PENDAHULUAN
Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-
1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan
Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi
nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa terhadap
suatu rangsangan. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anestetik, dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Anestesi
umum bekerja di Susunan Saraf Pusat, sedangkan anestetik lokal bekerja langsung pada
Obat anestesi lokal yang disuntikkan ke dalam cairan serembrospinal di dalam ruang
subarachnoid (intratekal) akan menghasilkan efek anestesi spinal, sedangkan jika disuntikkan
ke dalam ruang yang berada di kanal vertebra namun di luar atau superfisial dari duramater
akan menghasilkan efek anestesi epidural, dan jika obat anestesi lokal disuntikan ke ruang
epidural kaudal melewati hiatus sacral akan menimbulkan efek anestesi kaudal yang
merupakan bagian dari anestesi epidural khusus. Anestesi spinal, epidural dan kaudal
termasuk ke dalam anestesi regional. Teknik blok perifer juga termasuk ke dalam regional
anestesi, yang mencakup anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia
regional intravena.
Anestesi spinal dan epidural telah secara luas digunakan pada kasus-kasus ortopedi,
obstetri dan anggota tubuh bagian bawah, serta operasi abdomen bagian bawah. Spinal
anestesi, diperkenalkan oleh Bier Agustus 1898, adalah teknik regional pertama utama dalam
praktek klinis. Dalam kasus ortopedi yang meliputi ekstremitas bawah, akan dipakai teknik
anestesi spinal untuk memblok pleksus lumbosakral sehingga akan menghambat impuls
1
sensorik, motorik, dan autonom yang sampai ke ekstremitas bawah. Keuntungan dari anestesi
spinal dibandingkan dengan anestesi epidural adalah kecepatan onsetnya. Kerugian anestesi
spinal adalah tingginya kejadian hipotensi, ada mual-muntah, kemungkinan adanya post
spinal headache, lama kerja obat anestesi terbatas. Komplikasi yang paling umum ditemui
dengan anestesi spinal adalah hipotensi, yang disebabkan blokade sistem saraf simpatik.
Akibatnya, penurunan resistensi vaskuler sistemik dan perifer terjadi penurunan cardiac
output. Dalam beberapa kasus, efek kardiovaskular dapat bermanifestasi sebagai hipotensi
Makalah ini membahas mengenai anestesi regional dan penerapannya pada kasus
fraktur femur.
anestesi regional.
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk pada
berbagai literatur.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pengetahuan yang baik tentang anatomi kolumna vertebralis merupakan salah satu
faktor keberhasilan tindakan anestesi spinal. Di samping itu, pengetahuan tentang penyebaran
analgesia lokal dalam cairan serebrospinal dan level analgesia diperlukan untuk menjaga
Vertebra lumbalis merupakan vertebra yang paling penting dalam spinal anestesi,
karena sebagian besar penusukan pada spinal anestesi dilakukan pada daerah ini. Kolumna
vertebralis terdiri dari 33 korpus vertebralis yang dibagi menjadi 5 bagian yaitu 7 servikal, 12
lengkungan yaitu daerah servikal dan lumbal melengkung ke depan, daerah thorakal dan
sakral melengkung ke belakang sehingga pada waktu berbaring daerah tertinggi adalah L3,
lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeus yang dihubungkan dengan melekatnya kelompok- kelompok
saraf. Panjang setiap segmen berbeda-beda, seperti segmen tengah thorakal lebih kurang 2
kali panjang segmen servikal atau lumbal atas.Terdapat dua pelebaran yang berhubungan
dengan saraf servikal atas dan bawah.Pelebaran servikal merupakan asal serabut-serabut saraf
dalam pleksus brakhialis.Pelebaran lumbal sesuai dengan asal serabut saraf dalam pleksus
tulang belakang penting artinya dalam klinik untuk menentukan tinggi lesi pada medulla
Lapisan yang harus ditembus untuk mencapai ruang subarakhnoid dari luar yaitu kulit,
3
antara duramater dan piamater serta mengikuti otak sampai medulla spinalis dan melekat
pada duramater.Antara arakhnoid dan piamater terdapat ruang yang disebut ruang sub
arakhnoid.
Duramater dan arakhnoid berakhir sebagai tabung pada vertebra sakral 2, sehingga
dibawah batas tersebut tidak terdapat cairan serebrospinal. Ruang sub arakhnoid merupakan
sebuah rongga yang terletak sepanjang tulang belakang berisi cairan otak, jaringan lemak,
pembuluh darah dan serabut saraf spinal yang berasal dari medulla spinalis. Pada orang
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara pada
impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir untuk sementara
4
(reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap
sadar.
1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan
analgesia regional intravena.
2.4.1.1 Definisi
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub
arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5. Untuk mencapai cairan
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis Lig. Supraspinosum
5
2.4.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi
b. Bedah panggul
d. Bedah obstetrik-ginekologi
e. Bedah urologi
g. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
a. Pasien menolak
a. Infeksi sistemik
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Penyakit jantung
6
g. Hipovolemia ringan
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya
ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba
tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
Time)
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum
7
Gambar 2.3 Jenis Jarum Anestesi Spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja
operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
obat.
a. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau duduk dan buat
b. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang
punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya L2-L3, L3-L4 atau
L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko trauma terhadap medulla spinalis.
e. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum kecil 27G atau 29G
8
semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis, subkutis, ligamentum supraspinosum,
subarachnoid tersebut.
1. Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
analgetik.
9
6. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
8. Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
9. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi
pasien.
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. Anastetik
lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik lokal dengan berat jenis
lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local dengan berat jenis lebih kecil dari css
disebut hipobarik. Anastetik local yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh
dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya
digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi. Efek klinis anestesi
lokal intratekal bergantung pada penyerapan dan distribusi obat dalam CSF dan eliminasinya.
a. Procaine. Procaine merupakan anestesi lokal ester kerja cepat dan salah satu anestesi
spinal tertua, yang awalnya menggantikan kokain sebagai obat pilihan anestesi spinal
pada awal abad ke-20. Procaine sendiri kemudian digantikan oleh lidokain, namun
procaine baru-baru ini telah diperiksa ulang sebagai alternatif anestesi lokal yang
bekerja cepat. Namun, ini masih tidak umum digunakan karena tingkat kegagalan
10
yang lebih tinggi dari lidokain, secara signifikan lebih mual, dan waktu pemulihan
lebih lambat. Jika digunakan, obat ini lebih sering diberikan sebagai obat hiperbarik
digunakan dalam anestesi spinal operasi rawat jalan. Sekarang, preparat bebas
pengawet dari kloroprokain diberikan dalam dosis kecil (30 mg -60 mg)
menghasilkan anestesi spinal dengan durasi yang cepat, dengan waktu pemulihan
lebih cepat dari prokain, lidokain, dan bupivakain. TNS dapat terjadi dapat terjadi
dengan sediaan kloroprokain modern, walaupun pada tingkat yang jauh lebih rendah
c. Articaine. Telah banyak digunakan sejak tahun 1973 untuk blok saraf gigi dengan
profil keamanan yang baik. Intrathecal articaine belum banyak diteliti, namun
tampaknya memberikan anestesi spinal cepat pada sekitar 1 jam, dengan waktu
d. Lidocaine. Memiliki onset cepat dan durasi menengah dan digunakan dalam dosis 50
sampai 100 mg untuk prosedur yang lebih pendek yang dapat diselesaikan dalam 1,5
jam atau kurang. Ini secara tradisional disiapkan sebagai larutan 5% dalam dekstrosa
7,5%; reparasi ini telah dikaitkan dengan cedera saraf permanen dan gejala neurologis
sementara (TNS).
blok pada T10 selama 100 sampai 130 menit, sedangkan 20 mg dikombinasikan
dengan fentanil telah berhasil digunakan untuk operasi lutut arthroscopic ambulatory.
Prilocaine jarang dikaitkan dengan TNS. Dalam dosis besar (> 600 mg), prilokain
11
dosis yang digunakan untuk anestesi spinal, namun telah dilaporkan setelah epidural
infus.
f. Mepivacaine. Mepivacaine adalah obat anestesi lokal amide short-acting. Ini pertama
kali diperkenalkan untuk anestesi spinal pada tahun 1962 dan pada awalnya disiapkan
insidensi TNS setelah mepivacaine hiperbarik serupa dengan lidokain, walaupun TNS
dan tanpa aditif telah digunakan dan, bila dibandingkan dengan lidokain, mepivacaine
sepersepuluh dari kloroprokain. Ini dikemas baik sebagai kristal niphanoid (20 mg)
hiperbarik yang bisa digunakan untuk operasi perineum dan abdomen dalam dosis 5
durasi tetrakain saja bisa tidak bisa diandalkan. Meskipun kombinasi semacam itu
bisa memberikan anestesi selama 5 jam, penambahan fenilefrin secara khusus telah
b. Bupivacaine. Hal ini sesuai untuk prosedur yang berlangsung hingga 2,5 sampai 3
jam. Bupivakain tersedia sebagai 0,25%, 0,5%, dan 0,75% larutan isobarik yang jelas
dan juga sebagai hiperbarik0,5% (di Eropa) dan larutan 0,75% mengandung glukosa
12
dibandingkan dengan CSF. Profil pemulihan menggunakan dosis kecil tampaknya
serupa dengan lidokain dan dengan demikian bupivakain dosis rendah digunakan
dalam prosedur rawat jalan. Sebuah tinjauan sistematis baru-baru ini menyimpulkan
cukup memadai untuk prosedur artroskopi lutut pendek. Bupivacaine jarang dikaitkan
dengan TNS.
dan memiliki onset dan durasi yang sama, potensi levobupivakain nampaknya sedikit
kurang dari bupivakain. Namun demikian, sebagian besar studi klinis yang
levobupivacaine adalah bahwa hal itu kurang kardiotoksik daripada bupivakain, yang
lebih merupakan teoritis daripada risiko nyata dalam penetapan anestesi spinal.
sama (8.1) dan karenanya juga ditandai dengan onset yang lambat dan durasi tindakan
motorik yang lebih besar, yang mengakibatkan blok motor lebih sedikit.Selanjutnya,
potensi ropivacaine ditemukan 0,6 dari bupivakain. Bila ropivacaine diberikan dalam
dosis setara dengan bupivakain, ada sedikit blok motor dan pemulihan awal dengan
ropivacaine.
13
Penyebaran anastetik local tergantung:
1) Faktor utama:
b) Posisi pasien
2) Faktor tambahan :
a) Ketinggian suntikan
b) Kecepatan suntikan/barbotase
c) Ukuran jarum
2. Besarnya dosis
14
4. Besarnya penyebaran anestetik local
delayed.
Komplikasi tindakan :
a. Hipotensi berat: Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.
c. Hipoventilasi : Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
e. Trauma saraf
f. Mual-muntah
g. Gangguan pendengaran
b. Nyeri punggung
d. Retensio urine
e. Meningitis
15
2.4.2 Anestesi epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di
ruang epidural. Ruang ini berada di antara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman
ruang ini rata-rata 5 mm dan di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang
terletak di lateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,
Bisa segmental
Reaksi sistemis
16
Komplikasi anestesi / analgesi epidural :
4. Mual muntah
tidak akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup
untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering
teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang
dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk
analgesia.
dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah
dimasukkan.
17
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
1. Kurangnya persetujuan
(misalnya warfarin)
3. Risiko hematoma
6. Hipovolemia
2. Usia pasien
18
3. Kecepatan suntikan
4. Besarnya dosis
6. Posisi pasien
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
19
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik
lokal pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian
yang disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam
Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl
tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test
dose)
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung
jarum diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu)
1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah
benar
20
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan
anestetik lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.
7. Dosis maksimal dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada
konsentrasi obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada
wanita hamil dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya
Blok parsial + ++
Blok lengkap - -
21
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
2. Bupivakain (Markain)
digunakan <20ml.
Komplikasi:
4. Mual-muntah
22
2.4.3 Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis kaudalis
adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus
sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa tulang yang analog
ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale dan
kantong dura.
paraanal.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina
hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum
mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi
450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml
secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji
23
Gambar 2.7. Anestesi Kaudal
Efek Fisiologis Blok Neuroaksial
1. Efek Kardiovaskuler:
- Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi). Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal, 2-6 dermatom di atas level
blok sensoris, sedangkan pada epidural, terjadi blok pada level yang sama.
dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-
2. Efek Respirasi:
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menyebabkan gangguan
gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal:
24
- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga menyebabkan
simpatis yg terblok. Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian
susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong
natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf,
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran
mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang
cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
25
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan
kecil di mana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang paling
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium-channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi
depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa)
dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat
1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah protein
26
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
Sistem kardiovaskular:
c. Dilatasi arteriolar
Sistem pernafasan:
c. Paralisis interkostal
a. Parestesia lidah
b. Pusing
c. Tinitus
d. Pandangan kabur
e. Agitasi
f. Depresi pernafasan
g. Tidak sadar
h. Konvulsi
27
i. Koma
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap
jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat bersifat lokal
atau sistemik
Komplikasi lokal
antisepsis.
Komplikasi sistemik
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa
perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
A. Infiltrasi Lokal
28
B. Blok Lapangan (Field Block)
Anestesi jenis ini dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45 menit pada lengan
atau tungkai. Biasanya dikerjakan untuk orang dewasa dan pada lengan.
1. Pasang kateter vena (venocath) pada kedua punggung tangan. Pada sisi tangan atau
lengan yang akan dibedah digunakan untuk memasukkan obat anestetik lokal,
sedangkan sisi lain untuk memasukkan obat-obat yang diperlukan seandainya terjadi
2. Eksanguinasi (mengurangi darah) pada sisi lengan yang akan dibedah dengan
menaikkan lengan dan peraslah lengan secara manual atau dengan bantuan perban
elastik (eshmark bandage) dari distal ke proksimal. Tindakan ini untuk mengurangi
3. Pasang pengukur tekanan darah pada lengan atas seperti akan mengukur tekanan
darah biasa dengan torniket atau manset ganda dan bagian proksimal dikembangkan
dahulu sampai 100 mmHg di atas tekanan sistolik supaya darah arteri tidak masuk ke
lengan dan tentunya juga darah vena tidak akan masuk ke sistemik. Perban elastik
dilepaskan.
4. Suntikkan lidokain atau prilokain 0,5% 0,6 ml/kg (bupivakain tidak dianjurkan
karena toksisitasnya besar) melalui kateter di punggung tangan dan kalau untuk
tungkai lewat vena punggung kaki dosis 1-1,2 ml/kg. Analgesia tercapai dalam
29
5. Setelah 20-30 menit atau kalau pasien merasa tak enak atau nyeri pada torniket,
6. Setelah pembedahan selesai, deflasi manset dilakukan secara bertahap, buka tutup
selang beberapa menit untuk menghindari keracunan obat. Pada bedah sangat
selama 30 menit untuk memberi kesempatan obat keluar vena menyebar dan melekat
ke seluruh jaringan sekitar. Untuk tungkai jarang dikerjakan karena banyak pilihan
lain yang lebih mudah dan aman seperti blok spinal, epidural, atau kaudal.
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB
relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
30
BAB 3
LAPORAN KASUS
PEMERIKSAAN PRE-OPERATIF
Identitas Pasien
Nama : Tn. RS
Usia : 18 tahun
Alamato. RM : 995453
Anamnesis
31
Ketersediaan darah ada jenis PRC 2 unit
Terakhir makan/ Rencana Puasa : 8 jam sebelum operasi
Pemeriksaan Fisik
Airway : bebas, tidak ada fraktur, tidak ada deformitas tidak ada tumor, tidak ada gigi
palsu
Breathing : Frekuensi nafas 20x/menit, pola torakoabdominal, simetris
Blood : Akral hangat, TD 110/70, Nadi 82x/menit
Brain : Kesadaran komposmentis kooperatif
Bladder : BAK tidak ada kelainan
Bowel : BAB tidak ada kelainan, mual tidak ada, muntah tidak ada
Bone : Fraktur femur sinistra 1/3 tengah tertutup
Laboratorium Lengkap
Tanggal : 6 November 2017
Hb : 13,8 gr/dl
Leukosit : 19.020/ mm3
Trombosit : 265.000/ mm3
Ht : 40%
PT : 11,0
APTT : 32,13
Na : 143
K : 3,3
Cl : 10,8
STATUS ANESTESIA
Diagnosis pra bedah : Fraktur femur 1/3 tengah tertutup (s)
Jenis Pembedahan : ORIF
Teknik Anestesi : Spinal
Teknik dan alat khusus : tidak ada
Monitoring : EKG Lead, SpO2, Stetoskop, Kateter Urine, NIBP
Status fisik : ASA 2
Penyulit Pra Anestesi : tidak ada
32
Cek list Persiapan Anestesia : Informed consent, obat-obatan anestesia, monitoring, obat-
obatan emergensi, tatalaksana jalan nafas, suction apparatus
33
Mulai Anestesia : 11.45
Mulai Pembedahan : 11.55
Selesai pembedahan : 13.45
Pemantauan Tanda Vital :
Tekanan Darah
250
200
150
100
50
0
11.45 12.00 12.15 12.30 12.45 13.00 13.15 13.30 13.45
Nadi, Saturasi O2
120
100
80
60 Saturasi O2
HR
40
20
0
11.45 12.00 12.15 12.30 12.45 13.00 13.15 13.30 13.45 14.00
34
Kesadaran : Sadar penuh
Pernafasan : Spontan
Penyulit intra operatif : tidak ada
Intruksi khusus : tidak ada
Obat-obatan lain :-
35
BAB 4
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 18 tahun dengan diagnosis fraktur femur sinistra 1/3
tengah tertutup,akan direncanakan operasi open reduction internal fixation (ORIF). Pada
pelaksanaan ORIF pada ekstremitas bawah teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi spinal.
Anestesi spinal termasuk kedalam regional anestesi. Anestesi spinal adalah salah satu metode
anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam
cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik
lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk memberikan kondisi
Sebelum melakukan pembedahan kita harus melakukan penilaian dan persiapan pra
anestesia, termasuk anamnesis menganai penyakit penyulit anestesi, obat-obatan yang telah
digunakan, riwayat anestesi sebelumnya dan riwayat operasi sebelumnya. Hal ini kita
tanyakan untuk merencanakan teknik anestesia yang baik untuk pasien. Pada pasien ini tidak
ada penyulit anestesi yang ditemukan. Pasien diminta untuk menyediakan darah sebanyak 2
unit Packed Red Cell (volume masing-masing 240cc) hal ini dilakukan sebagai antisipasi
terjadinya kehilangan darah yang banyak intraoperatif. Secara teori volume darah manusia
dewasa 60% BB. Kehilangan darah >20% total cairan tubuh digantikan dengan darah.
Perkiraan volume darah pasien ini dengan berat badan 85 kg yaitu sekitar 5,1 L. Pada
pemeriksaan fisik dan laboratorium tidaak ditemukan kelainan yang menjadi penyulit
prosedur anestesi.
Teknik anestesi yang dipilih pada pembedahan ORIF ini yaitu anestesi spnal. Anestesi
spinal paling baik digunakan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul dan
perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi,
36
urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak.
Spinal anestesi sebagian besar cocok untuk pasien tua dan dengan penyakit sistemik seperti
penyakit respiratory kronik, hepatic, ginnjal dan kelainan endokrin seperti diabetes. Spinal
anestesi juga cocok untuk menangani pasien trauma jika pasien tersebut memiliki resusitasi
Teknik anestesi spinal pada pasien ini menggunakan jarum no.27G yang ditusukan
penyuntikan anestesi pada spinal ini adalah perpotongan antara garis yang menghubungkan
kedua Krista iliaka dengan tulang punggung dan ini merupakan L4 atau L4-L5, tempat
tusukan bisa dilakukan di L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya
berisiko trauma terhadap medulla spinalis. Pada penusukan, jarum akan menembus kutis,
merupakan obat hiperbarik. Struktur ropivacaine mirip dengan bupivacaine, dengan pKa yang
sama (8,1) sehingga ini juga memiliki karakteristik onset yang lambat dan durasi kerja yang
ropivacaine yaitu kurang cardiotoksik dan diferensiasi blok sensorik serta motorik dengan
lebih baik, seingga menghasilkan blok motorik yang lebih sedikit. Kemudian, potensi
pada dosis yang sama dengan bupivacaine, terjadi blok motorik yang lebih sedikit dan
Pasien juga diberi fentanyl 25 mcg. Berdasarkan teori, opioid dapat ditambahkan ke
larutan anestesi lokal untuk meningkatkan efek anestesi saat pembedahan dan memberikan
efek analgesi pasca operasi. Efek ini dimediasi pada tanduk dorsal sumsum tulang belakang,
dimana opioid meniru efek enkhepalin endogen. Umumnya, fentanyl (25 mg) digunakan
37
untuk prosedur pembedahan yang singkat. Fentanyl merupakan opioid yang bersifat lipofilik
yang memiliki efek lebih cepat dan durasi kerja yang lebih singkat dibanding opioid
hidrofilik. Selain meningkatkan penyerapan ke jaringan saraf, kelarutan lipid yang lebih besar
menghasilkan penyerapan yang cepat pada pembuluh darah dan jaringan lemak. Oleh karena
itu, penyebaran lipofilik opioid dalam CSF lebih terbatas dibandingkan dengan opioid
hidrofilik seperti morfin, yang menunjukan penyebaran yang lebih besar sehingga lebih
Intra operatif tanda vital pasien stabil, kehilangan darah 100cc, hal ini masih
<20% total volume cairan tubuh, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi darah pada
pasien. Pada pukul 13.55 pasien dipindahkan ke ruangan pemulihan, disini keadaan vital
pasien stabil dan skor alderette pasien 10, sehingga pasien bisa di pindahkan ke ruang
rawatan. Pasca bedah pasien diberikan ketorolac 30mg IV. Ketorolak ini digunakan
sebagai manajemen nyeri pasca bedah pada pasien. Sifat analgetik ketorolak setara
di saraf pusat. Pemberian Tutofusin pada pasien ini sebagai pemenuhan kebutuhan air
dan elektrolit selama masa praoperasi dan pasca operasi. Tutofusin memberikan
38
DAFTAR PUSTAKA
Miller RD, Pardo MC. Spinal and Epiduran Anesthesia. In Basic of Anesthesia 6th edition.
USA: Saunders Elsevier, 2011. pg 252-283.
Miller RD, Cohen NH, Eriksson LI, Feisher LA, Wenner-Kronish JP, Young WL. Millers
Anesthesia 8th edition. Canada: Saunders Elsevier, 2015.
Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III hal.261-
264. 2000. Jakarta.
Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Regional Anesthesia and Pain Management. In :
Clinical Anesthesiology, 5th ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2013. pg 937-
1085
Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi dan Terapi
edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.
39