rutin dan bisa berlangsung hingga 5 tahun.

Stadium Retinoblastoma
Tahapan retinoblastoma dibedakan berdasarkan ukuran, tingkat penyebaran, dan lokasi kanker. Tahapan ini
akan berpengaruh kepada jenis prosedur perawatan yang diterapkan. Retinoblastoma yang didiagnosis pada
stadium awal akan memiliki tingkat kesuksesan pengobatan yang lebih besar.

Adapun tahapan penyebaran retinoblastoma dimulai dari saat sel kanker ditemukan pada salah satu atau
kedua mata dan belum menyebar ke jaringan di luar mata, atau disebut sebagai tahap intraocular
retinoblastoma. Kondisi selanjutnya adalah ketika sel kanker telah menyebar ke luar mata atau tubuh bagian
lain. Kondisi ini berarti kanker sudah masuk ke tahap extraocular retinoblastoma. Recurrent
retinoblastoma terjadi setelah perawatan berakhir lalu Retinoblastoma terulang lagi di mata penderita atau
menyebar ke bagian tubuh lain.
Penanganan Retinoblastoma
Dokter akan melihat sejauh mana tingkat keparahan pasien. Selanjutnya akan ditentukan apakah kebutaan
masih dapat dihindari atau perlunya dilakukan pengangkatan mata yang akan digantikan dengan mata
buatan.

Salah satu cara mengobati Retinoblastoma adalah menggunakan terapi laser (laser photocoagulation).
Terapi sinar laser dapat digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah yang menutrisi tumor dan
menyebabkan matinya sel kanker.
Pilihan terapi lainnya adalah dengan krioterapi atau terapi dingin. Terapi ini menggunakan cairan nitrogen
yang sangat dingin untuk membekukan sel kanker sebelum diangkat. Proses pembekuan dan pengangkatan
ini dapat dilakukan beberapa kali selama prosedur perawatan. Proses ini dilakukan hingga sel kanker mati.
Selain itu, terdapat terapi panas yang merupakan kebalikan dari terapi dingin. Termoterapi menggunakan
gelombang ultrasonik, gelombang mikro, atau laser untuk mengarahkan panas dan membunuh sel kanker.

Obat kemoterapi dan terapi radiasi (radioterapi) dapat juga termasuk cara yang biasa digunakan untuk
membasmi sel kanker Retinoblastoma. Jika kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel kanker,
maka terapi radiasi menggunakan penyinaran X-rayuntuk melakukannya. Radiasi internal
atau brachytherapy menggunakan alat yang ditempatkan di dekat tumor untuk mengurangi risiko
terpaparnya jaringan sehat terhadap radiasi. Bagi penderita retinoblastoma parah, terapi radiasi eksternal
dapat dilakukan untuk memberikan paparan radiasi yang lebih besar. Dibandingkan terapi internal, terapi ini
berisiko turut merusak jaringan yang sehat.
Tindakan operasi pengangkatan mata dilakukan bila ukuran tumor sudah terlalu besar dan/atau tumor sudah
tidak bisa diobati dengan perawatan lainnya. Operasi pengangkatan mata terdiri dari beberapa tahapan yang
diawali dengan pengangkatan bola mata yang terjangkit kanker atau disebut enukleasi. Setelah itu, sebuah
bola buatan (implan) dipasang dan disambungkan dengan otot-otot mata. Jaringan otot ini akan beradaptasi
dengan jaringan mata seiring proses penyembuhan anak, sehingga nantinya mata implan dapat bergerak
seperti mata alami walaupun tidak bisa melihat. Mata tiruan baru akan dipasang  beberapa minggu setelah
operasi dan diletakkan bersama implan mata di balik kelopak mata. Selain berdampak kepada penglihatan
anak, prosedur operasi ini juga memiliki efek samping pendarahan dan infeksi.

Anak yang didiagnosis retinoblastoma harus segera ditangani sebelum tahapan kanker menjadi sulit untuk
disembuhkan hingga menyebabkan hilangnya penglihatan. Tes dan pemeriksaan pasca perawatan sebaiknya
dijalani dengan tekun, khususnya bagi anak dengan mutasi genetik turunan.

Pencegahan retinoblastoma
Sementara sebagian besar kasus retinoblastoma belum memiliki tindak pencegahan yang pasti, pemeriksaan
mata secara rutin yang dimulai sejak lahir dapat mendeteksi retinoblastoma lebih cepat. Biasanya,
kunjungan rutin ke dokter anak pada tahun-tahun awal anak dilahirkan, sudah mencakup pemeriksaan mata.
Dokter akan mengecek tanda-tanda penyakit turunan termasuk tanda-tanda tumor pada mata. Pemeriksaan
mata secara rutin pada orang dewasa dapat dilakukan paling tidak setahun sekali untuk memonitor kesehatan
mata serta memperkecil risiko kanker terulang kembali.

Anda mungkin juga menyukai