Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

ABLASIO RETINA

Oleh :

Feby Febriatama 1840312202

Virly Tiffany 1840312251

Siti Aisya Sakinah 1840312298

Siti Hadijah Binti Usni 1840312614

Preseptor :

Dr. dr. Hendriati, Sp.M (K)

Bagian Ilmu Kesehatan Mata


RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ablasio retina merupakan keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel
epitel pigmen retina. Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen
epitel akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid, keadaan ini
apabila berlangsung lama akan menyebabkan gangguan fungsi mata secara menetap.1 Insiden
ablasio retina cukup banyak terjadi, karena merupakan kasus emergency di bidang mata,
setiap tahun sekitar 1 sampai 2 orang dari 10.000 kasus mengalami ablasio retina.2
Ablasio retina berdasarkan gambaran klinis dan etiologi terbagi menjadi 3 yaitu,
ablasio retina regmantosa, ablasio retina eksudatif, dan ablasio retina traksi/ tarikan.3 Ablasio
regmantosa terjadi akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
2,3
antara sel pigmen epitel dengan retina. Insiden ablasio regmantosa adalah yang terbanyak
dari ketiga jenis ablasio yaitu 6,3 sampai 17,9 dari 10.000 kasus per tahun dan memiliki
risiko seumur hidup sekitar 0,06%.4
Miopia tinggi merupakan faktor risiko terjadinya ablasio retina yaitu 67%. Faktor
risiko lain adalah ablasio retina unilateral, operasi katarak, riwayat keluarga dengan ablasio
retina, diabetes yang tidak terkontrol, dan trauma tumpul pada mata.4
Prinsip tatalaksana ablasio retina adalah menemukan robekan dan segera menutup
robekan tersebut. Tatalaksana dapat dilakukan dengan pembedahan (sclera buckle, pneumatic
retinopexy, vitrektomy). Pembedahan harus dilakukan secepat mungkin antara 1 sampai 2 hari
agar mencegah kerusakan lebih lenjut pada mata. Krioterapi atau laser berfungsi untuk
menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influx
cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam dan ke
luar, dan mengurangi traksi vitreoretina. 5
Prognosis pascabedah tergantung dari keadaan makulanya. Apabila, macula sudah
terlepas biasanya hasil yang didapatka tidak sempurna, tetapi jika macula masih melekat
tindakan bedah harus segera untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.1

2
1.2 Batasan Masalah
Penulisan clinical science session ini adalah membahas mengenai definisi,
epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, prognosis, dan tatalaksana
serta pencegahan pada ablasio retina.

1.3 Tujuan penulisan


Penulisan ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenensis, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi, prognosis dan pencegahan pada ablasio retina.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk kepada berbagai literature, termasuk buku teks dan jurnal

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Istilah “Ablasi retina”(retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik,
yaitu fotoreseptor dan lapisan jaringan bagian dalam, dari epitel pigmen retina dibawahnya.
Terdapat tiga jenis utama ablasi retina yaitu : ablasi retina regmategenosa, ablasi retina traksi
(tarikan) dan ablasi retina eksudatif.4,5

2.2 Epidemiologi
Ablasi retina regmatogenosa merupakan penyebab tersering dari kedua bentuk ablasi
retina yang lain. Diperkirakan prevalensi ablasio retina adalah 1 kasus dalam 10.000
populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa keadaan seperti miopia tinggi,
afakia/pseudoafakia dan trauma.Pada mata normal, ablasio retina terjadi pada kira-kira 5 per
100.000 orang per tahun di Amerika Serikat. Insidens ablasio retina idiopatik berdasarkan
adjustifikasi umur diperkirakan 12,5 kasus per 100.000 per tahun atau 28.000 kasus per
tahun. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab operasi
katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % dari semua ablasio retina yang dilaporkan.7,8,9,10
Kemungkinan ini akan meningkat jika pada pasien yang; memiliki miopa yang tinggi,
telah menjalani operasi katarak, terutama jika operasi ini mengalami komplikasi kehilangan
vitreous, pernah mengalami ablasi retina pada mata kontralateral dan baru mengalami trauma
mata berat.1,3,6

2.3 Anatomi dan Fisiologi Bola Mata dan Retina


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata dibungkus
oleh tiga jaringan yaitu sklera, jaringan uvea, dan lapisan ketiga bola mata adalah retina yang
terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapisan sebanyak 10 lapis yang merupakan
lapis membrane neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi ransangan pada saraf optik
dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga
retina dapat terlepas dari koroid yang disebut ablasi retina.1

4
Gambar 1: Anatomi bola mata6

Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang
cahaya. Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliaris, dan akhirnya di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sistem
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan membrana Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai tebal 0,1 mm
pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Ditengah-tengah retina posterior terdapat
makula. Di tengah makula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekunganyang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.Retina berbatas dengan koroid
dengan sel epitel pigmen retina dan terdiri atas lapisan:1,7
1. Lapisan epitel pigmen
2. Lapisan fotoreseptor merupakan lesi terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.
4. Lapisan nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
6. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.

5
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel
bipolar, selamakrin dengan sel ganglion.
8. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua,
9. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik.
10. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kecil.

Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber yaitu koriokapiler yang berada tepat di
luar membrana Bruch, yang mensuplai sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang
dari arteri retina sentralis yang mensuplai dua per tiga sebelah dalam.1,6

Gambar 2: Lapisan pada retina7

Mata berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai
suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu
mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat
saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan ossipital. Makula
bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna,
dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir

6
1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan
ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari
susunan seperti itu adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan
warna (penglihatan fototopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri
dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam
(skotopik).6,7

2.4 Etiologi & Faktor Resiko


Etiologi yang terkait dengan ablasio retina adalah miopia, katarak removal, robekan
retina ,tarikan dari jaringan di badan kaca, desakan tumor, cairan, nanah ataupun darah.
Sekitar 40 - 50 % dari semua pasien dengan ablasio retina memiliki miopia.Ablasio retina
yang berhubungan dengan miopia cenderung terjadi pada pasien berusia25 - 45 tahun,
sementara non-miopia cenderung terjadi pada orang tua. Pasien dengan miopia tinggi ( > 6 D
), lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan, memiliki resiko seumur hidup 5 %
dari ablasio retina. Ablasio retina terjadi kira-kira 5-16 per 1000 kasus diikuti oleh penyebab
operasi katarak, dan ini terdiri dari sekitar 30 - 40 % darisemua ablasio retina yang
dilaporkan.

Kira-kira 10 - 20% dari ablasio retina dikaitkan dengan trauma mata langsung.
Ablasio retina yang diakibatkan oleh trauma lebih sering terjadi pada orang yang lebih muda.
Meskipun tidak ada penelitian yang memperkirakan kejadian ablasio retinadalam olahraga,
olahraga tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping ) berhubungandengan peningkatan
risiko terjadinya ablasio retina. Ada juga beberapa laporan bahwaLaser capsulotomy
dikaitkan dengan peningkatan resiko ablasio retina. Di AmerikaSerikat, kelainan struktural,
operasi sebelumnya, trauma dan uveitis adalah faktor resikoutama untuk ablasio retina.
Miopia yang tinggi, trauma, kelainan struktural dan operasisebelumnya adalah faktor resiko
utama di Asia.15

2.5 Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah :12

7
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa).
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif).
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina atau
lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia. Perubahan
yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi kisi-
kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina
tertentu, cedera, dan sebagainya.13

Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid. Sklerosis
dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya perdarahan ke
retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan menipisnya
pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu tempat
terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10 sampai 15
tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering terjadi pada
mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari
semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.13

Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.13

8
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :1

1. Ablasio retina regmatogenosa


Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel
dengan retina. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang
masuk melalui robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga
mengapungkan retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan
yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya
pijaran api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna
merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-
kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila
telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.

2. Ablasio retina tarikan atau traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut
pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa
rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.

3. Ablasio retina eksudatif


Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudat di bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai

9
akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini
disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.

2.7 Manifestasi Klinis


Tanda dini retina mengancam untuk lepas adalah floater (benda kecil berterbangan)
didepan lapang penglihatan, disusul pijaran kilat terang disertai turunnya penglihatan.1

1. Ablasi retina regmatogenosa


Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan
penglihatan yang kadang – kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters)
akibat dari vitreous cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api
(fotopsia) pada lapangan penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi
retina oleh gerakan vitreous. Miopia, afakia, degenerasi lattice, dan trauma mata
biasanya berkaitan dengan ablasio retina regmatogenesa.1,16
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai makula lutea. Bila bola mata bergerak akan
terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang – kadang terdapat pigmen
didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan
menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi neovaskuler
glaucoma pada ablasi yang telah lama.1
2. Ablasi retina traksi
Pada ablasio traksi lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan
parut pada korpus vitreus (badan kaca) yang akan mengakibatkan ablasi retina dan
penglihatan turun tanpa rasa sakit. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari
ablasio retina regmatogensa. Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung
lama akan membuat retina semakin halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan
terbentuknya proliferatif vitreotinopathy (PVR) yang sering ditemukan pada tipe
Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi kegagalan dalam penatalaksanaan
ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen retina, sel glia, dan sel lainya
yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus akan membentuk
membrane. 1,17,18,19

10
3. Ablasi retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di
bawah retina (subretina) dan mengangkat retina. Cairan dibawah retina tidak
dipengaruhi oleh posisi kepala. Permukaan retina yang terangkat terlihat cincin.
Gejala klinis ablasi retina eksudatif :4

a. Tidak adanya photopsia, lubang/air mata, lipatan dan undulations.


b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya
bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi di puncaktumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.

2.8 Diagnosis

Anamnesis
Pertimbangkan pasien yang khas mengalami ablasio retina, seperti pasien dengan
miopia tinggi dengan usia berkisar 50 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan, yang tibatiba
mengalami gejala “flashes dan floaters”, yang biasanya terjadi secara spontan atau sesaat
setelah menggerakkan kepala. Lakukan penggalian secara lebih detail terhadap gejala yang
dialami.8

1. Flashes (photopsia)
Ketika ditanya, pasien biasanya menjawab gejala ini bisa terjadi sepanjang waktu,
tetapi paling jelas saat suasana gelap. Gejala ini cenderung terjadi terutama sebelum tidur
malam. Kilatan cahaya (flashes) biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini
harus dibedakan dengan yang biasanya muncul pada migrain, yang biasanya muncul sebelum
nyeri kepala. Kilatan cahaya pada migrain biasanya berupa garis zig-zag, pada tengah
lapangan pandang dan menghilang dalam waktu 10 menit. Pada pasien usia lanjut dengan
defek pada sirkulasi vertebrobasilar dapat mendeskripsikan tipe lain fotopsia, yakni kilatan
cahaya cenderung muncul hanya saat leher digerakkan setelah membungkuk.8

11
2. Floaters
Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah gejala yang sering
terjadi, tetapi gejala ini bisa menjadi kurang jelas pada pasien gangguan cemas. Tetapi jika
titik hitamnya bertambah besar dan muncul tiba-tiba, maka ini menjadi tanda signifikan suatu
keadaan patologis. Untuk beberapa alasan, pasien sering menggambarkan gejala ini seperti
berudu atau bahkan sarang laba-laba. Ini mungkin karena adanya kombinasi gejala ini dan
kilatan cahaya. Kilatan cahaya dan floaters muncul karena vitreus telah menarik retina,
menghasilkan sensasikilatan cahaya, dan sering ketika robekan terjadi akan terjadi
perdarahan ringan ke dalam vitreus yang menyebabkan munculnya bayangan bintik hitam.
Ketika kedua gejala ini muncul, maka mata harus diperiksa secara detail dan lengkap hingga
ditemukan dimana lokasi robekan retina. Terkadang, robekan kecil dapat menyebabkan
perdarahan vitreus yang luas yang menyebabkan kebutaan mendadak.8

3. Shadows
Saat robekan retina terjadi, pasien seharusnya segera mencari pengobatan medis dan
pengobatan efektif. Namun beberapa pasien tidak segera mencari pengobatan medis atau
bahkan malah mengabaikan gejala yang dialami. Memang dalam beberapa saat gejala akan
berkurang, tetapi dalam kurun waktu beberapa hari hingga tahunan akan muncul bayangan
hitam pada lapangan pandang perifer. Jika retina yang terlepas berada pada bagian atas, maka
bayangan akan terlihat pada lapangan pandang bagian bawah dan dapat membaik secara
spontan dengan tirah baring, terutama setelah tirah baring pagi hari. Kehilangan penglihatan
sentral atau pandangan kabur dapat muncul jika fovea ikut terlibat.8
Saat anamnesis, penting juga untuk menanyakan riwayat trauma, apakah terjadi
bebrapa bulan sebelum gejala muncul atau bertepatan dengan timbulnya gejala. Perhatikan
juga riwayat operasi, termasuk ekstraksi katarak, pengangkatan benda asing intraokuler atau
prosedur lain yang melibatkan retina. Tanyakan juga mengenai kondisi pasien sebelumnya,
seperti pernah atau tidak menderita uveitis, perdarahan vitreus, ambliopia, glaukoma, dan
retinopati diabetik. Riwayat penyakit mata dalam keluarga juga penting untuk diketahui. 9
Anamnesis yang cermat dapat membantu dalam membedakan penyebab ablasio retina
yang terjadi dari kondisi lain yang memiliki gejala serupa.Pada ablasio retina eksudatif
keluhan yang umumnya terjadi bukan berupa fotopsia tetapi kehilangan penglihatan ringan
hingga berat, metamorfopsia, atau defisit pada lapang pandang.Pasien dapat mengeluhkan
mata merah, yang terjadi bila terdapat patologi pada uvea. Pasien juga bisa merasakan nyeri
bila terjadi skleritis.6,7

12
Pada ablasi retina regmatogenosa ditemukan gejala prodromal gangguan
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah. Bila
bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Pada pupil terdapat
adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat
meninggi bila telah terjadi neovaskuler glaukoma pada ablasi yang telah lama.1,18

Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear.

Ablasi retina eksudatif ditemukan adanya penimbunan cairan eksudat di bawah


retina (subretina) dan mengangkat retina. Perlu ditanyakan penyakit sistemik atau penyakit
mata yang beresiko terjadinya penimbunan caian eksudat. Sistemik meliputi Toksemia
gravidarum, hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat
inflamasi (skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous
retinophaty, and axudative retinophaty of coats), akibat neoplasma (malignant neoplasma
koroid dan retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1,18,19

Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara

Pada ablasio retina traksi terdapat adanya tarikan jaringan parut pada korpus vitreus
(badan kaca). Dapat terjadi karena adanya jaringan fibrosis pada badan kaca akibat diabetes

13
melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi. Ablasio
retina traksi jug dapat terjadi karena komplikasi dari ablasio retina regmatogenosa.1,18,19

Ablasio retina traksi


Gambaran diagnosis dari 3 tipe ablasio retina
Regmatogensa Traksi Eksudatif

Riwayat penyakit Afakia, myopia, Diabetes, Factor-faktor


trauma tumpul, premature,trauma sistemik seperti
photopsia, floaters, tembus, penyakit sel hipertensi maligna,
gangguan lapangan sabit, oklusi vena. eklampsia, gagal
pandang yang ginjal.
progresif, dengan
keadaan umum baik.

Kerusakan retina Terjadi pada 90-95 Kerusakan primer Tidak ada


% kasus tidak ada

Perluasan ablasi Meluas dari oral ke Tidak meluas menuju Tergantung volume
discus, batas dan ora, dapat sentral atau dan gravitasi,
permukaan cembung perifer perluasan menuju
tergantung gravitasi oral bervariasi, dapat
sentral atau perifer

Pergerakan retina Bergelombang atau Retina tegang, batas Smoothly elevated


terlipat dan permukaan bullae, biasanya
cekung, Meningkat tanpa lipatan
pada titik tarikan

14
Bukti kronis Terdapat garis Garis pembatas Tidak ada
pembatas, makrosis
intra retinal, atropik
retina

Pigmen pada vitreous Terlihat pada 70 % Terlihat pada kasus Tidak ada
kasus trauma

Perubahan vitreous Sineretik, PVD, Penarikan Tidak ada, kecuali


tarikan pada lapisan vitreoretinal pada uveitis
yang robek

Cairan sub retinal Jernih Jernih atau tidak ada Dapat keruh dan
perpindahan berpindah secara
cepat tergantung
pada perubahan
posisi kepala.

Massa koroid Tidak ada Tidak ada Bisa ada

Tekanan intraocular Rendah Normal Bervariasi

Transluminasi Normal Normal Transluminasi


terblok apabila
ditemukan lesi
pigmen koroid

Keaadan yang Robeknya retina Retinopati Uveitis, metastasis


menyebabkan ablasio diabetikum tumor, melanoma
proliferative, post maligna,
traumatis vitreous retinoblastoma,
traction hemangioma koroid,
makulopati eksudatif
senilis, ablasi
eksudatif post
cryotherapi atau
dyathermi.

15
Pemeriksaan Oftamologikus
Pada funduskopi tampak bulae pada retina yang lepas dengan posisi bergantung pada
posisi dari pasien, cairan akan terakumulasi pada daerah yang paling bebas. Karakteristik
retina halus tanpa lipatan seperti pada ablasio retina regmantogenosa. Pada segmen anterior
dapat terlihat tanda radang seperti injeksi episklera, iridosiklitis, atau bahkan rubeosis
bergantung pada penyebab.Pada kasus kronik eksudat keras dapat terlihat. Pembuluh darah
teleangiektasis yang berdilatasi dapat terlihat.7

1. Pemeriksaan tajam penglihatan

2. Pemeriksaan lapangan pandang

3. Memeriksa apakah ada tanda-tanda trauma

4. Periksa reaksi pupil. Dilatasi pupil yang menetap mengindikasikan adanya trauma.

5. Pemeriksaan slit lamp; anterior segmen biasanya normal, pemeriksaan vitreous untuk
mencari tanda pigmen atau “tobacco dust”, ini merupakan patognomonis dari ablasio
retina pada 75 % kasus.

6. Periksa tekanan bola mata.

7. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop (pupil harus dalam keadaan berdilatasi)

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, namun etiologi penyebab dari
ablasio retina sangat sulit ditentukan hanya berdasarkan gejala klinis semata. Oleh karena itu
diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium. Tes venereal disease research laboratory
(VDRL) dan tes fluorescein treponema antibody (FTA) untuk mengetahui adanya sifilis.
Antibodi antineutrofil sitoplasma, LED, dan faktor reumatoid untuk mengetahui adanya
reumatoid artritis. Ultrasonografi sangat berguna untuk melihat keadaan media. Dapat
melihat ketebalan koroid, massa dalam koroid, lokasi dan ukuran massa koroid, ketebalan
sklera. Pelepasan koroid perifer anular dapat dilihat pada nanophthalmos dan sindrom efusi
uvea. Angiografi fluresen sangat berguna dalam mengidentifikasi daerah yang mengalami
kebocoran di daerah korioretinopati sentral.Hasil temuan histologis memberikan gambaran
yang serupa ablasio retina regmantogenosa ditandai hilangnya lapisan fotoreseptor bagian

16
luar secara cepat dan perubahan kronik dicontohkan dengan retinoskisis, kista, dan proliferasi
epitel pigmen retina. Temuan lainnya adalah kebocoran masif ke dalam retina dan ruang
subretina.7

2.9 Diagnosis Banding


• Retinoschisis degenerative
Degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang dewasa, berlanjut dan
meninggi 2-3 mm posterior ke oraserrata. Daerah yang degenerasi tampak adanya
gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas kistoid pada
lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif.
Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan
ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala
fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan
pandang jarang. 14,15
• Choroidal detachment
Gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi viteroretinal. Defek
lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang luas.14

2.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan ablasio retina saat ini hanya dapat dilakukan dengan operasi,
penatalaksanaan medika mentosa biasa tidak dapat mengobati penyakit ini. Tujuan utama
bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua robekan retina, digunakan
krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel pigmen dan retina sensorik
sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang subretina, mengalirkan cairan
subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.18,19
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada ablasio
retina yaitu :5
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang
terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan
adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.

17
1. Scleral buckling :
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina, menangani
robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk ini
biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama – tama dilakukan
cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina
sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari.18,19
Keuntungan dari tehnik ini adalah menggunakan peralatan dasar, waktu rehabilitasi
pendek, resiko iatrogenic yang menyebabkan kekeruhan lensa rendah, mencegah komplikasi
intraocular seperti perdarahan dan inflamasi.

Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah
drainase cairan sub retina dan dilakukan crioterapi.
2. Pneumatic Retinopexy
Pada metode ini, gas inert atau udara diinjeksi ke dalam vitreus. Dengan cara ini,
retina akan terlekat kembali. Cryosurgery dilakukan sebelum atau sesudah injeksi gas
atau koagulasi laser dilakukan di sekitar defek retina setelahperlekatan retina. Metode ini
sangat cocok digunakan pada kondisi ablasio dengan satu robekan retina pada bagian atas
perifer fundus (arah jam 10 hingga jam 2).12

18
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi
pada robekan retina oleh vitreus dihilangkan .

Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert
disuntikan ke dalam rongga vitreus.
3. Pars Plana Vitrektomy :
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ingá cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan
vitrektomi dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands),
membran, dan perleketan – perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe
dan penyebab ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan
teknik-teknik bedah mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali
operasi.20,21

Keuntungan PPV:
1. Dapat menentukan lokasi defek secara tepat
2. Dapat mengeliminasi media yang mengalami kekeruhan karena teknik ini dapat
dikombinasikan dengan ekstraksi katarak.
3. Dapat langsung menghilangkan penarikan dari vitreous.

Kerugian PPV:
1. Membutuhkan tim yang berpengalaman dan peralatan yang mahal.
2. Dapat menyebabkan katarak.
3. Kemungkinan diperlukan operasi kedua untuk mengeluarkan silicon oil

19
4. Perlu follow up segera (terjadinya reaksi fibrin pada kamera okuli anterior yang
dapat meningkatkan tekanan intraokuler.

Viktektomi

2.10 Komplikasi
Jika pengobatan tertunda, perlepasan retina secara parsial dapat berlanjut sampai
seluruh retina terlepas. Ketika hal ini terjadi, penglihatan normal tidak dapat dipulihkan, dan
penurunan ketajaman visual atau kebutaan terjadi pada mata yang terkena. Komplikasi lain
dapat mencakup perdarahan ke dalam mata (perdarahan vitreous), glaukoma (sudut tertutup),
peradangan, infeksi, dan jaringan parut akibat operasi. Kehilangan persepsi cahaya juga dapat
terjadi.22 Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami
komplikasi, maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif,
PVR). PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut. 1,7

2.11 Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah
operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan
sulit menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi
yang melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus
dimana makula yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.19
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang
dari 1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang
perlangsungannya 1-8minggu memiliki kemungkinan 50 %.18
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya
dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat
akibat pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula.

20
3.12 Pencegahan
Cara pencegahan terbaik adalah mengontrol diabetes dan tekanan darah tinggi. Penderita
diabetes sebaiknya menjalanipemeriksaan mata secara rutin (1 kali/ tahun), yang dimulai
pada tahun ke 5 setelah terdiagnosis menderita diabetes.20

21
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ablasio retina merupakan lepasnya bagian sensoris retina dari Retinal Pigmen
Epithelium (RPE). Ablasio retina dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan
patogenesisnya, yaitu regmatogenosa, traksional, dan eksudatif.
Adapun ablasio retina dapat terjadi akibat berbagai faktor, seperti trauma,
miopia, dan sebagai komplikasi dari pembedahan removal katarak, serta
komplikasi dari penyakit-penyakit seperti diabetes melitus.
Ablasio retina dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti fotopsia
(light flashes atau kilat cahaya), floaters (bercak-bercak gelap di lapangan
pandang), dan defek lapang pandang yang biasanya dideskripsikan sebagai lapang
pandang yang seperti tertutup tirai gelap.
Tujuan dari tatalaksana ablasio retina adalah mengembalikan kontak antara
neurosensorik retina yang terlepas dengan RPE dan eliminasi kekuatan traksi.
Metode operasi yang digunakan bergantung pada lokasi robekan, usia pasien,
gambaran fundus, dan pengalaman ahli bedah. Beberapa metode yang dapat
dipilih yaitu scleral buckling, pneumatic retinopexy, dan pars plana vitrectomy.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Ablasio retina. Sari Ilmu Penyakit Mata. cetakan ke 3. Gaya Baru
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:2003 hal 183-7
2. Chang Huan J. In : Retinal Detachment. The Journal Of The American Medical
Association. 2012. JAMA. 2012;307(13):1447
3. Jalali S. Retinal Detachment. Community Eye Health. 2003.46(16)
4. Nemet A, Moshiri A, Yiu G, Loeweinstein A, Moisseive E. A Review of Innovations
in Rhegmatogenous Retinal Detachment Surgical Techniques. Journal of
Ophthalmology: 2017.
5. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Ablasi retina. Oftalmologi Umum. edisi 17, Alih
Bahasa Tambajong J, Pndit UB. Widya Medika Jakarta : 2006 hal.196-8
6. Sovani I. Artikel Tehnik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998.
7. James Bruce, dkk. Ablasi retina. Oftalmologi. edisi Kesembilan. Erlangga: Ciracas
Jakarta:2003 hal 116-120
8. Newell Frank W. Retinal detachment. Ophthalmology Principles and concepts. Six
Edition, The C.V. Mosby Company : ST. Louis.Toronto.Pricenton :1986 page 338-
341
9. Wu Lihteh, MD. Retinal detachment, rhematogenous opthalmology. Emedicine
[Online] Available from :http:www.emedicine.com
10. Riordan Eva P, Whitcher JP. In :Vaughan and Asbury’s General Opthalmology.16th
ed. New York : McGraw-Hill. 2004.
11. Sovani I. Artikel Tehnik Bakel Sklera pada Ablasio Retina. Jakarta. 1998
12. Kwon O. W., Roh M. I., Song J. H. Retinal Detachment and Proliferative
Victreoretinopathy. In. Retinal Pharmacotheraphy. Britain : Saunders-Elsevier. 2010.
Page 148-51.
13. Gregory Luke Larkin.Retinal Detachment.EMedicine [Online] Available from
:http://www.emedicine.com/emerg/byname/Retinal-Detachment.html
14. James B.,dkk. Ablasi retina. In: Oftalmologi. 9th ed. Erlangga:Ciracas Jakarta; 2003:
117-121.
15. Hollwich F. Ablasi Retina. In: Oftalmologi. Binarupa Aksara: Jakarta; 1993: 263-269.
16. Kanski JJ. Retinal etachment. In: Clinical ophthalmology. 5th ed. Butterworth
Heinemann. Philadelphia; 2003: 349-89.

23
17. The Eye MD. Association, Retina and Vitreus. In: Basic and clinical science cource
2003-2004 on CD-ROM, section 12. America Academy of Ophthalmology: 2003-
2004.
18. Kanski JJ. Retinal. Retinal Detachment. In: Clinical Ophthalmology. 3rd ed. Elsevier
Group.
19. Artini W. Pemeriksaan Dasar Mata. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2011.
20. James B, et al. Lecture Notes On Opthalmology . 11th ed. Blackwell Science Ltd.
2012.
21. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age
International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
22. Retinal detachment. United States. (Cited on 2014). Available from URL
https://www.mdguidelines.com/retinal-detachment

24

Anda mungkin juga menyukai