Anda di halaman 1dari 27

Laporan kasus

HIFEMA TRAUMATIK

Oleh :
Nia Permatasari
NIM. 1608437713

Pembimbing :
dr. Isfyanto, Sp.M

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan mata seperti kelopak mata,

konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan rongga orbita,

Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata

sebagai indra penglihat. Salah satu kelainan mata akibat trauma tumpul pada mata

yaitu hifema.1

Hifema adalah keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan

(BMD) karena robeknya pembuluh darah iris atau badan siliar yang terjadi akibat

trauma tumpul okuli. Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata

seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain.1 Insiden hifema

traumatik diperkirakan 12 kasus per 100.000 populasi, dengan frekuensi lebih

sering pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:1. Lebih dari 70%

hifema traumatik terjadi pada usia <30 tahun, dengan insiden puncak pada usia

antara 10 hingga 20 tahun. Pada Amerika Serikat, insiden hifema traumatik

adalah 17 hingga 20 kasus per 100.000 orang per tahun.2

Pasien dengan hifema biasanya mengeluhkan nyeri disertai dengan epifora

dan blefarospasme, fotopobia, tajam penglihatan akan dirasakan menurun dan bila

pasien duduk akan tampak hifema terkumpul di bagian bawah BMD. Hifema

dapat memenuhi seluruh BMD. Hifema terkadang dapat terlihat pada iridoplegia

dan iridodialisis.1 Diagnosis hifema dapat ditegakkan dengan dilihat secara

langsung. Pada perdarahan minimal, hifema dapat dilihat menggunakan slitlamp.3


2

Penatalaksanaan dapat dilakukan tirah baring dengan posisi kepala

ditinggikan 30, mata diistirahatkan, diberikan kortikosteroid topikal, tetes mata

sikloplegik dan tetes mata penurun tekanan intraokular (TIO) jika terjadi

peningkatan TIO. Jika terjadi penyulit glaukoma dapat diberikan Asetazolamid.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Tindakan parasentesis untuk

mengeluarkan darah dari BMD dapat dipertimbangkan jika terjadi tanda-tanda

pewarnaan kornea, glaukoma sekunder, hifema memenuhi BMD dan berwarna

hitam atau jika setelah 5 hari hifema tidak berkurang.1,3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata

Gambar 2.1 Potong-lintang mata4

Mata merupakan alat indera yang terdapat pada manusia. Secara konstan

mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada

objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang

dengan segera dihantarkan ke otak. Bola mata berbentuk bulat dengan panjang

maksimal 24 mm. Bagian anterior bola mata mempunyai kelengkungan yang

lebih cembung sehingga terdapat bentuk dengan dua kelengkungan berbeda. Bola

mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang bagian

terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola mata

3
4

terdapat cairan aqueous humour, lensa dan vitreous humour.4 Mata kita terdiri dari

bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya masing-masing:5

Gambar 2.2 Struktur internal mata4

1. Sklera : jaringan ikat yang lentur, memberikan bentuk pada mata, dan

merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata.

2. Kornea : selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya

dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan.

Berfungsi sebagai media refraksi dan memfokuskan cahaya.

3. Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan

bagian luar sklera.

4. Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh

kornea dan sklera yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: iris, badan siliar, dan

koroid.
5

5. Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris, berfungsi untuk mengatur

cahaya yang masuk ke dalam mata.

6. Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara aqueous

humour dan vitreous humour; berfungsi membantu memfokuskan cahaya

ke retina.

7. Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang

bola mata; berfungsi menerima cahaya kemudian mengirimkan pesan

visual melalui saraf optikus ke otak.

Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:5

1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi aqueous humour

yang merupakan sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen

anterior sendiri terbagi menjadi 2 bagian (bilik mata depan: mulai dari

kornea sampai iris, dan bilik mata belakang : mulai dari iris sampai lensa).

Dalam keadaan normal, aqueous humour dihasilkan di bilik posterior, lalu

melewati pupil masuk ke bilik mata depan kemudian keluar dari bola mata

melalui saluran yang terletak di ujung iris.

2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina,

berisi vitreous humour yang membantu menjaga bentuk bola mata. Mata

mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama

menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial (N) tertentu.

Otot penggerak mata terdiri atas 6 otot yaitu:

i. Oblik inferior (N III)

ii. Oblik superior (N IV)

iii. Rektus inferior (N III)


6

iv. Rektus lateral (N VI)

v. Rektus medius (N III)

vi. Rektus superior (N III)

Vaskularisasi bola mata

Gambar 2.3 Vaskularisasi bola mata dan segmen anterior6

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan

mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena

retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.

Iris dan badan siliar dipasok oleh arteri siliaris anterior, arteri siliaris

posterior dan beranatosmosis dari koroid anterior. Arteri siliaris anterior berjalan

dengan otot ekstraokular dan menembus sklera di dekat limbus untuk bergabung

dengan lingkaran arteri utama iris. Arteri siliaris posterior yang panjang (biasanya

dua) menembus sklera di dekat kutub posterior, kemudian berjalan anterior antara

sklera dan koroid untuk juga bergabung dengan lingkaran arteri utama iris.

Lingkaran arteri utama iris memberikan cabang ke iris dan badan siliaris.
7

Sebagian besar drainase vena dari segmen anterior diarahkan ke posterior ke

koroid dan kemudian ke vortex.6,7

2.2. Hifema

2.2.1. Definisi

Hifema didefinisikan sebagai akumulasi sel darah merah di bilik mata

depan (BMD). Menurut definisi, darah harus terlihat jelas, baik pada inspeksi

langsung atau melalui pemeriksaan slitlamp. Darah terakumulasi dari gangguan

pembuluh iris atau badan siliar, biasanya karena trauma atau kondisi medis yang

mendasarinya. Bilik mata depan adalah area yang dibatasi oleh kornea anterior,

sudut lateral dan iris posterior. Ruang ini biasanya berisi aqueous humour yang

jernih, yang dihasilkan oleh badan siliar dan didrainase melalui kanalis Schlemm.

Sudut adalah lokasi anatomi yang penting karena ini adalah tempat trabekular

Meshwork dan kanalis Schlemm berada. Penyumbatan lokasi ini menghambat

drainase air yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.8,9

Gambar 2.4 Hifema traumatis: gambar bekuan darah yang terlihat pada BMD.10
8

2.2.2. Epidemiologi

Insiden hifema traumatis adalah 12 dari 100.000, dengan 70% terjadi pada

anak-anak. Hal ini paling sering terlihat pada pria berusia 10 hingga 20 tahun dan

biasanya terjadi karena cedera olahraga atau rekreasi. Anak-anak biasanya cedera

melalui olahraga yang berhubungan dengan bola seperti baseball, bola basket,

bola lunak, dan sepak bola ketika bola menyerang permukaan anterior bola mata. 10

Remaja dan orang dewasa lebih cenderung terluka melalui pukulan berenergi kuat

pada mata, biasanya serangan. Etiologi lain termasuk senjata paintball, senjata

airsoft gun, dan kantung airbag mobil.11,12

2.2.3. Etiologi

Hifema biasanya disebabkan oleh cedera pada mata akibat kecelakaan atau

berolahraga. Hifema dapat disebabkan oleh hal-hal lain yang kurang umum,

termasuk:8

 Pembuluh darah abnormal pada permukaan iris

 Infeksi mata yang disebabkan oleh virus herpes

 Gangguan pembekuan darah

 Masalah dengan lensa buatan yang ditempatkan di mata setelah operasi

katarak

 Sangat jarang: kanker mata

2.2.4. Patofisiologi

Trauma tumpul okuli, menghasilkan kompresi antero-posterior mata,

menyebabkan peregangan jaringan limbus, ekspansi skleral ekuatorial, gerakan

posterior dan perifer dari aqueous humour, perpindahan posterior lensa atau

diafragma iris, dan peningkatan TIO akut. Ini dapat menyebabkan robeknya
9

jaringan di dekat sudut BMD. Sebagian besar hifema (71-94%) dihasilkan dari

robekan pada anterior badan siliar, dengan gangguan pada lingkaran arteri utama

dan cabang-cabangnya, arteri koroid, atau pembuluh darah siliar, persentase

sisanya muncul dari pembuluh darah iris yang pecah, siklodialisis, atau

iridodialisis.11

Gambar 2.5 Keadaan mata saat trauma tumpul13

Gambar 2.6 Mekanisme trauma tumpul pada mata6


10

Pentingnya dan signifikansi hifema terletak pada kenyataan bahwa ketika

hifema parah itu dikaitkan dengan peningkatan signifikan dalam tekanan

intraokular (TIO) yang dapat menyebabkan kerusakan pada saraf optik jika parah

dan berkepanjangan dan ini akan menyebabkan kerusakan penglihatan permanen.

Hifema juga dapat dikaitkan dengan komplikasi serius lainnya yang

mempengaruhi penglihatan, pewarnaan kornea dan kerusakan struktur mata vital

lainnya. Hifema juga lebih parah dan berhubungan dengan lebih banyak

komplikasi pada mereka dengan hemoglubinopati sel sabit yang juga lebih sulit

untuk diobati karena kondisi biokimia dan metabolik pada aqueous humour

mendukung eritrosit, dimana eritrosit sabit dapat menyumbat jalur drainase dan

menyebabkan peningkatan TIO bahkan dengan hifema kecil.11,14

2.2.5. Klasifikasi

Hifema diklasifikasikan berdasarkan banyaknya darah yang mengisi ruang

anterior bola mata, menjadi sebagai berikut:10

 Mikrohifema : sel darah merah terdapat pada COA tanpa

terbentuknya bekuan darah

 Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%

dari

seluruh kejadian hifema)

 Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA

(20% dari seluruh kejadian hifema)

 Grade III : darah mengisi hampir total COA (14% dari seluruh

kejadian hifema)

 Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8% dari seluruh


11

kejadian hifema)

Gambar 2.7 Klasifikasi Hifema berdasarkan jumlah darah pada COA6

2.2.6. Diagnosis

A. Anamnesis12

- Riwayat trauma benda tumpul terhadap mata.

- Riwayat trauma lainnya: trauma kepala, fraktur orbita, kerusakan

segmen posterior atau open-globe injuries.


12

- Faktor risiko: gangguan darah sel sabit, gangguan perdarahan

(misalnya hemofilia, gangguan platelet (penyakit von Willebrand) atau

penggunaan obat antikoagulan.

- Penyebab hifema spontan (jarang): diabetes mellitus, gangguan

pembekuan darah, tumor mata atau pada anak dengan riwayat

penganiayaan.

B. Pemeriksaan Fisik

Hifema:12

- Penurunan ketajaman visus

- Nyeri mata dengan konstriksi pupil terhadap cahaya (langsung dan

konsensual)

- Darah pada BMD yang langsung terlihat (hifema) atau terlihat ketika

memeriksa menggunakan slitlamp (mikrohifema)

- Kerusakan pada struktur sekitar atau peningkatan TIO

Gambar 8 Hifema: Darah pada BMD11


13

2.2.7. Tatalaksana

Tatalaksana konservatif

Penatalaksanaan hifema dari semua penyebab memiliki tujuan utama

untuk mencegah perdarahan sekunder, mencegah trauma mata lebih lanjut,

memposisikan agar terjadi pengendapan darah ke bagian bawah BMD dan

mengendalikan uveitis traumatis. Pemantauan ketat sangat penting dalam

pengobatan dan pencegahan komplikasi terkait.11,14,15

Disarankan rawat inap atau rawat jalan dengan pemeriksaan harian. Rawat

inap harus dipertimbangkan untuk pasien dengan cedera berat atau kelainan darah

dan mereka yang tidak mampu melakukan perawatan sendiri atau mungkin tidak

patuh dengan rejimen pengobatan. Selain itu, rawat inap harus dipertimbangkan

untuk anak-anak yang berisiko ambliopia atau jika diduga terjadi penganiayaan

anak. 11,14,15

Penatalaksanaan terdiri dari pelindung mata dengan pelindung plastik atau

logam, aktivitas fisik terbatas, memposisikan kepala, dan penghindaran aspirin

dan agen antiinflamasi non-steroid lainnya. Memposisikan pasien yang tidur

dengan sudut 30-45 derajat akan meningkatkan darah lebih cepat resorpsi dan

menurunkan tekanan vena ke bola mata, membantu mengurangi TIO dan

memungkinkan pembentukan dan resolusi gumpalan.11,14,15

Aktivitas normal dapat dilanjutkan satu minggu setelah cedera awal.

Namun, jika darah tetap di BMD setelah satu minggu, aktivitas harus tetap

dibatasi sampai resorpsi darah terjadi.11,14,15

Medikamentosa

a. Kortikosteroid dan sikloplegik


14

Iritis sering terjadi pada pasien dengan hifema traumatis. Kortikosteroid

diberikan untuk mengurangi peradangan dan obat-obatan sikloplegik digunakan

untuk meningkatkan kenyamanan pasien dan mencegah pembentukan sinekia

posterior. Sikloplegik adalah obat antikolinergik yang menghambat reseptor

asetilkolin pada otot sfingter iris dan badan siliar. Hal ini menghasilkan midriasis

pupil, yang membantu mengurangi risiko sinekia posterior dengan meminimalkan

kontak antara iris posterior dan kapsul lensa anterior. Penghambatan reseptor

asetilkolin dalam badan siliar melumpuhkan otot, yang merelaksasi spasme siliar

dan mengurangi rasa sakit. Selain itu, baik sikloplegik dan kortikosteroid dapat

mengurangi risiko perdarahan sekunder.11

b. Diuretik

Pada pasien dengan peningkatan TIO lebih tinggi dari 25 mmHg, beta

blocker dan carbonic anhydrase inhibitor (CAI) biasanya merupakan lini pertama

pengobatan. CAI topikal harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan

hemoglobinopati sel sabit karena obat-obatan ini dapat menurunkan pH air dan

mendorong perdarahan lebih lanjut. Jika obat topikal tidak memadai dalam

mengelola TIO, CAI oral seperti asetazolamid dan metazolamid, bisa diresepkan.

Efek hipotensi asetazolamid dalam tablet membentuk puncak dalam 2 jam dan

berlangsung selama 6 jam, sedangkan dalam bentuk kapsul memuncak dalam 8

jam dan bertahan lebih dari 12 jam. Asetazolamid umumnya diberikan 500 mg PO

2 kali sehari untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, dosis yang dianjurkan adalah

5-10 mg/kg berat badan setiap 4 hingga 6 jam. Dosis metazolamid dapat dimulai

dengan 25 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan menjadi 50 mg 2 kali sehari atau

hingga 100 mg 3 kali sehari jika diperlukan. CAI oral efektif dalam menurunkan
15

TIO, namun memiliki banyak efek samping. Efek samping sistemik yang umum

termasuk peningkatan frekuensi buang air kecil dan parestesia jari-jari kaki dan di

sekitar mulut. Efek samping lainnya termasuk ketidaknyamanan perut, rasa

logam, mual dan diare. Dosis CAI oral yang lebih tinggi dapat menyebabkan

asidosis metabolik dan harus dihindari pada pasien dengan insufisiensi hati, gagal

ginjal, insufisiensi adrenokortikal, asidosis hiperkloremik, kadar natrium atau

kalium yang rendah atau obstruksi paru yang parah. CAI oral dikontraindikasikan

pada pasien dengan alergi sulfa, karena CAI termasuk dalam golongan obat

sulfonamid. Manitol intravena, diuretik, juga dapat diberikan dalam kasus TIO

yang tidak terkontrol; namun, sangat hati-hati jika harus digunakan pada pasien

dengan sel sabit, karena diuretik menginduksi asidosis dan kontraksi volume.11

c. Prostaglandin dan pilokarpin

Prostaglandin dan pilokarpin umumnya dihindari dalam pengobatan

peningkatan TIO karena peradangan yang terkait dengan hifema traumatis.

Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa prostaglandin topikal dosis besar

menyebabkan peradangan dan kerusakan sawar darah-air. Dalam laporan yang

lebih baru, beberapa pasien mengalami uveitis anterior saat menggunakan

latanoprost. Namun, penelitian lain belum menunjukkan efek inflamasi

intraokular dari prostaglandin. Peningkatan permeabilitas penghalang darah

terhadap protein plasma telah ditunjukkan secara klinis setelah pemberian

pilocarpine. Selain itu, miosis yang diinduksi oleh pilocarpine meningkatkan zona

kontak antara iris dan lensa, dan karenanya meningkatkan risiko sinekia

posterior.11

Tatalaksana operatif
16

Tindakan operatif bertujuan untuk membersihkan segmen anterior dengan

irigasi atau aspirasi.15 Intervensi bedah diperlukan hingga 5% dari hifema dalam

kasus peningkatan TIO, pewarnaan kornea, atau hifema total yang berlangsung

lebih dari 10 hari. Jika TIO tetap lebih tinggi dari 50 mmHg selama 5 hari, atau

lebih besar dari 35 mmHg selama 7 hari, terlepas dari manajemen medis, operasi

diindikasikan. Parasentesis BMD efektif untuk menurunkan TIO; namun

seringkali hanya tindakan sementara dan intervensi bedah tambahan diantisipasi.16

Gambar 2.9 Parasentesis segmen anterior16

Irigasi BMD dapat dilakukan untuk menghilangkan sel darah merah yang

terdispersi, dan bekuan darah yang terbentuk dapat diekstraksi secara manual

melalui sayatan kornea. Jika perlu, trabeculectomy dilakukan untuk mengelola

TIO dengan membuat pembukaan baru untuk aliran air.17

Laser trabeculoplasty biasanya tidak efektif pada kasus trauma okular,

karena kerusakan pada trabekular Meshwork.17 Obat tambahan dapat digunakan

dalam pengobatan hifema karena darah di BMD mulai membentuk gumpalan.

Gumpalan darah dibersihkan dari tubuh melalui proses yang dikenal sebagai

fibrinolisis. Selama proses inilah risiko rebleeding adalah yang tertinggi. Agen

antifibrinolitik seperti aminocaproic acid (ACA) dan asam traneksamat


17

digunakan untuk mengurangi risiko perdarahan sekunder dengan memperlambat

atau menghambat resorpsi gumpalan darah di dalam tubuh. ACA bertindak

sebagai inhibitor kompetitif untuk lisin untuk situs pengikatan pada aktivator

plasminogen jaringan, sehingga menghambat konversi plasminogen menjadi

plasmin. Plasmin adalah enzim yang terlibat dalam pemecahan bekuan fibrin.

Selain mencegah pembentukan plasmin, ACA juga secara kompetitif menghambat

pengikatan plasmin ke gumpalan fibrin itu sendiri. Efek samping ACA sistemik

terjadi hingga 50% dari pasien dan termasuk mual, muntah, hipotensi sistemik,

tinitus (kurang umum), mati rasa, ruam kulit, mialgia dan hematuria. Hal ini

merupakan kontraindikasi pada pasien dengan koagulopati, penyakit ginjal, dan

pada pasien yang sedang hamil, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien

dengan penyakit hati, kardiovaskular atau serebrovaskular.16,17

2.2.8. Komplikasi

Secara umum, komplikasi dan prognosis dari hifema totalis lebih buruk

daripada hifema subtotalis. Berikut adalah koplikasi yang dapat terjadi akibat

adanya hifema:15

a. Peningkatan tekanan intraokular

Sekitar sepertiga dari semua pasien hifema menunjukkan peningkatan

tekanan intraokular. Mekanisme peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi

karena hal-hal berikut: 1) oklusi dari trabekular Meshwork oleh gumpalan, sel-sel

inflamasi, dan puing-puing eritrositik; atau 2) blok pupil sekunder akibat

gumpalan darah yang melibatkan BMD dan BMP. Tekanan intraokular bervariasi

tidak sesuai dengan ukuran hifema. Secara umum, semakin besar volume hifema,

semakin besar kemungkinan peningkatan TIO.


18

Glaukoma dapat muncul beberapa hari hingga bertahun-tahun setelah

cedera yang dapat timbul dari kerusakan pada trabekular Meshwork (sering

dikaitkan dengan penyempitan sudut) dan fibrosis dari trabekular Meshwork,

siderosis dari endotelium trabekular, atau pembentukan peripheral anterior

synechiae (PAS) yang mengarah ke glaukoma sudut tertutup sekunder.15

b. Sinekia perifer anterior

Hifema menetap selama lebih dari 1 minggu dapat menghasilkan

pembentukan peripheral anterior synechiae (PAS). Insiden PAS meningkat

seiring dengan ukuran dan durasi hifema yang terlihat lebih dari 8 hari. Sinekia

posterior juga dapat terbentuk. Pembentukan sinekia adalah hasil dari peradangan

atau pengumpulan bekuan darah.15

c. Atrofi optik

Dalam hifema traumatis, atrofi optik cenderung terjadi sebagai akibat dari

peningkatan TIO atau karena memar saraf optik. Meskipun data yang mendasari

kesimpulan ini terbatas, risiko atrofi optik terkait dengan peningkatan TIO

tampaknya lebih besar jika tekanan dibiarkan tetap pada 50 mm Hg atau lebih

selama 5 hari atau 35 mm Hg atau lebih selama 7 hari dibandingkan individu

sehat. Pasien dengan penyakit sel sabit dapat mengembangkan atrofi optik dengan

peningkatan TIO yang lebih kecil.15

d. Pewarnaan kornea

Noda darah kornea cenderung terjadi dalam hifema yang lebih besar,

perdarahan berulang, durasi bekuan yang lama, peningkatan TIO yang

berkelanjutan, dan disfungsi sel endotel kornea. Kerusakan endotel kornea yang
19

berhubungan dengan gangguan traumatis pada membran Descemet atau dengan

kerusakan mekanis yang diinduksi selama operasi dapat menyebabkan imbisi

(pewarnaan darah) pada kornea. Keadaan tersebut dapat menyebabkan penurunan

ketajaman visual setelah resolusi hifema dan dapat menyebabkan ambliopia pada

bayi dan anak-anak.15

e. Perdarahan sekunder

Perdarahan sekunder muncul jika ukuran hifema meningkat, jika terlihat

lapisan darah segar terlihat di atas gumpalan yang lebih tua (lebih gelap di BMD)

atau jika eritrosit tersebar muncul di gumpalan setelah darah telah menetap.

Perubahan warna akibat lisis bekuan darah ini dapat membedakan perdarahan

awal dan perdarahan sekunder. Perdarahan berulang dapat menyebabkan

peningkatan substansial dalam ukuran hifema. Untuk alasan ini, rebleeding dapat

dikaitkan dengan komplikasi seperti peningkatan TIO, pewarnaan kornea, atrofi

optik, dan PAS.15

f. Gangguan fungsi akomodasi

Dalam tindak lanjut pasien dengan hifema traumatik, diamati bahwa dalam

mengukur titik dekat akomodasi, 7% memiliki ketidakmampuan membaca yang

membutuhkan koreksi asimetris lebih besar dari 2,5 dioptri. Dengan demikian,

evaluasi fungsi amplitudo akomodatif mungkin penting diperiksakan lebih lanjut

pada pasien dengan riwayat hifema.15


RAHASIA

STATUS BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A Pendidikan : SMA

Umur : 44 tahun Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki Status : Menikah

Alamat : Jl. Hangtuah Gg. MRS : 22 Desember 2018

Sentosa, Pekanbaru MR : 01004095

Keluhan Utama

Mata kanan merah dan kabur sejak 1 jam yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Mata kanan kabur setelah terkena pentalan batu dari arah depan sejak 1

jam yang lalu. Mata menjadi merah dan nyeri saat dibuka. Setelah terkena

pentalan batu mata dicuci menggunakan air dari bak mandi. Pandangan menjadi

kabur, mata berarir dan perih. Keluhan disertai nyeri kepala, mual dan muntah 1

kali. Keluhan pandangan ganda, melihat bintik hitam berterbangan, kilatan

cahaya, padangan berkabut disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


21

Pasien menggunakan kacamata baca sejak 2 tahun yang lalu. Tidak ada

riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Tidak ada riwayat sakit ginjal. Tidak ada

riwayat sakit maag. Tidak ada riwayat asma.

Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, sosial ekonomi

Pasien seorang buruh bangunan

Alergi (+) paracetamol

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Keasadaran : Komposmentis kooperatif

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg BB : 55 kg

Nadi : 82 x/menit TB : 158 cm

Nafas : 20 x/menit IMT: 22 kg/m2

Suhu : 36,7ºC (normoweight)

STATUS OPTHALMOLOGI
22

OD OS

1/300 Visus tanpa 20/200

koreksi
Tidak dilakukan Visus dengan Pin hole : 20/70

koreksi
Orthophoria Posisi bola mata Orthophoria

Bebas ke segala arah Gerakan bola mata Bebas ke segala arah

24 mmHg Tekanan bola mata 20 mmHg


Edema (+), hiperemis (+), nyeri Palpebra Normal

(+)
Injeksi konjungtiva (+), injeksi Konjungtiva Tenang

siliar (+)
Erosi (+), tes fluoresin (+) Kornea Tenang
Tenang Sclera Tenang
Dangkal, hifema (+) grade 1 COA Dalam
Warna iris coklat, iridodialisis Iris/pupil Warna iris coklat, bentuk pupil

(+) arah jam 10-11, bentuk pupil bulat, sentral, Ø pupil 3 mm

lonjong, sentral, Ø pupil 4 mm Reflek cahaya langsung dan tidak

Reflek cahaya langsung dan langsung +/+

tidak langsung -/-


Jernih Lensa Jernih
Funduskopi

Refleks fundus (+) Refleks fundus Refleks fundus (+)

Sulit dinilai Vitreus Sulit dinilai

Sulit dinilai Papil Sulit dinilai

Sulit dinilai Retina Sulit dinilai


23

OD OS

Sulit dinilai Makula Sulit dinilai


Skema

iridodialisis hifema

Gambar

RESUME

Tn. A, 44 tahun, mata kanan merah dan kabur sejak 1 jam yang lalu

setelah terkena pentalan batu. Keluhan disertai mata merah, nyeri, nyeri kepala,

mual dan muntah 1 kali. Riwayat penggunaan kacamata baca sejak 2 tahun yang

lalu.

Pemeriksaan opthalmologi didapatkan pada mata kanan terdapat hifema

grade 1 pada BMD, iridodialisis pada iris arah jam 10-11 dan erosi kornea. Tes

fluoresin (+).

DIAGNOSIS :
24

- Hifema ec. Trauma tumpul oculi OD

- Iridodialisis OD

- Erosi kornea OD

- Suspek kelainan refraksi OS dd/ kelainan posterior OS

TERAPI :

- Rawat inap, bed rest posisi semi fowler

- IVFD RL asnet

- Inj. Ketorolac 3x1 IV

- C. xitrol 6x1 tetes OD

- C. tropin 1% 3x1 tetes OD

- Asetazolamid tab 2x250 mg po

RENCANA PEMERIKSAAN :

- Koreksi kacamata

- Funduskopi pupil lebar

PROGNOSIS :

- Quo ad vitam : bonam

- Quo ad functionam : bonam

- Quo ad kosmetik : dubia ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI;2017.h.279-286.

2. Dersu I. Hyphema Glaucoma [Internet]. 2018 Jul 27 [accessed: 2019 Jan 05].
Available from: https://emedicine.medscape.com/article/1206635-
overview#a6

3. Pargament J, Correa ZM, Augsburger JJ. Ophthalmic trauma. In: Eva PR,
Augsburger JJ, editor(s). Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 19 th
ed. United States: McGraw-Hill Education;2018.p.844-5.

4. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Moore Clinically Oriented Anatomy. 7 th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2014.p.889-909.

5. Eva PR. Anatomy & embryology of the eye. In: Eva PR, Augsburger JJ,
editor(s). Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 19th ed. United
States: McGraw-Hill Education;2018.p.17-42.

6. Vitresia H. Memahami Hifema Traumatika & Dampaknya Pada Penglihatan


[Internet]. Bagian Ilmu Kesehatan Mata – Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. 2017. Available from: https://perdami.id/memahami-hifema-
traumatika-dan-dampaknya-pada-penglihatan/

7. Kiel JW. The Ocular Circulation. Colloq Ser Integr Syst Physiol From Mol to
Funct. 2011;3(1):1–81.

8. Gragg J, Baker MB. Hyphema. [Updated 2018 Dec 17]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2018 Jan. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507802/

9. Chumley HS. Eye Trauma-Hyphema. In: Usatine RP, Smith MA, Chumley
HS Mayeaux EJ, editor(s). The Color Atlas of Family Medicine. 2nd ed.
United States: McGraw-Hill Education;2013.p.159-62.

10. Baden LR. Hyphema [Internet]. N Engl J Med. 2015 [accessed: 2019 Jan 07].
Available from: https://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMicm1108425

11. Lenihan P, Hitchmoth D. Traumatic hyphema: A teaching case report.


Optometric Ed J. 2014;39(3):113.

12. Andreoli CM, Gardiner MF. Traumatic hyphema: Clinical features and
diagnosis. UptoDate. 2018.
13. Taqi AA, Hussein AS, Jamal NM. Traumatic Hyphema Frequency and
Management Evaluation: A Retrospective Study. Heal Sci J. 2017;11:1–10.

14. Logothetis HD, Leikin SM, Patrianakos T. Management of anterior segment


trauma. Disease-a-Month. 2014 Jun;60(6):247-53.

15. Walton W, Von Hagen S, Grigorian R, Zarbin M. Management of traumatic


hyphema. Surv Ophthalmol. 2002 Jul-Aug;47(4):297–334.

16. Carizey RP. Anterior Chamber Paracentesis. In: Reichman EF, editor. 3rd ed.
United States: McGraw-Hill Education;2019.p.1579-81.

17. Wilson FM. Traumatic Hyphema: Pathogenesis and Management.


Ophthalmology. 1980 Sept;87(9):910–9.

Anda mungkin juga menyukai