TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hifema
Hifema merupakan keadaan terdapatnya darah didalam bilik mata depan, yaitu
daerah antara kornea dan iris. Darah dapat menutupi seluruh permukaan pupil dan iris .1
Perdarahan yang terjadi berasal dari pembuluh darah korpus siliaris dan sebagian kecil
pembuluh darah iris. Apabila terjadi perdarahan, darah sebagian besar akan diserap
melalui trabecular meshwork dan selanjutnya ke kanal schlemm, sedangkan sisanya akan
diabsorpsi melalui permukaan iris.2
2.2 Epidemiologi
Insiden hifema traumatika di Amerika Serikat sekitar 17-20 kasus per 100000
penduduk. Sebuah review dari database United States Eye Injury Registry, dari Desember
1988 hingga Maret 2004 didapatkan 1110 kasus hifema traumatika dari total 2933 kasus
cedera tumpul mata. Selama periode yang sama, 1110 kasus hifema traumatika ini
mewakili 9% dari total 12016 cedera mata.3
Usia terbanyak terjadinya kasus ini adalah antara usia 10 tahun dan 19 tahun, dan
65% pasien berusia dibawah 30 tahun. Laki-laki (79%) lebih banyak dibandingkan
perempuan (21%). Penyebab terbanyak kejadian ini adalah penyerangan dan cedera
olahraga. Adapun yang lainnya berupa lentingan batu, ranting kayu, dan paintball. Baru-
baru ini juga dilaporkan bahwa airbag injury dari kecelakaan kendaraan juga dapat
menyebabkan timbulnya hifema.3
Hifema dapat terjadi setelah trauma tumpul (2/3 kasus) ataupun trauma penetrasi
(1/3 kasus), atau setelah operasi intraokuler. Hifema juga dapat terjadi spontan, misalnya
pada kondisi rubeosis iridis (berkaitan dengan retinopati diabetikum, oklusi vena sentral
retina, penyakit oklusi karotis), melanoma iris, distrofi miotonik, keratouveitis (misalnya
herpes zoster), leukimia, hemofilia, trombositopenia, atau penyakit von Willebrand. Selain
itu juga dapat terjadi pada penderita yang menggunakan obat yang mengganggu fungsi
trombosit, seperti aspirin dan warfarin.1
2.4 Klasifikasi
2. Menurut Rakusin2
Grade 1 : perdarahan mengisi ¼ bagian bilik depan mata
Grade 2 : perdarahan mengisi ½ bagian bilik mata depan
Grade 3 : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik mata depan
Grade 4 : perdarahan mengisi penuh bilik mata depan
Selain klasifikasi tersebut, hifema traumatika akibat trauma tumpul juga dapat
dibedakan menjadi:4
2.5 Patofisiologi
Hifema juga dapat disebabkan oleh lacerating injury yang dihubungkan dengan
kerusakan langsung pada pembuluh darah dan terjadinya hipotonus pada pembuluh darah
tersebut. Tidak ada konsensus yang menyatakan sumber dominan untuk perdarahan akibat
lacerating injury ini (angle vessels atau pembuluh darah sfingter iris). Meskipun demikian,
pendapat terbaru menyatakan bahwa angle vessels yang rapuh mempunyai risiko lebih
tinggi untuk terjadinya perdarahan dibandingkan dengan arteri pada iris.
Hifema yang terjadi terlambat setelah operasi mata mungkin akibat terbentuknya
jaringan granulasi pada pinggir luka operasi atau terdapatnya kerusakan pada pembuluh
darah uvea. Mekanisme ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat operasi
mata yang datang dengan spontaneous hyphema.
Gambar 6. Mekanisme hifema setelah trauma tumpul5
Pasien dengan hifema traumatik pada awalnya dapat disertai dengan penurunan
atau peningkatan TIO. Penurunan TIO mungkin akibat dari iritis yang disebabkan oleh
pengurangan produksi dari aqueous production atau karena peningkatan sementara aliran
keluar dari struktur yang rusak di COA. Pada umumnya sering terjadi peningkatan TIO
akibat sel darah merah dan sel-sel inflamasi menutupi saluran drainase di trabecular
meshwork.4
Pada beberapa kasus yang berat, peningkatan TIO akut dapat terjadi akibat
‘pupillary block’ akibat gumpalan yang menutupi aliran posterior-anterior. Gumpalan
tersebut mencegah aliran aqueous normal dari bilik posterior, lalu ke celah antara iris dan
lensa, dan terus ke bilik anterior. Akibatnya, tekanan yang terbentuk di bilik posterior
mendorong iris ke arah anterior sehingga menutup sebagian atau seluruh trabecular
meshwork.4
2.6 Gejala Klinis
Gejala dari hifema sangat tergantung dari tingkat keparahan. Pasien mungkin
merasakan kabur pada penglihatan oleh hifema atau ada kerusakan pada struktur lain.
Nyeri, sakit kepala, mual muntah, dan penurunan kesadaran/letih akibat dari peningkatan
TIO. Diplopia dapat terjadi jika ada fraktur orbita. Tanda yang bisa dilihat adalah sel darah
merah berputar-putar pada aqueous humour di COA disebut mikrohifema, bekuan/sedimen
sel darah merah di bagian bawah memperlihatkan ‘fluid level’ yang ketinggiannya harus
diukur untuk melihat derajatnya,dan tanda kerusakan organ intraokular lain (injeksi
Hifema yang luas dapat dilihat dengan pen-light. Tingginya dapat diukur dalam
milimeter dari dasar limbus. Warna yang terlihat dapat merah atau hitam tergantung lama
kejadiannya. Darah yang sudah menggumpal biasanya berwarna gelap. Hal ini penting
untuk mengevaluasi TIO. Hifema dapat dibagi menjadi 4 derajat berikut:
a. Derajat 0: tidak ada terlihat lapisan hifema, namun terlihat sel darah
merah di COA (mikrohifema)
b. Derajat 1: darah mengisi < 1/3 COA
c. Derajat 2: darah mengisi 1/3 – 1/2 COA
d. Derajat 3: darah mengisi 1/2 – hampir semua COA (tidak total)
e. Derajat 4: semua COA terisi oleh darah. Jika darah berwarna merah
terang disebut hifema total. Jika darah berwarna merah-hitam disebut
blackball atau 8-ball hyphema.
Tabel 1: Derajat hifema
Warna hitam pada hifema menandakan penurunan sirkulasi aqueous dan
penurunan konsentrasi oksigen. Tanda khas ini penting karena 8-ball hyphema biasanya
menandakan adanya pupillary block dan penyempitan COA sekunder. Penilaian derajat
hifema sangat penting karena semakin luas hifema semakin tinggi risiko peningkatan
TIO.4
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis penting diketahui apakah pasien memiliki riwayat trauma atau
operasi mata sebelumnya. Riwayat trauma merupakan penyebab tersering terjadinya
hifema. Pada kondisi hifema spontan, diperlukan investigasi lebih lanjut. Penting untuk
menanyakan kepada pasien apakah mereka memiliki riwayat bleeding diathesis atau terapi
antikoagulan sebelumnya, yang dapat menjadi faktor risiko yang jarang terhadap
perkembangan hifema. Penting juga untuk mendiskusikan faktor-faktor yang dapat menjadi
predisposisi terjadinya komplikasi okular dari hifema, seperti gangguan pembekuan darah
atau sickle cell disease.
Sickle cell anemia merupakan faktor yang paling utama untuk dipertimbangkan. Sel
darah merah pada kondisi ini dapat membentuk sickling di COA dan menyebabkan sel
menjadi kaku dan tidak bisa melewati trabecular meshwork dengan mudah. Kondisi ini
kemudian dapat menyebabkan peningkatan TIO. Selanjutnya, sel darah merah berbentuk
sabit ini di pembuluh darah dapat menyebabkan sumbatan yang hebat seperti oklusi arteri
retina sentral dan neuropati optik iskemik, bahkan pada peningkatan TIO ringan yang pada
mata normal umumnya tidak akan membahayakan. Sickle cell anemia lebih sering
ditemukan pada ras Afrika yaitu sekitar 10%. Bahkan individu yang hanya sebagai karier
pun juga berisiko, tidak hanya pada mereka yang telah mengidap sickle cell disease.6
2. Pemeriksaan Fisik
ditemukan. Penting juga untuk mengukur tinggi hifema dari limbus inferior.6
2.8 Tatalaksana2,6,7
1. Terapi Umum
a. Bed rest
Beberapa klinisi menyarankan untuk istirahat yang ketat pada pasien hifema
untuk menurunkan kejadian perdarahan sekunder, meskipun demikian, beberapa studi tidak
mendukung pernyataan ini dan menunjukkan tidak terdapat perbaikan klinis yang
signifikan. Istirahat yang ketat terutama disarankan untuk pasien dengan hifema berat,
sickle cell disease, pasien yang tidak patuh, anak-anak, dan pasien dengan predisposisi
perdarahan. Peninggian kepala (30o) memungkinkan darah tetap berada di bagian inferior
mata, sehingga dapat mencegah pembentukan gumpalan pada aksis pupil.
b. Bebat mata
Bebat mata digunakan pada mata yang terkena. Adapun manfaat bebat mata
adalah untuk mencegah adanya transmisi cahaya, sehingga memperlambat terjadinya
corneal blood staining. Fotosensitisasi pada endotel kornea oleh paparan porfirin dapat
menyebabkan dekompensasi endotel dan menyebabkan terbentuknya corneal blood
staining.
2. Terapi Medikamentosa
a. Antikoagulan dan Antiplatelet
Antikoagulan (warfarin sodium, heparin) dan antiplatelet (aspirin, clopidogrel)
mempunyai peran dalam menimbulkan re-bleeding pada kejadian hifema. Risiko
komplikasi bleeding pada pemakaian antikoagulan lebih tinggi dibandingkan dengan
antiplatelet. Oleh karena itu, penggunaan obat ini sebaiknya dihentikan ketika diagnosis
hifema telah ditegakkan.
c. Antifibrinolitik
Antifibrinolitik seperti asam traneksamat dan asam aminokaproat (ACA) telah
terbukti dalam menurunkan kejadian re-bleeding pada hifema traumatika. ACA (analog
lisin) secara kompetitif menginaktifkan plasmin, sehingga mencegah lisisnya bekuan
dengan cara menstabilkan dinding pembuluh darah dan bekuan. ACA topikal sama efektif
dengan ACA sistemik dalam menurunkan kondisi re-bleeding.
ACA topikal lebih aman karena tidak memiliki efek samping sistemik seperti
mual, muntah, dan hipotensi. Asam traneksamat (analog lisin) juga menunjukkan
kemampuan untuk menghambat bekuan fibrinolisis pada lokasi pembuluh darah yang
cedera.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal bermanfaat dalam mencegah re-bleeding dengan cara
menstabilkan blood-ocular barrier, sehingga menurunkan masukan plasminogen ke dalam
bilik anterior. Selain itu, efek antiinflamasi dari kortikosteroid juga mencegah terjadinya
sinekia posterior. Meskipun topikal steroid direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
untuk hifema, penggunaan steroid jangka lama harus dicegah karena dapat menimbulkan
streoid-induced glaucoma.
e. Obat antiglaukoma
Peningkatan TIO (>24 mmHg) dapat dikontrol dengan pemberian beta bloker
topikal dan carbonic anhydrase inhibitors. Bila TIO tidak terkontrol (>35 mmHg), maka
mungkin diperlukan penggunaan manitol 1-1,5 mg/kgBB secara intravena selama 45
menit, 2 kali sehari.
3. Tindakan Operasi
Indikasi tindakan operasi adalah peningkatan TIO yang persisten, corneal blood
staining, dan high grade hyphema. Adapun pertimbangan operasi menurut Read dan
Goldberg, yaitu:
a) TIO >60 mmHg selama 2 hari (untuk mencegah terjadinya atrofi nervus
optikus)
b) TIO >24 mmHg pada 24 jam pertama atau TIO >30mmHg pada sickle cell
disease
c) TIO >25 mmHg dengan total hifema selama 5 hari (untuk mencegah
terjadinya corneal blood staining)
d) Mikroskopik corneal blood staining
e) Hifema gagal diabsorpsi (>50% volume bilik depan mata) selama 8 hari
(untuk mencegah terbentuknya peripheral anterior synechiae)
Pilihan untuk terapi pembedahan terdiri dari irigasi COA dan aspirasi melalui
insisi kecil, evakuasi hifema dengan instrumen vitrektomi tertutup, atau irigasi bekuan
darah dengan trabekulektomi. Sebagai tambahan, parasentesis COA dapat dilakukan untuk
mengontrol TIO sementara. Jika terdapat hifema total, blok pupil dapat terjadi, dan
iridektomi perifer dapat diindikasikan selama dilakukannya operasi. Washout COA dengan
irigasi dan aspirasi biasanya dilakukan terlebih dahulu. Jika TIO tetap tidak terkontrol,
trabekulektomi bersamaan dengan washout COA diindikasikan. Trabekulektomi secara
umum tidak dilakukan untuk hifema yang lebih kecil, tapi digunakan oleh sebagian ahli
sebagai terapi pembedahan inisial (bersamaan dengan iridektomi perifer dan washout
COA).6
4. Rawat Jalan
Beberapa studi melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada tajam
penglihatan pasien hifema grade rendah yang mendapatkan perawatan di rumah sakit
maupun rawat jalan. Mikrohifema dapat ditatalaksana sebagai pasien rawat jalan, kecuali
bila terjadi perdarahan sekunder atau peningkatan tekanan intraokuler yang tidak
terkontrol. Pasien hifema grade 1 (<1/3 bilik depan anterior) juga dapat ditatalaksana
sebagai pasien rawat jalan dengan ACA sistemik atau topikal. Apabila hifema mengisi
>1/3 bilik depan, tekanan intraokuler meningkat >30 mmHg, atau keduanya, keputusan
rawat inap sebaiknya dibuat. Keputusan rawat inap juga berdasarkan kerjasama pasien,
satu kali sehari, dan dua kali sehari pada pada pasien dengan peningkatan TIO.8
Minimal blood staining pada kornea sulit dideteksi akibat adanya darah pada
bilik depan mata. Pada keadaan tertentu berwarna kekuningan, ini akibat pantulan dari
koagulum fibrin yang juga berwarna kekuningan di bilik depan mata. Tanda awal yang
paling sering pada corneal blood staining adalah terdapatnya granul- granul kecil
kekuningan yang berada di 1/3 posterior stroma kornea. Tanda mikroskopik ini akan
menjadi kelihatan dalam waktu 24-36 jam dan tindakan bedah pada fase awal ini dapat
mencegah corneal blood staining lebih lanjut. Korne juga akan bening kembali dalam
waktu 4-6 bulan. Namun, bila corneal blood staining sudah tampak secara nyata, waktu
2.9 Komplikasi
penyembuhan subakut.6
Re-bleeding dapat dikenali melalui gejala klinis berdasarkan karakteristik
berikut, yaitu: 6
proses penyembuhan. Perubahan warna ini harus dibedakan dari perdarahan sekunder. 6
Penurunan visus yang signifikan (<20/200), derajat hifema awal yang mengisi
>1/3 bilik depan mata, dan terjadinya peningkatan TIO merupakan faktor risiko untuk
terjadinya re-bleeding. ¼ pasien dengan hifema grade 1 mengalami re-bleeding, sementara
endotel sebelumnya.6
Corneal Blood Staining diawali dengan perubahan warna kekuningan (seperti
jerami) di bagian sentral stroma dan kemudian menyebar ke perifer. Blood staining
menyebabkan dekompensasi endotel melalui disrupsi mekanik oleh endotelium dan juga
melalui fotosensitisasi endotel oleh porfirin dengan bantuan cahaya. Pembersihan blood
staining memerlukan waktu beberapa bulan hingga 2 tahun. Pada anak-anak, corneal
TIO yang menetap tinggi 50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari.6
2.10 Prognosis