Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hifema

Hifema merupakan keadaan terdapatnya darah didalam bilik mata depan, yaitu

daerah antara kornea dan iris. Darah dapat menutupi seluruh permukaan pupil dan iris .1

Perdarahan yang terjadi berasal dari pembuluh darah korpus siliaris dan sebagian kecil
pembuluh darah iris. Apabila terjadi perdarahan, darah sebagian besar akan diserap
melalui trabecular meshwork dan selanjutnya ke kanal schlemm, sedangkan sisanya akan
diabsorpsi melalui permukaan iris.2

2.2 Epidemiologi

Insiden hifema traumatika di Amerika Serikat sekitar 17-20 kasus per 100000
penduduk. Sebuah review dari database United States Eye Injury Registry, dari Desember
1988 hingga Maret 2004 didapatkan 1110 kasus hifema traumatika dari total 2933 kasus
cedera tumpul mata. Selama periode yang sama, 1110 kasus hifema traumatika ini
mewakili 9% dari total 12016 cedera mata.3

Usia terbanyak terjadinya kasus ini adalah antara usia 10 tahun dan 19 tahun, dan
65% pasien berusia dibawah 30 tahun. Laki-laki (79%) lebih banyak dibandingkan
perempuan (21%). Penyebab terbanyak kejadian ini adalah penyerangan dan cedera
olahraga. Adapun yang lainnya berupa lentingan batu, ranting kayu, dan paintball. Baru-
baru ini juga dilaporkan bahwa airbag injury dari kecelakaan kendaraan juga dapat
menyebabkan timbulnya hifema.3

Kehilangan penglihatan yang disebabkan oleh hifema traumatika berkaitan dengan


timbulnya glaukoma sekunder, atrofi nervus optikus, corneal blood staining, sekuele
trauma segmen posterior, dan perkembangan katarak. Kejadian re-bleeding dilaporkan
sekitar 2%-38% kasus hifema. Glaukoma sekunder dan corneal blood staining sering
mengikuti kejadian re-bleeding. Studi tertentu melaporkan insiden yang lebih tinggi untuk
terjadinya re-bleeding pada ras Amerika-Afrika dibandingkan ras lainnya. Hal ini
dimungkingkan pada ras tersebut memiliki pigmen iris yang lebih gelap, dimana melanin
juga memainkan peran dalam terbentuknya hifema sekunder. Pencegahan terhadap
kejadian re- bleeding merupakan tujuan untuk manajemen hifema.3
2.3 Etiologi

Hifema dapat terjadi setelah trauma tumpul (2/3 kasus) ataupun trauma penetrasi
(1/3 kasus), atau setelah operasi intraokuler. Hifema juga dapat terjadi spontan, misalnya
pada kondisi rubeosis iridis (berkaitan dengan retinopati diabetikum, oklusi vena sentral
retina, penyakit oklusi karotis), melanoma iris, distrofi miotonik, keratouveitis (misalnya
herpes zoster), leukimia, hemofilia, trombositopenia, atau penyakit von Willebrand. Selain
itu juga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan obat yang mengganggu fungsi
trombosit, seperti aspirin dan warfarin.1

2.4 Klasifikasi

Gambaran dan klasifikasi hifema dalam beberapa variabel penting dalam


mengevaluasi tingkat keparahan, pemantauan dan manajemen. Sistem klasifikasi umum
yang digunakan adalah pengklasifikasian menurut jumlah darah di bilik anterior.
Pencatatan dilakukan dengan mengukur langsung (dalam mm) tinggi darah dari lapisan
bawah limbus.

Adapun klasifikasinya yaitu:

1. Menurut Edward dan Layden2


Grade 1 : Perdarahan <1/3 bilik depan mata
Grade 2 : Bila perdarahan antara 1/3-1/2 bilik depan mata

Grade 3 : bila perdarahan >1/2 bilik depan mata

2. Menurut Rakusin2
Grade 1 : perdarahan mengisi ¼ bagian bilik depan mata
Grade 2 : perdarahan mengisi ½ bagian bilik mata depan
Grade 3 : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik mata depan
Grade 4 : perdarahan mengisi penuh bilik mata depan
Selain klasifikasi tersebut, hifema traumatika akibat trauma tumpul juga dapat
dibedakan menjadi:4

a. Primer : tidak berbahaya dan bersifat sementara


b. Sekunder: biasanya lebih berat (re-bleeding) dan biasanya timbul dalam
beberapa hari hingga 2 minggu dari perdarahan awal (umumnya dalam
waktu 5 hari pertama). Hal ini terjadi akibat trombolisis normal dari
bekuan darah pada pembuluh darah yang rusak dan dapat mengisi penuh
bilik depan mata (eight ball hyphema after black pool ball).

2.5 Patofisiologi

Trauma tumpul pada mata dapat menyebabkan kerusakan struktural dan


fungsional pada bola mata. Trauma yang terjadi menimbulkan suatu gelombang yang akan
ditransmisikan ke posterior mata. Trauma tumpul juga dikaitkan dengan adanya kompresi
anteroposterior bola mata dan ekspansi bola mata dibidang ekuator yang simultan.
Beberapa proses yang terjadi akibat tekanan pada permukaan anterior bola mata adalah
penekanan dan peregangan jaringan limbus, meluas ke sklera, pergerakan dari aquos
humor, pergeseran lensa atau iris, dan peningkatan tekanan intra okuli (TIO) secara
mendadak. Ini dapat menyebabkan rusaknya jaringan di dekat sudut COA. Hifema
umumnya terjadi akibat rusaknya permukaan anterior dari badan siliar, dengan gangguan
arteri mayor dan cabangnya, arteri koroid, atau vena badan siliar, dan terkadang terdapat
ruptur pembuluh darah iris, cyclodialysis atau iridodialysis. Perdarahan sekunder (disebut
juga re-bleeding) dapat terjadi akibat lisisnya bekuan darah.1,4

Hifema juga dapat disebabkan oleh lacerating injury yang dihubungkan dengan
kerusakan langsung pada pembuluh darah dan terjadinya hipotonus pada pembuluh darah
tersebut. Tidak ada konsensus yang menyatakan sumber dominan untuk perdarahan akibat
lacerating injury ini (angle vessels atau pembuluh darah sfingter iris). Meskipun demikian,
pendapat terbaru menyatakan bahwa angle vessels yang rapuh mempunyai risiko lebih
tinggi untuk terjadinya perdarahan dibandingkan dengan arteri pada iris.

Hifema yang terjadi terlambat setelah operasi mata mungkin akibat terbentuknya
jaringan granulasi pada pinggir luka operasi atau terdapatnya kerusakan pada pembuluh
darah uvea. Mekanisme ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat operasi
mata yang datang dengan spontaneous hyphema.
Gambar 6. Mekanisme hifema setelah trauma tumpul5

Gambar 7. Efek trauma tumpul4

Pasien dengan hifema traumatik pada awalnya dapat disertai dengan penurunan
atau peningkatan TIO. Penurunan TIO mungkin akibat dari iritis yang disebabkan oleh
pengurangan produksi dari aqueous production atau karena peningkatan sementara aliran
keluar dari struktur yang rusak di COA. Pada umumnya sering terjadi peningkatan TIO
akibat sel darah merah dan sel-sel inflamasi menutupi saluran drainase di trabecular

meshwork.4

Pada beberapa kasus yang berat, peningkatan TIO akut dapat terjadi akibat
‘pupillary block’ akibat gumpalan yang menutupi aliran posterior-anterior. Gumpalan
tersebut mencegah aliran aqueous normal dari bilik posterior, lalu ke celah antara iris dan
lensa, dan terus ke bilik anterior. Akibatnya, tekanan yang terbentuk di bilik posterior
mendorong iris ke arah anterior sehingga menutup sebagian atau seluruh trabecular

meshwork.4
2.6 Gejala Klinis

Gejala dari hifema sangat tergantung dari tingkat keparahan. Pasien mungkin
merasakan kabur pada penglihatan oleh hifema atau ada kerusakan pada struktur lain.
Nyeri, sakit kepala, mual muntah, dan penurunan kesadaran/letih akibat dari peningkatan
TIO. Diplopia dapat terjadi jika ada fraktur orbita. Tanda yang bisa dilihat adalah sel darah
merah berputar-putar pada aqueous humour di COA disebut mikrohifema, bekuan/sedimen
sel darah merah di bagian bawah memperlihatkan ‘fluid level’ yang ketinggiannya harus
diukur untuk melihat derajatnya,dan tanda kerusakan organ intraokular lain (injeksi

konjungtiva, corneal oedem, kerusakan iris, penyempitan sudut COA).4

Hifema yang luas dapat dilihat dengan pen-light. Tingginya dapat diukur dalam
milimeter dari dasar limbus. Warna yang terlihat dapat merah atau hitam tergantung lama
kejadiannya. Darah yang sudah menggumpal biasanya berwarna gelap. Hal ini penting
untuk mengevaluasi TIO. Hifema dapat dibagi menjadi 4 derajat berikut:
a. Derajat 0: tidak ada terlihat lapisan hifema, namun terlihat sel darah
merah di COA (mikrohifema)
b. Derajat 1: darah mengisi < 1/3 COA
c. Derajat 2: darah mengisi 1/3 – 1/2 COA
d. Derajat 3: darah mengisi 1/2 – hampir semua COA (tidak total)

e. Derajat 4: semua COA terisi oleh darah. Jika darah berwarna merah
terang disebut hifema total. Jika darah berwarna merah-hitam disebut
blackball atau 8-ball hyphema.
Tabel 1: Derajat hifema
Warna hitam pada hifema menandakan penurunan sirkulasi aqueous dan

penurunan konsentrasi oksigen. Tanda khas ini penting karena 8-ball hyphema biasanya
menandakan adanya pupillary block dan penyempitan COA sekunder. Penilaian derajat
hifema sangat penting karena semakin luas hifema semakin tinggi risiko peningkatan

TIO.4
2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan slit-lamp pada COA. Hifema yang

besar dapat terlihat hanya dengan pemeriksaan penlight.6

1. Anamnesis

Pada anamnesis penting diketahui apakah pasien memiliki riwayat trauma atau
operasi mata sebelumnya. Riwayat trauma merupakan penyebab tersering terjadinya
hifema. Pada kondisi hifema spontan, diperlukan investigasi lebih lanjut. Penting untuk
menanyakan kepada pasien apakah mereka memiliki riwayat bleeding diathesis atau terapi
antikoagulan sebelumnya, yang dapat menjadi faktor risiko yang jarang terhadap
perkembangan hifema. Penting juga untuk mendiskusikan faktor-faktor yang dapat menjadi
predisposisi terjadinya komplikasi okular dari hifema, seperti gangguan pembekuan darah
atau sickle cell disease.

Sickle cell anemia merupakan faktor yang paling utama untuk dipertimbangkan. Sel

darah merah pada kondisi ini dapat membentuk sickling di COA dan menyebabkan sel
menjadi kaku dan tidak bisa melewati trabecular meshwork dengan mudah. Kondisi ini
kemudian dapat menyebabkan peningkatan TIO. Selanjutnya, sel darah merah berbentuk
sabit ini di pembuluh darah dapat menyebabkan sumbatan yang hebat seperti oklusi arteri
retina sentral dan neuropati optik iskemik, bahkan pada peningkatan TIO ringan yang pada
mata normal umumnya tidak akan membahayakan. Sickle cell anemia lebih sering
ditemukan pada ras Afrika yaitu sekitar 10%. Bahkan individu yang hanya sebagai karier

pun juga berisiko, tidak hanya pada mereka yang telah mengidap sickle cell disease.6

2. Pemeriksaan Fisik

Penilaian terhadap hifema mencakup pemeriksaan mata rutin (seperti pemeriksaan


visus, pemeriksaan pupil, TIO, slitlamp) dan juga gonioskopi untuk mengevaluasi keadaan
sudut dan trabecular meshwork. Penting untuk mengetahui sudah sejauh apa trauma
terjadi. Abnormalitas sudut seperti sinekia anterior perifer dan resesi sudut mungkin sering

ditemukan. Penting juga untuk mengukur tinggi hifema dari limbus inferior.6

2.8 Tatalaksana2,6,7

Adapun prinsip dasar dalam penatalaksanaan hifema, yaitu menghentikan


perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari
bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma sekunder dan
mencegah terjadinya komplikasi lain, serta mengobati kelainan yang menyertai.

Keputusan pertama dalam manajemen hifema adalah menentukan apakah pasien


dirawat inap atau tidak. Pasien rawat jalan adalah pasien yang kooperatif, memiliki support
keluarga dan sosial yang baik, small hyphema (≤ derajat 2), tidak memiliki penyakit dasar
seperti sickle cell disease, dan minimal atau tidak ada cedera okular dan adneksa.
Sementara itu, rawat inap di rumah sakit perlu dipertimbangkan pada pasien yang tidak
koperatif, pasien dengan bleeding diathesis atau blood dyscrasia, pasien dengan trauma
okular atau orbita berat, dan pasien yang diikuti dengan peningkatan TIO dan diketahui
mengalami sickle cell disease.

Tabel 2. Manajemen Hifema Traumatika

1. Terapi Umum
a. Bed rest
Beberapa klinisi menyarankan untuk istirahat yang ketat pada pasien hifema
untuk menurunkan kejadian perdarahan sekunder, meskipun demikian, beberapa studi tidak
mendukung pernyataan ini dan menunjukkan tidak terdapat perbaikan klinis yang
signifikan. Istirahat yang ketat terutama disarankan untuk pasien dengan hifema berat,
sickle cell disease, pasien yang tidak patuh, anak-anak, dan pasien dengan predisposisi

perdarahan. Peninggian kepala (30o) memungkinkan darah tetap berada di bagian inferior
mata, sehingga dapat mencegah pembentukan gumpalan pada aksis pupil.

b. Bebat mata
Bebat mata digunakan pada mata yang terkena. Adapun manfaat bebat mata
adalah untuk mencegah adanya transmisi cahaya, sehingga memperlambat terjadinya
corneal blood staining. Fotosensitisasi pada endotel kornea oleh paparan porfirin dapat
menyebabkan dekompensasi endotel dan menyebabkan terbentuknya corneal blood
staining.

2. Terapi Medikamentosa
a. Antikoagulan dan Antiplatelet
Antikoagulan (warfarin sodium, heparin) dan antiplatelet (aspirin, clopidogrel)
mempunyai peran dalam menimbulkan re-bleeding pada kejadian hifema. Risiko
komplikasi bleeding pada pemakaian antikoagulan lebih tinggi dibandingkan dengan
antiplatelet. Oleh karena itu, penggunaan obat ini sebaiknya dihentikan ketika diagnosis
hifema telah ditegakkan.

b. Midriatik dan Sikloplegik


Penggunaan sikloplegik, seperti atropin topikal (antimuskarinik sikloplegik)
menurunkan risiko terjadinya sinekia posterior, menimbulkan rasa nyaman pada pasien
dengan concurrent iritis, dan memungkinkan visualisasi pole posterior. Selain itu juga
menurunkan risiko terjadinya perdarahan sekunder dari iris/korpus siliaris dengan
imobilisasi jaringan, meningkatkan aliran uveoskleral, dan mencegah pembentukan sinekia
posterior.

c. Antifibrinolitik
Antifibrinolitik seperti asam traneksamat dan asam aminokaproat (ACA) telah
terbukti dalam menurunkan kejadian re-bleeding pada hifema traumatika. ACA (analog
lisin) secara kompetitif menginaktifkan plasmin, sehingga mencegah lisisnya bekuan
dengan cara menstabilkan dinding pembuluh darah dan bekuan. ACA topikal sama efektif
dengan ACA sistemik dalam menurunkan kondisi re-bleeding.
ACA topikal lebih aman karena tidak memiliki efek samping sistemik seperti
mual, muntah, dan hipotensi. Asam traneksamat (analog lisin) juga menunjukkan
kemampuan untuk menghambat bekuan fibrinolisis pada lokasi pembuluh darah yang
cedera.

d. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal bermanfaat dalam mencegah re-bleeding dengan cara
menstabilkan blood-ocular barrier, sehingga menurunkan masukan plasminogen ke dalam
bilik anterior. Selain itu, efek antiinflamasi dari kortikosteroid juga mencegah terjadinya
sinekia posterior. Meskipun topikal steroid direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
untuk hifema, penggunaan steroid jangka lama harus dicegah karena dapat menimbulkan
streoid-induced glaucoma.

e. Obat antiglaukoma
Peningkatan TIO (>24 mmHg) dapat dikontrol dengan pemberian beta bloker
topikal dan carbonic anhydrase inhibitors. Bila TIO tidak terkontrol (>35 mmHg), maka
mungkin diperlukan penggunaan manitol 1-1,5 mg/kgBB secara intravena selama 45
menit, 2 kali sehari.

3. Tindakan Operasi
Indikasi tindakan operasi adalah peningkatan TIO yang persisten, corneal blood
staining, dan high grade hyphema. Adapun pertimbangan operasi menurut Read dan
Goldberg, yaitu:

a) TIO >60 mmHg selama 2 hari (untuk mencegah terjadinya atrofi nervus
optikus)

b) TIO >24 mmHg pada 24 jam pertama atau TIO >30mmHg pada sickle cell
disease
c) TIO >25 mmHg dengan total hifema selama 5 hari (untuk mencegah
terjadinya corneal blood staining)
d) Mikroskopik corneal blood staining
e) Hifema gagal diabsorpsi (>50% volume bilik depan mata) selama 8 hari
(untuk mencegah terbentuknya peripheral anterior synechiae)
Pilihan untuk terapi pembedahan terdiri dari irigasi COA dan aspirasi melalui
insisi kecil, evakuasi hifema dengan instrumen vitrektomi tertutup, atau irigasi bekuan
darah dengan trabekulektomi. Sebagai tambahan, parasentesis COA dapat dilakukan untuk
mengontrol TIO sementara. Jika terdapat hifema total, blok pupil dapat terjadi, dan
iridektomi perifer dapat diindikasikan selama dilakukannya operasi. Washout COA dengan
irigasi dan aspirasi biasanya dilakukan terlebih dahulu. Jika TIO tetap tidak terkontrol,
trabekulektomi bersamaan dengan washout COA diindikasikan. Trabekulektomi secara
umum tidak dilakukan untuk hifema yang lebih kecil, tapi digunakan oleh sebagian ahli
sebagai terapi pembedahan inisial (bersamaan dengan iridektomi perifer dan washout

COA).6
4. Rawat Jalan
Beberapa studi melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tajam
penglihatan pasien hifema grade rendah yang mendapatkan perawatan di rumah sakit
maupun rawat jalan. Mikrohifema dapat ditatalaksana sebagai pasien rawat jalan, kecuali
bila terjadi perdarahan sekunder atau peningkatan tekanan intraokuler yang tidak
terkontrol. Pasien hifema grade 1 (<1/3 bilik depan anterior) juga dapat ditatalaksana
sebagai pasien rawat jalan dengan ACA sistemik atau topikal. Apabila hifema mengisi
>1/3 bilik depan, tekanan intraokuler meningkat >30 mmHg, atau keduanya, keputusan
rawat inap sebaiknya dibuat. Keputusan rawat inap juga berdasarkan kerjasama pasien,

keluarga, dan luasnya cedera mata yang terjadi.8


Untuk selama perawatan rawat jalan, direkomendasikan pemeriksaan mata setiap
hari, termasuk mengevaluasi kembali jumlah darah di bilik depan mata dan pemeriksaan
tekanan intraokuler juga sebaiknya dilakukan. Tonometri aplanasi dilakukan setidaknya

satu kali sehari, dan dua kali sehari pada pada pasien dengan peningkatan TIO.8
Minimal blood staining pada kornea sulit dideteksi akibat adanya darah pada

bilik depan mata. Pada keadaan tertentu berwarna kekuningan, ini akibat pantulan dari
koagulum fibrin yang juga berwarna kekuningan di bilik depan mata. Tanda awal yang
paling sering pada corneal blood staining adalah terdapatnya granul- granul kecil
kekuningan yang berada di 1/3 posterior stroma kornea. Tanda mikroskopik ini akan
menjadi kelihatan dalam waktu 24-36 jam dan tindakan bedah pada fase awal ini dapat
mencegah corneal blood staining lebih lanjut. Korne juga akan bening kembali dalam
waktu 4-6 bulan. Namun, bila corneal blood staining sudah tampak secara nyata, waktu

yang dibutuhkan untuk kornea menjadi bening kembali lebih lama.8

2.9 Komplikasi

1. Peningkatan tekanan intraokuler (TIO)


Sekitar 30% pasien hifema post-traumatic terjadi peningkatan TIO. Peningkatan
akut TIO terjadi akibat obstruksi jalur trabekular meshwork oleh eritrosit, fibrin, debris,

dan platelet. Tingginya TIO berkaitan dengan beratnya hifema.6


Insiden glaukoma sekunder terjadi pada 10% dengan darah mengisi ≤50% bilik
depan, 25% dengan darah mengisi >50% bilik depan, dan 50% bila seluruh darah mengisi
bilik depan mata. Pasien dengan eight-ball hyphema memiliki risiko 100% untuk
terjadinya glaukoma sekunder. Late glaukoma sekunder dapat terjadi dalam waktu
beberapa minggu hingga tahun setelah kejadian hifema. Angka kejadiannya sekitar 0-20%.
Penyebab utama terjadinya late glaukoma sekunder ini adalah terbentuknya PAS
(peripheral anterior synechiae), peningkatan hambatan outflow pada angle recession,

fibrosis trabekular meshwork, dan siderosis pada endotelium trabecular.6

2. Re-bleeding (perdarahan sekunder)


Re-bleeding (perdarahan sekunder) terjadi sekitar 0,4%-0,35% pasien, biasanya
2-7 hari setelah trauma. Hal ini karena terjadinya lisis dan retraksi bekuan dan fibrin pada
pembuluh darah yang mengalami trauma sebagai suatu bagian yang mengalami proses

penyembuhan subakut.6
Re-bleeding dapat dikenali melalui gejala klinis berdasarkan karakteristik

berikut, yaitu: 6

a. Peningkatan jumlah darah dalam bilik depan mata


b. Terdapatnya lapisan darah baru di atas darah lama, bekuan darah yang lebih
gelap pada bagian bilik depan mata
c. Dispersi eritrosit pada bekuan darah yang sudah menetap
Hifema total dan hampir total sering berwarna merah kehitaman. Ketika bekuan
darah mulai mencair, warna berubah menjadi lebih terang yang menandakan telah terjadi

proses penyembuhan. Perubahan warna ini harus dibedakan dari perdarahan sekunder. 6
Penurunan visus yang signifikan (<20/200), derajat hifema awal yang mengisi
>1/3 bilik depan mata, dan terjadinya peningkatan TIO merupakan faktor risiko untuk
terjadinya re-bleeding. ¼ pasien dengan hifema grade 1 mengalami re-bleeding, sementara

pasien dengan grade 3 dan 4 mengalami re–bleeding sebanyak 2/3 nya.6


Terdapat hubungan ras dengan kejadian re-bleeding. Angka kejadian lebih tinggi
pada pasien dengan kulit yang lebih berwarna, terutama African Americans, dibandingkan
dengan ras Kaukasia. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa ada kaitannya dengan melanin,
dimana melanin mengganggu klirens eritrosit dari bilik depan mata. Pasien dengan
hemofilia, penyakit von Willebrand, dan sickle cell disease juga memiliki risiko yang

tinggi untuk terjadinya re-bleeding.6

3. Corneal Blood Staining


Corneal Blood Staining setelah hifema dilaporkan sebanyak 2-11% kasus.
Kejadiannya meningkat apabila ditemukan hifema yang luas, adanya perdarahan sekunder,
menetapnya retraksi bekuan darah, peningkatan TIO yang menetap, dan adanya disfungsi

endotel sebelumnya.6
Corneal Blood Staining diawali dengan perubahan warna kekuningan (seperti
jerami) di bagian sentral stroma dan kemudian menyebar ke perifer. Blood staining
menyebabkan dekompensasi endotel melalui disrupsi mekanik oleh endotelium dan juga
melalui fotosensitisasi endotel oleh porfirin dengan bantuan cahaya. Pembersihan blood
staining memerlukan waktu beberapa bulan hingga 2 tahun. Pada anak-anak, corneal

blood staining dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut berupa amblopia.6

4. Atrofi nervus optikus


Atrofi nervus optikus disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler dalam
waktu yang lama atau jika terjadi kontusio pada nervus optikus. Hal ini bisa terjadi pada

TIO yang menetap tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari.6
2.10 Prognosis

Keberhasilan penyembuhan hifema bergantung pada tiga hal, yaitu:8

1. Jumlah kerusakan lain akibat hifema pada struktur mata


2. Apakah terjadi hifema sekunder
3. Apakah terjadi komplikasi akibat hifema
DAFTAR PUSTAKA

1. Malika. Traumatic Hyphema. Kerala Journal of Ophtalmology. Vol XXII (3):


251-7.2010.
2. Soeroso A. Perdarahan Bilik Depan Bola Mata akibat Rudapaksa (Traumatic
Hyphema). Cermin Dunia Kedokteran. 19:44-6. 2008.
3. American Academy of Ophtalmology. Incidence and Types of Injuries.
https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=4e1f2953-055f-4096-
ba56-af8301ac3eca. Diakses pada tanggal 6 November 2018.
4. Al-Saffar AAT, Hussein AS, dan Jamal NM. Traumatic Hyphema Frequency
and Management Evaluation: a Retrospective Study. Health Science Journal.
Vol. 11 No.1:481. 2017.
5. Phan R, Smits DJ, dan Velez-Montoya R. Trauma: Anterior Segments
Injuries. https://www.aao.org/disease-review/anterior-segment-injuries.
diakses pada tanggal 6 November 2018. 2015.
6. Bansal S, Gunasekeran DV, Ang B, Lee J, Khandelwal R, Sullivan P,
Agrawal R. 2015. Controversies in the pathophysiology and management of
hyphema, Survey of Ophthalmology. Pp : 6 -7.
7. American Academy of Ophtalmology. Medical Management.
https://www.aao.org/focalpointssnippetdetail.aspx?id=248e1998-310a-4f6a-
b6a9-b470c60c9773. Diakses pada tanggal 6 November 2018.
8. Nash DL, Sheppard JD. Hyphema. https://emedicine.medscape.com
/article/1190165-overview#a9. Diakses pada tanggal 6 November
2018.2017.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Kasus Hifema Oculus Sinistra
    Laporan Kasus Hifema Oculus Sinistra
    Dokumen19 halaman
    Laporan Kasus Hifema Oculus Sinistra
    Dio Prijadi
    100% (2)
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen13 halaman
    Hifema
    Jessie Widyasari
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen19 halaman
    HIFEMA
    rivanny
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen26 halaman
    Hifema
    Anonymous toclkWvn
    Belum ada peringkat
  • Referat Hifema
    Referat Hifema
    Dokumen12 halaman
    Referat Hifema
    Claudia Husin
    Belum ada peringkat
  • NEURITIS OPTIK
    NEURITIS OPTIK
    Dokumen15 halaman
    NEURITIS OPTIK
    Rinto Pradhana Putra
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Sekunder Hifema
    Glaukoma Sekunder Hifema
    Dokumen12 halaman
    Glaukoma Sekunder Hifema
    kloter1
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen15 halaman
    HIFEMA
    Ilham Habib Djarkoni
    Belum ada peringkat
  • Presus T (Hifema OD)
    Presus T (Hifema OD)
    Dokumen16 halaman
    Presus T (Hifema OD)
    Khaerunnisa Pratiwi
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen15 halaman
    HIFEMA
    Ridho Ranovian
    100% (1)
  • Kasus Hifema Donny
    Kasus Hifema Donny
    Dokumen28 halaman
    Kasus Hifema Donny
    donnyaw
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen13 halaman
    HIFEMA
    bellamiralda
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Hifema
    Lapkas Hifema
    Dokumen13 halaman
    Lapkas Hifema
    Hakam Fathur Adha Wijaya
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen9 halaman
    HIFEMA
    Bimantoro Saputro
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen11 halaman
    HIFEMA
    Anonymous LkWkrMfP
    Belum ada peringkat
  • REFERAT Hemosiderosis
    REFERAT Hemosiderosis
    Dokumen7 halaman
    REFERAT Hemosiderosis
    Ghuiranda Syabannur
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen15 halaman
    HIFEMA
    Sitti Jamalia Sakamole
    Belum ada peringkat
  • Hifema Edit
    Hifema Edit
    Dokumen13 halaman
    Hifema Edit
    Willy Suryawan
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA GRADE
    HIFEMA GRADE
    Dokumen24 halaman
    HIFEMA GRADE
    syifadian
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen12 halaman
    Hifema
    Nadya N. Papodi
    Belum ada peringkat
  • Hifema: Etiologi, Patofisiologi, dan Komplikasinya
    Hifema: Etiologi, Patofisiologi, dan Komplikasinya
    Dokumen16 halaman
    Hifema: Etiologi, Patofisiologi, dan Komplikasinya
    Fira Ramadhanty
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen16 halaman
    HIFEMA
    Gebby Berri
    Belum ada peringkat
  • Definisi Hifema
    Definisi Hifema
    Dokumen12 halaman
    Definisi Hifema
    Bambang Poernomo
    Belum ada peringkat
  • Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Dokumen23 halaman
    Hifema - Trauma Tumpul Mata
    Dicha Oseanni Andriswari
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen26 halaman
    Hifema
    Sakila Ersa Putri
    Belum ada peringkat
  • Bilik Mata Depan
    Bilik Mata Depan
    Dokumen16 halaman
    Bilik Mata Depan
    Aqsha Amanda
    Belum ada peringkat
  • TRAUMATAMA
    TRAUMATAMA
    Dokumen16 halaman
    TRAUMATAMA
    Diana Lions
    Belum ada peringkat
  • Referat Hifema Traumatik - Nurul Rasyiqah Hazti
    Referat Hifema Traumatik - Nurul Rasyiqah Hazti
    Dokumen18 halaman
    Referat Hifema Traumatik - Nurul Rasyiqah Hazti
    Nurul Rasyiqah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus HIFEMA
    Laporan Kasus HIFEMA
    Dokumen14 halaman
    Laporan Kasus HIFEMA
    Nia Lahida
    100% (1)
  • ASKEP Hifema
    ASKEP Hifema
    Dokumen19 halaman
    ASKEP Hifema
    Indra Saputra
    Belum ada peringkat
  • Hifema 2
    Hifema 2
    Dokumen6 halaman
    Hifema 2
    Muhammad Arif
    Belum ada peringkat
  • ANATOMY EYE HIFEMA
    ANATOMY EYE HIFEMA
    Dokumen27 halaman
    ANATOMY EYE HIFEMA
    Lena Wahyu Setianingsih
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Mata
    Lapkas Mata
    Dokumen10 halaman
    Lapkas Mata
    Bimbi Putri Cahya
    Belum ada peringkat
  • Lapkas Hifema
    Lapkas Hifema
    Dokumen10 halaman
    Lapkas Hifema
    Dennis Rantung
    Belum ada peringkat
  • Css Hifema
    Css Hifema
    Dokumen18 halaman
    Css Hifema
    Chaerena Amri
    Belum ada peringkat
  • Askep Hifema
    Askep Hifema
    Dokumen29 halaman
    Askep Hifema
    kumatapecpadangpariaman
    Belum ada peringkat
  • Hilya Syifa Hanina - G992003071 - Hifema & Hipopion
    Hilya Syifa Hanina - G992003071 - Hifema & Hipopion
    Dokumen14 halaman
    Hilya Syifa Hanina - G992003071 - Hifema & Hipopion
    Hilya Syifa Hanina
    Belum ada peringkat
  • Bismillah CRS Hifema Traumatika
    Bismillah CRS Hifema Traumatika
    Dokumen30 halaman
    Bismillah CRS Hifema Traumatika
    Al Hijjah Fadhilah
    Belum ada peringkat
  • HIFEMA
    HIFEMA
    Dokumen17 halaman
    HIFEMA
    Ilham Habib Djarkoni
    Belum ada peringkat
  • Laporan-Kasus-HIFEMA Firman Pakke Rev
    Laporan-Kasus-HIFEMA Firman Pakke Rev
    Dokumen18 halaman
    Laporan-Kasus-HIFEMA Firman Pakke Rev
    Ilham Habib Djarkoni
    Belum ada peringkat
  • Hifema Trauma Mata
    Hifema Trauma Mata
    Dokumen45 halaman
    Hifema Trauma Mata
    Laela Nurrochmah
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus HIFEMA New
    Laporan Kasus HIFEMA New
    Dokumen19 halaman
    Laporan Kasus HIFEMA New
    joni
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen14 halaman
    Hifema
    Friska Julia
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen27 halaman
    Hifema
    Mia Aisha
    Belum ada peringkat
  • Hifema: Pembimbing: Dr. Naila Karima, SP.M
    Hifema: Pembimbing: Dr. Naila Karima, SP.M
    Dokumen17 halaman
    Hifema: Pembimbing: Dr. Naila Karima, SP.M
    AgnesSarlotha
    Belum ada peringkat
  • DIAGNOSA
    DIAGNOSA
    Dokumen53 halaman
    DIAGNOSA
    Fitrus Oktoriza
    Belum ada peringkat
  • LAPORAN PENDAHULUAN Hifema
    LAPORAN PENDAHULUAN Hifema
    Dokumen15 halaman
    LAPORAN PENDAHULUAN Hifema
    Xperia SK17i
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Bab I Mini Pro
    Bab I Mini Pro
    Dokumen4 halaman
    Bab I Mini Pro
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Glaukoma Primer Sudut Terbuka
    Glaukoma Primer Sudut Terbuka
    Dokumen7 halaman
    Glaukoma Primer Sudut Terbuka
    Dhara Ikj
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Case Fome DKA Fix Rapi
    Case Fome DKA Fix Rapi
    Dokumen29 halaman
    Case Fome DKA Fix Rapi
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Ablasio Retina
    Ablasio Retina
    Dokumen24 halaman
    Ablasio Retina
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Syok Sepsis
    Syok Sepsis
    Dokumen13 halaman
    Syok Sepsis
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen15 halaman
    Hifema
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen15 halaman
    Hifema
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Faktor Umur Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri
     Faktor Umur Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri
    Dokumen5 halaman
    Faktor Umur Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Hifema
    Hifema
    Dokumen15 halaman
    Hifema
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • CSS 1 - Glaukoma
    CSS 1 - Glaukoma
    Dokumen21 halaman
    CSS 1 - Glaukoma
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • CSS Hernia
    CSS Hernia
    Dokumen23 halaman
    CSS Hernia
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen9 halaman
    Bab 2
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Tugas Bahasa Indonesia
    Tugas Bahasa Indonesia
    Dokumen4 halaman
    Tugas Bahasa Indonesia
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Kolesteatom Fix
    Kolesteatom Fix
    Dokumen29 halaman
    Kolesteatom Fix
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Syok Sepsis
    Syok Sepsis
    Dokumen10 halaman
    Syok Sepsis
    Amelia Cassandra Chatab
    Belum ada peringkat
  • CRS Jiwa
    CRS Jiwa
    Dokumen28 halaman
    CRS Jiwa
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Referat APS
    Referat APS
    Dokumen20 halaman
    Referat APS
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen28 halaman
    Hernia
    FeBy Febriatama
    100% (1)
  • Mapri
    Mapri
    Dokumen38 halaman
    Mapri
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Revisi
    Jurnal Revisi
    Dokumen5 halaman
    Jurnal Revisi
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Mapri
    Mapri
    Dokumen38 halaman
    Mapri
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen9 halaman
    Bab 2
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Hernia
    Hernia
    Dokumen28 halaman
    Hernia
    FeBy Febriatama
    100% (1)
  • Skizoafektif Campuran DR, Taufik
    Skizoafektif Campuran DR, Taufik
    Dokumen29 halaman
    Skizoafektif Campuran DR, Taufik
    kiko
    Belum ada peringkat
  • CSS GLAUKOMA Post Ilmiah Perbaikan FIX
    CSS GLAUKOMA Post Ilmiah Perbaikan FIX
    Dokumen22 halaman
    CSS GLAUKOMA Post Ilmiah Perbaikan FIX
    Irfan Ghani
    Belum ada peringkat
  • CSS Hernia
    CSS Hernia
    Dokumen23 halaman
    CSS Hernia
    FeBy Febriatama
    Belum ada peringkat
  • Final Slide Prof KT
    Final Slide Prof KT
    Dokumen49 halaman
    Final Slide Prof KT
    Amy Koch
    100% (1)