Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hifema adalah suatu keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan yang diakibatkan oleh robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar.1

Insidens tertinggi hifema terjadi pada populasi muda (70%) dengan usia rata-rata

berkisar 10-20 tahun.2

Berdasarkan etiologinya, hifema dibagi menjadi hifema akibat trauma,

hifema iatrogenic dan hifema spontan. Hifema akibat trauma merupakan hifema

yang paling sering ditemui. Trauma yang terjadi umumnyadisebabkan oleh benda

tumpul seperti peluru mainan, mainan proyektil, batu, bola, paint ball, air bags,

peluru pistol BB dan tinju. Sekitar 75% dari laki-laki mengalami hifema akibat

trauma.4

Tatalaksana hifema ditujukan untuk mencegah komplikasi yang dapat

terjadi. Pemakaian pelindung mata pada mata yang terkena, pembatasan aktivitas,

dan elevasi kepala merupakan tatalaksana konservatif dari hifema. Penderita harus

dimonitor ketat dalam beberapa hari setelah kejadian karena risiko terjadinya

perdarahan ulang. Pemberian aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (NSAID)

tidak boleh diberikan kepada penderita sebagai analgetik karena dapat

meningkatkan risiko perdarahan.5

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

mengangkat laporan kasus mengenai hifema.

1
1.2 Batasan Masalah

Case Report Session ini membahas tentang anatomi bilik mata depan dan

hifema (definisi, epidemiologi, etiologi, factor risiko, klasifikasi, patofisiologi,

pathogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk menambah wawasan

tentang hifema.

1.4 MetodePenulisan

Penulisan Case Report Session ini dilakukan melalui tinjauan berbagai

literature yang relevan terkait hifema.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

2.1.1 Anatomi Iris

Iris merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior dimana iris

bersambungan dengan permukaan anterior lensa dan memisahkan bilik mata

depan dari bilik mata belakang. Iris memiliki permukaan pipih dengan pupil

dibagian tengahnya. Perdarahan iris didapat dari sirkulus mayor iris. Kapiler-

kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya

tidak membocorkan fluorescein yang disuntikkan secara intravena. Persarafan

sensoris iris melalui serabut-serabut dalam nervi ciliares.6

2.1.2 Anatomi Korpus Siliaris

Korpus siliaris membentang dari ujung anterior koroid kepangkal iris

dimana korpus siliaris terdiri atas zona anterior yang berombak-ombak, pars

plikata, zona posterior yang datar dan pars plana. Prosesus siliaris berasal dari

pars plikata dan terutama terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-

vena vorticosa. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi

sebagai pembentuk akuos humor.6

Muskulus siliaris tersusun dari serat-serat longitudinal, sirkular dan radial.

Serat sirkular berfungsi untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula. Serat

longitudinal mempengaruhi besar pori anyaman trabekula. Pembuluh darah yang

mendarahi korpus siliaris berasal dari sirkulus arteriosus mayor iris.6

3
2.1.3 Anatomi Bilik Mata Depan

Merupakan ruangan diantara iris dan kornea. Humor akuos yang dihasilkan

oleh badan siliaris akan mengalir dari bilik mata belakang menuju bilik mata

depan.7 Anatomi iris, korpus siliaris, dan sudut bilik mata depan secara jelas dapat

dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Anatomi Iris, Korpus Siliaris dan Bilik Mata Depan

2.2 Hifema

2.2.1 Definisi

Hifema adalah darah yang terdapat dalam bilik mata depan yang

diakibatkan oleh robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar. Penyebab

terbanyak hifema adalah trauma dan umumnya trauma ini selalu dikaitkan dengan

trauma akibat bola tenis.1

4
2.2.2 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata kasus hifema adalah 17 kasusdari 100.000

orang.Hifema yang sering terjadi merupakan hifema akibat trauma pada mata.

Trauma yang terjadi umumnya disebabkan oleh trauma akibat benda tumpul,

misalnya bola, batu, peluru mainan, paint ball dan tinju. Laki-laki memiliki risiko

lebih tinggi disbanding perempuan dengan perbandingan 3:1. Insidens tertinggi

hifema terjadi pada populasi muda dengan kisaran umur 10-20 tahun. Hifema

pada anak-anak umumnya disebabkan karena bermain dengan teman-temannya

sementara pada orang dewasa kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan. Olahraga

merupakan salah satu factor risiko terjadinya hifema akibat trauma, dimana

olahraga yang berisiko tinggi meliputi baseball, softball, basketball, bola dan paint

ball.2,3,4

2.2.3 Etiologi dan Faktor risiko5

a. Hifema akibat trauma

Trauma tumpul merupakan penyebab utama terjadinya hifema

traumatika. Kompresipada bola mata mengakibatkan kerusakan pada iris,

badan siliaris, anyaman trabekular, dan struktur pembuluh darah. Pembuluh

darah yang mengalami gaya regang akan rupture dan mengakibatkan

berkumpulnya darah di bilik mata depan..

b. Hifema iatrogenik

Hifema yang diakibatkan oleh tindakan medis, seperti

pembedahan. Intraoperatif dan post operatif hifema merupakan salah satu

5
komplikasi pada bedah mata. Hifema dapat terjadi sebagai kejadian tidak

diharapkan setelah prosedur laser mata akan tetapi umumnya hifema ini

dapat sembuh spontan.

c. Hifema spontan

Umumnya hifema ini sulit dibedakan dengan hifema traumatika.

Hifema spontan disebabkan oleh neovaskularisasi seperti pada diabetes

mellitus, iskemik dan sikatriks, neoplasma okuler seperti retinoblastoma,

uveitis atau kelainan vaskuler seperti xanthogranuloma juvenile.

2.2.4 Patofisiologi

Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema

sering terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau

limbus dapat menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang

singkat di dalam bola mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan

jaringan sklera yang tidak elastis sehingga terjadi perenggangan-perenggangan

dan robekan pada kornea, sklera sudut iridokornea, badan siliar yang dapat

menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat terjadi oleh karena resorbsi

dari pembekuan darah terjadi cepat, sehinggapembuluh darah tidak mendapat

waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan

lagi.8

Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan

primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan

sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme

pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis yang lebih

6
buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor

pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah yang mungkin diakibatkan karena

terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses

penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah

merah melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan

iris. Penyerapan melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang

dapat berlebihan di dataran depan iris.8

Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat

hemosiderin berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan

pigmen ini ke dalam lapis kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan

kornea terutama di bagian sentral sehingga terjadi perubahan warna kornea

menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.8

Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya,

namun bila jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke

dalam trabekula, sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.8

2.2.5 Diagnosis

2.2.5.1 Anamnesis

Adanya riwayat trauma yang mengenai mata dapat menjadi poin penting

penegakan diagnosis hifema. Pada saat anamnesis kasus trauma mata

ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi trauma dan bahan benda yang

mengenai mata tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi, atau bahan lainnya.

Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan adanya penurunan

visus disertai nyeri kepala sekitar mata karena berhubungan dengan

7
peningkatan tekanan intraokuler. Perlu juga ditanyakan riwayat kesehatan

mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan

ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah

kecelakaan tersebut, ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat

gangguan pembekuaan darah atau penggunaan anti koagulan sistemik seperti

aspirin atau warfarin.9

2.2.5.2 Gejala Klinis

Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA (dapat

diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan penurunan visus.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,

fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme,

edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat.8

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah

berbatas tegas yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup

banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah

COA, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil

mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi

pewarnaan darah (blood staining) pada kornea, anisokor pupil.3

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah

mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara

langsung dapat mengakibatkan tekanan intra okuler meningkat akibat

bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intra okuler

ini disebut glaucoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat

8
massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang

humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang

lama berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada

dinding kornea dan kerusakan kornea.2,10

Grading hifema ditentukan berdasarkan banyaknya darah yang mengisi

COA.

1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA

2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA

3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA

4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA

Tabel 2.1 Grading Hifema2

9
2.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;

visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan

retina.

b. Tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

c. Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan irido

corneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

d. Pemeriksaan oftalmoskopi

e. Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaucoma bila TIO

normal atau meningkat ringan.

f. UBM (Ultrasound Biomicroscopic) untuk menyingkirkan adanya

perdarahan vitreus atau ablasio retina

2.2.6 Tatalaksana

Pada dasarnya pengobatan hifema bertujuan untuk :

Menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang

Mengeluarkan darah dari COA

Mengendalikan tekanan intra okular

Mencegah terjadinya imbibisi kornea

Mengobati uveitis akibat hifema

Pasien hifema sebaiknya diistirahatkan dan dielevasikan 30-60 derajat.

Pemberian steroid tetes harus segera dimulai. Aspirin dan antiinflamasi nonsteroid

harus dihindari. Dilatasi pupil dapat meningkatkan risiko perdarahan kembali

sehingga mungkin ditunda sampai hifema reda dengan penyerapan spontan. Oleh

10
karena itu, pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan segmen posterior mungkin

memerlukan pemeriksaan ultrasonografi. Mata sebaiknya diperiksa secara berkala

untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di

kornea akibat pigmen besi.6

Pemberian medikamentosa seperti agen sikloplegik (seperti atropin 1%

tetes, satu kali sehari) dapat diberika untuk mencegah terbentuknya sinekia.10

Pemberian koagulansia juga harus diberikan untuk menghentikan pendarahan.

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral

seperti vit K. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti

fibrinolitik seperti asam tranexamat dengan pemberian 4 kali 250 mg selama

maksimal 5 hari.2

Tatalaksana glaukoma meliputi terapi topikal dengan penyekat- (mis,

timolol 0,25% 2 kali sehari), analog prostaglandin (mis, latanoprost 0,005%

malam hari), dorzolamide 2% dua atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5%

tiga kali sehari. Terapi oral dengan acetazolamide 250 mg per oral empat kali

sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol) dapat pula

digunakan bila terapi topikal tidak efektif.6

Hifema harus dievakuasi secara bedah bila tekanan intraokular tetap tinggi

(> 35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari

kerusakan nervus optikus dan pewarnaan kornea, tetapi terdapat risiko terjadinya

perdarahan kembali. Jika pasien mengidap hemoglobulinopati, besar

kemungkinan terjadi atrofi optik glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah

secara bedah harus dipertimbangkan lebih dari awal. Instrumen-instrumen

vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan membilas

11
(levage) bilik mata depan. Dimasukkan alat irigasi dan probe mekanis di sebelah

anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan

iris dan lensa. Jangan mencoba mengeluarkan bekuan yang terdapat di sudut bilik

mata depan atau di jaringan iris. Di sini, dilakukan iridektomi perifer. Cara lain

untuk membersihkan bilik mata depan adalah dengan evakuasi viskoelastik.

Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskoelastik, dan

sebuah insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk

memungkinkan hifema di dorong keluar.6

Glaukoma onset lambat dapat timbul setelah beberapa bulan atau tahun,

terutama bila terdapat penyempitan sudut bilik mata depan lebih dari satu

kuadran. Pada sejumlah kasus yang jarang, bercak darah di kornea menghilang

secara perlahan-lahan dalam jangka waktu hingga satu tahun.6

Karena hifema sering terjadi akibat trauma, maka menggunakan kacamata

pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga dapat mengurangi

resiko terjadinya hifema.6

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada hifema diantaranya:

a. Perdarahan berulang. Insidensinya adalah antara 3 dan 26%. Tingkat

komplikasinya setelah perdarahan ulang jauh lebih tinggi daripada setelah

perdarahan pertama. Faktor risiko meliputi penyakit sel sabit, pada terapi

antikoagulan sistemik, dan perdarahan awal yang lebih besar.11

b. Pewarnaan darah kornea (corneal blood staining). Patologi ini paling baik

dikenali dengan slit lamp, menggunakan perbesaran tinggi dan berkas

12
sempit untuk menemukan perubahan warna kekuning-kuningan pada

kornea posterior. Meski kondisinya dilaporkan pada tekanan intra okuler

yang rendah, faktor risiko yang paling penting adalah TIO yang terus

meningkat. Pasien dengan TIO tinggi harus dipantau ketat, dan intervensi

bedah harus lebih awal jika tanda-tanda pewarnaan darah kornea muncul.

Jika pewarnaan telah terjadi dan operasi segmen posterior diindikasikan,

vitrektomi TKP atau endoskopi dapat dilakukan.11

c. Glaukoma. Ini merupakan komplikasi yang umum terjadi (kejadiannya

sampai 14% dengan awal dan 25-67% dengan perdarahan berulang),

gonioskopi harus dilakukan beberapa minggu setelah perdarahan hilang

untuk menurunkan risiko perdarahan berulang.11

d. Sinekia posterior. Jarang terjadi jika pasien ditangani dengan baik. Lebih

sering terjadi pada pembedahan yang dilakukan untuk mengevakuasi

hifema.10

e. Sinekia anterior perifer. Sering pada pasien yang ditangani secara medis

hifema masih tertinggal dalam waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari

9 hari. Disebabkan iritis yang terjadi cukup lama karena trauma awal

dan/atau iritis kimia akibat darah pada bilik mata depan.10

f. Atrofi papil. Terjadi pada peningkatan TIO yang lama ataupun bila

terdapat kontusio pada N. optikus. Terjadi pada TIO yang menetap tinggi

50 mmHg selama 5 hari atau 35 mmHg selama 7 hari.10

13
2.2.8 Prognosis

Tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli

anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,

prognosisnya baik karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam

beberapa hari. Hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung

pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman

penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka

prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan

kebutaan.2,12

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 9 tahun dirawat di bangsal Mata RSUP Dr. M.

Djamil Padang pada tanggal 4 Mei 2017 dengan:

Keluhan Utama:

Mata kiri kabur sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Mata kiri kabur sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya mata

kiri terkena lentingan peluru mainan.

Mata kiri terasa nyeri, merah dan berair.

Pasien merasakan sakit kepala.

Tidak ada mual dan muntah

Pasien berobat ke RSUD Pariaman kemudian dirujuk ke RSUP Dr M Djamil

Padang karena dikatakan ada darah dalam bola mata kirinya, pasien dirujuk

dalam keadaan kepalanya ditinggikan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memakai kacamata dan tidak pernah menderita trauma mata

sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti yang dikeluhkan pasien ini.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

15
Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan Darah :110/70 mmHg

Nadi : 84x/menit

Nafas : 24x/menit

Suhu : 36,7 0C

Keadaan gizi : baik

Tinggi badan : 120 cm

Berat badan : 24 kg

Sianosis : tidak ada

Edema : tidak ada

Anemis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Kulit : Tidak ada kelainan

Kelenjar Getah Bening : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

Kepala : normocephal

Rambut : hitam, tidak mudah rontok

Mata : Status ophtalmikus

THT : Tidak ada kelainan

Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

Leher : tidak ada kelainan

Torak :

Paru : auskultasi vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Jantung : bunyi jantung murni, irama teratur, bising

(-)

16
Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Punggung : tidak ada kelainan

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : tidak ada kelainan

Ekstremitas : Defisit neurologis (-), edema (-)

Status Oftalmikus

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 6/6 6/6 f

Visus dengan koreksi Pin hole 6/6

Refleks fundus + +

Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Silia / supersilia
Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),


Konjungtiva Tarsalis
folikel (-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)


Konjungtiva Bulbii
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjunktiva (+)

Sklera Warna putih Warna putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli Cukup dalam Koagulum (+) 3 mm

17
Anterior

Iris Coklat Coklat

Bulat, RP (+/+), diameter Bulat, RP (+/+) diameter


Pupil
2-3 mm 2-3 mm

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Jernih Jernih

Fundus :

- Media Bening Bening

Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
- Papil
0,4 0,4

- Pembuluh
aa:vv = 2:3 aa:vv = 2:3
darah

- Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)

- Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Gambar

18
Diagnosis Kerja

Hifema Traumatika grade I OS

Terapi :

Bed rest

Posop ed 6x1 OS

Vit. C 3x50 mg

Vit. K 2x1

Prognosis :

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

Follow Up 6 Mei 2017

S/ - mata kabur (+) berkurang

- nyeri (+) berkurang

O/ Status oftalmikus

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 6/6 6/6 f

Visus dengan koreksi Pin hole 6/6

Refleks fundus + +

Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Silia / supersilia
Madarosis (-) Madarosis (-)

19
Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),


Konjungtiva Tarsalis
folikel (-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)


Konjungtiva Bulbii
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjunktiva (+)

Sklera Warna putih Warna putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli
Cukup dalam Koagulum (+) 2 mm
Anterior

Iris Coklat Coklat

Bulat, RP (+/+), diameter Bulat, RP (+/+) diameter


Pupil
2-3 mm 2-3 mm

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Jernih Jernih

Fundus :

- Media Bening Bening

Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
- Papil
0,4 0,4

- Pembuluh
aa:vv = 2:3 aa:vv = 2:3
darah

20
- Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)

- Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Gambar

A/ Hifema traumatika grade I OS

P/ - Bedrest

- Posop ed tiap 2 jam OS

- Vit C 3x50 mg

- Vit K 2x1

Follow up 7 Mei 2017

S/ - mata kabur (+) berkurang

- nyeri (+)

O/ Status oftalmikus

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 6/6 6/6 f

21
Visus dengan koreksi Pin hole 6/6

Refleks fundus + +

Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Silia / supersilia
Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),


Konjungtiva Tarsalis
folikel (-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)


Konjungtiva Bulbii
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjunktiva (+)

Sklera Warna putih Warna putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli Hifema (+)


Cukup dalam
Anterior Koagulum(+)

Iris Coklat Koagulum (+)

Bulat, RP (+/+), diameter Bulat, RP (+/+) diameter


Pupil
2-3 mm 2-3 mm

Lensa Bening Bening

Korpus vitreum Jernih Jernih

Fundus :

- Media Bening Bening

22
Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
- Papil
0,4 0,4

- Pembuluh
aa:vv = 2:3 aa:vv = 2:3
darah

- Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)

- Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Gambar

A/ Hifema traumatika grade I OS + rebleeding hari 1

P/ - Bed rest, elevasi 30-45o

- Posop ed tiap 2 jam OS

- Vit C 3x50 mg po

- Transamin 3x1 po

- SA ed 2x1 OS

- Metilprednisolon 1x16 mg po

Follow up 8 Mei 2017

S/ - mata kabur (+) berkurang

- mata kiri nyeri (+) berkurang

23
O/ Status oftalmikus

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 6/6 6/6 f

Visus dengan koreksi Pin hole 6/6

Refleks fundus + +

Trikiasis (-) Trikiasis (-)


Silia / supersilia
Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra superior Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Hiperemis (-), Papil (-), Hiperemis (-), Papil (-),


Konjungtiva Tarsalis
folikel (-), sikatrik (-) folikel (-), sikatrik (-)

Konjungtiva Forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (+)


Konjungtiva Bulbii
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjunktiva (+)

Sklera Warna putih Warna putih

Kornea Bening Bening

Kamera Okuli
Cukup dalam Koagulum(+)
Anterior

Iris Coklat Koagulum (+)

Bulat, RP (+/+), diameter


Pupil Semi midriasis (SA)
2-3 mm

Lensa Bening Bening

24
Korpus vitreum Jernih Jernih

Fundus :

- Media Bening Bening

Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
- Papil
0,4 0,4

- Pembuluh
aa:vv = 2:3 aa:vv = 2:3
darah

- Retina Perdarahan (-), eksudat (-) Perdarahan (-), eksudat (-)

- Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus okuli Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Gambar

A/ Hifema Traumatika grade I OS + rebleding hari ke 2

P/ - Bed rest

- Posop ed tiap 2 jam OS

- Vitamin C 3x50 mg

- Transamin 3x1 po

- SA ed 2x1 OS

- Metilprednisolon 1x16 mg po

- Tutup perban

25
BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien laki-laki berusia 9 tahun dirawat di bangsal mata RSUP Dr

M Djamil Pdang dengan diagnosis hifema traumatika grade I OS. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis

didapatkan pasien merasa mata kirinya kabur, nyeri, berair, dan terdapat gumpalan

darah di bola mata bagian bawah 4 jam sebelum masuk rumah sakit, dimana

sebelumnya pasien terkena lentingan peluru mainan ke mata kirinya ketika

bermain. Hal ini menunjukkan pasien mengalami trauma tumpul pada mata

kirinya. Trauma tumpul pada mata menimbulkan gaya-gaya konstusif yang dapat

merobek pembuluh-pembuluh darah di iris atau badan siliar dan merusak sudut

bilik mata depan. Akibat robeknya pembuluh darah, darah di dalam aquos humor

dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema).6

Gejala klinis yang dikeluhkan pasien sesuai dengan gejala yang terjadi pada

hifema, yaitu pasien akan mengeluh sakit pada mata yang terkena, desertai dengan

epifora dan blefarospasme. Pengelihatan pasien akan sangat menurun, dan ketika

pasien duduk akan terlihat darah terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan

hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan tergantung derajat

keparahannya.8 Manifestasi klinis lain yang dapat terjadi berdasarkan kecepatan

dan kekuatan trauma tergantung kepada bagian mata yang dikenainya, dapat

berupa kelainan pada konjungtiva, kelainan kornea, kelainan pupil dan iris, dan

kelainan lensa.

26
Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien ini, status generalis dalam

batas normal, sedangkan pada pemeriksaan status oftalmologi didapatkan visus

mata kiri 6/6 f, pada konjuntiva bulbi terdapat injeksi siliar dan injeksi

konjungtiva yang menandakan adanya proses inflamasi, dan pada kamera okuli

anterior terdapat koagulum 3mm (<1/3 COA). Hal ini dapat mendukung dalam

mendiagnosis hifema pada pasien.

Pasien merupakan rujukan dari RSUD Pariaman dan kepala ditinggikan

selama rujukan dengan tujuan membiarkan darah mengendap dan mempercepat

proses absorbsi dari hifema, hal ini sesuai dengan tujuan terapi secara umum dari

hifema yaitu untuk mencegah kemungkinan terjadinya perdarahan berulang atau

perdarahan sekunder dan menurunkan resiko terjadinya corneal blooad staining

dan atrofi optik.9 Di RSUP Dr M Djamil pasien dilakukan bed rest pada hari

kedua rawatan serta mendapatkan terapi medikamentosa posop ed 6x1 OS, Vit. C

3x 50 mg, Vit. K 2x1. Posop ed berisi fluorometholone ophtalmic yang

merupakan golongan kortikosteroid, hal ini sesuai dengan tatalaksanan

medikamentosa pada hifema, yaitu steroid tetes harus segera diberikan untuk

mengontrol inflamasi dan berperan dalam mencegah terjadinya perdarahan

berulang. Vitamin K dan Vitamin C sebagai koagulansia yang berperan dalam

menekan/menghentikan perdarahan.11 Mata yang mengalami trauma sebaiknya

ditutup untuk mengurangi pergerakan mata.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hifema yaitu

pemeriksaan lengkap bagian anterior dan posterior bola mata untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur orbita. Selain itu pemeriksaan

ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menilai adanya kerusakan bagian

27
posterior orbita. Pemeriksaan struktur sudut bilik mata menggunakan gonioskopi

penting dilakukan untuk mengetahui severitas trauma tumpul yang memicu

terjadinya hifema, pemeriksaan ini biasanya ditunda sampai periode resiko tinggi

terjadinya perdarahan berulang dalam lima hari terlewati.10 Pada pasien ini

pemeriksaan yang telah dilakukan yaitu pemeriksaan fisik, pemeriksaan mata

menggunakan funduskopi dan slit lamp.

Prognosis hifema bergantung pada jumlah darah dalam bilik mata depan.

Bila darah sedikit dalam bilik mata, maka darah akan terserap dan jernih dengan

sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan,

maka prognosis buruk dan dapat disertai beberapa penyulit.12 Mata sebaiknya

diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan berulang dan atau/

perdarahan sekunder, komplikasi glaukoma, atau adanya bercak darah di kornea

akibat pigmen besi. Waktu terjadinya perdarahan berulang 25% kasus terjadi pada

2-5 hari.6 Prognosis pada pasien ini baik dikarenakan derajat hifema pada derajat I

atau banyaknya darah <1/3 pada COA.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Suprapto N, Irawati Y. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat.

FKUI: Jakarta.

2. Dersu II. Hyphema Glaukocoma. [Internet]. Updated: 2016 Mar 24, Cited:

2017 May 6. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overview#showall

3. Lenihan P, Hitchmoth D. 2014. Traumatic hyphema: A teaching case

report. Opted Journal 39(3)

4. Nash DL. Hyphema. [Internet]. Updated: 2016 Dec 14, Cited: 2017 May

6. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1190165-

overview#a6

5. Gregory WO. Hyphema. [Internet]. Updated: 2015 Jan 6, Cited: 2017 May

6. Available from: http://eyewiki.aao.org/Hyphema

6. Vaughan, DG. Asbury, T. 2007. Glaukoma dalam Oftalmologi Umum

edisi 17. WidyaMedika : Jakarta. hal 223.

7. Connie S. 1982. The eye and visual nervous system: anatomy, physiology

and toxicology. Environmental health perspectives 44: 1-8.

8. Ilyas, S. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. FKUI, Jakarta,

2014. Hal 284.

9. Kunimoto,Y,Derek, Kunal D.Kanitkar, Mary S.Makar. The Wills Eye

Manual-Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of eye

Disease, Fourth Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins, 2004. p

21-25.

29
10. Shaik N, Arora J, Liao J, Rizzuti AE. Trauma to the anterior Chamber

and Lens. In Textbook of Ocular Trauma Evaluation and Treatment. New

York: Springer International Publishing, 2017. p 17-32.

11. Kuhn, F. Anterior chamber. In Ocular Traumatology. New York:

Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2008. p 209.

12. American Academy of Ophtalmology. 2008. External Disease and Cornea

Section 8. Singapore : America Academy of Ophtalmology. Hal : 398-399.

30

Anda mungkin juga menyukai