Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupan manusia. Terlebih
lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak
dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yang sangat peka. Meskipun mata telah mendapat
perlindungan dari tulang orbita, bantalan lemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu
matanya, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi
frekuensi kecelakaan masih sangat tinggi.

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata yaitu palpebra, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina,
papil saraf optik, dan orbita.. Kerusakan mata akan mengganggu fungsi penglihatan.. Trauma
mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata sehingga diperlukan perawatan yang tepat
untuk mencegah terjadinya kebutaan.

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi trauma
tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma radiasi.

Trauma tumpul mata dapat merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda. Berdasarkan studi Schein pada the Massachusetts eye and ear infirmary, 8%
dari populasi yang mengalami trauma tumpul mata cukup berat adalah anak dibawah usia 15
tahun. Studi Israel menerangkan bahwa 47% dari 2500 kejadian trauma mata terjadi pada usia
dibawah 17 tahun. Laporan kasus kali ini menunjukkan bahwa para ahli mata harus lebih
waspada terhadap trauma yang tidak jelas dan adanya pergeseran bola mata.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Gambar 1 Anatomi Mata

Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak. Di
sini akan di bahas struktur dan fungsi mata. Mata kita terdiri dari bermacam-macam struktur
sekaligus dengan fungsinya. Struktur dari mata itu sendiri atau bisa di sebut dengan anatomi
mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus, humor aqueus,
serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri.

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan
relatif kuat.

Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian luar
sklera.

Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari


iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.

2
Gambar 2 Histologi Mata

Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.

Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea dan
di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata dengan cara
merubah ukuran pupil.

Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan vitreus;
berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.

Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola mata;
berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui saraf optikus ke otak.

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visuil dari retina ke
otak.

Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior mata), serta merupakan sumber makanan bagi lensa dan
kornea; dihasilkan oleh prosesus siliaris.

Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata).

Bola mata terbagi menjadi 2 bagian, masing-masing terisi oleh cairan:

1. Segmen anterior : mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber energi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi
2 bagian (bilik anterior : mulai dari kornea sampai iris, dan bilik posterior : mulai dari
iris sampai lensa). Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior,
lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari bola mata melalui
saluran yang terletak ujung iris.
3
2. Segmen posterior : mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.

Otot Mata, Saraf Mata, dan Pembuluh Darah

Mata mempunyai otot, saraf serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya, yaitu :

Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot
pada tulang orbita.

Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan
darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan
keluar melalui mata bagian belakang.

2.2 DEFINISI

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda
tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang
atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya. Trauma
tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan
kecelakaan lalu lintas. Trauma tumpul dapat bersifat Coupe maupun Counter Coupe, yaitu
terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi yang berseberangan
sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai dengan makula.

2.3 KLASIFIKASI

Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi
transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal. Kerusakan yang
terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan
sesuai sumbu arah trauma.

4
Trauma okuli tumpul dapat berupa non-peroforasi, perforasi, laserasi, maupun ruptur.
Menurut Birmingham Eye Trauma Terminology definisi trauma pada mata dapat didasarkan
pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Definisi trauma Okuli menurut BETT

Menurut BETT klasifikasi trauma okuli dapat digambarkan menurut bagan berikut.

5
Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open
globe. Closed globe adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan open
globe adalah trauma yang menembus seluruh kornea hingga masuk lebih dalam lagi.
Selanjutnya closed globe injury dibedakan menjadi contusio dan lamellar laceration.
Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture dan laceration yang dibedakan lagi
menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.
Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra sampai dengan
saraf optikus berupa:
kerusakan molekuler,
reaksi vaskuler, dan
robekan jaringan.

2.4 Diagnosis

2.4.1 Anamnesa

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda
apa yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata
tersebut apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai
mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut
apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan,
ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan.
Ditanyakan juga kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan
rasa sakit dan apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum terlebih dahulu diperiksa, karena 1/3 hingga kejadian trauma mata
bersamaan dengan cedera lain selain mata. Untuk itu perlu pemeriksaan neurologis dan
sistemik mencakup tanda-tanda vital, status mental, fungsi, jantung dan paru serta ekstremitas.
Selanjutnya pemeriksaan mata dapat dimulai dengan:

1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik dan
defek pupil aferen.

6
2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari
defek pada tepi tulang orbita.

3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi

4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak

5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan

6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang lain)

7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.

2.5 KELAINAN AKIBAT TRAUMA TUMPUL.

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.

2.5.1. KELAINAN PADA ORBITA

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan
menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila
yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai
dasar orbita,

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-
otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat disebabkan
kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot
rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif
mata oleh forseps menjadi terbatas.

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi
umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan.
Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada
mata. Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan. Induksi
anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi

7
neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat
memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

Gambar 2.3. Fraktur orbita pada mata kanan

Gambar 2,4. Tanda fraktur orbita

2.5.2 Kelainan Pada Kelopak Mata

Trauma kelopak mata merupakan kejadian yang sering. Oleh karena longgarnya
jaringan ikat subkutan, maka adanya hematom dan edema kelopak mata kadang-kadang
menunjukkan gejala yang berlebihan dan menakutkan, sehingga mendorong penderita untuk
lekas-lekas minta pertolongan dokter.

Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah dibawah


kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.
Hematoma kelopak merupakan kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul
kelopak. Trauma dapat akibat pukulan tinju, atau benda-benda keras lainnya. Keadaan ini

8
memberikan bentuk yang menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat
berbahaya karena mungkin ada kelainan lain di belakangnya.

Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk
kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kacamata.
Hematoma kacamata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kacamata terjadi akibat
pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya
a.oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah
tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak maka akan berbentuk
gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai kacamata.

9
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah
dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.

Pada setiap trauma kelopak mata perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti mengenai luas
dan dalamnya lesi (luka), sebab lesi yang tampaknya kecil di kelopak mata kemungkinan
disertai suatu lesi yang luas di dalam rongga orbita bahkan sampai ke dalam bola mata.

2.5.3 Kelainan Pada Konjungtiva


A. Edema Konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat
mengakibatkan edema pada konjungtiva.

Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup


sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva.

Pada edema konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan


cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.

Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva
kemotik keluar melalui insisi tersebut.

10
B. Hematoma Subkonjungtiva

Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva (hematoma subkonjungtiva), maka konjungtiva


akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak menghilang atau menipis.
Hal ini penting untuk membedakannya dengan hiperemi atau hemangioma konjungtiva. Lama
kelamaan perdarahan ini mengalami, perubahan warna menjadi membiru, menipis dan
umumnya diserap dalam waktu 2- 3 minggu

Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada
atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh
darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca mata), atau pada
keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan
mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang
(konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu.

Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak
terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva
akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan
menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk
mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.

Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres air hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada konjungtiva


penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit untuk mempercepat
penyembuhannya.

11
2.5.4 Kelainana Pada Kornea

Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi kornea
sampai laserasi kornea. Bilamana lesi letaknya di bagian sentral, lebih-lebih bila
mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas, dapat mengakibatkan pengurangan tajam
penglihatan. Pada umumnya bilamana lesi kornea itu tidak sampai merusak membran bowman
atau stromanya, maka kornea akan cepat sembuh tanpa meninggalkan sikatriks pada kornea.
Pada lesi yang lebih dalam pada lapisan kornea, umumnya akan meninggalkan sikatriks berupa
nebula, makula atau leukoma kornea.

A. Edema Kornea

Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea malahan ruptur membran descement. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat.
Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.

Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea.

Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan
garam hipertonik 2-8%, glukose 4% dan larutan albumin.

Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan
untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak
lembek dan mingkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.

Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M. Descement yang
lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan
menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.

B. Erosi Kornea

Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan
oleh gesekkan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal.
Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek
epitel tersebut.

12
Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi,
fotofobia, dan penglihatan akan tergantung oleh media kornea yang keruh.

Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi perwarnaan
fluoresein akan berwarna hijau.

Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian.

Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan


menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk
menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikelupas. Untuk mencegah
infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas neosporin, kloramfenikol
dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka
diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila
dibebat selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

C. Erosi Kornea Rekuren

Erosi kornea rekuren, biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau
tukak merah erpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali diwaktu bangun
pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel
kornea. Sukarnya erpitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran
basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang
rusak akan kembali normal setelah 6 minggu.

13
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel
tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya dengan
memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala
radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup
untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak
terjadi infeksi sekunder erosi kornesa yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh
dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid.

Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat,
karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi kedipan kelopak
mata.

2.5.5 Kelainan pada Uvea


Iridoplegia
Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil atau
iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan
pengaturan masuknya sinar pada pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi ireguler.
Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar.

Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya
kelelehan sfingter dan pemberian roboransia.

14
Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil
menjadi berubah.

Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.


Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-
sama dengan terbentuknya hifema.

Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan
melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

Hifema

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.

15
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian
bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-
kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.

Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30
derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan
obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma.

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam penyakit tidak berjalan demikian
maka sebaiknya penderita dirujuk.

Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan di lakukan pada pasien
dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi
perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat
karena perdarahan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses
sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan
akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan


retinoblastoma.

Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya trauma. Hifema
biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila mana hifema penuh, dan penyerapannya

16
sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea (penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau
glaukoma sekunder.

Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata meninggi,
dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan (parasentesis).

Bedah Pada Hifema

Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah


dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat incisi kornea 2mm dari limbus ke
arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir
luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka
bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.

Biasanya luka incisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.

Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah di dalam bilik mata depan
maka akan terdapat suar dan puil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat
tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
funduskopi dengan midriatika.

2.5.6 Kelainan pada Lensa

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi
lensa (lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca dapat menonjol ke
dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya lensa yang mengalami dislokasi itu
beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak.

Bilamana trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada kapsul lensa
maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi lensa dapat menimbulkan glaukoma
sekunder atau iritasi mata.

17
Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat menyebabkan pengurangan
tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu penanganan dokter spesialis untuk dilakukan
tindakan pembedahan katarak.

A. Dislokasi lensa

Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada
putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

B. Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zunula zinn sehingga lensa berpindah
tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada
zonula zinn yang rapun (sindrom marphan).

Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi
cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilki mata tertutup. Bila sudtu bilik mata
menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.

Subluksasi dapat mengakiatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut


bilik mata oleh lensa yang mencembung.

Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka tidak
dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

C. Luksasi lensa anterior


Bila seluruh zonula zinn disekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk
ke dalam bilk mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut
dengan gejala-gejalanya.

Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,
muntah, mata merah dengan blefarospasme.

Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris
terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.

18
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secapatnya dikirim pada dokter mata untuk
dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolmida untuk menurunkan
tekanan bola matanya.

D. Luksasi lensa posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat
putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan
kaca dan tenggelam didataran bawah polus fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa
mengganggu kampus.

Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat
normal dengan lensa +12,0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.

Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan


ekstraksi lensa.

E. Katarak Trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibta trauma perforasi ataupun tumpul terlihat
sesudah beberapa hari ataupun tahun.

Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dandapat pula dalam bentuk katarak
tercetak (imprinting) yang disebut cincin Vossius.

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat perforasi epitel sehinga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma
tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur
makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanalitik. Lensa
dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan
mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi
aktif akan terlihat mutiara Elsching.

19
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.

Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinkan terjadinya


ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau
sekunder.

Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata
menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis, dan lain sebagainya maka
segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada orang
usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat
mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau
salah letak lensa.

F. Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera
setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah sesuatu
trauma, seperti suatu stempel jari.

Cincin hanya menunjukkan tanda bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma
tumpul.

2.5.7 Kelainan Pada Retina Dan Koroid

A. Edema retina dan koroid

Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan sangat
menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya

20
melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral
dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan ini akan terlihat
cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan
edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.

Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema
berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus
okuli berwarna abu-abu.

Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat
juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel.

B. Ablasi Retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita
ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti
retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya.

Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir menganggu
lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan akan
menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat pembuluh
darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya dirawat
untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

21
2.5.8 Kelainan Pada Koroid

Ruptur Koroid

Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar papil saraf optic.

Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak
sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan terlihat bagian ruptur
berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

22
2.5.9 Kelainan Pada Saraf Optik

A. Avulsi Papil Saraf Optik


Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata
yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam
penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk
dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.

B. Optik Neuropati Traumatik

Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan
dan edema sekitar saraf optik.

Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa
adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan
penglihatan warna dan lapang pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu
sebelum menjadi pucat.

Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma retina,
perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma optik.

Pengobatan adalah dengan merawat pasien waktu akut dengan memberi steroid. Bila
penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.

1. Perubahan tekanan bola mata

Trauma mata dapat menyebabkan perubahan tekanan bola mata baik penurunan
peninggian tekanan bola mata. Bila tekanan menjadi rendah, yang pada perabaan dengan jari
terasa lunak sekali, menandakan adanya kerusakan dinding bola mata, yaitu terjadinya ruptur
bola mata.

Pada umumnya letak ruptur itu di tempat yang lemah di bagian sklera yang agak
menipis seperti di daerah badan siliar atau di kutub posterior bola mata. Bilamana tekanan bola
mata naik, terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder dapat timbul segera, yaitu
beberapa saat setelah kejadian trauma disebabkan oleh banyaknya darah dalam bola mata atau
hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat jaringan trabekel dan saluran keluarnya.

23
2. Kelainan gerakkan mata

Mata yang sehat dapat membuka dan menutup dengan mudah, sedangkan bola matanya
dapat digerakkan ke segala arah. Pada trauma tumpul mata, ada kemungkinan terjadi gangguan
gerakkan kelopak mata berarti kelopak mata itu tidak dapat menutup atau tidak dapat membuka
dengan sempurna. Kelopak mata yang tidak dapat menutup sempurna dinamakan lagoftalmos,
disebabkan oleh kelumpuhan N VII. Kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan
sempurna disebut ptosis, hal ini disebabkan oleh adanya edema atau hematoma kelopak
superior.

lagoftalmos

Ptosis

Pada trauma tumpul mata dapat terjadi gangguan gerakkan bola mata yang disebabkan
oleh perdarahan rongga orbita atau kerusakan otot-otot mata luar.

24
3. PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi
umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan.
Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata.
Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan
timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha
melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang
diberikan ke mata yang cedera harus steril. Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur
bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera.
Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga
meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius,
yaitu pada kasus hifema. Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti
edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam
beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghil
angkannyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat
penyerapan darah.

Pada laserasi kornea, diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan
penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan
kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa
dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atauvitrektomi. Luka di sklera
ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat
secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan. Prognosis
pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di
retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan
yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.

25
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien
harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5
hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau
bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin.

Penanganan hifema, yaitu :

1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).

5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila
adatanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau
bilasetelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.

11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:

- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan

- Enoftalmos 2 mm atau lebih

- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar
akanmenyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat


menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan

26
kemungkinankeberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik.
Perbaikan secarabedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva.
Periorbita diinsisidan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan
dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup
dengan implan.

27
BAB III
KESIMPULAN

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau
benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan
kencang atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah
sekitarnya. Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan,
cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. Trauma tumpul dapat bersifat Coupe maupun
Counter Coupe, yaitu terjadinya tekanan akibat trauma diteruskan pada arah horisontal di sisi
yang berseberangan sehingga jika tekanan benda mengenai bola mata akan diteruskan sampai
dengan makula.

Trauma okuli tumpul dapat berupa non-peroforasi, perforasi, laserasi, maupun ruptur.
Menurut klasifikasi BETT trauma okuli dibedakan menjadi closed globe dan open globe. Closed globe
adalah trauma yang hanya menembus sebagian kornea, sedangkan open globe adalah trauma yang
menembus seluruh kornea hingga masuk lebih dalam lagi. Selanjutnya closed globe injury dibedakan
menjadi contusio dan lamellar laceration. Sedangkan open globe injury dibedakan menjadi rupture
dan laceration yang dibedakan lagi menjadi penetrating, IOFB, dan perforating.

Trauma tumpul dapat menimbulkan kerusakan jaringan dari palpebra sampai dengan
saraf optikus berupa:
kerusakan molekuler,
reaksi vaskuler, dan
robekan jaringan.
Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda apa
yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata tersebut
apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata.
Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut
apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan,
ditanyakan apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila
gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua-titik dan
adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit periorbita dan lakukan

28
palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan bedside, adanya
enoftalmus dapat ditentukan dengan melihat profil kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia
slit-lamp di ruang darurat, maka senter, kaca pembesar atau oftalmoskop langsung pada + 10 (
nomor gelap ) dapat digunakan untuk memeriksa adanya cedera dipermukaan tarsal kelopak
mata dan segmen anterior.

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur
bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi
umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena
kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan.
Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakai pelindung pada mata.
Analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi
makan dan minum. Induksi anestesi umum harus menghindari substansi yang dapat
menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan
bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.

29
DAFTAR PUSTAKA

Asbury, Taylor. Trauma Mata. Dalam: Vaughan. Oftalmologi Umum Edisi XVII. Jakarta:

Widya Medika. 2008; 373-80.

Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC. 1993; 312-26.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat FK-UI, Jakarta: 2012; 263-81

Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. 9th ed. Erlangga: Indonesia;2006.

Halaman.176-185.

Djelantik, Sukartini, Andayani Ari, Widiana Raka. The Relation of Onset of Trauma and Visual

Acuity on Traumatic Patient.. Jurnal Oftalmologi Indonesia 2010; 7 :85-90

Macewen CJ, Ocular injuries JR. Coll. Surg. Edinb. 4 Oktober 1999, 317-51

Vats S. Murthy GVS, Chandra M, Gupta SK, Vashist P, Gogoi M. Epidemiological study of

ocular trauma in an urban slum population in Delhi, India. Indian J Ophtalmol 2008; 56: 313-

Rodriguez, Jorge. Prevention And Treatment Of Common Eye Injuries In Sport. Available at:

www.aafp.org. September 2016.

30

Anda mungkin juga menyukai